Anda di halaman 1dari 4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, ialah bentuk
jamak dari buddhi yang berarti “budhi” atau “akal”. Demikian ke-budaya-an
itu dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya
adalah “daya dari budi” berupa cipta, karsa, dan rasa itu (Koetjaraningrat,
1964: 77-78). Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu hal yang
bersifat umum dalam benak sekumpulan orang-orang tertentu; ia mengacu
kepada lingkungan masyarakat (Vansina, 2014: 193-194).
Spradley dalam bukunya Metode Etnografi (2006: 5) mengutip
pendapat Marvin Harris tentang kebudayaan, bahwa konsep kebudayaan
ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitan dengan
kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti “adat” (custom) atau “cara
hidup” masyarakat. Selanjutnya, Koentjaraningrat (1964: 79-80)
menganalisis 7 unsur kebudayaan, yakni: peralatan dan perlengkapan, mata
pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan,
dan religi. Selanjutnya, kebudayaan sebagai objek penyelidikan antropologi
mempunyai 3 aspek, ialah: a) kebudayaan sebagai tata kelakuan manusia; b)
kebudayaan sebagai kelakuan manusia itu sendiri; dan c) kebudayaan
sebagai hasil kelakuan manusia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah cara
hidup masyarakat yang menghasilkan cipta, rasa, dan karsa yang berwujud
sistem ide, aktivitas, maupun benda-benda tertentu. Dengan demikian,
kebudayaan merupakan segala aspek yang terdapat di dalam masyarakat dan
berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari.
2. Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin: tradition, atau diteruskan) atau kebiasaan,
dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang rela dilakukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kebudayaan. Hal yang

4
paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari
generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena adanya ini, suatu
tradisi dapat punah. Menurut Mursal Esten (1992: 14), tradisi adalah
kebiasaan-kebiasaan turun-menurun sekelompok masyarakat berdasarkan
nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan
bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang
bersifat gaib atau keagamaan.
Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan
manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok yang lain,
bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana
perilaku manusia terhadap alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu
sistem, memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan
sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan menyimpang.
Jadi kesimpulan dari uraian diatas, tradisi adalah sesuatu kebiasaan
yang berkembang di masyarakat yang diteruskan dari generasi ke generasi.
Wujud tradisi itu bermacam-macam, mulai dari upacara keagamaan, upacara
pernikahan, upacara kematian, upacara kelahiran, perayaan hari-hari
tertentu, maupun tradisi dalam wujud kesenian. Biasanya, aneka macam
tradisi tersebut antara daerah yang satu dengan daerah lainnya memiliki pola
yang mirip, tetapi ada sedikit perbedaannya.
Tradisi popokan adalah salah satu tradisi yang ada di Desa Sendang
yang tetap dilestarikan sampai saat ini. Dari sini muncullah kesadaran dan
gerakan untuk kembali kepada norma, nilai dan tradisi yang selalu
mengedepankan kebersamaan, persaudaraan, kesejahteraan, dan kedamaian.
Dengan demikian, tradisi bukanlah keharusan, melainkan sebagai sarana
hidup menjadi lebih bermakna yang tentunya tradisi yang sesuai dengan
kehidupan masa kini.
3. Nilai
Adisusilo (2013: 56-57) menyebutkan definisi nilai sebagai kualitas
suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diingini, dikejar, dihargai,
berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi
bermartabat. Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebijakan,

5
dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung
tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu
kepuasan, ia menjadi manusia yang sebenarnya. Nilai adalah sesuatu yang
dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik
atau yang buruk sebagai pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman
dengan seleksi perilaku yang ketat.
Berdasar kanuraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah
segala sesuatu yang baik dan buruk sebagai pertimbangan manusia untuk
berperilaku. Nilai-nilai yang dianggap baik biasanya dijadikan pedoman
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai dalam setiap masyarakat berbeda
tergantung pada agama, budaya, etnis, politik, dan social ekonomi.
4. Kearifan Lokal
Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom)
dan lokal (local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom sama dengan
kebijaksanaan. Secara umum, maka local wisdom (kearifan setempat) dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakat (Sartini, 2009: 111). Sedangkan Ridwan (2007: 172)
mengemukakan bahwa kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat
dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya
(kognisi) untuk bertindak dan bersifat terhadap sesuatu, objek, atau
peristiwa yang terjadid alam ruang tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal
merupakan suatu gagasan-gagasan atau simbol-simbol setempat yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam
kesadaran masyarakat, berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat dan
menyampaikan pesan. Salah satu kearifan lokal yang masih dilakukan oleh
masyarakat hingga kini antara lain tradisi. Tradisi masih dianggap sakral
dan harus dilakukan karena memiliki makna dan nilai tersendiri bagi
masyarakat pendukungnya.

6
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan
terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah:
1. Bayu Purna Nugaraha, skripsi pada tahun 2011 yang berjudul “Tradisi
Upacara Popokan Masyarakat Desa Sendang Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang” Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitiannya membahas
tentang bentuk upacara popokan, fungsi apa saja yang terkandung dalam
tradisi popokan, dan makna tersembunyi apa saja yang ada dalam tradisi
popokan.
2. Muh. Hafidz, dalam jurnal Sabda Volume 12 Nomor 2 Tahun 2017 yang
berjudul “Popokan: Tradisi Perang Lumpur Di Tradisi Desa Sendang,
Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang” Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang. Hasil penelitiannya hanya menjelaskan prosesi tradisi
popokan.
Adapun persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukanya itu
sama-sama dengan metode kualitatif deskriptif dan keduanya meneliti tentang
bentuk tradisi popokan. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang
terkandung di dalam tradisi popokan dan penerapan nilai-nilai kearifan lokal
pada tradisi popokan dalam kehidupan masyarakat Desa Sendang, Kecamatan
Bringin, Kabupaten Semarang.

Anda mungkin juga menyukai