Anda di halaman 1dari 31

Tradisi Ritual Songkabala Sebelum Tanam Padi Pada Masyarakat

di Dusun Bori-Bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa

Proposal Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Agama(S.Ag)
Pada Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh:
ARAHMAN
NIM: 30500118012

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya budaya masyarakat Indonesia pada era globalisasi ini terdiri

dari beberapa pulau yang dihuni oleh berbagai kelompok. Dengan demikian,

kondisi kehidupan dan kondisi lingkungan mereka berperan baik dalam

menghasilkan gagasan dalam proses penciptaan budaya dan adat istiadat. Istilah

kebudayaan atau culture pada dasarnya berasal dari kata kerja latin colere yang

artinya mengolah. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya pengertian

bercocok tanam dalam bahasa Indonesia sendiri yaitu bercocok tanam, memanen

dan upacara keagamaan, dari situlah istilah budaya berasal.1

Nusantara yang kaya akan nilai adat dan istiadat. Setiap budaya di arena

publik memiliki keunikan kebudayaan atau kebiasaan yang berbeda-beda yang

menjadi daya tarik suku bangsa itu sendiri. Manusia dan kebudayaan adalah dua

hal yang tidak bisa dipisahkan. Masyarakat dibangun menurut adat istiadat, norma

atau hasil proses berpikir kreatif dan produktif berupa kebudayaan yang berakar

pada adat istiadat, yang bersama-sama membentuk sistem kehidupan yang lestari

sebagai cerminan kehidupan masyarakat yang berlandaskan masyarakat untuk

membangun peradaban baru.2

Kebudayaan dalam suatu masyarakat adalah sistem nilai tertentu yang

dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat pendukungnya, dijadikan dasar dalam

1
Sugeng Pujileksono, Petualangan Antropologi: Sebuah Pengantar Ilmu Antropologi
(Malang: UMM Press, 2006), h. 14.
2
Aulia Rahman & Syarifah Fathia Fairuz, Peranan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke IV
dan V dalam Membangkitkan Kebudayaan Aceh: (Studi Kasus Tari Saman Dan Seudati), Jurnal
Seuneubok Lada, 2(1), (2015).

1
2

berperilaku. Budaya kelihatannya bukan hanya sebagai panduan, tetapi sebagai

standar yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat. kedekatan masyarakat

sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan suatu kebudayaan. Budaya dilakukan

tidak hanya sendiri melainkan banyak orang. Tidak hanya orang tua, anak muda

juga turut ikut bercampur baur pada adat istiadat yang akan dilakukan. Para anak

muda yang lahir saat majunya teknologi cenderung bosan dan tidak mau

melakukan hal tradisional seperti yang dilakukan di zaman dulu, masyarakat yang

memiliki pola pikir seperti demikian disebut masyarakat modern sedangkan

masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan yang dimiliki oleh sukunya

tersebut dikatakan masyarakat tradisional.

Nilai-nilai kebudayaan merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam

dalam suatu masyarakat, yang mengakar pada kebiasaan, seperti kepercayaan,

simbol-simbol, slogan, visi misi, atau sesuatu yang terlihat (jelas) sikap, tingkah

laku, gerak tubuh yang terjadi akibat seruan tersebut. Kepercayaan kebiasaan

ajaran dan sebagainya yang turun-temurun dari nenek moyang terdahulu yang

tertanam (believe system) dan tetap dilestarikan.

Dalam Islam, budaya adalah manifestasi dari cara hidup, norma-norma

sosial, dan nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan

dalam Islam sangat dipengaruhi oleh ajaran agama dan dimaksudkan untuk

mencerminkan prinsip-prinsip, etika, dan nilai-nilai yang diakui dalam agama. Hal

ini didukung dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS. An-Nisa/4:1,

sebagai berikut,
3

َ َّ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َّ َ َّ ْ َّ ْ ْ ُ َ َ َ ْ َّ ُ ُ ََّ ْ ُ َّ ُ َّ َ ُّ َ ٰٓ
ً‫ث م ْن ُه َما ر َج ًالا كث ْيرا‬
ِ ِ ِ ‫احد ٍة وخلق ِمنها زوجها وب‬ ِ ‫يايها الناس اتقوا ربكم ال ِذي خلقكم ِمن نف ٍس و‬
ُ َ َ َ َ َ ‫َ ْ َ ْ َ َ َّ ه‬ َ ُ َ َّ ‫ه‬
ْ
١ ‫اّٰلل كان عل ْيك ْم َر ِقي ًبا‬ َ ‫َّون َسا ًۤءۚ َوَّات ُقوا‬
‫اّٰلل ال ِذ ْي ت َسا َۤءل ْون ِبهٖ والارحامۗ ِان‬ ِ
Terjemahnya:

1. Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah


menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya
pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-
laki dan perempuan yang banyak.3 Bertakwalah kepada Allah yang dengan
nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.4

