Anda di halaman 1dari 12

TRADISI TURUN MANDI DI MINANGKABAU

PELAKSANAAN TRADISI TURUN MANDI DI KELURAHAN


SICINCIN, KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA
PAYAKUMBUH

Dosen Pengajar :
Dr. Zurmailis,S.S.,M.HUM

Disusun oleh :
Viony Triana Putri ( 2100512001)
KELAS 7 Bahasa Indonesia
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap suku bangsa biasanya mempunyai adat istiadat tersendiri yang


berbeda antara satu dengan yang lain. Namun tujuan dan sasarannya adalah
sama, yaitu berdaya guna untuk mendidik anggota warga masyarakat supaya
berbudi luhur, sopan santun, berkasih sayang dan bebuat baik terhadap
sesama anggota masyarakat. Adat istiadat merupakan konsep-konsep
mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting
dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi
arah dan orientasi kepada kehidupan pada warga masyarakat (
Koentjraningrat 2009:153 ).

Demikian pula halnya dengan upacara turun mandi,komunikasi antar


generasi sangat berperan penting dalam tradisi keagamaan (religi). Religi dan
upacara keagamaan juga merupakan salah satu bagian dari unsure kebudayaan
manusia. Upacra keagamaan yang dimaksud yaitu system aktifitas atau
rangkaian tindakan yang dibuat oleh adat dan adanya hukuman yang berlaku
yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat yang bersangkutan. Upacara keagamaan atau rites adalah
kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku.
Tiap upacara keagamaan dapat terbagi kedalam empat 4 komponen, antara
lain: 1. Tempat upacara, 2. Saat upacara, 3. Benda-benda dan alat-alat
upacara, 4. Orang-orang yang melaksankan dan memimpin upacara
(koentjaraningrat 1990: 252)
Tradisi turun mandi atau dalam bahasa setempat disebut “baok kayia”
ini sudah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun dan bahkan sudah
ratusan tahun yang lalu yang dilakukan kepada bayi yang baru lahir. Tujuan
dari turun mandi (baok kayia) ini untuk meresmika si bayi dan ibu bayi untuk
bisa mandi ke sungai dan keluar dari rumah dengan bebas, karena bayi masih
kecil dan ibunya masih dalam nifas atau proses pemulihan tidak
diperbolehkan keluar rumah ataupun pergi mandi ke sungai.

Sehari sebelum pelaksanaan prosesi turun mandi tersebut hal-hal yang


mesti dipersiapkan oleh tuan rumah (orang tua sang bayi) berupa Karambia
Satali (2 buah kelapa yang belum dikupas kulitnya dan diambil sedikit
kulitnya dan diikat satu sama lain), satu batang tebu, batiah bareh badulang
Setelah semua bahan dipersiapkan maka sang dukun bayi memulai prosesi
turun mandi yang dimulai dengan memberikan tanda silang di kening bayi
yang terbuat dari bawang yang diptong lalu dibakar ujung bawang merah.
Setelah semua bahan dipersiapkan maka dukun bayi memulai prosesi turun
mandi yang dimulai dengan memberikan atau memasangkan aja daun sirih
terbuat dari bawang merah yang dibakar lalu diberi tanda salip dikening bayi
dan setelah memasang gelang cikmoncik ketangan dan kaki bayi lalu dukun
membuat wonompek lalu ada batiah badulang yang disiapkan untuk dibawah
kesungai isi dari batiah badulang yaittu potongan-potongan tebu, pisang
masak yang dipotongpotong, beras direndang, ketan atau sepulut.

Sesampainya di rumah sang bayi dimasukkan kedalam ayunan yang


terlebih dahulu dibuat dengan menggunakan kain panjang yang juga
dibawahnya diletakkan parasopan (asap yang ditimbulkan oleh sabut kepala
yang dibakar) dengan di iringi menbaca doa oleh dukun bayi. Setelah
hitungan ayunan dinilai tepat oleh sang dukun maka sang bayi ini ditidurkan
di tempat tidurnya, ini menandakan prosesi turun mandi bagi sang bayi telah
selesai, Acara selanjutnya adalah makan bersama, ibu bayi dan seluruh
keluarga serta para undangan makan bersama, yang menarik disini adalah ibu
sang bayi dipersilahkan untuk memilih makanan apa saja yang ia sukai,
setelah diletakkan dipiring maka sang dukun bayi membacakan sesuatu dan
sang ibu bayi boleh makan sepuasnya tanpa harus memperhatikan pantangan
yang sebelumnya memang sangat ketat bagi ibu bayi ini, tapi jangan coba
untuk makan semaunya jika belum ditawa oleh dukun bayi .

