Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak keanekaragaman budaya yang

terdapat pada setiap suku-suku yang mendiami wilayah Nusantara. Keanekaragaman

budaya seperti bahasa, tari-tarian, upacara adat, lagu-lagu daerah dan kebiasaan-

kebiasaan di dalam kehidupan sehari-hari seluruhnya merupakan bentuk kebudayaan

yang lahir dari kemajemukan yang ada dalam masyarakatnya. Banyaknya

keanekaragaman budaya di Indonesia memberikan gambaran bahwa setiap suku

yang ada memiliki identitas dan kekhasan yang menunjukkan perbedaan-perbedaan

dari setiap suku. Perbedaan ini bukan merujuk pada hal menjatuhkan melainkan

sebagai alat pemersatu sebab dari perbedaan-perbedaan yang ada tiap masyarakat

akan saling menghargai budaya yang satu dengan yang lainnya.

Kebudayaan merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan

manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang didapatkannya dengan belajar dan yang

semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1974: 79).

Kebudayaan merupakan hasil buah pikiran manusia atas apa yang didapatnya dari apa

yang manusia ketahui, apa yang dirasakan dan apa yang didapatkan dari alam

semesta. Manusia selalu bertindak atau berbuat berdasarkan pola pikirannya atas apa

yang diketahui dan dirasakan. Definisi menurut Antropologi (Koentjaraningrat, 1974:

1
2

79) menyebutkan bahwa tingkah manusia sebagian besar dari kelakuannya

dikuasai oleh akal, artinya manusia selalu bertindak dengan menggunakan akalnya.

Akal atau ide yang ada dalam pikiran manusia tadi diterapkan dalam

kehidupannya, baik itu dalam kehidupan pribadi maupun dalam berinteraksi dengan

masyarakat sekitarnya. Interaksi-interaksi inilah yang nantinya akan mengahasilkan

suatu tradisi di antara masyarakat untuk menghubungkan antara manusia yang satu

dengan yang lainnya. Tradisi-tradisi yang telah ada bukan berarti tidak memiliki

makna, melainkan sudah memiliki makna dan tujuannya yang akan dicapai karena

memiliki keinginan bersama antar masyarakat. Timbulnya tradisi dalam kelompok

manusia atau masyarakat dianggap baik oleh masyarakat itu sendiri dan itu akan

menjadi warisan terhadap keturunannya.

Tradisi-tradisi yang turun-temurun inilah yang nantinya lahir menjadi sebuah

budaya yang menjadi identitas suatu masyarakat tertentu. Tradisi-tradisi seperti

upacara tradisional, tari-tarian, lagu-lagu, permainan tradisional serta olahraga

tradisional seluruhnya merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan dan dijaga

keberadaannya. Upacara tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi yang sering

digunakan sebagai sarana interaksi antara manusia dengan manusia lainnya maupun

antara manusia dengan alam tempat manusia tersebut tinggal. Upacara adat juga

dapat digunakan perantara manusia dengan sang Pencipta. Pada masyarakat tertentu

ada upacara adat yang benar-benar masih dilaksanakan namun ada juga yang sudah

tidak dilaksanakan atau dengan kata lain pelaksanaanya tidak terlalu sering atau

jarang dilaksanakan. Hal ini tentu didasarkan atas kebutuhan suatu masyarakat
3

tersebut untuk melaksanakan upacara adat tersebut. Suatu masyarakat tertentu

beranggapan bahwa upacara adat harus dilakukan sesuai dengan yang diwariskan

oleh leluhur mereka dan apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat tersebut akan

mendapat musibah. Upacara adat itu dilaksanakan ketika suatu masyarakat tertentu

membutuhkan dilaksanakannya upacara adat tersebut.