Ayat ini sebagai pendahuluan untuk mengantar lahirnya persatuan dan

kesatuan dalam masyarakat, serta bantu membantu dan saling menyayangi karena

semua manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada perbedaan antara lelaki dan

perempuan, kecil dan besar, beragama atau tidak beragama. Semua dituntut untuk

menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam masyarakat, serta saling

menghormati hak-hak asasi manusia.5

Pada dasarnya tradisi mempengaruhi nilai-nilai kemanusiaan, bahkan

sikap dan perilaku masyarakat. Dengan kata lain, semua orang adalah pencipta

budaya, karena orang bertindak dalam kerangka budaya. Kebiasaan-kebiasaan

yang diwariskan secara turun-temurun, seperti adat istiadat, kepercayaan, cara

3
Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan Hawa tidak diciptakan melalui proses
evolusi hayati seperti makhluk hidup lainnya, tetapi diciptakan secara khusus seorang diri, lalu
diciptakanlah pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat dijelaskan secara sains.
Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis secara berpasangan-pasangan sesuai
kehendak-Nya.
4
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 77.
5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2
(Lentera Hati, 2012), h. 330.
4

pengajaran, yang masih dilestarikan sebagai cerminan kehidupan masyarakat

budaya.6

Tradisi ini dilakukan melalui kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh

seorang guru Anrong atau orang kepercayaan di desa yang membawakan doa

tersebut, biasanya seorang Pinati atau pendeta desa. Doa umum ini membutuhkan

berbagai makanan untuk dipersembahkan kepada orang yang berdoa. Unti Tekne

(Pisang Raja) dan kemenyan yang dibakar diletakkan di depan piring seperti nasi,

ayam, ikan dan lauk di atas nampan atau yang biasa disebut Kappara.

Selain itu juga tersedia makanan pokok seperti nasi dan aneka lauk pauk.

setelah semua persyaratan disiapkan, seluruh anggota keluarga maupun tetangga

akan duduk bersila di depan hidangan sambil mengikuti guru Ma’ Baca-baca

untuk berdoa dengan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an, serta mendoakan

para leluhur atau anggota keluarga yang sedang merantau di daerah lain

(massompe). Usai berdoa, makanan yang disajikan ini akan dinikmati bersama-

sama.7 ini membuat para masyarakat Desa Belabori memiliki kedekatan yang

sangat erat. kedekatan antar sesama masyarakat dapat terlihat dari keseharian

mereka selama pelaksanaan tersebut. Mulai dari Kerja sama ibu-ibu membuat

makanan bersama, sampai para bapak-bapak yang ikut melaksanakan doa menjadi

keunikan tersendiri yang terjadi di desa tersebut.

Hal tersebut membuat calon peneliti tertarik dengan proses tradisi

songkabala di Dusun Bori-bori Desa Belabor Kecamatan Parangloe Kabupaten

6
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern (Jakarta: Pustaka Amani),
h. 564.
7
Ahmad Arman, Pergeseran Nilai Masyarakat Tradisional ke Masyarakat Modern Desa
Bontolangkasa Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Skripsi (Makassar: Unismuh, 2020), h.
18.
5

Gowa. Pementasan upacara adat (Songkabala) mengandung nilai-nilai penting

bagi kehidupan masyarakat pendukungnya karena dianggap sebagai nilai budaya

yang dapat membawa rasa aman diantara sekian banyak unsur budaya yang ada di

masyarakat. Di Dusun Bori-bori, Desa Belabori, Kecamatan Parangloe,

Kabupaten Gowa, masyarakat melakukan Penolakan.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Sebagaimana latar belakang masalah sebelumnya, maka fokus penelitian

ini bertumpu pada pandangan masyarakat terhadap tradisi Songkabala di Dusun

Bori-Bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. Ada beberapa

hal yang menjadi perhatian khusus terhadap penelitian ini, yaitu sejarah dari

tradisi Songkabala, proses dari tradisi Songkabala dan pandangan masyarakat

setempat terkait dengan tradisi Songkabala tersebut.

2. Deskripsi Fokus

Adapun deskripsi fokus pada penelitian ini, antara lain:

a. “Tradisi”, Tradisi dari bahasa latin trader atau traderer yang secara harfiah

berarti mengirimkan, menyerahkan, memberi untuk diamankan. Tradisi ialah

suatu ide, keyakinan atau perilaku dari suatu masa yang lalu yang diturunkan

secara simbolis dengan makna tertentu kepada suatu kelompok atau

masyarakat.8

b. “Ritual”, merupakan teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan

menjadi suci. Menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama,
8
Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan (Bandung: Nusamedia, 2014), h. 97.
6

karena ritual merupakan agama dalam tindakan.9 Ritual bisa pribadi atau

berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai

dengan adat, tradisi dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual

adalah dari segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara

keagamaan, seperti upacara keselamatan, kematian, menjauhkan dari segala

bencana.

c. “Songkabala”, Kata Songkabala dalam bahasa Makassar dipahami oleh

masyarakat Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa yang mengandung makna

dalam bahasa Indonesia tolak bala atau dapat juga diartikan meminta

keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk-bentuk tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-bori

Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-

bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa?

3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tradisi ritual Songkabala di

Dusun Bori-bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa?

D. Kajian Pustaka

1. Jurnal dari Ibrahim, Zulhas’ari Mustafa, dengan judul “Tradisi Assuro

Maca dalam Masyarakat di Kabupaten Gowa; Analisis Hukum meminta

Islam”. Assuro Maca bisa jadi dimaknai sebagai upaya seseorang untuk

meminta orang lain membacakan doa keselamatan dan syukur serta doa

9
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 167.
7

untuk almarhum yang memiliki hubungan sosial yang baik di masyarakat.

