Anda di halaman 1dari 31

ASSURO MACA dan PERSAUDARAAN :

Kajian atas Tradisi menyambut Ramadhan dalam Masyarakat


Dusun Panaikang Desa Pajukukang Kecamatan Bontoa
Kabupaten Maros

Proposal Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Agama pada Prodi Studi Agama-Agama
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
MUHAMMAD AMRI
NIM: 30500118039

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang kaya akan nilai adat dan istiadat. Indonesia

memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat

1.240 suku bangsa di tanah air menurut sensus BPS tahun 2010. Dari banyaknya

suku di Indonesia, Sulawesi Selatan memiliki 4 suku yang terkenal diantaranya:

Bugis Makassar, Mandar dan Toraja. Setiap suku memiliki keunikan dan khasan

yang menjadi daya tarik suku itu sendiri. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal

yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam islam, suatu kebuadayaan dapat

diterima selama tidak menimbulkan mudhorat bagi agama islam itu sendiri.1

Kedekatan masyarakat sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan suatu

tradisi. Tradisi dilakukan tidak hanya sendiri melainkan banyak orang. Silatuahmi

antar masyarakat sangat dibutuhkan agar tradisi tersebut dapat dilaksanakan terus-

menerus. Tidak hanya orang tua, anak muda juga turut ikut bercampur baur pada

tradisi yang akan dilakukan. Para anak muda yang lahir saat majunya teknologi

cenderung bosan dan tidak mau melakukan hal tradisional seperti yang dilakukan

di zaman dulu, masyarakat yang memiliki pola pikir seperti demikian disebut

masyarakat modern sedangkan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai tradisi

kebudayaan yang dimiliki oleh sukunya tersebut dikatakan masyarakat tradisional.

Dari kedua kelompok tersebut dapat kita melihat perbedaan yang sangat besar dari

segi usia.

1
Ahmad Arman, Pergeseran Nilai Masyarakat Tradisional ke Masyarakat Modern Desa
Bontolangkasa Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa (Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar, 2020), h. 16.

1
2

Kebudayaan memiliki unsus-unsur yang besar, sebagaimana

Koentjaraningrat menyebutnya dengan unsur-unsur universal dan unsur-unsur

universal itu yang merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini

adalah: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi

kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian sistem mata pencaharian

hidup, dan sistem teknologi dan peralatan.2

Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat merupakan realitas dari

pola pikir, tingkahlaku, maupun nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat

bersangkutan. Kebudayaan dalam suatu masyarakat adalah sistem nilai tertentu

yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat pendukungnya, dijadikan dasar

dalam berperilaku. Pada dasarnya tradisi yang dipegang oleh masyarakat sesuatu

yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Tradisi

nampaknya bukan hanya sebagai pedoman tapi sudah terbentuk sebagai suatu

norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat.3 Pada dasarnya, tradisi itu

mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan mempengaruhi sikap dan

perilaku manusia. Dengan kata lain, semua manusia merupakan aktor kebudayaan

karena manusia bertindak dalam lingkup kebudayaan.4

Masyarakat dalam kehidupan sosialnya mengalami dinamika dari

masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Masyarakat modern identik dengan

masyarakat yang sudah beralih menggunakan teknologi, sehingga perubahan dari

tradisional ke modern akan identik dengan perubahan dari situasi desa menjadi

2
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2000), h. 3.
3
Wahyuni, Perilaku Beragama, Studi Sosiologi terhadap Asimilasi Agama dan Budaya
di Sulawesi Selatan (Cet, I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 114-116.
4
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya (Cet. I; Yogyakarta:
Lkis, 2003), h. 7.
3

kota, yang dapat mengubah aspek-aspek tradisional masyarakat. Dengan keadaan

tersebut, maka nilai-nilai pada masyarakat tradisional akan mengalami pergeseran

seiring dengan perkembangan masyarakat, disadari atau tidak sifat yang

menjunjung tinggi nilai tradisi secara perlahan namun pasti telah semakin

memudar dan mulai mengalami pergeseran karena adanya peralihan nilai-nilai

yang bersifat tradisional ke proses modernisasi.

Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam

dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang

mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan

karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku

dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi, nilai-nilai budaya

akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, visi misi, atau sesuatu yang

nampak sebagai acuan pokok motto suatu lingkungan atau organisasi. Ada tiga hal

yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu: simbol-simbol, slogan atau yang

lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas) sikap, tindak laku, gerak gerik yang

muncul akibat slogan, motto tersebut kepercayaan yang tertanam (believe system)

yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku

(tidak terlihat). Nilai-nilai budaya ini bersifat umum, luas dan tidak konkret maka

nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilainilai

budaya yang lain dalam waktu yang singkat seperti tradisi Assuro Maca yang

masih dilaksanakan oleh masyarakat di Dusun Panaikang Desa Pajukukang

Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros.5

5
Riseri Frondizi, What Is Value, terj. Cuk Ananta Wijaya, Pengantar Filsafat NIlai (Cet.
II; Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 9.
4

Tradisi Assuro Maca merupakan tradisi turun-temurun yang biasanya

dilakukan mulai sepekan hingga satu hari sebelum bulan suci Ramadan dan usai

melakukan shalat Idul Fitri. Tradisi ini dilakukan dengan kegiatan doa bersama

yang dipimpin seorang anrong guru atau orang yang dipercaya di kampung untuk

membawakan doa, biasanya seorang khatib atau imam desa, maupun pemuka adat

yang diamanahkan oleh pemilik rumah yang menyelenggarakan tradisi ini.

Pelaksanaan doa bersama ini mensyaratkan berbagai sajian makanan yang

dihidangkan bagi orang-orang yang ikut berdoa. Masyarakat yang percaya dengan

tradisi ini biasanya menyajikan unti tekne (pisang raja) disertai dupa bakar. Selain

itu juga tersedia makanan pokok seperti nasi dan aneka lauk pauk. setelah semua

persyaratan disiapkan, seluruh anggota keluarga maupun tetangga akan duduk

bersila di depan hidangan sambil mengikuti guru baca untuk berdoa dengan

membacakan ayat-ayat suci Al-Qur‟an, serta mendoakan para leluhur atau

anggota keluarga yang sedang merantau di daerah lain (massompe). Usai berdoa,

makanan yang disajikan ini akan dinikmati bersama-sama.6

Assuro Maca yang berarti membaca doa secara bersama adalah suatu

tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Bugis-Makassar yang sampai saat ini

masih terus dilestarikan secara turun-temurun. Tradisi Assuro Maca dalam bahasa

daerah setempat merupakan bentuk ungkapan rasa syukur warga atas rezeki,

berdoa untuk menolak bala dan mendoakan para leluhur serta menjalin hubungan

silaturahmi dengan masyarakat sekitar.