Upacara adat Belian merupakan tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat

kabupaten Paser provinsi Kalimantan Timur. Upacara adat ini sebenarnya merupakan

ritual suku Dayak yang berada di pulau Kalimantan. Upacara adat ini dilaksanakan

untuk ritual pengobatan jika ada warganya yang mengalami sakit dan juga sebagai

ritual selamatan bagi masyarakat. Upacara diiringi dengan pemotongan hewan

kurban dan pelepasan sesajen sebagai tradisi masyarakat setempat. Upacara adat ini

sejatinya mengandung unsur-unsur kebersamaan, kesatuan terhadap tiap anggota

masyarakat Dayak yang berada di kabupaten Paser, karena upacara ini dihadiri dan

diikuti oleh masyarakat banyak maka perayaan upacara adat ini secara bersama-sama.

Masyarakat Dayak di Kalimantan memiliki jenis sub-sub Dayak yang masih

terbagi lagi di setiap daerah-daerah. Perbedaan daerah tempat tinggal suatu

masyarakat menyebabkan perbedaan penyebutan upacara adat Belian. Meskipun

terdapat perbedaan penyebutan di setiap daerah berbeda namun inti dari upacara adat

ini adalah sama. Di daerah Kalimantan Timur upacara adat ini disebut Belian.

Masyarakat Kalimantan Selatan menyebutnya upacara adat Balian, Babalian, Tandik

Balian atau Babalian Tandik, sedangkan masyarakat di Kalimantan Tengah upacara

adat ini disebut dengan Wadian (http://id.wikipedia.org/wiki/Wadian)


4

Yohanes Bonoh (1985) dalam Azman Aziz menyatakan bahwa Belian,

merupakan nama sebuah ritual Dayak. Orang-orang Dayak sendiri memaknainya

dengan istilah yang berbeda-beda. Orang Dayak Benuaq Kalimantan Timur,

misalnya, memaknai ritual itu berbeda dengan apa yang kemukakan oleh orang

Dayak Maanyan Kalimantan Tengah. Jika orang Dayak Benuaq Kalimantan Timur

memaknai Belian sebagai ritual berkaitan dengan kehidupan sekarang, maka bagi

orang Maanyan ritual itu dipergunakan untuk pengobatan (kehidupan) dan kematian

(wadian matei dan wadian wara). Bagi orang Dayak Benuaq hanya mengenal ritual

kematian sebagai setangih, wara, atau kewangkey (Azman Aziz, 2008).

Upacara adat Belian ini tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang masih

menarik untuk diuraikan. Kebudayaan merupakan penjelmaan dari nilai-nilai (Sutan

Takdir Alisyahbana, dalam Desyandri 2008) budaya adalah hasil dari nilai-nilai yang

terkandung di dalam suatu kegiatan sekelompok manusia yang memiliki tujuan

bersama yang akan dicapai. Tradisi upacara adat Belian juga mengandung simbol-

simbol yang memiliki tujuannya masing-masing.

Perkembangan peradaban manusia tentu memiliki pengaruh terhadap upacara

adat Belian. Manusia pada dasarnya terus berkembang menuju kehidupan yang lebih

maju dan cenderung meninggalkan hal-hal yang dianggap tidak praktis.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyentuh keseluruhan lini

kehidupan manusia, mulai dari cara berfikir, tindakan-tindakan dalam kehidupan

sehari-hari serta alat-alat yang biasa digunakan seluruhnya terpengaruh oleh

tekhnologi. Tradisi yang berarti berkelanjutan juga akan terpengaruh oleh


5

perkembangan peradaban manusia. Upacara adat Belian juga mengalami perubahan-

perubahan dalam tata cara pelaksanaan, alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan

dan makna ritual yang sudah mulai terpengaruh oleh perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :

a. Apa yang dimaksud dengan upacara adat Belian?

b. Apa nilai-nilai simbolik yang terkandung dalam upacara adat Belian?

c. Bagaimana perkembangan upacara adat Belian dilihat dari tahap

perkembangan kebudayaan?

2. Keaslian Penelitian

Penulis belum menemukan penelitian dalam bentuk buku, jurnal, skripsi

yang berjudul sama dengan yang akan penulis bahas. Ada beberapa tulisan yang

mengangkat mengenai upacara adat ini namun itu semua hanya tulisan yang bersifat

deskriptif saja seperti artikel dalam tulisan di blog yang sekedar menjelaskan secara

garis besar mengenai upacara adat Belian tersebut sedangkan yang membahas dengan

tinjauan filsafati tampaknya belum ada.