Sisampek adalah terbuat dari dulang atau talam bahasa setempat yang
di isi dengan berbagai macam peralatan di dalamnya yaitu seperti ketan
sepulut, tebu yang telah dikupas dipotong yang kecil, lalu ada pisang dipotong
juga tiga bagian dalam satu buah pisang, trus ada yang dinamakan bareh
batiah badulang yaitu beras yang di rendam lalu dikeringkan dan di rending
dalam kuali sampai menjadi batiah, dan ada minyak rambut, cabe,lalu bedak
tujuan nya untuk menghiasi atau di oleskan kepada muka bayi dan rambut
bayi makna disini supaya dia besar nantik bisa menghiasi dirinya sendiri dan
cabe untuk mengetahui pahitnya hidup kelak nanti.

Di tengah kehidupan masyarakat Minangkabau sendiri, adat


merupakan alat ukur bagi masyarakat dan harus dipatuhi oleh setiap elemen
masyrakat, karena di setiap nagari di Minangkabau memiliki perbedaan dalam
adatnya, seperti pepatah Minangkabau mengatakan”Lain Lubuak lain
ikannyo,Lain padang lain ilalang”, yang mana di setiap daerah memiliki
kebudayaan, adat istiadat dan kebiasan masing-masing.

b. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pelaksanaan upacara turun mandi pada bayi yang baru
lahir?
2. Apa makna upacara turun mandi pada masyarakat Sicincin?
c.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertjuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan upacara turun mandi

2. Menganalisa makna sosial budaya yang terkandung dalam upacara turun


mandi pada masyarakat Sicincin.

d. Manfaat penelitian

Secara pribadi, penelitian yang penulis lakukan ini bermanfaat bagi diri
penulis sendiri untuk lebih mengenal dan memahami kebudayaan yang ada
pada suatu suku bangsa yang ada di Indonesia khususnya suku bangsa
Minangkabau.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi
dan menjadi salah satu wacana acuan dalam pelestarian invetarisasi warisan
budaya masyarakat terutama masyarakat Suku Bangsa Minangkabau yang
kaya akan adat dan tradisi budayanya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Pemikiran

Pengertian kebudayaan menurut E.B Taylor (1871) adalah


kompleksitas yang mencakup pengetahuan, kesenian, moral, hokum, adat
istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat ( Soekanto,1990: 172).
Kebudayaan dapat dikatakan suatu pengetahuan manusia yang dijadikan
sebagai pedoman di dalam kehidupan yang memiliki aturan-aturan dan nilai-
nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat tersebut. Aturan-aturan
tersebut dapat di temui antara lain, dalam, agama, hukuman, adat istiadat.
Setiap masyarakat di dunia memiliki kebudayaan yang berbeda- beda dan
biasa juga mengalami persamaan diantara masyarakat yang satu dengan yang
lainnya. Meskipun kebudayaan tersebut terdapat unsur-unsur yang sama.

Unsur-unsur kebudayaan bersifat universal merupakan unsur-unsur yang pasti


bisa di temukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam
masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan. Maksudnya adalah
bahwa setiap masyarakat yang ada di dunia baik yang hidup di perkotaan
maupun yang hidup di pedesaan pasti terdapat ke tujuh unsur kebudayaan,
yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup
dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian, jadi
ketujuh unsur kebudayaan tersebut ada dan bisa ditemukan didalam semua
kebudayaan dari semua bangsa dimanapun di dunia(Koentjaranigrat, 1985:2 ).