Assuro Maca juga memiliki istilah lain yaitu Ma’ Baca-baca berarti

membacakan doa dihadapan hidangan makanan seperti Nasi, Ayam, Ikan, dan

6
Ahmad Arman, Pergeseran Nilai Masyarakat Tradisional ke Masyarakat Modern Desa
Bontolangkasa Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, h. 18
5

lauk pauk lainnya yang diletakkan diatas mampan atau yang baiasa disebut

kappara’. Assuro Maca itu sendiri sampai saat ini masih dilakukan oleh warga

Suku Bugis Makassar secara turun-temurun. Adapun beberapa tujuan dari Assuro

Maca selain untuk menyambut bulan suci Ramadhan, juga bertujuan untuk

mendoakan keluarga yang telah meninggal dan juga sebagai ungkapan rasa syukur

dalam rangka terjadinya musim panen pada masyarakat suku Bugis-Makassar.

Tradisi ini membuat para masyarakat Desa Pajukukang memiliki

kedekatan yang sangat erat. kedekatan antar sesama masyarakat dapat terlihat dari

keseharian mereka selama pelaksanaan Assuro Maca tersebut. Mulai dari

Kerjasama ibu-ibu membuat makanan bersama, sampai para bapak-bapak yang

ikut melaksanakan doa menjadi keunikan tersendiri yang terjadi didesa tersebut.

Hal ini membuat calon peneliti tertarik untuk melihat proses tradisi Assuro Maca

di Dusun Panaikang Desa Pajukukang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Sebagaimana latar belakang masalah sebelumnya, maka ruang lingkup

penelitian ini bertumpu pada ajaran ataupun bentuk tradisi dari Assuro Maca. Ada

tiga hal yang akan diamati lebih jauh dalam penelitian ini, yaitu proses

pelaksanaan tradisi Assuro Maca di Dusun Panaikang Kecamatan Bontoa

Kabupaten Maros pada saat menyambut awal bulan ramadhan, dan pandangan

Islam terhadap tradisi Assuro Maca di Dusun Panaikang Kecamatan Bontoa

Kabupaten Maros.

2. Deskripsi Fokus

Adapun definisi operasional penelitian ini, antara lain:


6

a. “Assuro Maca”, adalah tradisi yang dilakukan sehari sebelum menyambut

bulan suci ramadhan dan setelah shalat idul fitri. Hal ini dilakukan secara turun

temurun oleh nenek moyang sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan terima

kasih kepada Tuhan karena masih dapat dipertemukan dengan bulan suci

ramadhan. Maka dari itu, tradisi ini dilakukan tidak lain hanya untuk

pengungkapan rasa syukur.

b. “Persaudaraan”, adalah sebuah ikatan tali silaturahim antara dua orang atau

lebih baik itu keluarga maupun bukan yang terjadi di dalam lingkungan sosial

masyarakat yang timbul akibat rasa kekeluargaan dan persaudaraan, dengan

kata lain adanya ikatan batin antara individu yang satu dengan yang lainnya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Assuro Maca di Dusun Panaikang

Desa Pajukukang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros?

2. Bagaimana nilai-nilai persaudaraan yang terdapat dalam tradisi Assuro

Maca di Dusun Panaikang Desa Pajukukang Kecamatan Bontoa

Kabupaten Maros?

D. Kajian Pustaka

1. Jurnal dari Risky Rahim dan Abdul Rahman A. Sakka, dengan judul

“Budaya Assuro Maca di Kecamatan Lau, Kabupaten Maros”, Assuro

Maca berasal dari Bahasa Bugis dimana kata Assuro yang berarti

memohon atau meminta sedangkan kata Maca berarti membaca. Tradisi

Assuro Maca dalam bahasa daerah setempat merupakan bentuk ungkapan

rasa syukur warga atas rezeki, berdoa untuk menolak bala dan mendoakan
7

para leluhur serta menjalin hubungan silaturahmi dengan masyarakat

sekitar.

Pada saat melalukan tradisi Assuro Maca, pihak keluarga yang hendak

melakukan Assuro Maca terlebih dahulu seseorang yang dipercaya untuk

membacaka doa-doa selama tradisi berlangsung dan setelah petuah

membacakan doa kemudian dilakukan makan bersama keluarga dan

masyarakat sekitar dengan hidangan yang telah disediakan.7

2. Jurnal dari Ibrahim, Zulhas‟ari Mustafa, dengan judul “Tradisi Assuro

Maca dalam Masyarakat di Kabupaten Gowa; Analisis Hukum meminta

Islam”, Assuro Maca berasal dari bahasa Bugis, yaitu kata Assuro berarti

meminta atau memohon, sedangkan Maca berarti membaca. Jadi Assuro

Maca dapat diartikan sebagai usaha seseorang untuk meminta orang lain

untuk membacakan doa-doa keselamatan dan kesyukuran serta doa untuk

orang yang meninggal dunia, hal ini didorong dengan kesadaran seseorang

atas kurang dalamnya ilmu agama yang dimiliki dan ketaatan yang juga

masih kurang.

Biasanya orang yang diminta Ma’baca adalah orang yang diangap punya

ilmu agama yang dalam, rajin menjalankan syariat, serta punya hubungan

sosial yang baik kepada masyarakat. Masyarakat di Desa Tana Karaeng

Kec. Manuju Kab. Gowa melestarikan Tradisi Assuro Maca yaitu:

Merupakan Adat Turun temurun, Mengandung Nilai Kesyukuran kepada

Allah Swt., Tidak mengandung unsur menyekutukan Allah Swt. Atau

bertentangan dengan syariat Islam.