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi perkembangan ilmu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan

menambah kajian ilmu yang lebih komprehensif berkaitan dengan upacara

adat.
6

b. Bagi perkembangan filsafat, penelitian ini diharapkan mampu

menyumbangkan pemikiran terhadap ilmu filsafat terutama mengenai

hakikat nilai kebudayaan.

c. Bagi bangsa Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan bagi masyarakat agar lebih melestarikan budaya-budaya yang

telah diwariskan oleh leluhurnya masing-masing, menjaganya agar dapat

diwariskan lagi oleh anak cucu sehingga kebudayaan itu tetap ada sebagai

salah satu ciri dan identitas masing-masing. Bagi pemerintah, penelitian

ini dapat dijadikan sumber wawasan mengenai tradisi suatu suku di tanah

air dan sebagai sumber referensi untuk suatu kegiatan yang sifatnya

akademis.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan secara komprehensif upacara adat Belian.

2. Memaparkan makna simbol-simbol dan nilai-nilai yang terkandung dalam

upacara adat Belian serta tujuan yang akan dicapai.

3. Menganalisis dan merefleksikan perkembangan upacara adat Belian

berdasarkan teori perkembangan kebudayaan.

C. Tinjauan Pustaka

Upacara adat merupakan tradisi penyampaian pesan budaya yang telah lama

digunakan jauh sebelum manusia mengenal tulisan dan masih terus berlanjut.
7

Upacara adat merupakan salah satu kegiatan atau tatacara yang di dalamnya berisikan

aktivitas-aktivitas bersinggungan dengan adat istiadat yang memiliki arti dan tujuan

yang hendak dicapai. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan

kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga

atau masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau

mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya

mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai

kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan

(Purwadi, 2005: 1). Upacara tradisional adalah serangkaian tindakan atau perbuatan

yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan.

Upacara adat ini tidak semata-mata sebagai suatu formalitas saja, namun di dalamnya

mengandung unsur nilai. Sesuatu yang bernilai tentunya memiliki makna yang

terkandung di dalamnya. Bernilai itu memiliki maksud dan tujuan yang akan

diperoleh (catatansenibudaya.blogspot.com).

Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan

manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh nenek

moyang atau mahluk halus lain dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan

Tuhan. Ritus atau upacara religi itu biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik

setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja (Rahmat Hidayat-blogspot; 2012).

Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk mendapatkan kemurahan hati para dewa

dan untuk menghindarkan diri dari kemarahan para dewa yang seringkali diwujudkan
8

dengan berbagai malapetaka dan bencana alam. Tujuan penelitian terhadap upacara

adat yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan, yaitu:

1. Untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat

tersebut yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.

2. Untuk mengumpulkan informasi tentang norma-norma yang mempengaruhi

alam pikiran dan tingkah laku.

3. Untuk mendeskripsikan jalannya upacara adat agar dapat dipelajari generasi

muda dan orang-orang yang memerlukan data (Kadir, 1985: 3).

Upacara adat Belian adalah salah satu upacara adat yang berkaitan dengan

alam dan kepercayaan. Itulah sebabnya melakukan penelitian mengenai upacara adat

Belian. Pertama, upacara adat Belian memiliki nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

kehidupan masyarakat dan makna-makna simbolik yang ada disetiap bagian upacara

adat. Kedua, berpengaruh terhadap kehidupan manusia seperti tingkah laku manusia

dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, bagi yang memerlukan data mengenai upacara

adat Belian sebagai referensi untuk tulisan selanjutnya yang lebih rinci ataupun

sebagai bahan pelajaran bagi kaum muda.

Belian merupakan salah satu upacara adat yang sampai saat ini masih

dilaksanakan kegiatannya. Upacara ini masih dilakukan karena sangat berkaitan

dengan kehidupan, baik yang berkaitan dengan pengobatan dan keselamatan.

Mendapatkan keselamatan, ketenangan dan kebahagiaan hidup perorangan ataupun

bersama, salah satu yang harus ditempuh adalah menyelenggarakan upacara adat

tersebut. Apabila upacara ini telah dilaksanakan maka akan merasa aman karena
9

kehidupan mereka akan dilindungi oleh makhluk-makhluk halus yang disekitar

mereka.