Geertz juga berpendapat bahwa kebudayaan itu terwujud ke dalam


simbol yang diwariskan melaluai proses belajar dan tidak diwariskan secara
genetik, dimana sistem simbol itu terletak di luar batas-batas individu, yaitu
dalam dunia inter-subjektif dari pemahaman bersama oleh kelompok
masyarakat pendukungnya, salah satu dapat dilihat kedalam bentuk upacara-
upacara. Oleh karena itu, adat istiadat yang selalu mengatur sebuah tradisi
yang salah bentuknya mengatur upacara tradisi turun mandi merupakan
kompleks yang diatur oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam
masyarakat. Proses upacara turun mandi mereka pelajari dan meyakini
kebenaran, dan merupakan kompleks aktifitas yang dilakukan berulang-ulang
dan berpola. Begitu juga dengan benda dan alat-alat yang di pakai selama
pelaksanaan tradisi turun mandi merupakan bentuk dari kebudayaan fisik
masyarakat Nagari Batu Gajah. Oleh karena itu tradisi masih di pengaruhi
oleh sistem budaya atau adat istiadat dalam pelakasanaan upacara tradisi turun
mandi.

Menurut Turner dalam Melda Karim (Skripsi: 2008), simbol-simbol


dalam pelakasanaan upacara baik perangkat upacara, sistem pelaksanaannya,
maupun proses pelaksanaan upacara merupakan rangkaian simbol-simbol
yang mengambarkan keadaan nyata dari komuniti pelaksanaan upacara,
simbol merupakan sesuatu yang di anggap dengan persetujuan bersama
sebagai yang memberikan sifat alamiah atau mewakili kualitas yang sama
atau dengan membayangkan dalam kenyataan dan pikiran. Untuk
menjelaskan makna yang terdapat dalam trradisi upacara turun mandi pada
bayi baru lahir, maka dalam penelitian ini digunakan persfektif
interaksionalisme simbolik menurut Blumer dalam poloma (Margaret
Polma,1984:263) interaksionalme simbolik ini bertujuan pada tiga premis
yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada


pada sesuatu pada diri mereka.

2. Makna tersebut berasal dari interaksi social seseorang dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan atas proses interaksi sosial yang
berlansung .

Makna adalah arti yang terkandung dalam sebuah simbol yang terdapat dalam
kognitif masyarakat penduduknya, dimana makna itulah yang membentuk dan
mengarahkan bagaimana masyarakat bertindakan dan memandang dunia yang
ada di sekitar mereka.

Menurut Turner dalam Winangun simbol mempunyai tiga dimensi yaitu;

1. Dimensi pemahaman(eksegenetik) penafsiran yang diberikan oleh informan


asli kepada penelitian, ada tiga pemahaman nominal, yaitu dasar pemberian
nama pada gejala yang tampak pemahaman subtansial yaitu sifat-sifat alamiah
dan pemahaman factual yaitu obyek. Maksudnya adalah pemahaman asli
daari penelitian mengenal suatu peristiwa, tampa ada campuran tangan dari
informan.

2. Dimensi operasional yaitu penafsiran yang di ungkapkan secara verbal


yang ditunjukan secara situasional, yaitu dimana kondisi apa dan untuk apa
simbol itu diungkapkan. Maksudnya adalah mengabungkan asumsi apa yang
diamati oleh penelitian dan apa yang dikerjakan oleh informan.

3. Dimensi posisional yaitu sebagai simbol-simbol itu multi-variabel, simbol-


yang mempunyai relasi satu dengan yang lainnya, maksudnya adalah setiap
kegiatan yang di lakukan oleh masyarakat mempunyai makna, dan kegiatan
yang satu dengan yang lainnya saling terkaiti.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan pada masyarakat Kelurahan Sicincin.


Alasan pemilihan lokasi adalah karena masyarakat Sicincin merupakan Suku
bangsa Minangkabau dulunya masyrakat tersebut sangat mempertahankan
tradisi turun mandi tetapi saat ini sudah ada perubahan seperti dulunya
upacara turun mandi dibantu oleh keluarga berupa tenaga, sebagian keluarga
ikut berpartisipasi dalam upacara turun mandi dan ada juga yang tidak ikut,
jadi tidak suatu kewajiban buat ikut lagi, yang perperan di sini adalah pihak
bako yaitu saudara dari ayah sang bayi tersebut. Dan juga dikarenakan letak
lokasi penelitian bertepatan dengan kampong halaman dari sipeneliti tersebut.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat


deskriptif. Yang mana data langsung diperoleh dari cerita dukun-dukun
beranak dan kepala suku adat yang besangkutan, disini peneliti berusaha
mencari dan menyajikan data-data baik dari hasil secara observasi ataupun
secara lisan dari orang-orang, prilaku yang diamati dan dukun serta orang-
orang yang di temui saat penelitian.