7
Risky Rahim dan Abdul Rahman A Sakka, Budaya Assuro Maca di Kecamatan Lau,
Kabupaten Maros, Indonesian Journal of Pedagogical and Social Sciences, 1(1), (2021), h. 65.
8

Faktor penyebab masyarakat di Desa Tana Karaeng Kec. Manuju Kab.

Gowa tetap melestarikan budaya Assuro Maca karena mematuhi prinsip

dasar agama dimana tidak terdapat unsur ke syirikan didalamnya. Dalam

tradisi Assuro Maca, pihak yang didoakan biasanya menyiapkan makanan-

makanan yang memiliki filosofi yang luas, misalnya Pisang dan lain lain.

Makanan ini melekat filosofi kehidupan yang berkecukupan dan Mapan.8

3. Skripsi dari Erwin Wahyu Saputra Faizal, dengan judul “Makna Dupa

dalam Tradisi Assuro Ammaca di Desa Bone Kecamatan Bajeng

Kabupaten Maros”: Kedudukan Dupa dalam tradisi Assuro ammaca di

Desa Bone Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa dalah wajib dalam

pelaksanaan tradisi Assuro ammaca di Desa Bone. Tradisi yang tidak

dapat dihilangkan sebab sudah menjadi salah satu identitas kebudayaan

dari masyarakat di Desa Bone Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

Makna Dupa dalam Tradisi Assuro ammaca di Desa Bone Kecamatan

Bajeng kabupaten Gowa adalah merupakan semua unsur yang ada dalam

diri manusia, jika salah satu unsur tersebut hilang maka manusia akan

meninggal atau kehidupan akan berakhir, sehingga dengan adanya dupa

dalam tradisi assuro ammaca melambangkan beberapa unsur dalam diri

manusia dan dupa mempunyai makna yaitu untuk mengingatkan

masyarakat akan kematian dan tradisi assuro ammaca ini dilakukan untuk

keluarga yang telah meninggal.9

8
Ibrahim, Mustafa Zulhas‟ari. Tradisi Assuro Maca dalam Masyarakat di Kabupaten
Gowa; Analisis Hukum Islam, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab, 2(3), (2021), h.
693-694.
9
Erwin Wahyu Saputra Faizal, Makna Dupa dalam Tradisi Assuro Ammaca di Desa
Bone Kecamatan Bajeng Kabupaten Maros, Skripsi, (Gowa: UIN Alauddin, 2017), h. 61.
9

Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan peneliti

sebelumnya sangatlah berbeda, baik ditinjau dari sisi wilayah letak geografis

maupun pokok permasalahan yang muncul. Pada penelitian ini lebih fokus pada

nilai-nilai budaya lokal dari tradisi Assuro Maca yang menjadi tradisi yang

dilaksanakan setiap menjelang bulan suci ramadhan dan shalat idul fitri di

masyarakat muslim di dusun panaikang desa pajukukang kecamatan bontoa

kabupaten maros. Sedangkan persamaan penelian ini dengan penelitian

sebelumnya ialah penelitian ini sama-sama mengambil penelitian pada suatu

tradisi yang membahas tentang rangkaian kegiatan pada suatu desa di sulawesi

selatan, yaitu tepatnya di dusun panaikang desa pajukukang kecamatan bontoa

kabupaten maros.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini ialah:

a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Assuro Maca di Dusun

Panaikang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros pada saat menyambut awal

bulan ramadhan.

b. Untuk mengetahui nilai-nilai persaudaraan yang terdapat dalam tradisi Assuro

Maca di Dusun Panaikang Desa Pajukukang Kecamatan Bontoa Kabupaten

Maros.

2. Manfaat Penelitian

Peneliti membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua aspek manfaat,

yaitu:
10

a. Manfaat Teoritis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan memberikan pemahaman tentang tradisi Assuro Maca, baik itu

dari perspektif agama Islam maupun dari proses pelaksanaan tradisi dan budaya

nya. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pengembangan ilmu pengetahuan

terkait disiplin ilmu di prodi Studi Agama Agama.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

masyarakat umum tentang tradisi Assuro Maca dari masing-masing perspektif

yang ada, khususnya dalam hal ini yaitu perspektif agama Islam. Hal tersebut

dilakukan agar dapat memberikan pemahaman terkait dengan cara kita

menghargai suatu ajaran ataupun tradisi dan perspektif dalam suatu hal serta

memberikan pelajaran yang berharga bahwa perbedaan dalam suatu kebudayaan

ataupun tradisi seharusnya tidak menjadi sumber utama suatu konflik dan

permusuhan, melainkan dari perbedaan tersebutlah lahir suatu ikatan dan

hubungan yang erat antar sesama masyarakat.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Assuro Maca

Assuro Maca yang seringkali disebut mabbaca-baca mengandung nilai

filosofis lain yang secara Bahasa berarti membaca yang dapat diartikan sebagai

suatu bentuk usaha dari seseorang yang meminta kerja mengajak orang lain untuk

membacakan doa keselamatan, rasa syukur, serta doa untuk orang yang telah

meninggal dimana hal ini didorong dengan masih perlu belajarnya ilmu agama

dan ketaatan beragama secara sadar sehingga memanggil seorang yang dipercaya

memiliki ilmu agama yang cukup untuk membantu membacakan doa dalam

tradisi Assuro Maca sehingga tradisi ini tidak dilarang oleh ulama penyebar islam

terdahulu dan bahkan menganjurkan untuk ritual tersebut dapat dilestarikan secara

turun temurun dikarenakan usaha mereka yang hanya merubah doa-doa yang

sebelumnya bercorak Hindu Budha yang terpaut oleh kepercayaan lokal dengan

doa yang sesuai dengan pedoman dari Al-Qur‟an dan Hadist.

1. Pemaknaan Tradisi Assuro Maca

Assuro Maca atau Ma’baca berarti "berdoa" dan merupakan tradisi

menyambut bulan suci Ramadhan bagi masyarakat Bugis Makassar yang

berlangsung sejak lama. Assuro Maca merupakan tradisi turun temurun yang

umumnya dilakukan dari satu minggu hingga satu hari sebelum bulan suci

Ramadhan dan setelah salat Idul Fitri.