Upacara ini sebagai upacara penolak bala bagi kepercayaan masyarakat Paser.

Penyelenggaraan upacara tolak bala mempunyai kandungan nilai yang penting bagi

kehidupan masyarakat pendukungnya, karena dianggap sebagai suatu nilai budaya

yang dapat membawa keselamatan di antara sekian banyak unsur budaya yang ada

pada masyarakat (Rahmat Hidayat-blogspot; 2012). Upacara tolak bala sampai saat

ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Dayak yang ada di Kalimantan.

Nehemja Wantja (1970) dalam Azman Aziz menyatakan bahwa pada

umumnya, ritual belian memang dipergunakan untuk mengobati orang sakit tetapi

sebenarnya, ritual ini juga dipergunakan untuk berbagai kepentingan kehidupan.

Ritual belian untuk perempuan hamil, untuk memandikan bayi laki-laki sebelum

mandi di sungai, untuk melunasi nadzar/ kaul/ niat, untuk memohon selamat dari

marabahaya yang akan melanda kampung, untuk membangun kembali atau menjaga

keseimbangan kosmis, bahkan untuk mengungkapkan rasa syukur sehabis panen.

Sebagai ucapan syukur atas bantuan dan pertolongan makhluk-makhluk gaib terhadap

mereka yang dalam kurun waktu tertentu bepergian jauh dari kampung dan kembali

dengan selamat (Azman Aziz, www.desantara.or.id :2008).

Babalian berasal dari kata Babalikkan yang berarti dibalikkan. Upacara

Babalian adalah upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat yang bertujuan

untuk mengobati orang yang sakit parah (Kadir, 1985; 3). Setelah semua pengobatan

dilakukan tidak berhasil, maka usaha terakhir yang harus dilakukan ialah
10

menyelenggarakan upacara tradisional ini. Upacara ini dipimpin oleh dukun babalian

dan para pembantunya dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.

Belian secara harfiah mengandung makna berpantangan, berpuasa atau tabu.

Budi dalam (budimasnet.blogspot.com: 2011), Belian merupakan serangkaian usaha

manusia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu musibah terhadap manusia

dan lingkungan atau membebaskan diri dari belenggu penyakit Penyakit yang

disebabkan oleh gangguan-gangguan gaib yang pengobatannya sulit untuk dilakukan,

maka Belian merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mengatasi suatu

penyakit tersebut.

Fathul dalam (Fathul Ahadi-Blogspot; 2013). Babalian adalah ritual

pelepasan racun (gaib) sedangkan Tundik/ Tandik adalah jenis racun yang berasal dari

pedalaman. Babalian Tandik adalah suatu ritual untuk mengobati yang terkena

penyakit karena hal gaib.

Upacara Babalian ini mempunyai beberapa tahap yaitu:

1. Tahap melihat penyakit

2. Tahap mencari obat

3. Tahap membuat obat

4. Tahap menggunakan obat

5. Tahap menutup obat ( Kadir, 1985; 36 )

Dari uraian di atas, memiliki banyak kemiripan dengan upacara adat Belian

pada masyarakat Paser. Upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak

merupakan ritual yang dilakukan untuk mengobati yang terkena gangguan gaib yang
11

penyebabnya adalah makhluk-makhluk halus yang mengganggu kehidupan manusia.

Demikian juga dengan upacara adat Belian yang merupakan ritual pengobatan bagi

yang terkena sakit parah. Selain ritual pengobatan, Belian juga merupakan ritual

tolak-bala dan selamatan suatu tempat dusun atau kampung.

D. Landasan Teori

Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari tidak terlepas dari unsur-unsur

kebudayaan yang ada disekitarnya. Tingkah laku manusia serta kebiasaan-kebiasaan

yang dilakukan tanpa disadari sudah merupakan salah satu unsur dari kebudayaan.

