Abstract. Indonesia is an archipelago that has a variety of cultures from various regions. Starting
from ethnic, regional and religious cultures. Culture is closely related to society. One important
culture in Indonesia is Javanese culture. Javanese culture contains values that guide and guide
people's lives. Java community, especially those who are Muslim, have a variety of ways to
welcome the month of Ramadan, one of which is to do nyadran. In the development era of
traditional ceremonies as a vehicle for noble culture still plays an important role in society. There
are still many people who believe that if they do not carry out a nyadran culture, they will be
exposed to things that are not desirable. This study seeks to find out how people's views about
kebadayan nyadran. This study describes how the Surkarta people view the Nyadran tradition.
The method used in this study is the interview method. The results of this study will yield about
how the public view of the traditional ceremony of Nyadran which is still valid today.
1. Pendahuluan
Kebudayaan merupakan suatu hasil karya, rasa, dan cipta suatu masyarakat. Arti masyarakat itu
sendiri adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu
yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, Kebudayaan
Jawa, 1994).Definisi kebudayaan menurut (Taylor, 1871) adalah kebudayaan sebagai keseluruhan yang
kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan serta kebiasaan yang terdapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Masyarakat dengan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Masyarakat merupakan
sekelompok orang yang hidup bersama-sama dalam satu daerah yang dapat menghasilkan suatu budaya.
Dengan demikian, tidak akan tercipta suatu kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Kebudayaan
merupakan warisan sosial yang haya dapat dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan
mempelajarinnya (Purwadi, 2005).
Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan semakin
maju maka masyarakat ini juga akan mengalami perubahan secara langsung maupun tidak langsung,
karena masyarakat, teknologi, dan ilmu pengetahuan saling mempengaruhi. Pada zaman sekarang
budaya asing dengan mudahnya masuk ke dalam suatu masyarakat yang akan berhadapan dengan
kebudayaan suatu masyarakat tersebut. Sehingga mau tidak mau kebudayaan asing tersebut akan
mempengaruhi nilai-nilai suatu kebudayaan masyarakat tersebut.
Dalam kondisi seperti itu sebenanya masyarakat kita mengalami suatu perubahan yang besar.
Perubahan yang terjadi seperti adanya teknologi komunikasi, transmigrasi, urbanisasi, perkawinan antar
suku dll. Dengan adanya perubahan yang besar tersebut maka kebudayaan suatu masyarakat juga
terkena dampaknya, budaya yang mulanya tumbuh dan berkembang di masyarakat itu sendiri sekarang
telah bercampur dengan kebudyaan-kebudayaan lain. Namun, kebudayaan selalu memberikan sesuatu
yang berkhas, karena pada umumnya diartikan sebagai proses atau hasil karya, cipta, rasa, dan karsa
manusia dalam menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekitarnya (Simuh, 2003).
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keanekaragaman. Keanekargaman tersebut
meliputi agama, budaya, traidisi, suku, dan masih banyak lagi. Salah satu contoh keanekaragaman
tersebut adalah keanekaragaman dalam menyambut bulan Ramadan. Setiap daerah memiliki tradisi
tersendiri untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Tradisi berasal dari kata latin traditio yang
berkata dasar trodere, yang mempunyai arti menyerahkan, meneruskan turun menurun (Laksmono,
2009). Tradisi yang berkembang dimasyarakat mempunyai beberapa fungsi,antara lain, yang pertama
,tradisi adalah kebijakan turun temurun. Tempatnya dikesadaran, keyakinan, norma, dan nilai yang kita
anut kini serta di dalam benda diciptakan di masa lalu. Kedua,memberikan legitimasi pandangan hidup,
keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Ketiga, menyediakan simbol identitas kolektif yang
meyakinkan memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Dan yang ke
empat, membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan, dan kekecewaan
kehidupan modern (Sztompka, 2008)
Dalam menyambut bulan Ramadan di Jawa Tengah terutama di Solo terdapat berbagai tradisi.