Tradisi ini dipraktikkan dengan kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh

guru yang salah atau seseorang yang dipercaya di desa untuk membawakan doa,

11
12

biasanya seorang khatib (puang katte), pendeta desa (puang Imang), serta seorang

pemandu adat yang ditugasi oleh pemilik.

Pisang yang disajikan dalam tradisi Assuro Maca ini ditaruh di depan

seorang guru Anrong sebagai simbol rasa manis, dengan harapan pemilik rumah

akan mendapatkan manisnya kehidupan tetangga dan keluarga.

Dupa sendiri merupakan wewangian yang dipercaya selalu membuat

pemilik rumah tercium harum, dan ketika semua syarat terpenuhi, semua anggota

keluarga dan tetangga duduk bersila di depan mangkok sembari melanjutkan ke

guru bacaan yang berdoa bersama Anda.

Tradisi ini masih terpelihara dengan baik pada masyarakat Bugis mulai

dari pedesaan sampai ke desa, yang biasanya disiapkan dari rumah ke rumah atau

secara berkelompok antar tetangga dengan masakan atau masakan yang berbeda

atau keluarga yang mengembara. Tentang peribadatan yang dilakukan yaitu,

shalat, berdoa dan mensyukuri rejeki, tolak bala dan mendoakan leluhur, serta

wadah silaturahim dengan masyarakat sekitar, dengan ini mereka mendekati

Assuro Maca tidak hanya untuk menyapa Ramadhan atau setelah shalat Idul Fitri,

tetapi bisa juga digunakan pada saat syukuran, perayaan panen, khatam Al-

Qur‟an, berbisnis, keluar masuk rumah, hajatan pernikahan, dan kegiatan adat

lainnya.

B. Persaudaraan

1. Pengertian Persaudaraan

Masalah persaudaraan di Indonesia menjadi fenomena tersendiri. Istilah

persaudaraan dalam bahasa arab di kenal dengan ukhuwah makapengertian

Ukhuwah tersebut dalam bahasa Arab (ukhuwwah) di ambil dari kata akha (‫)أخا‬,
13

dari sini kemudian melahirkan beberapa kata al-akh, akhu, yang makna dasarnya

“memberi perhatian (‫)اهتم‬,” kemudian berkembang artinya menjadi “sahabat,

teman (‫ الصاحب‬،‫ ”)الصديق‬yang secara leksikal menunjuk pada makna “dia bersama

di setiap keadaan, saling bergabung antara selainnya pada suatu komunitas ( ‫فى‬

‫)لغيري مشارك لكل يستعار القبيلت‬.”10

Masih dalam makna leksikal, kata ukhuwah pada dasarnya berakar dari

akhun (‫ )أخ‬yang jamaknnya ikhwatun (‫)إخوة‬, artinya saudara. Kalau saudara

perempuan disebut ukhtun (‫)أخج‬, jamaknya akhwat (‫)أخواث‬. Dari kata ini kemudian

terbentuk al-akhu, bentuk mutsanna-nya akhwan, dan jamak-nya ikhwan (‫)إخوان‬

artinya banyak saudara, dan dalam Kamus Bahasa Indonesia kata ini dinisbatkan

pada arti orang yang seibu dan sebapak, atau hanya seibu atau sebapak saja. Arti

lainnya adalah orang yang bertalian sanak keluarga, orang yang segolongan,

sepaham, seagama, sederajat.11 Jadi tampak sekali bahwa kata akhun tersebut

semakin meluas artinya, yakni bukan saja saudara seayah dan seibu, tetapi juga

berarti segolongan, sepaham, seagama, dan seterusnya.

Berdasarkan arti-arti kebahasaan tadi, maka ukhuwah dalam konteks

bahasa Indonesiamemiliki arti sempit seperti saudara sekandung, dan arti yang

lebih luas yakni hubungan pertalian antara sesama manusia, serta hubungan

kekerabatan yang akrab di antara mereka. Berkenaan dengan itulah, M. Quraish

Shihab menjelaskan definisi ukhuwah secara terminologis sebagai berikut :

Ukhuwah pada mulanya berarti “persamaan dan keserasian dalam banyak

hal”. Karenanya, persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan,

persamaan dalam sifat-sifat juga mengakibatkan persaudaraan.Dalam kamus-


10
Luwis Ma'luf, Al-Munjid fi al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq, 1977), h. 5.
11
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 1003.
14

kamus bahasa, ditemukan bahwa kata akhjuga digunakan dalam arti teman akrab

atau sahabat.12

Ukhuwah diartikan sebagai setiap persamaan dan keserasian dengan pihak

lain, baik persamaan keturunan dari segi ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari

persusuan, juga mencakup persamaan salah satu dari unsur seperti suku, agama,

profesi, dan perasaan.13

Selanjutnya dalam konteks masyarakat muslim, berkembanglah istilah

ukhuwwah Islamiyyah yang artinya persaudaraan antar sesama muslim, atau

persaudaraan yang dijalin oleh sesama umat Islam. Namun M. Quraish Shihab

lebih lanjut menyatakan bahwa istilah dan pemahaman seperti ini kurang tepat.

Menurutnya, kata Islamiah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah lebih tepat

dipahami sebagai adjektiva, sehingga ukhuwah Islamiah berarti "persaudaraan

yang bersifat Islami atau persaudaraan yang diajarkan oleh Islam"14

Dalam diskursus perkembangan dunia, meningkatnya teknologi informasi

dan transportasi membuat alam jagat raya saat ini menjadi desa buana meminjam

istilah Nurcholish Madjid (global village).15 Manusia terlihat lebih intim dan

mendalam untuk mengenal antara yang satu dengan lain, namun sekaligus juga

lebih mudah tersulut pada konteks yang provokatif. Tiap-tiap masyarakat

mempunyai struktur yang terdiri dari elemen-elemen yang relatif kokoh yang

12
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), h. 357.
13
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an dan Tafsir Maudhu'i atas Berbagai Persoalan
Umat (Cet. III; Bandung: Mizan, 1996), h. 486.
14
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an dan Tafsir Maudhu'i atas Berbagai Persoalan
Umat, h. 487.
15
Tiap individu dapat dengan mudah dan bebas untuk berhubungan dengan individu yang
lain, meskipun yang satu berada di ujung Timur dunia dan yang lain tinggal di belahan paling
Barat. Dengan fasilitas perangkat informasi yang ada, saat ini semua orang bebas mengakses berita
atau informasi yang terkait dengan keberadaan seseorang yang jauh dari tempat tinggalnya. Lih.
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 144.
15