C. Metode Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah


observasi (pengamatan) dan wawancara, selain itu juga ada tehnik
pengumpulan data untuk memperlengkap damn mendukung informasi atau
data yang didapat yaitu study kepustakaan. Kepentingan saling mendukung
atau menjunjung dalam melengkapi data yang akan diolah.
1. Observasi ( Pengamatan)

Teknik observasi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan dilapangan


untuk memperoleh data, dengan cara melihat, mendengarkan, dan merasakan
kejadian yang bsedang terjadi di lapangan. Selain itu observasi partisipasi ini
dilakukan dengan cara melibatkan diri kedalam kehidupan pelaku dan
kegiatan yang akan diamati, sesuai dengan konteks kebudayaan yang dimiliki
oleh para pelaku sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.

2. Wawancara Bebas dan Mendalam

Observasi aja tidak memadai dalam melakukan penelitian karena mengamati


kegiatan dan melakukan orang saja tidak mengungkapkan apa yang diamati
atau dirasakan orang lain, oleh sebab itu observasi harus dilengkapi dengan
wawancara yang dapat nerusuki dunia pikiran dan perasaan responden
Wawancara digunakan untuk mendapatkan data atau informan yang lebih
kongrit yang tidak dapat melalui pengamatan mengenai pembukaan tradisi
turun mandi serta pendapat tokoh adat atau pembuka dalam kekerabatan.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah data-data tertulis dan digunakn sebelum melakukan


penelitian di lokasi penelitian dan saat penelitian berlangsung, yang berupa
buku-buku karangan, artikel-artikel dimajalah atau koran yang mempunyai
relevansi dengan pemasalahan di atas yang data nya bersifat sekunder.

D. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi, jadi


informan harus orang yang banyak pengalaman tentang permasalahan
penelitian yang akan diteliti, sehingga mampu memberikan informasi yang
dibutuhkan. Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan
teknik purposive sampling, jadi dapat dikatakan purposive sampling adalah
pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan (sifat-sifat,
krakteristik, ciri, kriteria) sampel yang diperlukan.

E. Analisis Data

Analisa data merupakan tindakan penelitian yang dilakukan sejak penulis


berada di lapangan. Data yang diperoleh dilapangan, baik itu hasil dari
wawancara, observasi atau pengamatan, dikumpulkan dan diklasifikasikan
berdasarkan kelompoknya, kemudian data tersebut diinterpretasikan ke dalam
bentuk tulisan guna memperoleh gambaran sesungguhnya tentang masalah
yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada.
Estern, Mursal.1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung :
Penerbit Angkasa
Eertz, Clifford. 1992. Kebudayaan Dan Agama. Yogyakarta : Konisius
Pers
Ficher, TH.H.Dr.1980. Pengantar antropologi Kebudayaan
Indonesia. Jakarta: PT Raja Granfindo persada
Geertz, Clifford. 2004.Hubungan Antar-SukuBangsa.Jakarta:
Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian (YPKIK).
Geertz, Clifford. 1994. Kata pengantar. Dalam Roland Robertson
{ed.]”Agama Dalam Analisa dan Interpertasi. Sosiologis”.
{terjemahan Acmad Fedyanisaifuddin). Jakarta: PT. Raja Gravindo
Persada, halaman v-xvi.
Koentjaraningrad, Ritus peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka,1985.
Internet:
http://www.pengertian ahli.com/2013/11/pengertian-
adatistiadat.html?m=1.
http://expresitopia.blogspot.com/2012/01/upacara-turun-mandi-di
minangkabau.
https://pangean.wordpress.com/seni-budaya-kuansing/tradisi-turun-
mandi-untuk-bayi-barulahir/
https://pangean.wordpress.com/seni-budaya-kuansing/tradisi-turun-
mandi-untuk-bayi-baru-lahir
http://alterpernando.blogspot.com/2011/01/makna-kelahiran-dalam-
masyarakat-batak.html

Anda mungkin juga menyukai