Masyarakat di Desa Tana Karaeng, Kec. Manuju Kab. Gowa

mempertahankan tradisi Assuro Maca yaitu: merupakan adat turun

temurun, mengandung rasa syukur kepada Allah swt., tidak mengandung

unsur-unsur yang berhubungan dengan penyekutu Allah swt.. Atau

bertentangan dengan hukum Islam. Faktor Masyarakat Desa Tana Karaeng

Kec. Manuju Kab. Gowa tetap melestarikan budaya Assuro Maca karena

mengikuti prinsip dasar agama tanpa ada unsur syirik.10

Ada pun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan peneliti

sebelumnya yaitu dari segi Metode atau Fokus, Peneliti sebelumnya lebih

dominan membahas Historis (Sejarah). Sedangkan dari segi persamaan,

penelitian ini sama-sama membahas terkait ritual atau tradisi tentang

pembacaan doa-doa keselamatan dan ke syukuran serta doa untuk orang

yang meninggal dunia Biasanya orang yang diminta Ma’baca adalah

orang yang dianggap punya ilmu agama yang dalam, rajin menjalankan

syariat, serta punya hubungan sosial yang baik kepada masyarakat.

2. Jurnal dari Ari Ashari Hamdan, Bustan dan Asmunandar, dengan judul

Perubahan Nilai dan Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Songkabala pada

Masyarakat di Kelurahan Tamallaeng, Kabupaten Gowa, 2000-2016”.

Tradisi Songkabala merupakan tradisi yang dilakukan pada masa lampau,

dilakukan secara turun temurun dengan tujuan menghindari segala bala

baik berupa bencana alam maupun bencana misterius. Perlu diketahui juga

5
Ibrahim, Mustafa Zulhas’ari. Tradisi Assuro Maca dalam Masyarakat di Kabupaten
Gowa; Analisis Hukum Islam, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab, 2(3), (2021), h.
693-694.
8

bahwa pada awal masuknya tradisi songkabala, masyarakat suku

Makassar, khususnya masyarakat Bontonompo sub wilayah Tamallaeng,

tetap mengikuti ajaran adat, dimana masih dipercayai benda atau tempat

pada saat itu. Waktu yang mereka anggap sebagai tempat suci

perlindungan atau tempat ibadah. Meminta bantuan, yang seharusnya

menjadi tempat tinggal nenek moyang mereka atau nenek moyang mereka

yang selalu ada untuk melindungi mereka.11

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan peneliti

sebelumnya yaitu dari segi pendekatan, peneliti menggunakan pendekatan

“teologi dan sosiologis”. Ada pun persamaan ialah seperti pada kajian

pustaka atau penelitian sebelumnya yaitu sama-sama membahas ritual

pembacaan doa-doa keselamatan dan ke syukuran.

3. Skripsi dari Suci Uswatun Hasanah, dengan judul “Persepsi Masyarakat

terhadap Upacara Tolak Bala di Dusun Bolo Kecamatan

Manggarabombang Kabupaten Takalar”. Masyarakat Kabupaten Takalar

memahami tradisi tolak Bala dalam bahasa Makassar yang dalam bahasa

Indonesia berarti tolakan Bala atau bisa juga diartikan sebagai mohon

perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam masyarakat Bugis-

Makassar, upacara tolak bala dikenal dengan nama Songkabala. Secara

etimologis, Songkabala berarti penolakan klaim atau bencana. Upacara

tersebut erat kaitannya dengan ritual kepercayaan monoteistik kuno yang

6
Ari Ashari Hamdan, Perubahan Nilai dan Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Songkabala
pada Masyarakat di Kelurahan Tamallaeng, Kabupaten Gowa, 2000-2016, Attoriolog Jurnal
Pemikiran Kesejarahan dan Pendidikan Sejarah, 19 (2), (2021), h. 48.
9

dianut oleh masyarakat Bugis-Makassare kuno, dimana Dewata Seuwae

berperan sebagai pencipta dan pemelihara seluruh alam semesta.12

Bedanya tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan peneliti

sebelumnya sangat lah berbeda, baik ditinjau dari sisi wilayah letak

geografis maupun pokok permasalahan yang muncul. Pada penelitian ini

lebih fokus pada sejarah dan proses pelaksanaan budaya lokal dari tradisi

Songkabala yang menjadi tradisi yang dilaksanakan sebelum awal tahun

hingga akhir tahun di Dusun Bori-bori Desa Belabori Kecamatan

Parangloe Kabupaten Gowa. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya ialah penelitian ini sama-sama mengambil

penelitian pada suatu tradisi yang membahas tentang rangkaian kegiatan

pada suatu desa di Sulawesi Selatan.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah sebelumnya, maka tujuannya ialah:

a. Untuk memahami bentuk-bentuk tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-bori

Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.

b. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi ritual Songkabala di Dusun

Bori-bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.

c. Untuk mengetahui pandangan dan keyakinan masyarakat terhadap tradisi

ritual songkabala di Dusun Bori-Bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa.

12
Suci Uswatun Hasanah, Persepsi Masyarakat terhadap Upacara Tolak Bala di Dusun
Bolo Kecamatan Manggarabombang Kabupaten Takalar, Skripsi (Makassar: Unismuh, 2021), h.
2.
10

2. Manfaat Penelitian

Peneliti membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua aspek manfaat, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan memberikan pemahaman tentang proses dan persepsi

masyarakat terkait dengan pelaksanaan tradisi Songkabala dimana dari segi ilmu

pengetahuan diharapkan penelitian ini mampu berkontribusi dalam hal

memberikan pemahaman pada masyarakat luas.

Hasilnya dapat di manfaatkan lebih lanjut secara bacaan bagi generasi

penerus yang menjadi bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut serta

memberikan informasi bagi para pembaca tentang tradisi songkabala studi atas

ritual keselamatan, mendoakan juga menolak bala terhadap tanaman di Dusun

Bori-bori desa belabori kecamatan parangloe kabupaten gowa. Penelitian ini juga

di harapkan menjadi pengembangan ilmu pengetahuan terkait disiplin ilmu di

prodi Studi agama-agama.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

masyarakat umum tentang proses dan persepsi masyarakat terkait dengan

pelaksanaan tradisi Songkabala di Dusun Bori-bori Desa Belabori Kecamatan

Parangloe Kabupaten Gowa. hal tersebut dilakukan agar dapat memberikan

pemahaman terkait dengan cara kita menghargai suatu kepercayaan ataupun

keyakinan dan perspektif dalam suatu hal serta memberikan pelajaran yang

berharga bahwa perbedaan dalam suatu kebudayaan ataupun tradisi seharusnya


11

tidak menjadi sumber utama suatu konflik dan permusuhan, melainkan dari

perbedaan tersebutlah lahir suatu ikatan dan hubungan yang erat antar sesama

masyarakat.

c. Manfaat akademisi

Penelitian ini merupakan untuk mendapatkan gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Jurusan Studi Agama Agama Fakultas Ushuluddin Islam Negri Uin Alauddin

Makassar.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tradisi

1. Pengertian Tradisi

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi adalah adat kebiasaan turun

temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat. 13 Menurut

Piotr Sztompka tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang

berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan,

dirusak atau dilupakan. Disini tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar

tersisa dari masa lalu.14

Tradisi terbentuk melalui suatu kebiasaan secara turun temurun oleh

sekelompok masyarakat. Namun di dalam buku Piot Sztompka bahwa tradisi lahir

melalui dua cara. Cara pertama, muncul dari bawah melalui mekanisme

kemunculan secara spontan dan tak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak.

Karena sesuatu alasan, individu tertentu menemukan warisan historis yang

menarik. Cara kedua, muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang

dianggap sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan

oleh individu yang berpengaruh atau berkuasa.15

13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
IV (Cet. I; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1483.
14
Piot Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h.
69.
15
Piot Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Cet. III; Jakarta: Prenada Media Grup,
2007), h. 71.

12
13

Tradisi atau budaya juga merupakan gambaran sikap, perilaku manusia

yang telah berproses dalam waktu yang lama dan prosesnya dilakukan secara

turun-temurun dimulai dari nenek moyang hingga generasi ke generasi. Hal ini di

tegaskan Allah SWT dalam firmannya dalam QS. Al-Maidah/5:104, sebagai

berikut:

َ َ َ َ َ ٰ ََ َْ َ َُ َ ُ َ َ َ ٰ َ َ
ُ ‫َواِ َذا ق ْي َل ل ُه ْم َت َعال ْوا الى َمآ ا ْن َز َل ه‬
‫الر ُس ْو ِل قال ْوا ح ْسبنا َما َوجدنا عل ْيهِ ا َبا َۤءناۗ ا َول ْو كان‬
َّ ‫اّٰلل َواِ لى‬ ِ ِ
َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ ٰ
١٠٤ ‫ا َباۤؤه ْم لا َيعل ُم ْون ش ْي ًٔـا َّولا َي ْهتد ْون‬
Terjemahnya:

104. Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti sesuatu yang


Allah turunkan dan (mengikuti) Rasul,” mereka menjawab, “Cukuplah
bagi kami apa yang kami dapati pada nenek moyang kami.” Apakah
(mereka akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun mereka itu
tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak (pula) mendapat petunjuk?16

Ayat ini bukan berarti bahwa bila mereka memiliki pengetahuan, maka

mereka boleh mengikuti kesesatan orang tua mereka. Pengetahuan dan kesesatan

adalah dua hal yang bertolak belakang dan tidak mungkin dapat bertemu,

sehingga bila mereka mengikuti orang tua mereka, pastilah mereka tidak memiliki

pengetahuan. Apalagi sikap dan perbuatan orang tua mereka menyangkut binatang

seperti yang disebut dalam ayat lalu, menunjukkan bahwa orang tua mereka tidak

memiliki pengetahuan. Ayat di atas menggunakan redaksi demikian untuk

mencatat kenyataan yang menyelubungi keadaan mereka, yaitu kebodohan dan

kejauhan dari petunjuk Ilahi.17

Mengenai tradisi, hubungan antara masa lalu dan masa kini haruslah lebih

dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu, di masa kini ketimbang sekedar

16
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 125.
17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2, h.
224.
14

menunjukkan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti yang

lebih lengkap, tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal

dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak,

dibuang atau dilupakan. Di sini tradisi berarti hanya warisan, apa yang benar-

benar tersisa dari masa lalu.18

2. Proses Munculnya Tradisi

Tradisi lahir dalam banyak hal. Jalan pertama muncul secara spontan dan

tak terduga dari bawah melalui mekanisme kelahiran dan melibatkan manusia.

Untuk beberapa alasan individu tertentu menemukan warisan sejarah yang

menarik. Perhatian, rasa hormat, cinta dan kekaguman, yang kemudian disalurkan

dengan berbagai cara, mempengaruhi orang pada umumnya. Penghormatan dan

kekaguman tersebut diekspresikan dalam perilaku melalui upacara, studi dan

pemulihan peninggalan kuno, dan penafsiran kembali kepercayaan lama. Semua

tindakan tersebut memperkuat sikap, kekaguman dan tindakan individu yang

dimiliki bersama dan menjadi fakta sosial yang nyata dan lahirlah tradisi. Proses

penciptaan tradisi sangat mirip dengan penyebarluasan penemuan-penemuan baru,

hanya saja dalam hal ini tradisi berarti menemukan kembali apa yang ada di masa

lalu, bukan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada.19

Cara kedua muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang

dianggap tradisi dipilih dan mendapat perhatian publik atau ditentukan oleh

orang-orang yang berkuasa atau berpengaruh. Kedua cara pembentukan tradisi

tersebut tidak berbeda, perbedaannya antara “tradisi asli” yaitu yang sudah ada
18
Piot Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, h. 69.
19
Hariati, Unsur-Unsur Islam Dalam Tradisi Permulaan Panen ANGNGALLE ULU ASE
Takalar, Skripsi (Makassar: Uin Alauddin Makassar, 2017)
15

dan “tradisi buatan” yaitu murni imajinasi atau pemikiran masa lalu. Tradisi

artifisial dapat tercipta ketika orang memahami mimpi masa lalu dan dapat

mengkomunikasikan mimpi tersebut kepada banyak orang.

Sebagai praktik kolektif dan kesadaran kolektif, tradisi merupakan

mekanisme yang dapat membantu mendorong pertumbuhan pribadi anggota

masyarakat. Posisi tradisi sebagai pedoman pergaulan timbal balik dalam

masyarakat juga sangat penting. Hakikat hidup adalah tumbuh dan berkembang.

Tradisi yang tidak bisa berkembang adalah tradisi yang menghancurkan hakikat

kehidupan.20

Tradisi atau kebiasaan yang diteruskan contoh:

a. Tradisi yaitu kebijakan turun-menurun, yang tepatnya berada dalam

kesadaran, keyakinan.

b. Kebiasaan yang di ulang-ulang ini di lakukan secara terus menerus karna di

nilai bermanfaat bagi sekelompok orang, sehingga sekelompok orang tersebut

melestarikannya.

Kata tradisi di ambil dari bahasa latin “trader” yang bermakna

mentransmisikan dari satu tangan ke tangan yang lain untuk di lestarikan. Secara

umum di kenal sebagai suatu bentuk kebiasaan yang memiliki rangkaian peristiwa

sejarah kuno. Setiap tradisi di kembangkan untuk beberapa tujuan seperti tujuan

politis atau tujuan budaya dalam beberapa masa.

B. Ritual

1. Pengertian Ritual

11
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 3.
16

Ritual bahasa adalah upacara keagamaan. Upacara keagamaan dilakukan

oleh umat beragama untuk merayakan hari besar keagamaan dan peristiwa

sejarah. Ada sedikit perbedaan dalam memahami masyarakat Islam secara

sederhana. Adat biasanya mengacu pada suatu tindakan atau tingkah laku yang

didasarkan pada nilai-nilai agama, sedangkan menurut konsep ritual dan tradisi,

tingkah laku didasarkan pada nilai-nilai budaya sekelompok orang.

Keyakinan akan kesucian sesuatu membutuhkan perlakuan khusus. Ada

metode untuk menangani sesuatu yang sakral. Ini adalah upacara keagamaan yang

berhubungan dengan hal yang sakral. Upacara dan perlakuan khusus ini tidak

dapat dipahami secara ekonomi. Upacara, pengorbanan, pengorbanan, ibadah

agama umumnya tidak dipahami karena alasan ekonomi, rasional dan pragmatis.

Inilah yang dilakukan oleh orang-orang beragama dan masyarakat primitif dari

masa lalu hingga saat ini dan di masa depan.21

Penggunaan adat atau ritual sebagai sumber hukum Islam sejalan dengan

ketentuan yang menurut Ahmad Azhar Basyir antara lain:

a. Itu dapat diterima dengan tegas oleh masyarakat sesuai dengan pertimbangan

akal sehat dan persyaratan pembaharuan manusia.

b. Menjadi stabilitas umum dalam masyarakat dan terus berjalan.

c. Tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

d. Benar-benar telah ada pada saat hukum-hukum ijtihadiyah di bentuk.

21
Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2007), h. 95-96.
17

e. Masyarakat mengetahui hal ini karena memiliki aturan yang mengikat,

mensyaratkan kepatuhan dan memiliki akibat hukum.22

2. Macam-macam Ritual

Sesuai dengan kebutuhan individu, untuk memperkukuh keimanan dan

mempererat hubungan dengan Yang Maha Kuasa maka dibentuklah berbagai

ritual dalam kehidupan manusia, antara lain :

a. Ritual Suku-suku Primitif

Keyakinan suku-suku primitif terhadap ritual-ritual tersebut diwujudkan

dalam bentuk persembahan sederhana berupa buah sulung ke hutan atau ladang di

tempat-tempat keramat untuk pengembangan upacara. Suku primitif ini

melakukan ritual dengan tarian dan melakukan upacara yang rumit. Selama

upacara, peserta memakai topeng untuk mengidentifikasi diri mereka dengan roh.

Tujuan dari ritual ini adalah untuk membangkitkan atau mengulangi peristiwa

kuno sehingga dunia, kekuatan hidup, hujan dan kesuburan diperbarui dan arwah

leluhur atau dewa ditenangkan dan keselamatan mereka terjamin.23

b. Ritual Hindu

Ada dua jenis ritual Hindu yaitu ritual agama dan ritual keagamaan. 7

Ritual Veda sebagian besar melibatkan pengorbanan kepada para dewa.

Pengorbanan terdiri dari persembahan seperti mentega cair, butiran beras, jus

soma dan dalam beberapa kasus hewan kepada para dewa. Biasanya persembahan

ini diletakkan di atas nampan suci dan kemudian dilemparkan ke dalam api suci

yang diumumkan di atas altar pengorbanan. Para pendeta mempersembahkan

22
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam (Yogyakarta, Fakultas UII, 1993),
h. 30.
23
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 168.
18

korban api melalui dewi (Agni) yang merupakan perantara antara dewa dan

manusia. Ritual Veda tidak hanya berusaha untuk mengangkat dan memvalidasi

praktik-praktik duniawi yang terkait, tetapi ritual-ritual ini selanjutnya

membangun hubungan antara dunia ilahi dan dunia manusia, dan bahkan

memberikan wawasan tentang sifat ilahi.

Sementara itu, ritual keagamaan dipusatkan pada pemujaan puja, puasa

dan festival-festival dalam agama Hindu. Orang Hindu tidak menganggap ibadah

untuk menyerap seluruh esensi Tuhan. Mereka melihat gambar itu sebagai simbol

Tuhan, dan bahkan menyembah alam, mereka melihat di dalamnya manifestasi

kekuatan ilahi.24

c. Ritual Jawa

Jawa memiliki tradisi dan ritual yang berbeda, tujuan ritual Jawa adalah

keselamatan diri sendiri, keluarga dan orang lain. Dalam bahasa Jawa, ritual itu

disebut slametan. Slametan adalah kegiatan mistik yang mencoba untuk meminta

keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat, ritual juga merupakan forum

komunitas yang menyatukan berbagai aspek kehidupan sosial dan individu pada

saat-saat tertentu. Misalnya: Ritus Kematian. Kematian merupakan suatu proses

menuju kehidupan selanjutnya, dalam masyarakat Jawa kematian merupakan

suatu hal yang sakral yang harus dianggap sebagai ritual, agar badan menjadi

sempurna dan yang maha kuasa menerima roh, sebagaimana orang Jawa

mengatur sanak saudara dan keluarga. . beberapa acara ritual di antaranya ritual

24
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama, h. 172.
19

surtanah, telung dino slametan, dino mitung, metangty dino, nyatus dino, nywu

dino dan terakhir slametan mendak.25

3. Tujuan Ritual

Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan ritus. Ritual dilakukan

untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, untuk mendapatkan banyak berkah

atau Rizki dari pekerjaan, seperti upacara sakral saat pergi ke sawah, beberapa

untuk menangkal bahaya yang diharapkan, ritual untuk meminta perlindungan.

serta pengampunan dosa, ritus penyembuhan penyakit (ritus penyembuhan), ritus

yang disebabkan oleh perubahan atau siklus dalam kehidupan seseorang. Seperti

perkawinan, mulai dari kehamilan, kelahiran (cyclic rites of passage), kematian,

dan ada juga upacara yang bertentangan dengan kebiasaan hidup sehari-hari

(ritual of inversion), seperti puasa pada bulan atau hari tertentu berbeda dengan

hari lainnya. makan dan minum hari itu. Mengenakan pakaian yang tidak dijahit

saat ihram untuk haji atau umrah adalah kebalikan dari tidak ihram.26

Setiap ritus peralihan memiliki tiga tahap yaitu pemisahan, transisi dan

penyatuan. Pada tahap persiapan, seorang individu dipisahkan dari suatu tempat

atau kelompok atau posisi. Pada setiap tahap transisi, itu disucikan dan memiliki

prosedur perubahan untuk itu. Jika tata cara pada saat penggabungan secara resmi

ditempatkan pada jabatan, golongan atau jabatan yang baru. Ritual penerimaan

biasanya dikaitkan dengan krisis kehidupan individu, mereka mengklaim

menambahkan kategori baru, tetapi pada dasarnya sama, yaitu ritual otorisasi. Ini

lebih dari fokus individu, melibatkan upacara seperti pergantian tahun yang

25
Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2002), h. 95.
26
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia (Raja Grafindo Persada, 2006), h.
96-97.
20

menandai akhir musim dingin dan awal musim semi, serta ritual berburu dan

bertani serta ketersediaan hewan buruan dan mangsa.27

Tujuan ritual sebagai kontrol sosial adalah untuk mengontrol perilaku

kesejahteraan orang bayangan. Tujuan mereka adalah untuk mengontrol perilaku,

suasana hati, emosi, dan nilai-nilai kelompok secara konservatif untuk

kepentingan seluruh komunitas.

Ada dua jenis inisiasi di semua kelompok sosial. Ini membutuhkan ritual

untuk memastikan kesuksesan, yaitu pembalikan peran dan perubahan geografis.

Dalam kedua inisiatif tersebut, para peserta harus meninggalkan asosiasi dan

kebiasaan lama dan menciptakan yang baru. Dengan kata lain, mereka harus

belajar. Perubahan peran terjadi kurang lebih secara teratur dan dapat diprediksi

dalam siklus kehidupan individu. Meskipun perubahan peran dan waktu bervariasi

dari budaya ke budaya, mereka umumnya terkait dengan pematangan fisiologis.

Kelahiran, pubertas, dan kematian adalah objek ritual universal. Melalui peristiwa

ini, orang menciptakan hubungan baru dengan dunia dan komunikasi.

Dengan peluang baru, datanglah bahaya baru dan tanggung jawab baru.

Tahapan lain dari siklus hidup sudah jelas, pernikahan, pembelajaran, melewati

usia dan kelompok sosial lainnya, memulai atau meninggalkan semuanya adalah

ritus inisiasi. Tidak semua perubahan peran cocok dengan mudah ke dalam

kerangka kerja lingkungan.28

27
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, h. 96-97.
28
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, h. 189-190.
21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

suatu proses dalam melakukan sebuah penelitian yang ditinjau pada suatu

kenyataan maupun peristiwa yang sifatnya alami. Penelitian kualitatif bersifat

dasar dan sebagaimana adanya atau bersifat alami, dan penelitian ini tidak bisa di

laboratorium melainkan terjun langsung ke lapangan.29

Menurut Walidin dalam Muhammad Rijal Fadli bahwa penelitian kualitatif

yaitu suatu cara dalam meneliti untuk mengetahui suatu hal balik tentang manusia

maupun sosial dengan membuat gambaran yang menyeluruh maupun secara

lengkap yang didapatkan pada saat melakukan penelitian.30

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Dusun Bori-bori Desa Belabori

Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.

Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di Dusun Bori-bori Desa

Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa, karena narasumber untuk

penelitian ini lebih mudah untuk ditemui dan waktu untuk kegiatan wawancara

akan menjadi lebih efisien lagi. Kemudian untuk berdialog kepada narasumber

dapat lebih mudah dipahami oleh peneliti.

29
Zuchri Abdussamad, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. I; Makassar: CV Syakir Media
Press, 2021), h. 30.
30
Muhammad Rijal Fadli, Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif, Humanika
21(1), (2021), h. 35.
22

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan Teologis

Pendekatan teologis dipahami peneliti sebagai pendekatan yang

merupakan realitas sejati agama yang membahas mengenai ajaran-ajaran

ketuhanan dari suatu agama atau kepercayaan. Pendekatan teologis pada

penelitian ini digunakan untuk melihat dan menjelaskan terkait tradisi ritual

Songkabala sebelum tanam padi pada masyarakat di Dusun Bori-Bori Desa

Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.

2. Pendekatan Antropologis

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai

salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan

yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.31 Dalam penelitian ini memakai

antropologi budaya yang menjadi instrumen untuk penelitian ini, dengan

menggunakan kajian etnologi yaitu ilmu bagian yang mencoba mencapai

pengertian mengenai asas-asas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-

kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari berbagai suku bangsa di seluruh

muka bumi.32

C. Sumber Data

1. Data primer (primary data), yaitu data empirik yang diperoleh langsung

dari objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi. 33 Metode

observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

31
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2001), h. 35.
32
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: PT. Rineka Ciprta 2015), h. 13.
33
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali
pers, 2010), h. 29-30.
23

partisipatif, yaitu. Observasi yang dilakukan dengan melibatkan ilmuwan

secara langsung dalam setiap kegiatan yang digunakan sebagai metode

sekunder atau tambahan, yaitu untuk melengkapi dan pada saat yang sama

mengkonfirmasi dan memverifikasi kebenaran pengamatan. Aktivitas data

diperoleh dari hasil interview atau wawancara. Informan dipilih dengan

keyakinan bahwa yang terpilih mengetahui permasalahan yang sedang

diteliti dan menjadi informan; Tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Dengan pertimbangan bahwa informasi yang disebut dapat memberikan

informasi terkait masalah yang diteliti.

2. Data sekunder (secondary data), adalah data pendukung yang diperoleh

secara tidak langsung melalui media perantara (diproduksi oleh pihak lain)

atau digunakan oleh lembaga yang bukan pimpinan tetapi dapat digunakan

dalam kajian tertentu.34

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti terjun langsung

kelapangan untuk mendapatkan data yang sebenarnya dari informan. Adapun

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena

yang sudah diteliti.35 Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi partisipatif.

34
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, h. 173.
35
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT.Gramedia,
1990), h. 173.
24

2. Wawancara

Wawancara (interview), merupakan salah satu metode pengumpulan data

melalui komunikasi, yakni proses tanya jawab antara pengumpul data

(pewawancara) dengan sumber data (narasumber).36 Dalam penelitian ini

informan di sebut dalam konteks penelitian ini, jenis interview yang penulis

gunakan adalah Snowball dengan jenis penelitian kualitatif, dengan cara penulis

menentukan sampel satu atau dua orang yaitu Imam Dusun atau Desa dan Tokoh

Masyarakat, tetapi karena kedua orang ini belum lengkap terhadap data yang

diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu tentang

tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa, dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang

sebelumnya. Begitupann seterusnya, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini

semakin banyak.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel

berupa foto penelitian, catatan harian dan buku. Dokumen tertulis seperti buku

harian, biografi, biografi, perintah politik. Dokumen dalam bentuk gambar,

seperti foto, gambar hidup, sketsa dan lainnya. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan kamera dan alat tulis untuk memudahkan pengambilan data, dan

penulis mengambil gambar langsung dari tempat penelitian sebagai bukti

penelitian.

36
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Ed. I; Jakarta: Granit, 2004), h.
72.
25

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah penelitian yang menjelaskan tentang alat

pengumpulan data yang disesuaikan dengan jenis penelitian dalam kaitannya

dengan metodologi penelitian, yaitu:

a. Alat tulis menulis, buku, pulpen/pensil sebagai alat untuk mencatat informasi

yang di dapat pada saat observasi.

b. Alat perekam suara sebagai alat untuk merekan narasumber saat di lapangan

dan kamera sebagai alat untuk mengambil gambar di lokasi penelitian.

E. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu

dengan cara mendeskripsikan secara jelas dan menyeluruh. Menganalisis data

yang tersedia, penulis menggunakan langkah-langkah berikut:

1. Reduksi data, yakni data yang diperoleh pada objek penelitian disortir

secara sistematis segera setelah akhir setiap pengumpulan data, kemudian

laporan dikurangi dengan mengklarifikasi pertanyaan yang paling penting

sesuai dengan fokus penelitian.

2. Penyajian informasi, yakni penyajian kesimpulan dari informasi yang

memungkinkan adanya kesimpulan dan tindakan.

3. Membuat kesimpulan dan memverifikasi informasi yang diperoleh.

F. Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan data


26

dengan pertimbangan tertentu.37 Pertimbangan tersebut didasarkan atas kriteria

tertentu yang dianggap berkaitan erat dengan tujuan penelitian. Sehingga peneliti

memilih informan yang diperkirakan mengetahui pengetahuan yang luas

mengenai masalah yang akan dikaji serta mampu memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti dalam memperoleh data. Dalam penentuan informan ini

melibatkan, di antaranya:

1. Imam dusun atau Imam Desa

2. Sosok yang dituakan di Desa tersebut.

3. Tokoh-tokoh masyarakat.

4. Pemuda setempat.

37
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013), h. 218.
27

RENCANA KOMPOSISI BAB

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

C. Rumusan Masalah

D. Kajian Pustaka

E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tradisi

B. Ritual

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Lokasi Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Sumber Data

D. Metode Pengumpulan Data

E. Teknik Penggunaan Data

F. Teknik Penentuan Informan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk-bentuk tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-bori Desa

Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa

B. Proses pelaksanaan tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-bori Desa

Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa


28

C. Pandangan masyarakat terhadap tradisi ritual Songkabala di Dusun Bori-

bori Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Implikasi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanul. Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi


Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Al-Haqiri, Syalibi & Al-Bone, Aziz. Dinamika Kehidupan Beragama Muslim
Pedesaan. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2003.
Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka
Amani.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Cet. VI, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Arriyono, Siregar, & Aminuddi. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademik
Pressindo, 1985.
Ashari Hamdan, A. Perubahan Nilai dan Tata Cara Pelaksanaan Tradisi
Songkabala pada Masyarakat di Kelurahan Tamallaeng, Kabupaten Gowa,
2000-2016. Attoriolog Jurnal Pemikiran Kesejarahan dan Pendidikan
Sejarah. 19 (2), (2021).
Ayu Anggraeni, S. & Hermina, Sitti. Tradisi Antama Balla pada Suku Bugis
Makassar di Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa. LISANI: Jurnal
Kelisanan Sastra dan Budaya. 1 (2), (2018).
Azhar Basyir, A. Hukum Adat Bagi Umat Islam. Yogyakarta, Fakultas UII, 1993.
Dhavamony, Mariasusai. Fenomologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Solo: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013).
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia,
1990.
Latif, Mukhlis. Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut
Islam. Cet. I, Makassar: Alauddin University Press, 2014.
Nasution, Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Cet. V, Jakarta: UI Press, 1986.
Pujileksono, Sugeng. Petualangan Antropologi: Sebuah Pengantar Ilmu
Antropologi. Malang: UMM Press, 2006.
Rendra. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia, 1984.
Rismawati. Tradisi Songkabala di Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar
(Suatu Kajian Sosio-Kultural). Jurnal Rihlah. 2 (1), (2014).
-------- , Tradisi Songkabala di Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar (Suatu
Kajian Sosio-Kultural). Jurnal Rihlah. Wawancara oleh H. Abdul Latif
Dg. Gassing, Tokoh Agama. (25 Juli 2014).

29
30

-------- , Tradisi Songkabala di Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar (Suatu


Kajian Sosio-Kultural). Jurnal Rihlah. Wawancara oleh Dg. Ngasseng,
Tupanrita. (26 Juli 2014).
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi. Jakarta:
Rajawali pers, 2010.
Shihab Quraish, M. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
vol. 2. Lentera Hati, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013.
Suriyaman Mustari, A. Hukum Adat Dulu, Kini dan akan Datang. Makassar:
Pelita Pustaka, 2009.
Uswatun Hasanah, S. Persepsi Masyarakat terhadap Upacara Tolak Bala di
Dusun Bolo Kecamatan Manggarabombang Kabupaten Takalar. Skripsi.
Makassar: UNISMUH, 2021.
Yahya, Azril & Sugiarto, Wahkhid. Agama Dalam Dimensi Social Dan Budaya
Local. Jakarta: Departemen Agama RI, 1998.
Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.

Anda mungkin juga menyukai