berintegrasi antara yang satu dengan yang lain dengan baik. Pada dasarnya tiap

individu dalam sebuah masyarakat dapat saling bekerja sama dan saling

melengkapi. Mereka pun diharapkan dapat mengaktualisasikan tugas sesuai

fungsinya masing-masing, sehingga sistem yang dibangun akan berjalan dengan

baik, sekalipun terdapat perubahanperubahan karena adanya tuntutan dari sebuah

sistem sosial agar bisa semakin baik dan sempurna.16

Berangkat dari hal tersebut, hubungan antar umat beragama dalam

perspektif teori struktural-fungsional17 adalah wujud harmoni dan kedamaian

dalam sebuah masyarakat. Semua pemeluk agama dalam kehidupan masyarakat

akan dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Apabila fungsi tersebut berjalan

sesuai dengan kesadaran dan tugasnya, maka agama tidak lagi dipahami sebagai

sebuah keimanan dan kepercayaan semata, tetapi juga dijadikan sebagai way of

life dan kebutuhan asasi manusia. Di sinilah agama berfungsi sebagai penyelamat

bagi masyarakat, karena nilai-nilai dalam agama menjadi sebuah penghayatan dan

kedamaian bagi mereka.

2. Persaudaraan dalam Islam

Salah satu ajaran penting yang banyak disampaikan Al-Qur‟an adalah

tentang ukhuwah yang bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ajaran

persaudaraan. Prinsip ukhuwah yang terdapat dalam Al-Qur‟an telah dipraktekkan

sejak Al-Qur‟an itu diturunkan, dan tampak sekali hasilnya ketika nabi

16
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan
(Jakarta: Rajawali, 1985), h. 25.
17
Teori struktural-fungsional yang dikembangkan oleh Talcott Parsons merupakan
sebuah teori sosial yang dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi yang menekankan adanya suatu
kesadaran saling mempunyai ketergantungan, karena keduanya mempunyai sebuah relasi
intersubjektif atau dunia alterego.Teori ini menekankan adanya keteraturan (order) dan
mengabaikan konflik serta perubahan-perubahan yang berkembang pada masyarakat, sehingga
teori inimenggunakan konsep tentang “fungsi, disfungsi, dan keseimbangan (equilibrium)”. Lih.
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, h. 30.
16

Muhammad saw. membangun negara Madinah yang ditandai dengan ketetapan

Piagam Madinah.

J. Suyuthi Pulungan menjelaskan bahwa ketetapan Piagam Madinah

tentang pembentukan umat bagi orang-orang mukmin di satu pihak, dan bagi

orang-orang mukmin bersama kaum yahudi di pihak lain sudah berkonotasi

pentingnya prinsip ukhuwah. Artinya, di dalam organisasi umat terkandung juga

makna persaudaraan, baik persaudaraan seagama, dan persaudaraan sosial, atau

persaudaraan kemanusiaan antara pemeluk agama.18 Berkenaan dengan inilah,

dipahami bahwa ukhuwah bagi setiap manusia harus terjalin dengan baik, dan

dengan ukhuwah tersebut dapat mempersatukan mereka, serta menjadikan hidup

mereka toleran antara sesama, toleran antara sesama muslim demikian pula

toleran antara muslin dan non muslim.

Suatu umat, bangsa, dan negara tidak akan berdiri dengan tegak bila di

dalamnya tidak terdapat persaudaraan. Persaudaraan ini tidak akan terwujud tanpa

saling bekerjasama dan saling mencintai di antara sesama. Setiap jamaah yang

tidak diikat dengan tali persaudaraan, tidak mungkin bersatu dalam satu prinsip

untuk mencapai tujuan bersama.

Ukhuwah yang secara jelas dinyatakan oleh Al-Qur‟an adalah

persaudaraan seagama islam, dan persaudaraan yang jalinannya bukan karena

agama. Ini tercermin dengan jelas dari pengamatan terhadap penggunaan bentuk

jamak kata tersebut dalam Al-Qur‟an, yang menunjukkan arti kata akh, yaitu:

18
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah; Dintinjau
dari Pandangan Al-Qur'an (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 168.
17

a. Ikhwan, yang biasanya digunakan untuk persaudaraan tidak sekandung.

Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali, sebagian disertakan dengan kata ad-

din (agama) seperti QS. At-Taubah/9:11,

َ َ َ ٰٰ ْ ُ ّ َُ َ ْ ّ ُ ُ ْ َ َ ٰ َّ ُ َ ٰ َ َ ٰ َّ ُ َ‫فَا ِْْنْثَابُ ْواْ َواَق‬


ْ ْ١١ْ‫تْل ِق ْو ٍم َّْي ْعل ُه ْون‬ ْ ِ ْ‫وةْفا ِخ َواىك ْْم‬
ِ ‫فْالِي ِوْۗونف ِصلْاْلي‬ ْ ‫وةْواثواْالزك‬
ْ ‫امواْالصل‬

Terjemahnya:

11. Jika mereka bertobat, menegakkan salat, dan menunaikan zakat,


mereka adalah saudara-saudaramu seagama. Kami menjelaskan secara
terperinci ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.19

Ayat tersebut secara tegas dan nyata menunjukkan bahwa Al-Qur‟an

memperkenalkan persaudaraan seagama dan tidak segama.

b. Ikhwah, kata ini terdapat sebanyak 7 kali dan digunakan untuk persaudaraan

keturunan, kecuali satu ayat, yaitu QS. Al-Hujurat/49:10,

ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َّ
ْ ْ١٠.....ْْ‫نْا ِخ َوة‬
ْ ‫ا ِنهاْالهؤنِيو‬

Terjemahnya:

10. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.20

Nabi saw. menekankan pentingnya membangun persaudaraan Islam dalam

batasan-batasan praktis dalam bentuk saling peduli dan tolong menolong. Sebagai

contoh Beliau bersabda “Allah swt. menolong hamba-Nya selama hamba itu

menolong saudaranya”. Persaudaraan kaum muslim tidak saja merupakan aspek

teoritis ideologi Islam tapi telah terbukti dalam praktek aktual pada kaum muslim

terdahulu ketika mereka menyebarkan Islam kepenjuru dunia. Kemanapun orang-

orang Arab muslim pergi apakah itu ke Afrika India atau daerah-daerah terpencil

19
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 188.
20
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 516.
18

Asia mereka akan disambut ramah oleh orang-orang yg telah memeluk Islam

tanpa melihat warna kulit ras atau agama lamanya. Tidak ada tempat dalam Islam

bagi pemisahan kelas maupun kasta.