Apa yang dilakukan manusia itulah yang dikatakan tradisi. Banyak tradisi yang

dilakukan oleh manusia yang bersinggungan dengan adat yang salah satunya adalah

upacara adat. Filsafat kebudayaan merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas

mengenai hakikat dari kebudayaan. Filsafat kebudayaan membahas mengenai simbol-

simbol kebudayaan, perkembangan kebudayaan dan nilai-nilai kebudayaan. Upacara

adat ini tidak semata-mata hanya sebagai suatu formalitas saja, namun di dalamnya

mengandung unsur nilai. Sesuatu yang bernilai tentunya memiliki makna yang

terkandung. Bernilai itu memiliki maksud dan tujuan yang akan diperoleh.

Nilai adalah sesuatu yang baik (Bertens, 2005; 139) artinya sesuatu yang

bernilai itu adalah sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai

dan menyenangkan. Tindakan manusia yang membawa ataupun yang berdampak

membahagiakan merupakan tindakan yang memiliki nilai, memiliki maksud. Hans

Jonas ( Bertens, 2005; 139 ) nilai adalah addressee of a yes artinya sesuatu yang
12

ditujukan dengan kata ya. Nilai merupakan sesuatu yang memiliki maksud-maksud

yang bersifat positif, suatu yang memiliki kebenaran sedangkan jika bersifat negatif

maka itu bukan sesuatu yang bernilai.

Louis O. Kattsoff (2004: 324) dalam bukunya berjudul Pengantar Filsafat

menuliskan beberapa makna nilai:

1. Mengandung nilai artinya berguna.

2. Merupakan nilai artinya baik atau benar atau juga indah.

3. Mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas.

4. Memberi nilai artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan.

Suatu perbuatan dapat mempunyai nilai dan berhubungan dengan nilai. Suatu

hal mempunyai nilai karena hakikatnya memiliki nilai dan menggambarkan suatu

nilai. Masalah nilai merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia

sebab menyangkut hal rasa, perasaan yang tentunya akan berpengaruh terhadap

manusia itu sendiri. Sulaeman dalam Ilmu Budaya Dasar (1993; 19) menuliskan

beberapa pemikiran tokoh mengenai pengertian nilai.

1. Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau

yang buruk.

2. Perry mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi

manusia sebagai subjek.

3. Kohler mengatakan bahwa manusia tidak berbeda di dunia ini; semua tidak

dapat berhenti hanya dengan sebuah pandangan (maksud) faktual dari

pengalaman yang berlaku.


13

4. Kluckhon mengatakan bahwa nilai yang diterima sebagai konsep yang

diinginkan dalam literatur ilmu sosial adalah pengaruh hasil seleksi perilaku.

Batasan nilai yang sempit adalah adanya suatu perbedaan penyusunan antara

apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya

dibutuhkan.

Jadi nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,

menyangkut segala sesuatu yang baik dan yang buruk sebagai abstraksi, pandangan,

atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat (Sulaeman,

1993; 19).

Kebudayaan juga terdapat unsur yang dinamakan simbol. Simbol-simbol ini

merupakan suatu petunjuk atau suatu maksud yang akan dituju dalam suatu

kebudayaan tertentu. Kebudayaan terdiri atas gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan

nilai-nilai sebagai hasil karya (Herusatoto, 2005; 9). Di dalam upacara adat Belian

juga banyak terkandung simbol-simbol yang mengartikan suatu maksud dan tujuan

dilaksanakannya ritual tersebut. Menurut Ernst Cassirer menyebut manusia adalah

hewan yang bersimbol (Animal Symbolicum) menegaskan bahwa manusia itu tidak

pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia secara langsung kecuali melalui

berbagai simbol. Manusia adalah makhluk budaya, karena penuh dengan simbol

(Herusatoto, 2005; 26) bahwa budaya manusia penuh dengan simbolisme yaitu

paham yang mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri atas simbol-simbol.

Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwadarminta menyebutkan

simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan
14

sebagainya yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. Menurut

pendapat di atas suatu kebudayaan yang mengandung simbol atau lambang yang

memiliki tujuan yang akan dicapainya. Upacara adat Belian ini juga mengandung

banyak simbol-simbol yang digunakan masyarakat sekitar sebagai bentuk

kebudayaan mereka.

