Resume Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Pembelajaran Kearifan Lokal Dosen Pengampu Andi Wibowo, M.Pd
Oleh:
I GUSTI ADINDA NUR AMALIA
(21862061040)
UNIVERSITAS RADEN RAHMAT MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 22 SEPTEMBER 2023 A. WUJUD KEARIFAN LOKAL Menurut Sedyawati (2007:382) kearifan lokal diartikan sebagai kearifan dalam kebudayaan tradisional, dengan catatan bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah kebudayaan tradisional suku-suku bangsa. Kata kearifan sendiri hendaknya juga dimengerti dalam arti luasnya, yaitu tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, termasuk segala unsur gagasan, termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan, dan estetika. Jika wujud kearifan lokal mengacu pada kebudayaan, maka perlu diketahui wujud kebudayaan itu sendiri. Honigman (dalam Koentjaraningrat 2009:150) membagi wujud kebudayaan menjadi tiga macam yaitu wujud kebudayaan sebagai (1) suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya, (2) suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakat, (3) benda- benda hasil karya manusia. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Di Indonesia-yang kita kenal sebagai Nusantara-kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya (Suyatno 2013). Sementara itu Ridwan (2007) mengungkapkan bahwa secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilainilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Senada dengan berbagai pandangan di atas, Firdaus mengungkapkan tentang bentuk-bentuk kearifan lokal. Local wisdom might refer to all values, all traditional dances, all traditional weapons, all myths, all mystical experience, all beliefs, all holy places, all traditional views, and so on. In other words, the so called local wisdom refers to knowledge, values, mysticism, things, places, and ways of living (Firdaus (2013:113). Kearifan lokal menurut Firdaus mengacu pada semua nilai, tarian tradisional, senjata tradisional, mitos, pengalaman spiritual, kepercayaan, tempat-tempattempat suci, pandangan tradisional, dan sebagainya. Dengan kata lain, kearifan lokal mengacu pengetahuan, nilai, hal-hal mistik, benda, tempat, dan pandangan hidup. Teezzi, Marchettini, dan Rosini (dalam Ridwan 2007) mengatakan bahwa akhir dari sedimentasi kearifan lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama. Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari- hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaankebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Wujud-wujud kearifan lokal tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari (Sukmono 2011). 1. Sektor pertanian 2. Pengelolaan hutan 3. Pengelolaan laut 4. Kebudayaan 5. Kehidupan sosial 6. Kesenian Rakyat 7. Bidang ekonomi 8. Bidang pendidikan Senada dengan Sukmono, Sedayawati juga menyebutkan apa-apa saja yang tercakup dalam kearifan lokal tersebut. Menurutnya penjabaran kearifan lokal itu disamping peribahasa dan segala ungkapan kebahasaan yang lain, adalah juga berbagai pola tindakan dan hasil budaya materialnya. Dalam arti luas itu, maka diartikan bahwa kearifan lokal itu terjabar ke dalam seluruh warisan budaya. B. FUNGSI KEARIFAN LOKAL Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan John Haba sebagaimana dikutip Irwan Abdullah dkk, setidaknya terdapat 6 (enam) signifikansi serta fungsi kearifan lokal. 1. Sebagai penanda identitas sebuah komunitas yang membedakannya dengan komunitas lain. 2. Menjadi elemen perekat lintas warga, lintas agama dan kepercayaan. Kearifan lokal dianggap mampu mempersatukan perbedaan yang ada di masyarakat. 3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa, tetapi ada dan hidup bersama masyarakat. Kesadaran diri dan ketulusan menjadi kunci dalam menerima dan mengikuti kearifan lokal. 4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan dalam komunitas. Tentu saja kebersamaan yang harmonis atas dasar kesadaran diri. 5. Kearifan lokal mampu mengubah pola pikir dan hubungan timbal-balik individu dan kelompok. Proses interaksi dalam komunitas telah berpengaruh terhadap pola perilaku individunya. 6. Kearifan lokal dapat berfungsi mendorong terbangunnya apresiasi sekaligus menjadi sebuah mekanisme bersama untuk menepis berbagai kemungkinan yang meredusir atau bahkan merusak solidaritas.
C. MAKNA KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Lokal secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubunganhubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah-laku mereka. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama (Tiezzi et al). Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban. Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya. Akhir dari sedimentasi kearifan lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama (Tiezzi et al). Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Proses sedimentasi ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, dari satu generasi ke generasi berikut. Kemunculan kearifan lokal dalam masyarakat merupakan hasil dari proses trial and error dari berbagai macam pengetahuan empiris maupun non-empiris atau yang estetik maupun intuitif (Tiezzi et al). Kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, misalnya alonalon asal klakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya. Ciri-ciri kearifan lokal