Keaslian prinsip persaudaraan yang meliputi segala upacara keagamaan

dan hukum-hukum dalam Islam telah serta terus menjadi faktor kunci dalam

menarik manusia di seluruh dunia untuk masuk Islam. Namun perlu diketahui

bahwa prinsip persaudaraan ini telah ditantang dalam prakteknya oleh munculnya

nasionalisme diantara kaum muslimin. Walaupun Allah swt. dan Rasul-Nya

dengan tegas menentang segala bentuk tribalisme, nasionalisme, dan rasisme.

Nasionalisme telah timbul di kalangan kaum muslim setelah tumbangnya generasi

awal berabad-abad setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. nasionalisme arab

Persia dan Turki meruntuhkan umat muslim ketika kepemimpinan terus berpindah

tangan di antara mereka selama masa-masa itu. Bentuk awal nasionalisme ini

kemudian diperberat oleh kolonialisme Eropa yang meninggalkan umat Islam

terpecah belah ke dalam seribu satu kesatuaankesatuan nasional yang berskala

kecil dan dangkal. Walaupun ikatan umum Islam tetap berlanjut menyatukan umat

dalam persaudaraan pemerintah mereka masing-masing mengeksploitasi segala

kesempatan yang dapat membangkitkan perasaan-perasaan nasionalisme agar

massa muslim tetap terpecah-pecah sehingga pemerintahan mereka yang pada

sebagian besar kasus anti Islam dapat terus terpelihara.

Membangun masyarakat madani yang kuat harus dilandasi ukhuwah

Islamiyah yang dinamis, dan umat Islam harus membangun jembatan pemahaman

dan kerja sama dialog-produktif dengan umat lain. Ini merupakan konsekuensi

imperatif dari gagasan Islam itu sendiri bahwa “manusia adalah satu umat.”
19

Gagasan ini bersifat universal, merengkuh segenap manusia di bawah satu otoritas

ketuhanan, apapun pilihan agamanya. Ia menjadi basis teologi pluralis yang

menuntut kesetaraan hak setiap pemeluk agama.21

Pembahasan tentang persaudaraan (ukhuwah) dalam Islam dapat kita lacak

dari kehidupan Rasulullah ketika di Makkah, karena pada masa ini Rasulullah

telah bersinggungan dengan umat berbagai agama, khususnya Yahudi, Nasrani,

Majusi, dan kaum paganis. Sejak masa ini Allah sudah menyinggung hubungan

antaragama tersebut dengan saling menghormati dan tidak saling mencampuri

urusan agama masing-masing sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-

An’a>m/6:109,22

ُ ْ ٰ َ ْ ُ ٰ ٰ ْ َ َّ ْ ُ َ َّ ُ ْ ُ َّ َ ٰ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ٰ ْ ُ َ ْ َ َ
ْ‫ِْو َناْيُشعِ ُرك ْم‬
َ ‫ْاّلل‬ ‫و ْجاۤءتهم ْاية َّْلؤنُِن ْبِهاْۗقل ْا ِنهاْاْليت ْعِيد‬
ْ ‫اّللِْجه ْد ْايهاى ِ ِه ْم ْل ِٕى‬
ْ ِ ‫واقسهوا ْب‬

َ ْ َ ْ َ َ َ ٓ َ َّ َ
ْ١٠٩ْ‫اۤءتْْلْيُؤن ُِي ْون‬‫انهاْا ِذاْج‬

Terjemahnya:

109. Mereka bersumpah dengan (nama) Allah dengan sebenar-benarnya


sumpah (bahwa) sungguh jika datang suatu bukti (mukjizat) kepada
mereka, pastilah mereka akan beriman kepadanya. Katakanlah,
“Sesungguhnya bukti-bukti itu hanya ada pada sisi Allah.” Kamu tidak
akan mengira bahwa jika bukti (mukjizat) itu datang, mereka tidak juga
akan beriman.2324

21
Abdul Aziz Sachedina, Kesetaraan Kaum Beriman: Akar Pluralisme Demokratis
dalam Islam, terj. Satrio Wahono, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 48.
22
Turunnya ayat ini terkait dengankisah ajakan sekelompok orang Kafir Quraysh
terhadap Nabi saw. Untuk menyembah Tuhan mereka setahun dan sebaliknya mereka bersedia
menyembah Tuhan selama setahun pula. Mereka juga berjanji akan bersedia mengikuti ajaran
Nabi sekiranya Tuhan sesembahan Nabi lebih baik dan sebaliknya mereka Nabi untuk mengikuti
keyakinan mereka jika ternyata justru Tuhan sesembahan mereka yang lebih baik. Merespons
ajakan orangorang kafir itu, ayat inipin turun. Lih. Abu Ja‟far Muhammad Ibn Jarir al-Tabari,
Tafsir al-Tabari: Al-Musamma Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, vol. XII (Beirut: Dar al-Kutub
al-„Ilmiyah, 1992), h. 728.
23
Orang musyrik bersumpah bahwa jika mukjizat dari Allah datang, mereka akan
beriman. Oleh karena itu, orang mukmin berharap agar Nabi memohon kepada Allah Swt. untuk
20

Secara tidak langsung ayat ini menjelaskan bahwa agama adalah urusan

privat. Ia tidak bisa dipertukarkan, dinegosiasi, diintervensi, atau dipaksakan.25

Terlebih ia merupakan intensitas keyakinan yang berkutat di hati, sehingga Allah

lah yang mengetahui pasti hakekat keberagamaan atau keimanan seseorang. Oleh

karena itu, bagi Islam, toleransi menjadi hal niscaya dalam konteks dinamika

keberagamaan yang berpuspa-ragam. Dalam rangka toleransi itu pula umat Islam

dilarang membenci, menghina, memaki atau menganiaya orang lain lantaran

perbedaan pilihan agama atau keyakinan.

menurunkan mukjizat yang dimaksud. Maka, Allah Swt. menolak harapan orang-orang mukmin
itu dengan ayat ini.
24
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 141.
25
Terkait dengan toleransi dan kerukunan antarumat beragama pada masa Rasulullah ini,
maka Allah memberikan batasan kepada Nabi Muhammad bahwa ia hanya sebagai pembawa
risalah tentang kebenaran dan hanya bertugas memberi peringatan, bukan sebagai pemberi
petunjuk. Karena hanya Allah lah yang berhak memberikan hidayah (petunjuk) pada setiap orang.
Lih. (QS. Al-Gha>shiyah/88:21-22), (QS. Al-Shura/42:48), (QS. Qaf/50:45).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah peneltian kualitatif, yaitu jenis

penelitian yang berusaha untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu

gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.26

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Dusun Panaikang Desa Pajukukang

Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros.

Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di dusun panaikang desa

pajukukang kecamatan bontoa kabupaten maros, karena narasumber untuk

penelitian ini lebih mudah untuk ditemui dan waktu untuk kegiatan wawancara

akan lebih menjadi lebih efisien lagi. Kemudian untuk berdialog kepada

narasumber dapat lebih mudah dipahami oleh peneliti.

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan Fenomenologis

Pendekatan fenomenologis yaitu merupakan upaya untuk memahami

keseluruhan dari fenomena semurni mungkin tanpa ada yang mencampurinya.

Langkah yang dilakukan yaitu menganalisis segala intisari yang berhubungan

dengan fenomena tersebut. Sedangkan yang tidak penting dan di luar fenomenal

26
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Cet. VI, Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h.
309.

21
22

kita harus menyaringnya atau menahannya. Sehingga pada akhirnya sampai pada

idea yang menjelaskan secara real tentang hakikat tersebut.27 Apoche dalam usaha

untuk menyingkirkan segala sesuatu untuk menyingkirkan segala sesuatu untuk

mencapai penyelidikan fenomena memiliki tiga macam reduksi (penyaringan)

yaitu; reduksi fenomenologis, reduksi eiditis, dan reduksi transendental.

2. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan Sosiologis adalah suatu pendekatan yang mempelajari hidup

bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang

menguasai hidupnya.28 Dalam penelitian ini peneliti berbaur dan berinteraksi oleh

masyarakat yang ada di dusun panaikang desa pajukukang kecamatan bontoa

kabupaten maros dalam melaksanakan tradisi Assuro Maca.

C. Sumber Data

1. Data primer (primary data), yaitu data empirik yang diperoleh langsung

dari objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi.29 Dalam hal ini

informan ditentukan secara purposive sampling, artinya pemilihan sampel

atau informan gejala dengan kriteria tertentu. Informan dipilih berdasarkan

keyakinan bahwa yang dipilih mengetahui masalah yang akan diteliti dan

menjadi informan yaitu; Tokoh Agama 2 orang diantaranya Imam Desa

dan dan tokoh masyarakat. Dengan pertimbangan bahwa informasi yang

disebut dapat memberikan informasi terkait masalah yang diteliti.

27
Mukhlis Latif, Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut Islam,
(Cet. I ; Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 25.
28
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. V;
Jakarta: UI Press, 1986), h. 5.
29
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, (Jakarta: Rajawali
pers, 2010), h. 29-30.
23

2. Data sekunder (secondary data), yaitu data penelitian yang diperoleh

secara tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan dari pihak lain)

atau digunkan oleh lembaga-lembaga yang bukan merupakan

pengelolahnya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian

tertentu.30

D. Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan data

dengan pertimbangan tertentu.31 Pertimbangan tersebut didasarkan atas kriteria

tertentu yang dianggap berkaitan erat dengan tujuan penelitian. Sehingga peneliti

memilih informan yang diperkirakan mengetahui pengetahuan yang luas

mengenai masalah yang akan dikaji serta mampu memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti dalam memperoleh data. Dalam penentuan informan ini

melibatkan, diantaranya:

1. Informan 1, Imam dusun, selaku sosok yang dituakan di Desa tersebut.

2. Pemangku adat, selaku orang yang paham dan bisa menjalankan tradisi

tersebut.

3. Tokoh-tokoh masyarakat lainnya.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti terjung langsung

kelapangan untuk mendapatkan data yang sebenarnya dari informan. Adapun

tehnik pengumpula data dalam penelitian ini sebagai berikut:

30
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, h. 173.
31
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013), h. 218.
24

1. Observasi

Yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena

yang sudah diteliti.32 Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi partisipan, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara

melibatkan peneliti secara langsung didalam setiap kegiatan-kegiatan yang

dijadikan sebagai metode sekunder atau pelengkap saja, yaitu untuk melengkapi

sekaligus untuk memperkuat serta menguji kebenaran data yang telah diperoleh

dari hasil interview atau wawancara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

suatu pengamatan tentang tradisi Assuro Maca.

2. Wawancara

Wawancara (interview), merupakan salah satu metode pengumpulan data

melalui komunikasi, yakni proses tanya jawab antara pengumpul data

(pewawancara) dengan sumber data (narasumber).33 Dalam penelitian ini

informan di sebut dalam konteks penelitian ini, jenis interview yang penulis

gunakan adalah snowball, dengan cara penulis menentukan sampel satu atau dua

orang yaitu imam masjid dan tokoh masyarakat, tetapi karena kedua orang ini

belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain

yang dipandang lebih tahu tentang tradisi Assuro Maca dan dapat melengkapi data

yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitupann seterusnya, sehingga

jumlah sampel dalam penelitian ini semakin banyak.