Salah satunya adalah Tradisi Nyadran. Nyadran berarti berziarah ke tempat makam para leluhur untuk
berdoa dengan membawa bunga tabur dan air. Biasanya sebelum melakukan doa, masyarakat
membersihkan dahulu makamnya. Makna Nyadran sendiri sebagai sebuah refleksi kerukunan,
kebersamaan demi mencapai keharmonisan hidup. Baik hal itu berkaitan dengan yang masih hidup,
yang telah meninggal serta keterikatannya dengan Tuhan.
Tradisi nyadran pada masyarakat Jawa termasuk dalam kearifan lokal yang merupakan suatu
warisan dari para leluhur. Kearifan lokal merupakan prinsip-prinsip dan cara-cara tertentu yang dianut,
dipahami, dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam berinteraksi dan berinterelasi dengan
lingkungannya dan ditransformasikan dalam bentuk sistem nilai dan norma adat (Febriamansyah, 2008)
Pandangan suatu orang terhadap tradisi dari suatu masyarakat pasti akan beragam. Pandangan
suatu orang bisa positif atau negatif tergantung dari bagaiamana prespsi suatu orang tersebut. Proses
modernisasi telah mendorong penyerapan pengaruh, sehingga presepsi suatu orang terhadap tradisi
nyadran juga ikut bergeser. Dengan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap tradisi nyadran yang masih dilaksakan di zaman
sekarang.
2. Metode
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif, yaitu data yang
dikumpulkan bukan berupa angka-angka melainkan data yang berasal dari hasil wawancara. Pendekatan
kualitatif ini digunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh dari wawancara tentang pandangan
masyarakat terhadap kebudayaan nyadran. Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini terletak di
Kota Surakarta.
4. Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan pandangan masyarakat terhadap tradisi nyadran terdapat 2
sisi. Sisi yang pertama, bahwa seharusnya masyarakat tetap menjaga dan melestarikan tradisi nyadran
tersebut karena itu merupakan bentuk pelestarian nilai luhur, dan kebudayaan warisan dari para leluhur,
berkaitan dengan yang masih hidup, yang telah meninggal serta keterikatannya dengan Tuhan, juga itu
sebagai sarana mendoakan para leluhur kita dan mengingatkan kita bahwa sejatinya kita itu hidup tidak
selamanya pasti suatu saat nanti akan mengalami kematian maka dari itu kita akan terus melakukan
kebaikan.
Kedua, tradisi nyadran tidak seharusnya dilakukan karena tradisi tersebut bertentangan dengan
ajaran Islam yaitu dengan menjadikan kuburan sebagai ‘id (tempat berkumpul pada waktu tertentu)
yang sebagaimana dilarang oleh rasulullah SAW dan mendoakan para leluhur seharusnya tidak pada
saat-saat tertentu seperti itu, tetapi setiap hari setiap saat dimanapun kapanpun.
5. Daftar Pustaka
Febriamansyah, Z. d. (2008). Kearifan Lokal dan Pemanfaatan dan Pesisir. Jurnal Agribisnis
Kerakyatan.
Herusatoto, B. (2000). Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita.
Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Jawa: Seri Etnografi Indonesia No.2. Jakarta: Balai Pustaka.
Laksmono, P. M. (2009). Tradisi: Dalam Struktur Masyarakat Jawa, Kerajaan, dan Pedesaan.
Yogyakarta: Kepel Press.
Marzali, A. (2006). Struktural Fungsionalisme.
Purwadi. (2005). Budi Pekerti Jawa: Tuntunan Luhur Budaya Adiluhung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santoso, I. B. (2012). Spiritualisme Jawa: Sejarah, Laku, dan Intisari Ajaran. Yogyakarta: Memayu
Publishing.
Simuh. (2003). Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju.
Sztompka, P. (2008). Sosiologi Perubahan Sosial. Yogyakarta: Penanda Media Group.
Taylor, E. B. (1871). Primitive culture: research into the development of mythologi, philosophy, religion,
art, and sutom (Vol. 2).