Dalam kamus logika, Dictionary of Logic, The Liang Gie menyebutkan

bahwa simbol adalah tanda buatan yang bukan berujud kata-kata untuk mewakili

sesuatu dalam bidang logika saja, karena di dalam kebudayaan simbol dapat berupa

kata-kata. Simbol ialah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan media pemahaman

terhadap objek sedangkan menurut F.W. Dillistone, Simbol adalah gambaran dari

suatu objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan.

Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek, satu sama lain, dan dengan subjek.

Suatu upacara adat, unsur-unsur nilai dan simbol merupakan hal yang sangat

penting dalam memahami suatu tujuan yang akan dicapai. Upacara adat Belian ini

merupakan upacara adat yang sarat akan makna, nilai-nilai luhur serta memuat

simbol-simbol dalam pelaksanaan kegiatannya yang memiliki tujuan-tujuan yang

hendak dicapai oleh masyarakatnya. Upacara adat itu mengandung makna dan

memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Untuk mengetahui

makna yang disampaikan dari upacara adat maka simbol-simbol dalam kebudayaan

adalah salah satu alat untuk mengetahui makna apa yang terkandung di dalam suatu

upacara adat.
15

Seiring dengan waktu, manusia senantiasa mengalami perkembangan menuju

peradaban yang lebih tinggi. Pola pikir manusia yang terus berkembang terhadap

lingkungan yang ada sekitarnya akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru

yang berpengaruh terhadap tingkah laku manusia itu sendiri dan akan memberikan

hasil yang baru terhadap kebudayaan.

Van Peursen (1988: 34-109) ada tiga tahap perkembangan kebudayaan

manusia, yaitu:

1. Tahap Mitis

Manusia menganggap bahwa dirinya adalah bagian dari alam. Manusia

merasa bahwa dirinya berada di dalam dan dipengaruhi oleh alam. Manusia sering

menganggap bahwa diri mereka adalah penjelmaan dari alam di sekitarnya. Pada

tahap ini, manusia kerap memberikan kurban atau sesaji sebagai bentuk

penghormatannya kepada alam. Manusia juga membuat norma-norma perlakuan

terhadap alam sehingga hidupnya selalu selaras dengan alam dan dilindungi oleh

alam itu sendiri. Mitos biasanya diturunkan oleh pendahulu dan akan diteruskan lagi

kemudian akhirnya sebuah mitos bergulir dari jaman ke jaman. Cerita atau tuturan

penurunan ini dapat diungkapkan dengan kata-kata, tari-tarian. Tarian di samping

sebagai salah satu wujud tradisi lisan, juga sekaligus sebagai suatu bentuk seni

pertunjukan.

2. Tahap Ontologis

Dalam alam pikiran ontologis, manusia mulai mengambil jarak terhadap

segala sesuatu yang mengitarinya. Manusia tidak begitu terkurung lagi, bahkan
16

kadang ia bertindak sebagai penonton atas hidupnya sendiri. Manusia berusaha

memperoleh pengertian mengenai daya-daya kekuatan yang menggerakkan alam dan

manusia. Perkembangan ini pernah disebut sebagai perkembangan dari mitos ke

logos. Kata logos mengandung arti sesuatu yang mirip dengan logis. Namun

dalam tahap ini memang manusia tidak hanya melulu berpikir secara logis, tapi emosi

dan harapan juga bermain di sini, agama dan keyakinan juga tetap berpengaruh.

Manusia mulai mengenal agama. Manusia tidak lagi memberikan kurban dan

memandang bahwa alam juga merupakan makhluk Tuhan yang harus dijaga

kelestariannya. Meskipun begitu, manusia sudah mulai menjadikan alam sebagai

objek yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan kehidupannya.