32
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT.Gramedia,
1990), h. 173.
33
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Ed. I; Jakarta: Granit, 2004), h.
72.
25

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau fariabel

berupa foto penelitian, catatan harian dan buku. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalanya catatan harian, sejarah kehidupan (life historis), cerita biografi,

peraturan kebijakan. Dokumen berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,

sketsa dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan kamera, dan alat

tulis untuk membantu mengumpulkan data-data dan penulis akan mengambil

gambar secara langsung dari tempat penelitian untuk dijadikan sebagai bukti

penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah penelitian menjelaskan tentang alat

pengumpulan data yang disesuaikan dengan jenis penelitian yang dilakukan

dengan merujuk pada metologi penelitian yaitu:

a. Alat tulis menulis, buku, pulpen/pensil sebagai alat untuk mencatat informasi

yang di dapat pada saat observasi.

b. Alat perekam suara sebagai alat untuk merekan narasumber saat di lapangan

dan kamera sebagai alat untuk mengambil gambar di lokasi penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu

dengan cara menggambarkan secara jelas dan mendalam. Dalam menganalisah

data yang tersediah penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi data, yaitu data yang diperoleh ditempat penelitian langsung

dirinci secara sistematis setiap selesai mengumpulkan data, lalu laporan-


26

laporan tersebut direduksikan dengan memilah hal-hal pokok yang sesuai

dengan fokus penelitian.

2. Penyajian data, yaitu penyajian kesimpulan informasi yang memberikan

kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari data-data yang diperoleh.


RENCANA KOMPOSISI BAB

Demi memudahkan penyusunan penelitian ini, maka pembahasannya

dibagi ke dalam beberapa bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi bagian formal dari skripsi ini, didalamnya

terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan sistematika

pembahasan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Dalam bab ini berisi tentang tinjauan teoritis, yang merupakan

bagian yang akan digunakan peneliti untuk menjelaskan

persoalan penelitian. Bagian ini terdiri dari pengenalan awal

terkait dengan tradisi Assuro Maca dan Persaudaraan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisi tentang penjelasan terkait dengan

metodologi penelitian. Bagian ini terdiri dari jenis penilitian,

pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data

dan teknik pengolahan dan analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian. Bagian ini akan

terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan yang terkait

dengan proses pelaksanaan tradisi Assuro Maca di dusun

27
28

panaikang kecamatan bontoa kabupaten maros pada saat

menyambut awal bulan ramadhan, dan pandangan islam

terhadap tradisi Assuro Maca di dusun panaikang kecamatan

bontoa kabupaten maros.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan, yang dimana bab ini

akan berisikan kesimpulan peneliti dari semua hasil dan

pembahasan pada penelitian skripsi ini. Pada bab ini juga akan

memberikan saran-saran terhadap masalah yang menjadi

perhatian bagi kalangan umat muslim terkait dengan tradisi

dari Assuro Maca, dan yang selanjutnya bab ini akan diakhiri

dengan penutup.
DAFTAR PUSTAKA

Arman. Ahmad. Pergeseran Nilai Masyarakat Tradisional ke Masyarakat


Modern Desa Bontolangkasa Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
(Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar, 2020).
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002).
Frondizi, Riseri. What Is Value, terj. Cuk Ananta Wijaya, Pengantar Filsafat
Nilai. (Cet. II; Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
Ibrahim, Zulhas‟ari, M. Tradisi Assuro Maca dalam Masyarakat di Kabupaten
Gowa; Analisis Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan
Mazhab. 2(3), (2021).
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Solo: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013).
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta: PT.Gramedia,
1990).
Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. (Cet. I;
Yogyakarta: Lkis, 2003).
Ma‟luf, Luwis. Al-Munjid fi al-Lughah. (Bairut: Dar al-Masyriq, 1977).
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi
Baru Islam Indonesia. (Jakarta: Paramadina, 1995).
Mukhlis, Latif. Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut
Islam. (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2014).
Nasution, Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
(Cet. V; Jakarta: UI Press, 1986).
Nilai, P., Tradisional, M., Masyarakat, K. E., Desa, M., Kecamatan, B., &
Kabupaten, B. (2020). Pergeseran nilai masyarakat tradisional ke
masyarakat modern desa bontolangkasa kecamatan bontonompo kabupaten
gowa.
Pulungan, Suyuthi, J. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah;
Dintinjau dari Pandangan Al-Qur'an, (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia.
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008).
Rahim Risky, dkk. Budaya Assuro Maca di Kecamatan Lau, Kabupaten Maros.
Indonesian Journal of Pedagogical and Social Sciences. 1(1), 2021.
Rahman, A., Syukur, M., Aziz, D. A., Pelestarian, B., Budaya, N., & Selatan, S.
(n.d.). Suru Maca: Tradisi Menyambut Bulan Ramadan Masyarakat Desa
Pakkabba Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan Suru Maca: The Tradition

29
30

of Welcoming the Month of Ramadan in Pakkabba Village, Takalar


Regency, South Sulawesi. https://doi.org/10.18784/smart.v6i2.1097
Rianto, Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Ed. I; (Jakarta: Granit,
2004).
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj.
Alimandan. (Jakarta: Rajawali, 1985).
Rosady, Ruslan. Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi. (Jakarta:
Rajawali pers, 2010).
Sachedina, A. Abdul. Kesetaraan Kaum Beriman: Akar Pluralisme Demokratis
dalam Islam, terj. Satrio Wahono. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002).
Shihab, Quraish. M. Membumikan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1998).
------ , Wawasan Al-Qur'an dan Tafsir Maudhu'i atas Berbagai Persoalan Umat,
(Cet. III; Bandung: Mizan, 1996).
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013).
Suharsimi, Arikunto. Manajemen Penelitian. (Cet. VI; Jakarta: Rineka Cipta,
1998).
Taufik, Abdullah (ED). Sejarah Dan Masyarakat. (Jakarta: pustaka firdaus,
1987).
Wahyu, S. Faizal. Makna Dupa dalam Tradisi Assuro Ammaca di Desa Bone
Kecamatan Bajeng Kabupaten Maros. Skripsi. (Gowa: UIN Alauddin,
2017).
Wahyuni. Perilaku Beragama, Studi Sosiologi terhadap Asimilasi Agama dan
Budaya di Sulawesi Selatan. (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press,
2013).

Anda mungkin juga menyukai