3. Tahap Fungsionil

Manusia sudah jauh dari alam. Bahkan, alam tidak hanya sekedar dijadikan

objek, tetapi telah menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya

nyaman. Tahap ini ditandai dengan revolusi industri di dunia dan manusia

memperlakukan alam dengan mengeksplorasinya secara berlebihan. Tahap fungsional

adalah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam manusia modern. Manusia

tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya (sikap mitis). Manusia tidak lagi,

dengan kepala dingin, mengambil jarak terhadap obyek penelitiannya (sikap

ontologis). Manusia ingin mengadakan relasi-relasi baru, suatu berhubungan dengan

yang baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya. Pada tahap fungsional itu

nampak sebagai kebudayaan yang modern.


17

E. Metode Penelitian

1. Bahan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan didukung dengan

penelitian lapangan. Bahan dan materi penelitian lapangan diperoleh melalui

wawancara langsung dengan tokoh adat, masyarakat serta pemerintah daerah

setempat. Bahan dan materi kepustakaan diperoleh dari penelusuran kepustakaan

berbagai sumber yang terdiri dari buku, artikel, dan berita tentang upacara adat

Belian. Bahan kepustakaan tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan.

Penelitian ini dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni bahan yang bersumber

dari data primer dan bahan yang bersumber dari data sekunder:

a. Data Primer

Penelitian lapangan upacara adat Belian pada masyarakat Dayak Paser

di Kalimantan Timur.

b. Data Sekunder

Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dari tulisan yang

digunakan penulis sebagai bahan pelengkap dan tambahan. Bahan di

dapat dari buku, majalah, surat kabar maupun artikel internet yang

berhubungan dengan tema penelitian, yang kaitannya dengan objek

material penelitian, maupun yang berhubungan dengan objek formal.

2. Jalan Penelitian

a. Tahap persiapan diawali dengan mengumpulkan data yang ada di

lapangan yang berhubungan dengan kajian penelitian.


18

b. Tahap pembahasan mencakup penguraian masalah sesuai objek formal

dan material kemudian dideskripsikan dan dianalisis.

c. Tahap akhir merupakan penulisan yang dilakukan secara sistematis

d.

3. Analisis Hasil

Hasil penelitian ini dianalisis mengunakan metode hermeneutika filosofis

dengan menggunakan unsur-unsur metodis merujuk pada buku Metode Penilitian

Filsafat (Bakker dan Zubair, 1993: 107-113), antara lain :

a. Deskripsi: menjabarkan secara sistematis mengenai upacara adat

Belian

b. Koheresi intern: mencari keterkaitan logis antara upacara adat Belian

dengan dimensi-dimensi dalam filsafat kebudayaan sebagai pisau

analisisnya

c. Holistika: memahami data secara menyeluruh sehingga diperoleh

pemahaman dan analisis yang tepat.

d. Refleksi: merefleksikan secara kritis tentang makna-makna dalam

upacara adat Belian ditinjau dari filsafat kebudayaan berdasarkan dari

data yang sudah digambarkan secara lengkap dan kemudian

menyampaikan pandangan yang khas untuk mendapatkan pemahaman

baru.
19

F. Hasil yang Dicapai

Penelitian ini dicapai hasil sebagai berikut :

1. Memperoleh pemahaman mengenai makna upacara adat Belian.

2. Memperoleh pemahaman mengenai simbol dan nilai dalam suatu

upacara adat.

3. Memperoleh pandangan reflektif dan kritis mengenai

perkembangan kebudayaan dalam suatu upacara adat.

G. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian akan dirumuskan menjadi lima bab:

BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari permasalahan, perumusan

masalah, tujuan penelitian, tinjaun pustaka sebagai dasar dari landasan teori,

metode yang dipakai dalam penelitian, hasil yang ingin dicapai dalam

penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II berisi uraian yang menjelaskan tentang objek material yaitu

mengenai upacara adat Belian.

BAB III membahas mengenai objek formal. Pembahasan mengenai

nilai, simbol dan tahap perkembangn kebudayaan.

BAB IV merupakan analisis mengenai upacara adat Belian.

Pembahasan objek material untuk dibahas secara filsafat untuk mampu

menemukan nilai-nilai simbolik serta melihat bagaimana tahap

perkembangan kebudayaan yang terjadi dalam upacara adat Belian.


20

BAB V merupakan penutup, rangkaian penulisan penelitian yang

berisikan kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai