Anda di halaman 1dari 87

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugrahi akal dan budi daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam raya ini. Jika hasil interaksi binatang dengan alam sekitarnya tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasan saja. Hal ini karena binatang tidak dibekali akal dan budi, tetapi hanya nafsu dan naluri tingkat rendah (Herimanto, 2008:2627). Fenomena pada masyarakat dewasa ini, telah terjadi proses perubahan sangat erat pada masyarakat, akhibatnya manusia akan berhadapan dengan sesuatu penyakit yang baru, ditandai oleh suatu krisis (Sudibya, 1994:70) perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hampir semua aspek kehidupan dewasa ini, merupakan suatu pemikiran yang menyeluruh Era sekarang ini yang lebih dikenal dengan sebutan Era Globalisasi. Menurut salah satu dunia (Global village) dimana tembok-tembok pemisah baik secara alami maupun buatan, mulai memudar berkat kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi implikasi perubahan yang terjadi dalam Era Globalisasi sekarang ini terlihat dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap budaya bangsa yang terjadi didunia ini.

Eksistensi budaya Jawa yang telah mengkristal dalam setiap kehidupan masyarakat Jawa sehingga melahirkan sebuah tradisi Hindu Jawa salah satunya adalah ritual atau Upacara, baik Upacara adat Jawa murni atau Upacara yang bersifat alkuturasi dan inkulturasi (Suripto, 2006:86,87) perkembangan agama hindu di Jawa ada sekitar tahun 1966, dari sejarah orang Jawa mengetahui bahwa Agama hindu menguasai seluruh tanah Jawa (Jaman Majapahit) dan ketika terdesak oleh Agama islam sebagian pindah ke Tengger dan sebagian pindah ke Bali untuk menyelamatkannya. Jadi pencariannya ke Bali merupakan napak tilas perjalanan leluhur yang diterimanya sebagai amanat. Umumnya orang Jawa berpendapat bahwa Bali adalah tempat Agama hindu Jawa disimpan dan diselamatkan oleh leluhur. Suku Jawa merupakan suku tersebar di indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Setidaknya sebagian besar penduduk indonesia merupakan suku Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di lampung, Banten, Jakarta, Sumatera dan hampir di semua propinsi yang ada di seluruh indonesia. Oleh karena itu dalam masyarakat suku Jawa banyak terdapat budaya yang berkembang saat ini, di antaranya adalah seperti Upacara Barikan . Secara umum setiap masyarakat yang berada di wilayah Jawa atau adat Jawa melakukan Upacara Barikan atau Upacara yang sama, tetapi secara khusus berbeda dalam setiap proses pelaksanaanya antara desa yang satu dengan desa yang lain. Perbedaan ini terdapat pada sarana dan prasarana

upacaranya , tempat dan waktu pelaksanaan, rangkaian pelaksanaan, pemimpin upacara dan doa yang digunakan. Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar masih tetap bertahan karena tradisi Jawa ini mengandung nilai-nilai filosofis dan merupakan warisan budaya leluhur yang diyakini relevan sepanjang jaman. Keunikannya nampak pada pelaksanaannya yang dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat dan semua agar berbaur dalam tradisi Upacara Barikan , baik yang beragama islam, hindu, budha dan kristen. Sedangkan keunggulannya, meski semua Agama berpartisipasi dalam tradisi Upacara Barikan namun tidak ada konflik yang berati misalnya, pengklaiman tradisi Upacara Barikan milik salah satu Agama (Seno, wawancara 20 November 2011). Ritual Upacara Barikan sebagai sarana untuk mengkokohkan muatan

kebudayaan yang didukung oleh masyarakat yang bersangkutan. Keterikatan dan keterlibatan pada anggota masyarakat itu dalam kegiatan Upacara tradisional merupakan bagian yang intregasi dan berguna sebagai informan bagi kehidupan budaya dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Bukan hanya hubungan dengan unsur emosi religiusnya tetapi unsur-unsur universal yang lain yaitu sistem kemasyarakat, pengetahuan, ekonomi, teknologi, kesenian, dan sosial keagamaan sehingga mampu merangsang rasa solidaritas dan kebersamaan antara anggota masyarakat. Pelaksanaan tradisi merupakan ritual budaya yang bersifat religi dilaksanakan secara turun-temurun. Hal ini sudah dibuktikan dengan berbagai 3

macam ragam Upacara keagamaan yang terjaga kelestarianya tanpa mengurangi maknanya. Budaya yang dipertahankan hingga sampai saat ini adalah wujud kewajiban manusia untuk melestarikannya. Kegiatan ritual adat Jawa dilaksanakan, dengan tujuan mengaktifkan kembali nilai-nilai luhur. Perkembangan kebudayaan mulai berkembang pesat, serta pola pikir manusia yang terarah. Sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan sebagai alat atau kontak komunikasi antara masyarakat semakin mudah. Adanya pengaruh budaya dari luar timbul perubahan-perubahan kehidupan sosisl dan religi. Manusia membentuk kebudayaan berkelompok tanpa menghilangkan budaya dan nilai luhur sebagai warisan yang harus diteruskan oleh generasi berikutnya. Kebudayaan yang ditinggalkan leluhur wajib penerus generasi mempertahankan dan mengembangkan dalam kehidupan sosial. Tradisi Barikan adalah warisan leluhur hingga kini masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut mengikuti proses kegiatan Upacara Barikan ini. Masyarakat bersama-sama menyiapkan sarana dan prasarana dan mengikuti hingga acara selesai. Ritual Upacara Barikan di Desa Tegalasri ini dilaksanakan pada malam hari yang dilakukan di perempatan jalan, ritual Upacara Barikan yang ada di Desa Tegalasri ini memakai dua versi doa yakni doa versi agama hindu jawa dan versi agama islam hal ini masih belum diketahui secara jelas alasan memakai dua versi doa. Berdasarkan latar belakang tersebut pelaksanaan Upacara Barikan sangat perlu untuk diteliti dan dikaji secara ilmiah sehingga pelaksanaan tetapi kita 4

dapat mengkaji dan memahami dari segi khazanah ilmiah. Berdasarkan fenomena di atas maka dilakukan sebuah penelitian dengan judul Bentuk Fungsi dan Makna Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

1.2 Rumusan Masalah Suatu hal yang unik dan menarik adalah keyakinan masyarakat dengan Upacara Barikan yang diadakan di Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar karena keunikan tersebut diatas maka perlu dikaji lebih dalam lagi, berupa suatu karya ilmiah dengan judul Bentuk Fungsi dan Makna Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat disusun rumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Bentuk Upacara Barikan Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar? 2. Apakah Fungsi Upacara Barikan Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar? 3. Apakah Makna Upacara Barikan Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar?

1.3 Tujuan Penelitian Dalam pelaksanaan suatu penelitian karya ilmiah, kita ketahui bahwa setiap aktivitas atau kegiatan tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai, 5

dimana

dapat

memberikan

arah

dan

sasaran

yang

tepat

terhadap

permasalahan. Adapun tujuan penelitian yang cukup jelas akan diperoleh hasil yang logis yang dapat dipertanggungjawabkan penyusunan karya ilmiah ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu serta memberikan pemahaman tentang pentingnya memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga tradisi yang merupakan kearipan lokal bagi Desa Tegalasri yang sudah dilangsungkan secara turun temurun. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan sebagai bahan perbandingan antara teori yang diterima di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan, serta untuk mengangkut nilai-nilai budaya yang masih tercecer di kalangan masyarakat baik dalam bentuk upacara, bahasa, kesenian, dan sebagainya.

1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Bentuk Upacara Barikan Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. 2. Dapat mengetahui Fungsi Upacara Barikan Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. 3. Untuk mengetahui Makna Upacara Barikan Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. 6

1.4 Manfaat Penelitian Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang tentu menghasilkan suatu manfaat yang dapat dipetik, serta dapat di jadikan sebagai bahan

perbandingan bagi pihak-pihak lain. Penelitian ini sangat penting dimana dapat mengulas secara jelas objek pada sasaran yang menunjang pelaksanaan penulisan ini menjadi lebih sempurna. Dengan demikian manfaat yang dimaksud dalam karya ilmiah itu dapat dilihat dari dua segi yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan di uraikan sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman, wawasan dan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat dan mahassiswa terkait tentang tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat digunakan Sebagai pedoman hidup dan menerima akan realitas keragaman dalam masyarakat sosial religius bagi umat hindu khususnya Desa Tegalasri dalam memahami informasi-informasi tentang keunikan Upacara Barikan .

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam suatu penelitian, kajian pustaka merupakan awal bagi peneliti dalam mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan subyek penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menemukan dokumen, buku-buku ataupun skripsi, tesis yang berhubungan dengan tradisi Upacara Barikan , baik melalui observasi di perpustakaan maupun informasi dari masyarakat di Desa Tegalasri dan dokumen yang tersebar di masyarakat. Ada beberapa karya tulis yang dipakai acuan, yang ada kaitannya dengan penelitian tentang Bentuk tradisi Upacara Barikan, Fungsi tradisi Upacara Barikan dan makna tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Kajian pustaka adalah kegiatan mempelajari, memahami dan mengutip berbagai teori, pandangan, pendapat, persyaratan dari ahli yang diperoleh dari berbagai sumber. Sumber yang dimaksud adalah berupa jurnal-jurnal dan penelitian yang terdahulu serta literatur atau buku-buku yang ada sebagai penunjang suatu karya ilmiah. Kajian tersebut dapat dipakai sebagai acuan dan landasan berpijak guna menganalisis data yang dijumpai dalam penelitian yang sedang dilakukan, dimana kajian tersebut bukan untuk membantah pandangan-pandangan yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya namun lebih pada bahan pertimbangan dan pembanding yang tentunya masih relevan 8

dengan penelitian yang sedang dilakukan. Sehubungan dengan penelitian yang dilaksanakan, maka perlu dikemukakan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dan tentunya dengan masalah yang diteliti yaitu tentang Upacara Barikan. Dwijatmiko (2002) dalam Skripsinya yang berjudul Kajian Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Upacara Sadranan di Dusun Mojoroto Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen Jawa Tengah menguraikan Upacara dewa Yadnya adalah suatu korban suci yang dilakukan oleh umat Hindu yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) yang biasanya melalui sinar sucinya yaitu para dewa. Selain arti dari dewa yadnya disini juga perlu diketahui bahwa dasarnya pelaksanaan upacara dewa yadnya dibedakan menjadi tiga golongan yaitu nitya karma yadnya, naimitika karma yadnya, dan karya dewa. Nitya karma yadnya yaitu pelaksanaan yadnya tiap hari yang dilakukan umat Hindu yang sifatnya

sederhana, misalnya sembahyang. Naitimika karma yadnya yaitu yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu, misalnya purnama, tilem, kajeng kliwon, dan hari raya lainnya. Karya dewa yaitu Upacara penyucian terhadap bangunan yang disucikan, misalnya odalan pura , melaspas, dan ngeteg linggih. Penelitian yang dilakukan oleh Dwijatmiko tersebut merupakan sebagai perbandingan terhadap Upacara Barikan dari segi bentuk

pelaksanaan maupun dari sarana yang digunakan mengingat upacara Sadranan dengan Upacara Barikan adalah Upacara Agama Hindu yang ada di Pulau Jawa merupakan satu rumpun kebudayaan. Berdasarkan hal inilah 9

apakah nantinya terdapat perbedaan ataukah semuanya sama dalam segi sarana yang digunakan. Budiono Herusatoto (2001) dengan bukunya yang berjudul simbolisme dalam Budaya Jawa. Yang menjelaskan tentang tindakan-tindakan Simbolis orang Jawa khususnya dalam menjelaskan tindakan religi orang Jawa mitos, religi, mistik dan ilmu pengetahuan bercampur aduk dan hidup berdampingan dengan damai di masyarakat. Kemudian unsur-unsur itu saling

mempengaruhi sehingga menjadi sebuah tradisi yang hidup subur dan kekal dalam kehidupan masyarakat Jawa. Pembahasan para pujangga Jawa selalu berkisar pada religi, tradisi, dan tindakan sikap hidup, simbolisme yang terkandung dalam karya tersebut. Ada tiga macam bentuk-bentuk simbolis diantaranya, tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi dan tindakan simbolis dalam tingkah laku atau etika dalam Upacara . Tindakan simbolis dalam religi lainnya, pemberian sesaji atau sesajen bagi sing mbaurekso atau dhanyang di pohon-pohon beringin, pohon-pohon besar yang berumur tua, tempat para tokoh terkenal dimakamkan atau tempattempat keramat lainnya. Maksud sesaji itu adalah untuk mendukung kepercayaan kepada mereka tentang makhluk yang tidak dapat di lihat serta mohon keselamatan atau agar yang bersangkutan tidak mengganggu ketentraman manusia baik individu maupun bersifat umum tindakan-tindakan religius Puspo Renanjoyo (2004) dengan penelitiannya yang berjudul Upacara Sedekah Bumi Sebagai Media Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa 10

Plajan Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah , dalam Skripsi tersebut menkaji secara mendalam tentang prosesi

pelaksanaan, fungsi serta peranan upacara Sedekah Bumi sebagai media kerukunan umat beragama. Sedekah Bumi menekankan kepada seluruh masyarakat menjalin hubungan yang harmonis dalam kehidupan sosial yang menciptakan kerukunan umat beragama tanpa membedakan satu sama lain. Kontribusi penelitian di atas dengan penelitian yang dilaksanakan, dapat membantu penelitian yang akan dilakukan, karena penelitian tersebut mengarah pada pelaksanaan fungsi Upacara Barikan secara religius maupun sosial dapat menjadikan hubungan yang harmonis antara sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan juga hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Subawa (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Toleransi Antar Umat Beragama di Kelurahan Kedurus Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya, menekankan pada bentuk dan sikap umat manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Subawa juga menyebutkan bahwa umat manusia khususnya umat Hindu diajarkan untuk merasa bersaudara antara satu dengan lainnya berlandaskan atas ajaran Tat Twam Asi . Penelitian ini memiliki kelebihan yakni memfokuskan pembahasannya pada sikap dan perilaku umat manusia dalam menjaga kehidupan bermasyarakat dan beragama sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama. Berdasarkan penelitian tersebut relevansinya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengarah di kalangan antar umat beragama karena dalam ajaran agama Hindu kita semua 11

berasal dari satu yaitu dari Brahman ( Sangkan Paraning Dumadi ). Dengan pelaksanan Upacara Barikan yang dilaksanakan di Desa Tegalasri

diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis yang telah dibina selama ini sehingga mampu menciptakan masyarakat yang hidup damai dan sejahtera di tengah-tengah pebedaan yang ada di kalangan umat beragama. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan ini terletak pada esensi kajiannya, dalam masing-masing upacara terdapat implementasi konsep pemeliharaan yang melingkupi sikap hormat dan percaya serta sujud bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa beserta segala manifestasi-Nya dan secara khusus memberikan penghormatan kepada dewa Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan. Selain itu juga konsep dalam Upacara seharusnya diaplikasikan kedalam sikap saling mengasihi antar sesama manusia, begitu juga penghormatan yang luar biasa kepada para leluhur. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada objek kajian nya, yakni mengkaji implementasi konsep wanakerti pada upacara tumpek wariga di Provinsi Bali, jadi jelas berbeda dengan kajian dalam U pacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, ada konsep Hindu yang mendasari pelaksanaan Upacara tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji pada satu sisi saja yakni melaksanakan Upacara Barikan yang merupakan tradisi dari turun temurun yang dilaksanakan masyarakat Desa Tegalasri sehingga terjalin hubungan yang harmonis kerukunan antar umat beragama. Ariyani (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Eksistensi Upacara Merapuh dalam Perspektif Tri Hita Karana. Penelitian ini dilaksanakan di 12

Desa Pakraman Bugbug Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem. Dari hasil penelitian ini berupa bentuk upacara mererapuh terdiri dari tempat pelaksanaan upacara , sarana dan prasarana Upacara , waktu pelaksanaan Upacara, dan rangkaian Upacara . Bentuk dari Upacara mererapuh membersihkan bhuana agung dan bhuana alit . Upacara ini menyangkut dengan tiga aspek yaitu Parahyangan yang bertujuan untuk membersihkan dalam mempersiapakan sarana dan prasarana serta persembahyangan bersama dan Palemahan yaitu pembersihan bhuana agung dan bhuana alit agar tercipta kesejahteraan dan kedamaian bagi masyarakat desa setempat. Dalam Upacara Mererapuh dan Upacara Barikan dalam kaitannya, fungsi dan makna yaitu sama-sama untuk membersihkan bhuana agung dan bhuana alit. Dengan tujuan memohon keseimbangan pelaksanaan Tri Hita Karana demi kemakmuran dan kemakmuran warga dan diberikan keselamatan jasmani dan rohani. Robi dalam Skripsinya yang berjudul Upacara Bersih Desa di Desa Kesamben Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang tahun 2011, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar menyatakan bahwa: Tradisi Bersih desa merupakan tradisi yang dilakukan setahun sekali yang jatuhnya setiap akhir bulan besar dalam kalender Jawa yang dilaksanakan oleh masyarakat yang ada di Desa Kesamben Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang ini masih meyakini dan melestarikan tradisi Upacara Bersih Desa yang dilaksanakan secara turun temurun. Pelaksanaan upacara Bersih Desa ini diyakini oleh Malang ini sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa 13

yang dikarenakan telah mendapatkan karunia atau kertha waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, setelah masyarakat setempat berhasil melaksanakan usahanya seperti bercocok tanam bagi para petani dan berkebun. Masyarakat meyakini dengan adanya upacara Bersih Desa ini, masyarakat mendapatkan perlindungan dan anugrah dari Tuhan dan masyarakat di Desa setempat terhindar dari marabahaya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Upacara Bersih Desa di Desa Kesamben Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang, sama-sama tradisi Jawa yang masih bertahan turun-temurun dan tradisi yang dilakukan sebagai wujud rasa syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah dianugrahkan. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada ritual dan juga objek atau tempat yang dikaji, penelitian ini mengkaji Upacara Barikan Desa Tegalasri Kabupaten Blitar dan upacara Bersih Desa. Hasil penelitian tersebut, ternyata belum ada yang mengkaji tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar secara mendalam, sebab dalam pelaksanaan Upacara Barikan disamping menggunakan sarana upacara juga terdapat pesan-pesan agama yang disampaikan melalui Upacara Barikan ini yang sangat penting artinya bagi pembinaan sosial budaya dan pembentukan karakter juga menerima ilmuilmu agama terutama bagi generasi muda yang terlibat langsung dalam masyarakat di Desa Tegalasri.

14

2.2 Konsep Menurut Sudarminta (2002:87), konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan objek yang diketahui, pikiran dan kenyataan. Maksudnya dalam konsep dijadikan perantara untuk mengenal, memahami dan menyebut suatu objek. Konsep dapat dimengerti dari sisi subjek, suatu konsep adalah kegiatan merumuskan dalam pikiran atau menggolong-golongkan. Sedangkan dari sisi objek, suatu konsep adalah isi kegiatan tersebut artinya, apa makna konsep tersebut. Landasan konsep dalam penelitian ini memuat uraian sistematis tentang pemikiran yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Peneliti mencari pengertian-pengertian atau konsep-konsep yang relevan dengan variabel-variabel yang menjadi topik penelitian ini, sehingga diperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap permasalahan yang dikemukakan berturut-turut, yaitu:

2.2.1 Bentuk Poerwadarminta (1985:122) bahwa bentuk artinya (1) rupa, wujud bangun, (2) lengkung lekuk, (3) sistem dan susunannya, wujud yang kelihatan lebih jauh di katakan bahwa bentuk adalah mulai dari yang dasar hingga yang paling rumit. Bentuk dalam konsep pemikiran adalah mulai konsep ( conceptus:concept) proposisi atau pernyataan hingga mencapai penalaran ( ratiociniup:reasoning).

15

Mengacu pada berbagai pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diartikan bahwa istilah bentuk tersebut memiliki pengertian. Kata bentuk terutama mengacu kepada bentuk, rupa, tatanan, keberadaan sesuatu tampak secara fisik. Dalam penelitian ini, bentuk Upacara Barikan yang dimaksudkan adalah bentuk pelaksanaan kegiatan Upacara sarana dan prasarana, tempat dan waktu pelaksanaan, rangkaian perlengkapan Upacara, pemimpin Upacara dan doa dengan melalui tahapan-tahapan dalam mencapai suatu tujuan.

2.2.2 Fungsi Poerwadarminta (1985:283) menguraikan pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Selain juga kata fungsi bermakna: 1) pekerjaan yang dilakukan, 2) kerja suatu bagian tubuh dan besaran yang berhubungan, besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah maka besaran yang lain juga berubah, 3) jabatan yang dilakukan. Pengertian fungsi dalam konteks guna, sejalan dengan Malinowski dalam teori fungsional struktural. Guna yang kaitannya dengan kebutuhan psikologis individu-individu masyarakat. Fungsi akan memberikan rancang bangun dari salah satu kehidupan beragama. Kehidupan beragama dalam bentuk upacara akan memberikan kekentalan nuansa kehidupan. Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud fungsi dalam penelitian ini adalah semua yang mencakup kegunaan Fungsi yang di dapat seperti fungsi religi, fungsi sosial. 16 Upacara Barikan .

2.2.3 Makna Poerwardaminta (1985:624) menguraikan bahwa makna berati

maksud. Aspek makna digunakan untuk menemukan kebenaran secara empiris dan rasional yang terkait guna kehidupan manusia sehingga ilmu tidak bebas nilai. Mengetahui makna berati mengetahui maksud. Makna

dipahami dan dicari dengan menapsirkan atau interprestasi misalnya menapsirkan isi puisi berati mencari makna puisi. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud makna dalam penelitian ini adalah maksud Upacara Barikan. Makna akan di dapat melalui penapsiran atau interpretasi hal-hal yang digunakan dalam Upacara Barikan, seperti makna spiritual, makna keharmonisan sosial.

2.2.4 Tradisi Upacara Barikan Menurut (Sriningsih, 2000:11), kata tradisi berasal dari kata tradere yang berati mengalihkan, menyampaikan, dan menyerahkan untuk

diteruskan. Dalam perkembangannya lebih lanjut, tradisi diartikan sebagai adat istiadat turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan masyarakat dan hal itu sudah menjadi kebiasaan. Biasanya kalau hal yang sudah menjadi tradisi tersebut tidak dijalankan atau dilaksanakan, maka pendukung kebudayaan tersebut merasakan ada kesalahan yang mereka langgar. Jadi dari pengertian tradisi di atas dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa: tradisi itu merupakan suatu rangkaian kehidupan sosial dari nenek 17

moyang, yang harus atau wajib dilakukan atau diterapkan, secara turun temurun. Tapi setiap tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang perlu dipahami maknanya dalam konteks kehidupan. Mas Putra (1974:11-12) menjelaskan kata Upacara berasal dari kata Upa dan cara. Kata upa berhubungan dengan dan cara berasal dari kata car yang berati gerak, kemudian mendapat akhiran a menjadi kata benda yang berati gerakan. Jadi Upacara adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan atau dengan kata lain, Upacara adalah gerakan (pelaksanaan) dari pada upakara-upakara didalam salah satu yadnya. Demikian juga dalam penjelasan Surayin (2004:9) menyatakan bahwa Upacara berati perlakuan, pelayanan atau penghormatan. Upacara dilakukan untuk membangun semangat masyarakat untuk senantiasa mendekatkan diri antara sesama diwujudkan dengan saling hormat menghormati dan saling tenggang rasa sesuai dengan swadharma masing-masing dan yang paling utama adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Barikan menurut Nyoto (dalam wawancara 20 November 2011) mengatakan bahwa Barikan adalah tulak balak atau menolak bencana. Sehingga Barikan adalah ritual masyarakat Jawa untuk memohon kepada Gusti Engkang Maha Agung dan diberikan keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya. Jadi tradisi Upacara Barikan adalah suatu kebiasaan masa lalu hingga masa kini dengan mengadakan ritual warisan budaya Jawa secara turun temurun dari nenek moyang yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat 18

yang meyakininya, melalui suatu upacara untuk memohon keseimbangan atau keharmonisan dan dijauhkan dari marabahaya.

2.3 Teori Untuk mendapatkan jawaban yang bersifat teoretis dan sistematis terhadap berbagai permasalahan yang diajukan, maka diperlukan landasan teori yang dapat dijadikan bahan pijakan dalam usaha mendapatkan jawaban yang diharapkan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya sebuah pemahaman terhadap landasan teori dalam penyusunan suatu karya ilmiah. Mengungkapkan teori yang digunakan berati mengemukakan teori atau teori-teori yang relevan yang memang benar-benar digunakan untuk membantu menjelaskan atau menganalisis secara logis dan rasional fenomena sosial yang diteliti. Sebuah penelitian kualitatif memerlukan suatu teori dalam memahami dan menjelaskan terjadinya fenomena sosial yang diteliti (Hamidi, 2005:50). Penelitian karya ilmiah memilki landasan teori yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Teori memegang peran cukup penting untuk mengungkap segala gejala dan selanjutnya dapat memprediksi dari hasil kajian tersebut. Teori dapat dimanfaatkan untuk sistematisasi pengetahuan dan mengembangkan hipotesa. Selain itu teori juga berfungsi untuk penjelasan, prediksi dan kontrol sosial (Zamroni, 1992:4-5). Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penelitian ini digunakan teori yang sesuai dengan tema penelitian yaitu mengenai Bentuk Fungsi dan Makna 19

Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Dalam buku Pengantar Ilmiah dijelaskan bahwa: Sekumpulan dan data saja belum memberikan jalan yang yang lapang kepada penyelidik atau peneliti didalam melakukan penelitian, karena data baru mempunyai arti, fungsi, manfaat dan guna apabila tersusun dalam satu pemikiran yang disebut dengan teori (Winarno, 1994:63). Sehubungan dengan hal tersebut maka ada beberapa teori yang dipakai sebagai landasan atau pedoman agar dapat mengarahkan peneliti dalam menelaah, memahami, persoalan yang dikaji. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini yakni : 1) Teori Simbol, 2) Teori Religi, 3) Teori Fungsional Struktural.

2.3.1 Teori simbol Simbol adalah suatu hal atau keadaan yang merupakan pengatar terhadap objek. Simbol tidak terbatas pada isarat fisik, tetapi juga berwujud penggunaan kata-kata (simbol suara) yang mengadung arti bersama serta bersifat standar. Simbol berfungsi pemahaman subjek kepada objek dalam makna tertentu, simbol sering kali memiliki makna mendalam, yaitu sesuatu konsep yang paling bernilai dalam kehidupan sesuatu masyarakat (Triguna, 2000:7). Kata simbol berasal dari Yunani yaitu sumballo (sumballein) yang berati berwawancara, merenungkan, memperbandingkan, bertema, memaparkan, dimengerti dalam kehidupan nyata, oleh subyek dipersatukan oleh obyek nilai dan makna dibalik simbol itu. Jadi simbol berati penggambaran suatu obyek yang sifatnya dan wujudnya abstrak menjadi 20

nyata karena fungsinya membantu manusia untuk melakukan aktivitas ritual, menambah rasa bhakti umat kepada Tuhan. Dengan menggunakan simbolsimbol yang terdapat dalam Bentuk Fungsi dan Makna Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, dapat dijadikan sebagai media umat Hindu untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dan menghormati para leluhur. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori simbol yang mempunyai maksud bahwa segala perbedaan tanda yang menjadi satu dan tak terpisahkan maka akan dapat memberikan nilai tambah dan menjadi simbolis. Demikian pula pelaksanaan Upacara Barikan dalam rangkaiannya dilakukan secara berbeda-beda dan mempunyai simbol-simbol tertentu. Namun dalam rangkaian Upacara Barikan ini pada intinya mempunyai kesatuan yang utuh dan tidah dapat terpisahkan antara rangkaian upacara satu dengan lain atau selalu berkesinambungan dari kesatauan atau kesinambungan inilah dalam rangkaian Upacara Barikan yang dilakukan dari awal hingga akhir memiliki makna simbolis. Teori simbol ini digunakan sebagai sarana untuk membedah tentang simbol-simbol dalam pelaksanaan bentuk Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

2.3.2 Teori Religi Religi adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional. Koentjaraningrat (1997:197) memberi pengertian religi adalah segala sistem perbuatan untuk mencapai suatu maksud dengan cara 21

menyadarkan diri pada kehendak dan kekuasaan makhluk-makhluk halus (misalnya roh, dewa dan sebagainya) yang menghuni alam semesta ini , menyebutkan bahwa perilaku manusia yang bersifat religi itu terjadi karena: 1. Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh, 2. Manusia mengakui adanya berbagai gejala yang tidak dapat dijelaskan dengan akal. 3. Keinginan manusia untuk menghadapi berbagai krisis yang senantiasa dialami manusia dalam hidupnya. 4. Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di

sekelilingnya adalah kesadaran manusia akan konsep roh, yang sebaliknya disebabkan oleh dua hal, yaitu: a) Perbedaan yang tampak antara benda-benda yang hidup dan benda-benda mati. Dengan demikian gerak dalam alam (yaitu hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada

disamping tubuh jasmaninya, yakni jiwa (yang kemudian lebih khusus disebut roh). b) Pengalaman bermimpi, dalam mimpinya manusia melihat dirinya berada di tempat-tempat lain selain tempat yang tertidur. Manusia dan bagian lain dirinya, yaitu jiwanya (rohnya ) yang pergi ketempat lain (Koentjaraningrat,

1997:194-195). Dasar-dasar religi menjadi lima komponen yaitu: 1) Emosi keamanan (gertaran jiwa) yang menyebabkan manusia didorong untuk berperilaku 22

keagamaan, 2) Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam goib, hidup, maut, dan sebagainya 3) Sistem ritual dan Upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut, 4) Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi dan upacara keagamaan 5) Alat-alat fisik yang di gunakan dalam ritual dan Upacara keagamaan (Koentjaraningrat,1997:201-2). Tujuan digunakannya teori Religi dalam penelitian ini adalah untuk membantu pemahaman tentang pelaksanaan Tradisi Upacara Barikan sebagai suatu proses untuk mendekatkan diri serta wujud bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Teori Religi ini tepat digunakan untuk mengkaji tentang fungsi religi dan fungsi sosial Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

2.3.3 Teori Fungsional Struktural Simanjuntak (dalam Wiliyanti, 2008:32), dalam bukunya yang berjudul Teori Interaksionalisme Imperatif dinyatakan bahwa : dalam teori struktural fungsional badan manusia dilihat atau dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri dari organ-organ yang saling berhubungan, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak. Setiap organ mempunyai satu atau beberapa fungsi tertentu, yang penting bagi kepentingan organ-organ lain atau bahkan seluruh organisme tubuh.

23

Mansour Fakih (dalam Wahyuningrum, 2007:23), dalam buku yang berjudul analisis Gender dan transfomasi Sosial, dengan mengutip pendapat Robert Morton dan Talcott Parsons menyatakan bahwa : masyarakat sebagai sistem yang terdiri atas bagian yang saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur, politik sampai rumah tangga). Masing-masing bagian secara terusmenerus mencari keseimbangan ( equilibrium ) dan harmoni. Talcott Parson dalam Halminton (1990 : 6) yang dinyatakan bahwa : Fungsi berasal dari kata function yang artinya kegunaan,dalam usaha untuk mencapai kegunaan yang maksimal terlihat berbagai fungsi secara bersama. Suatu masyarakat yang hidup merupakan sistem sosial dan suatu sistem sosial mempunyai struktur juga seperti halnya bumi, makhluk atau molekul. Bentuk dan struktur sosial pada dimensi didik maupun diferensinya dapat memahami dan mengerti latar belakang kehidupan kekerabatan, ekonomi, religi, mithologi dan sektor-sektor lain dalam kehidupan masyarakat Dalam penelitian ini menggunakan teori fungsional struktural dalam mengkaji upacara Barikan yang bersifat magis dan spiritual yang masih melekat pada masyarakat jawa dimana pelaksanaan ini terjalin hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa hubungan antara manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan sesama sehingga terjalin hubungan yang harmonis antar umat beragama.

24

2.4 Model Penelitian TRADISI BUDAYA GLOBALISASI

UPACARA BARIKAN

BENTUK UPACARA BARIKAN DI DESA TEGALASRI

FUNGSI UPACARA BARIKAN DI DESA TEGALASRI

MAKNA TRADISI UPACARA DI DESA TEGALASRI

TERCIPTANYA HUBUNGAN HARMONIS DALAM UPACARA BARIKAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Keterangan : : Hubungan dua arah saling berkaitan : Hubungan langsung satu arah : Hubungan satu arah (Harapan yang ingin dicapai).

25

Penjelasan : Budaya adalah keberagaman adat-istiadat, suku, bangsa yang beraneka ragam yang perlu dijaga dan dilestarikan. Pulau Jawa pada umumnya masih mengenal Upacara Barikan yaitu tulak balak atau menolak bencana. Seiring berjalannya waktu, Upacara Barikan mengalami pergeseran dengan

perkembangan jaman yang terus berkembang dan maju dewasa ini. Hal ini disebabkan karena mulai munculnya kebudayaan luas yang disebut dengan globalisasi. Tradisi adat jawa sangat berpengaruh bagi kehidupan

bermayarakat, maka pada pelaksanaan Tradisi Barikan Di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar ditemukan suatu permasalahn di antaranya 1) Bagaimanakah Bentuk Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, 2) Apakah Fungsi upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, 3) Apakah Makna upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Dari ketiga permasalahan di atas maka pada pelaksanaan Tradisi Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar ditemukan sebuah

permasalahan yang di cari ketiga permasalahan tersebut muncul sebuah harapan yang besar dari masyarakat yang nantinya dijaga dan dilestarikan keberadaanya untuk menjaga atau memohon kesejahteraan dan terciptanya hubungan yang harmonis antar umat beragama.

26

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara untuk menghasilkan faktafakta dan teori yang tersusun baik untuk mencapai sesuatu (Suryabrata, 2003:66). Dengan demikian metode penelitian adalah alat untuk mengambil kesimpulan, menjelaskan dan menganalisa masalah sekaligus merupakan alat untuk memecahkan masalah tersebut atau dengan kata lain merupakan formalisasi atau perwujudan dari metode berpikir. Dalam penelitian lapangan ini, ada beberapa metode dipergunakan dalam menunjang proses penelitian atau jalannya penelitian, mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai penelitian berakhir dan menghasilkan suatu karya ilmiah yang diakui kebenarannya. Penelitian seharusnya

mempergunakan metode yang relevan, serasi, praktis, dan sesuai dengan kemampuan atau kesanggupan peneliti. Adapun metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Upacara Barikan ini berlokasi di Desa Tegalasri pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan. Seperti dijelaskan Zamroni (1992:81-89), penelitian kualitatif secara umum memiliki karakteristik: (1) mempunyai latar belakang alamiah yang mana peneliti sendiri menjadi instrumen inti, dimana peneliti lebih banyak mempergunakan waktu di daerah penelitian 27

untuk mengamati dan memahami permasalahan secara mendalam. Peneliti dibantu dengan alat bantu berupa alat seperti potret saat persiapan sampai ritual berlangsung dan berakhir di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar; (2) bersifat deskriptif, dimana data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata atau gambar dari pada data dalam wujud angkaangka. Laporan yang ditulis sering mengambil kutipan data dalam rangka menunjukkan pentingnya sesuatu yang dihadapi; (3) menekankan proses daripada produk; (4) cenderung menganalisis data secara induktif atau berangkat dari hal-hal khusus yang berhasil dikumpulkan; (5) mementingkan peran makna, dimana sesuatu perilaku atau gejala bisa lebih banyak mempunyai arti. Menurut Sugiyono, (2005:1) penelitian Kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang terjadi secara ilmiah (berbeda dengan eksperimental yang bersifat bantuan), dimana peneliti sebagai instrumen kunci. Objek penelitian kualitatif terdiri dari objek yang alamiah, sehingga penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Penelitian Deskrpriptif menurut Moleong (2004:6) data yang

dikumpulkan peneliti tersebut berbentuk: kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Penelitian ini dapat bersaumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumentasi pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.

28

Memperhatikan pendapat ahli di atas, jelaslah bahwa penelitian ini data-data yang ditampilkan berbentuk kualitatif deskriptif. Data berasal dari

wawancara, buku-buku dan sumber lainnya.

3.2 Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penentuan atau lokasi objek yang akan dijadikan untuk memperoleh data adalah Upacara Barikan di Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Alasan penelitian menggunakan Upacara Barikan adalah dengan pertimbangan Desa Tegalasri merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar yang dimana penduduknya sangat majemuk. Di Desa Tegalasri ada lima agama yang berkembang sampai saat ini, yaitu Hindu, Islam, Kristen, Katolik, budha. Meskipun berbeda agama tetapi, masyarakat Desa Tegalasri selalu hidup rukun dan berdampingan antara pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya. Seperti halnya pada saat Upacara Barikan , masyarakat Desa Tegalasri selalu melaksanakan Upacara Barikan bersama-sama. Selain itu pula untuk mendukung keaslihan data, lokasi penelitian akan melibatkan beberapa subjek penelitian adalah individu-individu yang memiliki

keterkaitan dengan objek penelitian, di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

29

3 3 Jenis Dan Sumber Data Jenis data merupakan cara peneliti untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan untuk kelengkapan dalam menyusun karya ilmiah. Berdasakan pengambilan data dilapangan peneliti menggunakan dua jenis dan sumber data yaitu: Data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan

dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer ini, disebut juga data asli. Data primer dalam penelitian ini adalah informasi-informasi yang diperoleh dari informan yaitu orang-orang yang mengetahui tentang kehidupan antar umat beragama di Desa Tegalasr (Iqbal, 2002:167). Dalam hal ini yang menjadi data primer adalah berupa informan yang diperoleh seperti : tokoh agama, seperti pemangku, modin desa Tegalasri dan masyarakat terkait yang dijadikan sebagai informan kunci untuk mendapat informasi yang akurat sehingga data yang diperoleh semakin jelas mengenai Upacara Barikan. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari kepustakaan atau laporan penelitian terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia ( Iqbal, 2002:167). Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah dari buku-buku yang menyangkut tentang Tradisi Upacara Barikan dan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait. Dalam penelitian ini penulis menggunakan gabungan antara data primer dan data sekunder saling melengkapi dan menunjang, meskipun pada dasarnya kedua data tersebut 30

berdiri sendiri-sendiri. Dalam penelitian untuk mencapai kelengkapan apabila ada dan ditunjang dengan data sekunder demikian pula sebaliknya, data sekunder akan mudah didapatkan apabila data primer cukup lengkap dalam menunjang permasalahannya. Dalam hal ini dapat dilakukan karena informan-informan yang dijadikan obyek penelitian memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi data keterangan berkenaan dengan bentuk fungsi dan makna tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengkumpulan data adalah golongan teknik yang khusus dipergunakan sebagai alat untuk mencari data. Untuk memperoleh data yang valid dan objektif dalam usaha pengkumpulan data pada penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1) Metode Observasi, 2) Metode Wawancara,3)Metode Studi Keperpustakaan,4)Metode Dokumentasi.

3.4.1 Metode Observasi Observasi disebut juga dengan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat lebih dekat kegiatan yang dilakukan apabila objek penelitian bersifat prilaku atau tindakan manusia dan fenomena alam (Riduwan,2004:76).

31

Narbuko

(2008:70-72),

menjelaskan

observasi

adalah

alat

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Ditinjau dari jenis teknik observasi dibedakan atas, observasi partisipan dan observasi non partisipan. Observasi partisipan adalah kedudukan peneliti terlibat langsung dan ikut dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik observasi non partisipan karena peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti atau diamati, seolah-olah bukan bagian dari mereka. Langkahlangkah untuk memperoleh data yang jelas dan lengkap maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, di antaranya dengan menggunakan alat-alat observasi yang bisa digunakan yaitu, mempersiapkan catatan, alat tulis, pedoman wawancara, kamera atau alat perekam lainnya dan yang terakhir dilakukan adalah mencatat hasil observasi secermat-cermatnya. Melalui pengamatan dan keterlibatan serta pencatatan secara

sistematis diharapkan dengan metode ini dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai Tradisi upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.

3.4.2 Metode Wawancara Wawancara adalah komunikasi secara langsung (bertatap muka) dengan melalui percakapan sehingga terjadi komunikasi yang aktif. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara 32 yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2004:135), antara lain:

mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lainnya. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan yang melibatkan dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan langsung informasi atau keterangan-keterangan. Teknik penggunaan interview ini dapat dilakukan dengan mempersiapkan beberapa hal, antara lain: (1) menentukan materi yang dipakai bahan untuk interview, (2) menentukan jenis interview, (3) menentukan teknik pencatatan data hasil interview, (4) menentukan waktu pelaksanaan interview. Jenis jenis wawancara yaitu wawancara tak terpimpin, wawancara terpimpin dan wawancara bebas terpimpin. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah jenis wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara keduanya, jadi pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.

Pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai apabila ternyata sudah menyimpang, pedoman wawancara berfungsi sebagai pengendali jangan sampai proses wawancara kehilangan arah (Narbuko, 2008:83-85). Langkah-langkah yang diambil dalam pelaksanaan wawancara

menurut Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2005:76), adalah: 1) menetapkan subjek atau siapa yang hendak diwawancarai, 2) mempersiapkan 33

pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan dengan cara membuat pedoman wawancara yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, 3) Mengawali atau membuka dengan alur wawancara kemudian 4)

melangsungkan

wawancara

sesuai

pedoman

wawancara,

Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 5) Menulis hasil wawancara yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan dengan mengunakan sumber-sumber informasi dalam penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat seperti modin Desa, tokoh masyarakat dan masyarakat lainnya.

3.4.3 Studi Kepustakaan Tehnik studi pustaka dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri teks-teks yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam hal ini akan diusahakan mencari, menelaah literatur atau bahan tertulis cara yang dilakukan atau mempergunakan studi pustaka berupa membaca berbagai buku-buku dan media massa yang relevan serta mengutip bagian yang penting. Penggunaan teknik ini dengan tujuan untuk dapat mengumpulkan data dengan jalan membaca buku-buku. Studi kepustakaan adalah suatau cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan penelitian kepustaaan seperti melalui membaca, menulis, mengutip materi terkait dengan penelitian ini.

34

3.3.4 Studi Dokumentasi Dokumentasi adalah merupakan catatan atau peristiwa yang sudah berlalu, Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya munomental dari seseorang. Misalnya : cerita, biografi, foto, gambar, karya seni, film dan sebagainya. (Sugiyono, 2005:82) Metode dokumentasi digunakan untuk memperkuat analisis data melalui visualisasi data, berupa foto-foto dalam kaitannya dengan objek penelitian dalam bentuk

pendokumentasikan pada Upacara Barikan di Desa Tegalasri

3.5 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa pedoman wawancara yang diilengkapi dengan tape recorder, camera digital dan pencatatan. Pedoman wawancara dipergunakan untuk memperlancar komunikasi dengan para informan (narasumber) yang berupa sejumlah pertanyaan lisan diajukan oleh peneliti dan dijawab secara lisan oleh informan. Penggunaan pedoman wawancara ini untuk menghindari terjadinya kefakuman akibat kehabisan pertanyaan dicatat dengan alat tulis dan tanya jawab. Sedangkan untuk mendokumentasikan Tradisi Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi difoto dengan kamera digital.

35

3.6 Penentuan Informan Informan adalah orang-orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam melakukan penelitian sangat diperlukan seorang informan yang dapat memberikan infomasi secara langsung dan memudahkan peneliti untuk memperoleh data dan informasi yang banyak dengan waktu yang relatif singkat. Informan juga dapat dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, dan membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subyek lainnya (Moleong, 2004: 90). Penelitian kualitatif sumber data yang diperoleh dari manusia sering disebut dengan informan yang dipilih secara porposive random sampling. Teknik ini dipilih berdasrkan rasional peneliti bahwa informan mempunyai data seperti apa yang diharapkan oleh peneliti yang merupakan kunci dari informan. Informan mempunyai kedudukan yang sangat penting dan diperlukan sebagai subyek yang memililki kepribadian, harga diri, kemampuan dan peranannya sebagai mana mestinya. Informan yang dimaksudkan disini adalah orang yang tahu atau terlibat langsung sebagai pelaku dalam kegiatan tersebut sehingga menentukan berhasil tidaknya penelitian yang dilakukan. Penentuan informan berdasarkan kemampuan secara akurasi dapat memberikan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian ini disebut dengan porposive random sampling. Jika data yang diperoleh belum lengkap maka dilakukan teknik snowball random sampling (bola salju). Artinya semakin banyak mencari data semakin banyak pula memperoleh informasi atau data yang diharapkan. Teknik snowball ini digunakan untuk menunjuk 36

informasi tambahan, sampai benar-benar memperoleh data yang akurat agar penelitian menjadi lebih sempurna. Peneliti menggunakan kedua-duanya yaitu baik porposive random sampling, maupun snowball random sampling untuk mendapatkan data Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Teknik porposive random sampling peneliti gunakan untuk menggali informasi seluas-luasnya tentang Upacara Barikan , seperti mendatangi tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap representatve dalam pelaksanaan upacara tersebut. Ketika data yang diperoleh belum memadai dengan cara yang pertama maka digunakan cara yang kedua yaitu snowball random sampling yaitu dengan menunjuk informasi kunci, maka informan kunci dalam penelitian ini adalah modin desa atau sesepuh desa di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

3.7 Teknik Analisis Data Riduwan (2004:106), menyatakan teknik pengolahan data merupakan suatu kegiatan yang terpenting dalam dalam prosedur penelitian. Kekeliruan dalam mengambil analisis dan perhitungan akan berakibat fatal pada kesimpulan, generalisasi maupun interpretasi. Hal ini ini perlu dikaji secara mendalam hal-hal yang menyangkut pengolahan data, supaya bisa memilih dan menentukan secara tepat (accuracy) dalam pengolahan data. Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini menggunakan

pengolahan data deskriptif kualitatif yang merupakan suatu cara pengolahan 37

data yang dilakukan dengan jalan menguraikan dan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek dan subjek suatu penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan (Nawawi, 1993:63). Analisis data dilakukan secara bertahap pada setiap data yang terkumpul. Analisis data dan pengumpulan data dilaksanakan secara berulang-ulang (cyclical) guna menemukan pemecahan masalah secara garis besar setelah pencatatan di lapangan, maka proses analisis bersifat kualitatif.

3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses kegiatan penelitian yang dilakukan. Sistematika penyajian hasil penelitian akan dituangkan menjadi lima bab. Hasil penelitian ini disajikan secara deskriptif dalam bentuk skripsi. Penggambaran tersebut dilakukan sesuai dengan hasil yang diperoleh setelah dianalis, diinterpretasikan dan kemudian ditarik suatu kesimpulan. Tata cara penulisan skripsi mengikuti penulisan skripsi yang telah ada di lingkungan IHDN. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia ragam baku dengan gaya bahasa keilmuan yang bercirikan antara lain, lugas, jelas, tidak emosional dan argumentative.

38

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar Jawa Timur. Terkait diskripsi objek penelitian diuraikan beberapa hal tentang (1) sejarah Desa Tegalasri; (2) Letak Lokasi Desa Tegalasri; (3) Penduduk dan mata pencaharian (4) Agama; (6) Bidang pemerintahan.

4.1.1 Sejarah Desa Tegalasri Pada umumnya suatu tempat atau daerah desa khususnya di Jawa, masing-masing mempunyai sejarah tersendiri. Sejarah merupakan sebagian dari kehidupan manusia di dunia ini. Apalagi kalau sejarah menyangkut tentang silsilah leluhur sendiri dengan garis lurus dan cabang-cabang keturunannya. Serta Sila Dharma yang menjadi hak dan kewajibannya dapat menimbulkan keindahan rasa yang berbentuk Cinta Bhakti yang mesra dan suci terhadap leluhurnya dan Sila Dharma. Dalam kehidupan di dunia ini agak terasa hampa, apalagi tidak mengenal asal-usul serta keadaan diri sendiri, dan tidaklah cukup hanya sekedar dikenal saja. Untuk sejenak mengajak pembaca mengenal latar belakang sejarah asal muasal Desa Tegalasri serta timbulnya nama Desa Tegalasri penulis sajikan uraian singkat sebagai berikut: 39

Mengenai sejarah Desa Tegalasri sampai saat ini belum diketahui secara pasti, sebab hingga penelitian ini dilakukan belum ada bukti-bukti secara tertulis yang mengungkapkan riwayat berdirinya Desa Tegalasri. Menurut cerita tentang sejarah Desa tegalasri yang diperoleh dari kepala Desa yang masih menjabat sekarang, para orang tua, tokoh masyarakat, tokoh Agama dan para sesepuh desa, meraka menceritakan tentang sejarah Desa Tegalasri berdasarkan cerita turun-temurun yang mereka terima dari orang tua mereka. Adapun uraian ceritanya tersebut sebagai berikut: Wilayah Tegalasri berdiri pada tahun 1951 pada awalnya adalah perkebunan karet yang kuasai oleh Belanda dan banyak rakyat yang dipekerjakan secara paksa yang selalu dikawal oleh tentara belanda. Karena kekejaman tentara memperkerjakan rakyat banyak yang mati dan tersiksa. kemudian datang dua tentara yang berkeinginan mengusir belanda akhirnya mereka menyusup menjadi pekerja dan mengumpulkan para pemuda untuk mencari cara membebaskan rakya Desa Tegalasri dengan mejadi tentara dan disebut tentara pelajar akhirnya tentara pelajar bisa mengusir belanda. Karena banyaknya penduduk yang membutuhkan tempat tinggal pada waktu itu, perkebunan karet diserahkan kepada penduduk yang ingin menetap di daerah tersebut dengan catatan mampu mendirikan Desa sendiri berserta perangkatperangkatnya kemudian berdiri Desa Tegalasri yang berasal dari dua suku kata yaitu tegal dan asri Tegal yang berarti kebun dan asri yang berarti subur . Pendirian Desa Tegalasri yaitu pada bulan malam satu sura dengan 40

menggunakan sesaji yang dilaksanakan diperempatan jalan. Masyarakat mengangap bulan sura kurang baik dalam melakukan kegiatan atau upacara seperti pernikahan, membangun rumah, khitanan dan lainnya yang bersifat sakral (Wagi, Wawancara 21 November 2012). Dalam uraian diatas, masyarakat Jawa mengangap tradisi yang bersifat sakral dalam melaksanakan upacara harus ditentukan dengan perhitungan Jawa agar tidak terjadi hal-hal negatif dalam kehidupannya.

4.1.2 Letak Geografis Desa Tegalasri Desa Tegalasri masuk wilayah kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dengan luas wilayah sekitar 925Ha. Tegalasri sebagai pusat pemerintahan Desa. Mengenai batas dari Desa Tegalasri adalah sebagai berikut:

Sebalah Utara berbatasan dengan Desa Semen Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ngadirenggo Sebelah Barat berbatasa dengan Desa Ngadirenggo Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Balerejo

Desa Tegalasri merupakan merupakan daerah perbukitan dengan letak ketinggian di atas permukaan air laut. Sehingga suhu rata-ratanya berkisar 15-20C. Sedangkan banyaknya curah hujan di Desa Tegalasri sekitar 250 mm/tahun dengan retribusinya adalah 6 bulan musim hujan 6 bulan musim kemarau.

41

Jarak Desa Tegalasri dari pusat pemerintahan kecamatan Wlingi adalah 6 km, dari Desa Tegalasri ke kota / kabupaten Blitar adalah 26 km, dan jarak dari Desa Tegalasri ke ibu kota propinsi Jawa Timur adalah 156 km. Pertanahan dalam peruntukan sawah dan ladang adalah 4,75 Ha.

Pemukiman peduduk adalah 2,10Ha. Tanah perkuburan 1,15 Ha.Tanah pekarangan adalah 1,25 Ha. Dan lain-lain/kepunden adalah 0.017 Ha. Jenis penggunaan tanah yang ada di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar dapat terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel IV.1 Jenis Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2011 (Ha) Sawah dan ladang 3,25 Pemukiman 2,10 Perkuburan 1,15 Pekarangan 1,25 Pepunden 0,017 Pasar 0,50 Lapangan 1 Jumlah 942 Sumber: Monografi Desa Tegalasri tahun 2011 4.1.4 Penduduk Mengenai kependudukan Desa Tegalasri menurut hasil sensus tahun 2011, jumlah peduduk Desa Tegalasri adalah 2.375 KK terdiri atas 8.563 jiwa yang terbagi atas laki-laki 4.328 jiwa dan perempuan 4.235 jiwa. adapun mata pencaharian penduduk Desa Tegalasri sebagai berikut : No. 1 2 3 4 5 6 7

42

Tabel IV.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Gender No. Gender 1 Jumlah penduduk 2 Laki-laki 3 Perempuan 4 Jumlah kepala keluarga Sumber:Monografi Desa Tegalasri 2011 Tahun 2011 8563 4328 4235 2375

4.1.5 Mata Pencaharian Berdasarkan keadaan geografisnya penduduk Desa Tegalasri mata pencahariannya bervariasi. Dari propil Desa Tegalasri terlihat mata pencaharian penduduknya dominan adalah petani.

Tabel IV.3 Kondisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian No Mata Pencaharian jumlah 1 Petani 3443 2 Pegawai Negeri Sipil 30 3 Pensiunan PNS 10 4 Pedagang 134 5 Peternak 15 Jumlah 3632 Sumber: Monografi Desa Tegalasri 2011 Tabel diatas merupakan mata pencaharian tetap masyarakat di Desa Tegalasri, selain bermata pencaharian seperti terurai dalam tabel di atas, masryarakat Tegalasri memiliki mata pencaharian sampingan yakni buruh tani, pekerjaan sampingan ini sebagai tambahan dari pekerjaan tetapnya dan hasilnya digunakan untuk menunjang kebutuhan sehari-hari.

43

Sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani, Selain itu ada yang bekerja di perdagangan, pegawai negeri sipil, peternak.

4.1.6 Agama Peduduk Desa Tegalasri berjumlah 4105 jiwa yang terdiri atas 856 KK, mayoritas memeluk agama Islam. Dari kelima agama yang diakui Negara hanya tiga yang berkembang di Desa Tegalasri yakni hindu, islam, kristen, katholik, budha. Tabel IV.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama No 1 2 3 4 5 Agama Hindu Islam Kristen Katholik Budha Jumlah persentase 13 % 70 % 5% 10 % 2% Jumlah orang 1113 5994 428 856 172 8563

Jumlah Sumber:Monografi Desa Tegalasri 2011

Ditinjau dari segi agama yang dipeluk oleh penduduk Desa Tegalasri dilihat presentasinya dapat diketahui bahwa penduduk Desa Tegalasri yang memeluk agama Hindu 13 %,agama Kristen 5 %,agama katholik 10 %, agama Budha 2 % dan islam menduduki presentase yang tinggi yaitu 70%. Menurut mbah Pairen (wawancara, 16 Mei 2012) pada mulanya masyarakat Desa Tegalasri semuanya menganut Siwa Budha sebagai agama leluhur sebelum masuknya agama-agama lain, kemudian masuk agama Hindu akan tetapi karena mendapatkan pengaruh dari luar mulai timbul pergeseran 44

karena terbatasnya pengetahuan umat tentang agama Hindu maka sebagian umat Hindu beralih ke agama lain. Di Desa Tegalasri hanya ada Empat Agama yang berkembang masingmasing memiliki tempat ibadah. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kepala Desa tercatat ada 2 masjid 9 musola tempat ibadah umat Islam,1 gereja tempat ibadah umat kristen,1 pura sebagai tempat ibadah umat hindu, 1 Wihara tempat umat Budha. Tabel IV.5 Jumlah Tempat Suci No Tempat suci 1 Pura 2 Masjid 3 Musola 4 Gereja 5 Wihara Sumber :Monografi Desa Tegalasri 2011 Jumlah 1 2 9 1 1

Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa tempat suci agama islam jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan agama non muslim.

4.1.7 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan dari suatu daerah karena pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dari setiap individu. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan sebagai pegangan seseorang untuk mencari pekerjaan. Pendidikan juga pengaruh terhadap komunikasi dalam pelaksanaan Barikan karna seseorang memiliki pengetahuan yang lebih, akan mampu mengelola kata dan berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat. 45

Tabel IV.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7 Pendidikan Laki-laki 556 Orang 733 Orang 1504 Orang 1062 Orang 10 0rang 56 0rang 5 Orang 3926 Orang Perempuan 798 Orang 867 Orang 1689 Orang 1253 Orang 20 Orang 7 Orang 3 Orang 4637 Orang

Tidak Sekolah (buta huruf) Tidak Tamat SD/ sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamatan D-1 Tamatan D-2 Tamatan S-1/sederajat Jumlah Sumber:Monografi Desa Tegalasri 2011

Berdasarkan tabel di atas, tingkat pendidikan sangat bervariasi dan terlihat jelas bahwa jumlah tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi adalah tamatan SLTA. Selain itu yang tamatan SD bahkan putus sekolahpun cukup banyak hal ini karena keadaan ekonomi yang kurang.

4.1.8 Bidang Pemerintahan Pemerintahan Desa Tegalasri dipimpin oleh kepala Desa atau lurah. Lurah dipilih langsung oleh masyarakat secara demokratis, menurut aturan dan peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugasnya kepala Desa dibantu oleh LPMD ( Lembaga Pemerintah Masyarakat Desa ) dan perangkat atau pamong desa yang terdiri atas : 1. Kades / lurah 2. Sekretaris Desa (Carik) 3. Kaur Keuangan 4. Kaur Umum 5. Modin 46

6. Kamituwo 7. Jumlah Rw : 15 orang 8. Jumlah Rt : 42 orang BPD (Badan Permusyawarahan Desa) : 10 orang LPPD (Lembaga Pengelola Pembangunan Desa) : 1orang Anggota PKK : 25 orang. Tabel IV .7 Biodata Pengurus Pemerintahan Desa Tegalasri No 1 2 3 4 5 6 7 Nama Sutrisno Suyono Dwi Fatma Sari Selamet Sunarto Tolip Wakit Jabatan Kepala Desa Seketaris Desa Kaur Keuagan Kaur Umum Modin Kamituw o Modin Tempat,Tgl Pendidikan lahir Blitar SMA 5/11/1976 Blitar SMA 28/9/1979 Blitar SMA 14/10/1977 Blitar 16/7/1979 Blitar 23/8/1980 Blitar 24/7/1974 Blitar SMA SMA SMA SMA SK 182/1351/KEP /422.012/ 2008 142/06/422. 707.002/2009 142/03/422 707.002/2009 142/08/422. 707.002/2009 142/09/422. 707.002/2009 142/05/422. 707.002/2009 142/06/422.70 7. 002/2009 Mulai menjabat 13/03/2009 13/03/2009 13/03/2009 13/03/2009 13/03/2009 13/03/2009 13/03/2009

Sumber: Arsip Desa Tegalasri tahun 2011 Adapun tugas dari masing-masing pegawai Pemerintahan Desa atau pamong Desa itu adalah sebagai berikut : 1. Kepala Desa a. Mengurus soal pajak sebagai perpanjangan tangan dari kepala desa

47

b. Dalam hal pemeliharaan keamanan desa yaitu menyerahkan penjahat kepada kepala Desa yang dilanjutkan kepolisi c. Memperjuangkan tanah komplangan kepada jawatan kehutanan untuk penghidupan rakyatnya setelah adanya permintaan dari rakyat d. Bertanggung jawab terhadap segala yang terjadi di desanya. 2. Sekritaris Desa (Carik) a. Mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan Desa, seperti kegiatan-kegiatan tahunan,bikin surat-surat dan lain-lain b. Mengurus surat dan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dari desa,kecamatan atau dari Kecamatan ke Kabupaten hingga pusat 3. Kaur keuangan Sekretaris Mengurus hal apa saja yang menyangkut kegiatan Desa Tegalasri dan mengatur pemasukan maupun pengeluaran keuangan yang dipergunakan untuk kebutuhan di Desa dan rakyatnya. 4. Kaur Umum Membantu segala kegiatan agenda kerja dari pada perangkat desa dengan masing-masing kepala urusan dan juga membantu hal-hal yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan sehingga kegiatan berjalan dengan lancar.

48

5. Modin Desa Tegalasri mempunyai dua Modin yaitu: Modin menangani pernikahan dan Modin menangani kematian. a. Modin adalah petugas dan pemimpin adat yang baik agama islsm atau agama hindu yang dalam melaksanakan upacara-upacara keagamaan seperti perkawinan,kematian, barikan, bersih desa,dan lain sebagainya. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya, seorang modin di bantu oleh beberapa sesepuh yang di percayakan masyarakat yakni membuat sesaji. b. Memberikan ijin kepada masyarakat Desa tegalasri yang hendak menikah setelah diberi tahu oleh orang tua masing-masing, misalnya apakah sudah cukup umur untuk dinikahkan. 6. Kamituwo a. Orang yang bertangung jawab menjaga keamanan dusun dari orang yang kurang bertangung jawab seperti adanya perusuh (preman, pencuri). b. Mengurus hal-hal yang bersangkutan dengan tindak kriminal, misalnya mencegah adanya perkelahian antar pemuda. c. Memohon surat ijin ke Polsek apabila ada warga yang hendak melakukan pernikahan atau acara desa lainnya, yang menghadirkan hiburan seperti orkes atau hiburan yang lain.

49

7. Kepala Rukun Warga Membantu kepala dusun dalam menjalankan pemerintahanya baik dari segi administrasi penduduk dan keamanan desa. 8. Kepala Rukun Tetangga Sebagai pembantu dari rukun warga yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap penduduk di lingkungan rukun tetangganya. Pemilihan para pemimpin Desa yaitu berdasarkan musyawarah dan votting suara terbanyak dari rakyatnya namun harus memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin yakni pendidikan diutamakan. Pemimpin Desa biasanya jabatan itu baru berakhir jika mereka sudah tua atau tidak dikehendaki lagi oleh masyarakat karena sudah banyak merugikan warganya salah satunya penyelewengan dana, meninggal dunia atau meminta mengundurkan diri dan sudah tidak siap menjadi seorang pemimpin.

4.2 Bentuk pelaksanaan Upacara Barikan di Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar Keanekaragaman wujud upacara agama Hindu haruslah diukur dari ajaran desa, kala dan patra. Upacara Barikan di jawa pada hakikatnya merupakan perwujudan tradisi setempat dalam bentuk upacara di masingmasing daerah tidak sama, tetapi pada hakikat dan tujuannya sama. Perbedaan-perbedaan itu merupakan suatu wujud dari keanekaragaman seni budaya yang memberikan kebebasan suatu kreativitas. ( Ardana, 1987:43). Bentuk pelaksanaan upacara Barikan di Desa Tegalasri terdiri dari beberapa tahap diantaranya Sarana dan prasarana, tempat dan waktu, 50

Poerwadarminta (1985:122) bahwa bentuk artinya (1) rupa, wujud bangun, (2) lengkung lekuk, (3) sistem dan susunannya, wujud yang kelihatan lebih jauh di katakan bahwa bentuk adalah mulai dari yang dasar hingga yang paling rumit. Bentuk dalam konsep pemikiran adalah mulai konsep ( conceptus:concept) proposisi atau pernyataan hingga mencapai penalaran ( ratiociniup:reasoning). Mengacu pada berbagai pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diartikan bahwa istilah bentuk tersebut memiliki pengertian. Kata bentuk terutama mengacu kepada bentuk, rupa, tatanan, keberadaan sesuatu tampak secara fisik. Dalam penelitian ini, bentuk Upacara Barikan yang dimaksudkan adalah bentuk pelaksanaan kegiatan Upacara sarana dan prasarana, tempat dan waktu pelaksanaan, rangkaian perlengkapan Upacara, pemimpin Upacara dan doa dengan melalui tahapan-tahapan dalam mencapai suatu tujuan. rangkaian pelaksanaan, pemimpin upacara,dan doa dengan penjelsan sebagai berikut:

4.2.1 Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Upacara Barikan Dalam kegiatan upacara penggunaan banten merupakan komponen terpenting dalam setiap kegiatan ritual. Banten merupakan sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Upakara atau banten terbuat dari berbagai jenis materi yang ditata sedemikian rupa sehingga berwujud aturan atau persembahan yang indah, mempunyai makna simbolis

51

dan makna filosofis sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Daun, bunga, buah, air merupakan unsur pokok persembahan. Secara pokok empat dari perlengkapan atau sarana prsarana yajna yang ditetapkan menurut Bhagavadgita IX.26 yaitu: Pattram Puspam phalam to yam yo bhaktya prayacchati tad ahambhaktyupahrtam asnami prayatatmanah Terjemahan: Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan pada-Ku daun, bunga, buah-buahan, atau air, persembahan yang didasari oleh cinta dan keluar dari hati suci, Aku terima (Mantra, 2006:153). Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa unsur persembahan yang terpenting sehingga daun, daun, buah dan air adalah ketulusan hati dan cinta kasih. Segala sesuatu yang dipersembahkan jika didasari atas ketulusan dan cinta kasih yang keluar dari hati yang suci meskipun hanya buah. batas sehelai daun, sekuntum bunga, setetes air dan sebiji buah.

52

Gambar 4.1 Sesajen dalam ritual Upacara Barikan Dokumentasi pribadi Dyah 17 Nopember 2011

a. Takir (nasi putih dan lauk pauk) Takir yang diletakkan ditanah dan beralaskan daun pisang, ini memiliki tujuan untuk meminta keselamatan kepada dhanyang. Takir ini melambangkan bahwa antara pemimpin yang ada di Desa Tegalasri dan warga masyarakat desa tegalasri memilki hak dan kewajiban yang sama. Sehingga antara masyarakat Desa Tegalasri harus saling gotong-royong, bantu-membantu dan hidup rukun. b. Cok bakal Secara garis besar memiliki makna yakni sebagai penggambaran kelengkapan dan miniaturnya 53 alam semesta. Sesaji ini

dipersembahkan kepada Sang Penguasa Alam yang disebut urwaning jagad, cikal bakalin ana,ya sangkan paraning dumadi sebagai ucapan trimakasih kepada sang pencipta karena telah diberikan hasil alam yang melimpah sebagai sumber kehidupan. Orang jawa sering mengatakan isi cok bakal yen digelar ngebaki jagad yen dirinkes dadi sak takir yoiku cok bakal kalau digelar / dibiarkan sesuai dengan aslinya maka akan memenuhi alam semesta, kalau

disederhanakan menjadi satu bungkus takir, itulah cok bakal . Alasan inilah yang melandasi orang jawa tidak pernah meninggalkan sajen cok bakal yang dianggap sebagai miniatur alam semesta. Cok bakal menjadi inti dari sesajen upacara, sehingga kita ada kekurangan maka cok bakal sudah mewakili semua sajen yang lain. Cok bakal adalah sesajen yang diletakan pada sebuah takir (wadah tanpa tutup yang terbuat dari daun pisang rankap dua dan diberi lidi dengan arah berlawanan hingga menbentuk segi empat) yang berisi teri, emponempon (jahe, kunyit, kencur, dan sebagainya), biji-bijian yang terdiri merica, ketumbar, kacang-kacangan, kedelai, kluwak (pangi), kemiri, cikalan (kelapa sebanyak satu iris/secuil),cabe, garam, gula, kaca, sisir, pisang, tebu, bunga, kinangan, telur, beras, dan uang kepeng c. Kembang (bunga) Kembang (bunga) yang berisikan bunga mawar, kenanga, kamboja, pandan dan air ini diharapkan memberikan siraman yang

54

segar dalam kehidupan senantiasa damai dan memiliki pikiran yang positif atau sejuk dan tidak mudah emosi. d. Rokok e. Kendi f. Dupa g. Gantal atau kinangan simbol dari wisesaning Hyang Tri Murti (Brahma, Wisnu dan Siwa) yang meresapi seluruh jagad seisinya.

4.2.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Upacara Barikan Menurut adat masyarakat Jawa pada waktu tertentu lazimnya satu

tahun sekali, dirayakan upacara Metri Desa yang juga disebut Barikan, Bersih Desa, Sedekah bumi, Nyadran, Suran, Angrowakaken poro leluhur. Maksudnya yaitu supaya arwah-arwah orang yang mati jangan mengganggu yang hidup. Untuk itu arwah-arwah tersebut dilembutkan hatinya, dengan sesajen dan slametan. Upacara Barikan adalah tradisi yang dilakukan setiap tanggal satu Sura Kalender Jawa. tahun 2011 ini dilaksanakan pada 17 Nopember 2011. Kalender Jawa ini pada prinsipnya berdasarkan perhitungan perputaran bulan (sistem Candra Sengkala ). Adapun sistem penanggalan Jawa dikenal beberapa hal pada umumnya, mereka mengenal dino pitu (Sapta Wara) dan Pasaran limo (Panca Wara) serta sasi rolas (12 bulan). Dino pitu (hari yang berjumlah tujuh) yaitu: Soma (senin) Anggara (selasa) Budho (rabu) Respati (kamis) Sukro (jumat) Saniscara (sabtu) Radite (minggu). Sedangkan 55

pasaran limo (panca wara) adalah Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing . Sasi rolas adalah sebagai berikut: Sura, Sapar, Mulut, Bakdo Mulut, Jumadi Lawal, Jumadi Lakir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Selo dan Besar . Dalam Kalender Jawa, satu bulan terdiri dari 30 hari (Kromo, wawancara tanggal 19 Nopember 2011). Pentingnya perhitungan hari, pasaran dan bulan bagi masyarakat Jawa melakukan kegiatan, ini karena adanya budaya petungan dalam masyarakat Jawa. Upacara Barikan dilaksanakan setiap satu tahun sekali dalam pelaksanaannya juga tidak sembarang hari, tetapi memakai perhitungan tersendiri menurut perhitrungan Jawa. Berdasarkan adat dan tradisi budaya Jawa, mencari hari yang baik dilakukan dengan cara menghitung nilai hari dan nilai pasaran kemudian dijumlahkan. Dalam lontar Sundari Bongkah telah diajarkan sebagai berikut: Alaning dewasa ngawet wang alaning bumi, alaning bumi mawetu alaning sang pegawa yadnya, melwa juga kahaning ala sang mawahaken dewasa, nawacana tan asung dewa bhatara,yan ayu punang dewasa, tan ana ala kapanggih rahayu sira kabeh, kadi bhatara mangkana ke jarring tutur. Artinya: Jeleknya dewasa (hari) menyebabkan rusaknya bumi menyebabkan halangan bagi orang beryadnya, turut juga kena cacat sang pemberi dewasa, yang menyebabkan tindakannya tak dicintai oleh para dewa bhatara. Kalau baik dewasanya tidak akan menemui halangan selamatlah mereka semua, bersih seperti matahari tak di liputi dan di lalui oleh awan disayangi oleh dewa bhatara (Lontar Sundari Bongkah:3). 56

Demikian disebutkan dalam ajaran sastra suci veda. Sesuai dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa waktu atau hari baik dalam pelaksanaan Upacara Barikan oleh masyarakat Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar dianggap sebagai faktor yang sangat penting. Hari yang dipilih dan ditetapkan dipercayai memiliki pengaruh yang baik bagi masyarakat setempat. Pelaksanaan Upacara Barikan ini dilakukan di perempatan jalan yang dilaksanakan pada malam hari. Masyarakat Desa Tegalasri mayoritas menganut agama islam maka mempersilahkan umat islam melaksanakan ibadah sholat terlebih dahulu di masjid terdekat. Setelah usai melaksanakan ibadah salah seorang mengumumkan dengan menggunakan spiker yang ada di masjid bahwa warga untuk bersiap-siap menuju perempatan jalan. Sekitar pukul 19.00 WIB seluruh warga mulai berduyun-duyun menuju lokasi dengan membawa sesaji kajat yang berupa sego takir atau nasi takir. Tempat pelaksanaan Upacara Barikan ini dari dulu selalu ditempatkan diperempatan jalan karena masyarakat Desa Tegalasri menganggap

tempatnya roh-roh leluhur. Mereka meyakini roh-roh nenek moyang memberikan perlindungan terhadap Desa dimana mereka tinggal. Maka dari itu penduduk setempat setiap tahun sekali menyelenggarakan Upacara Barikan (Wawancara Pairen, 19 Nopember 2011).

57

4.2.3 Rangkaian Pelaksanaan Upacara Barikan Rangkaian Upacara seperti pembuatan sesaji dilakukan pada siang hari sebelum acara dilaksanakan. Masing-masing ibu rumah tangga sibuk mempersiapkan segala sesuatunya yang akan di perlukan dalam pembuatan takir yang berisi nasi, lauk-pauk seperti mie goreng, sambel goreng, telur dadar,srondeng dan sebagainya. Pembuatan banten yang berupa cok bakal di buat oleh orang tertentu saja biasanya istri dari sesepuh Desa. Mengenai pelaksanaan upacara ini persiapan Tradisi Upacara Barikan ini sudah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tegalasri secara turun-temurun. Dalam pelaksanaan ini harus dilaksanakan di perempatan jalan yang dilaksanakan pada malam hari jam 19.00 WIB warga setempat banyak yang menganut agama islam sehingga mereka melaksanakan ibadah sholat terlebih dahulu, setelah mereka melaksanakan sholat diumumkan kembali dimasjid dengan menggunakan spiker oleh salah satu umat islam agar masyarakat mulai berkumpul di perempatan jalan Warga mulai Berbondong-bondong menuju tempat tersebut dengan membawa takir yang berisi nasi dan lauk-pauk. Setelah itu perwakilan dari kepala keluarga baik bapak atau anaknya harus yang mengikuti upacara ini hanya laki-laki saja yang boleh mengikuti tradisi upacara barikan kecuali suami yang sudah meninggal dunia dan anaknya sudah berkeluarga dan ikut suaminya dperbolehkan membawa dari perempatan saja tapi tidak boleh mengikuti prosesi upacaranya. Setelah semuanya berkumpul sesepuh Desa memberikan sambutan yang berkaitan dengan upacara barikan kemudian 58

dilanjutkan dengan acara selametan yang di pimpin oleh sesepuh Desa. Puncak akhir dari Upacara Barikan adalah membagi-bagikan berkat kajat atau takir yang berisi nasi dan lauk pauk untuk dimakan bersama-sama dan juga boleh membawa takir untuk dibawa pula kerumah masing-masing.

4.2.4 Peminpin Upacara Pemimpin Upacara Barikan ini, warga Desa tegalasri mempercayakan kepada sesepuh desa karena dianggap mengetahui sejarah Upacara Barikan. Tugas pemimpin upacara mempersiapkan segala perlengkapan sesaji yang akan dipersembahan kemudian memberikan doa atau mantra hingga acara selesai. Setelah Kepala Adat atau sesepuh desa selesai memaparkan maksud pelaksanaan Upacara Barikan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doadoa keduren (kendurian) yang di pimpin oleh modin desa yang telah ditujuk memimpin doa kemudian mengarahkan semua warga desa untuk

mempersiapkan banten kajat yang telah dibawa, kemudian di adep ditaruh didepan tempat duduk mereka masing-masing dan Modin kemudian kemudian mulai membaca doa-doa yang diambil dari surat Al baqaroh dan surat Al imron (Samuri, wawancara 20 Nopember 2011) yang di iringi dengan ucapan Amin bagi yang beragama Islam dan Kristen atau santih bagi yang beragama Hindu

59

Gambar 4.2 Pemimpin Upacara sedang memberikan tirtha


(Dokumentasi : Diyah 17 Nopember 2011) Dalam tindakan ritual yang bersifat vertikal, modin desa ( Sesepuh Desa) hadir sebagai media perantara bagi masyarakat Desa Tegalasri untuk berkomunikasi dengan Hyang Widhi dengan kata lain sebagai Imam Upacara. Dalam aspek sosial horizontal peranan S esepuh desa diharapkan dapat menjadi panutan dan dapat memberi teladan serta contoh yang baik bagi masyarakat sekitarnya, bahkan harus dapat menuntun dan membina warga masyarakat untuk dapat melakoni kehidupan dan mencapai kemuliaan sekaligus pembebasan sesuai dengan petunjuk sastra Agama.

Setelah ngujubne (doa) sesepuh memberikan air ( tirtha) yang didalam kendi kepada para warga untuk diminum dengan tujuan agar para warga 60

diberikan keselamatan dan dijauhkan dari hal-hal yang negatif serta untuk menyucikan seluruh warga Desa Tegalasri dijauhkan dari segala marabahaya (Selari, wawancara 18 November 2011).

4.2.5 Doa Upacara Sambil menunggu warga yang datang, masing-masing orang

mempersiapkan sesajen untuk ritual Upacara barikan . Sesajen diletakkan pertigaan jalan warga kumpul lengkap, maka Bapak Selari selaku yang dipercaya sebagai pemimpin adat ( sesepuh desa ) Desa Tegalasri langsung mengucapkan m antra atau doa dalam bahasa jawa, yaitu : Om awignam astu namo sidam, Om swastyastu. Kawulo nuwun dumateng poro parjana kakung soho putri ingkang kinormatan. Dumateng poro pepunden poro pinisepuh ingkang pono ing tamawat lego ing pitutur kebak ing kuwroh ingkang agung mastuti anglanpari pepayuning kautaman ingkang kawulo pepundi miwah kinakbeten. Poro pengembating projo katriang ing negari ingkang dados pandom-pandomin kawulo bakti ingkang kawulo hormati poro alim ulamah rinten dalu ingkang tumanding kitap suci wahyuning lilahi ingkang nuntun kiblate panembah ingkang tumbuh dateng kuncoroning projo aguning pancasila sumonggo kulo derek ake manungku pujo klawong puji rahayu kajiwo kasaliro dumateng kulo lan panjenengan sami poro baroyo agung trah budi dharmo ingkang pantes pinudharsono amit pasang kalimantabe tinebehno ing iladuni mring sorak-sarik kulo tumantopo marak mangarso anggembil kamardikan panjenengan kawulo pinuji sulih satiranipun minongko dutu saroyo kulo ambuko dene mboten saget amatur mandek ing jojo mboten saget kawedar ing ati pramilo kawulo pulih saliranipun anjenengi dinten agung ingkang sepindah bekti hyang moho agung ingkang jungkap. kaping kaleh inggih meniko sedekah bumi triwigati angresiki bumi ingkang katutan sukerto jedo trimala kawngsulno dateng parine bumi,angin,geni,banyu wansulno dateng mulo bukane sak sampun ipun ingkang amengkugati poro kawulo wongso sepuh anem anguji sing gusti teteken rasa sejati pepayung budhi rahuyu.ingkang gandawaru wuluning bumi, dangklak dasaring bumi, karono buwono ratune dhanyan, kuning 61

saking kulon, putih saking wetan,ireng saking ler, abret saking kidul mugimugi Desa Tegalasri mugyo tansah angayomi, hamayungi,ingkang sak lebeting Desa meniko inngih taksih ngelono marganing bhogo mugi tansah pinayungan dumateng Gusti Ingkang Moho Kuoso. Ajeg, wengku, pangayoman kito sesami. Sak lanjut ipun ingkang kaping tigo, ngormat dumateng sedoyo sengkolo. Kolo bumi wonten kebon, kolo ruwed wonten ing pawuan, kolobanjar ono ing latar, kolo pelang ing lawang kolo kembang ono bantal, kolo luweng wonten pawon, kolo lumut wonten ing warih, sedoyo sengkolo ingkang dalem atur ingkang ajeng,ingkang sinampar, sinandung, tinampeling asto, mugyo tunampak keporo sumingkiro ingkang tebih saking pengebengan desa tegalasri dene ingkang taksih kanmtun wonten banjar pekarangan kito kabeh soho tutwuri sak laku jantrane kito kabeh, mugyo dados ajeg, wengku, pangayoman Ingkang kaping sekawan inngih meniko ngormat dateng poro arwah leluhur utawi nenek moyang kito sesami ingkang sampun mboten ing bumi pertiwi meniko, kanti sesarengan kito sak bibaripun upacara barikan puniko monggo sedoyo nyuwun palilah dateng Gusti Ingkang Moho Agong, mugi-mugi poro leluhur ingkang sampun ngrumiyini ing alam nirwana sampun tinimbalan dateng Gusti Moho Kuoso. Sepuh anem, kakung putr, ageng alit, ingkang karimatan, ingkang celak soho ingkang tebih, mugi-mugi pinaringi dosanipun, katampi dharmanipun dateng Gusti Moho Agung. purwo madya wasana kirang rehing tata kromo kurang sugo seto kirang anuju krana nyuwun lumunturing samudra ngaraksani jaya-jaya wijayanti tur ing sambikolo rahayu-rahayu-rahayu Terjemahan: Terimakasih kepada bapak ibu yang terhormat bapak mangku pradah atau kepala Desa yang terhormat bapak-bapak perangkat Desa dan yang disucikan pula bapak-bapak tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjadi suri tauladan bagi sesepuh Desa ini dan utama yang menjadi panutan bagi masyarakat / pepunden di Desa ini dengan senantiasa akan selalu di junjung tinggi atas naluri budaya maupun pengtahuan tentang sejarah atau selukbeluk berdirinya suatu desa maupun bangkitnya aspirasi masyarakat yang layak menjadi sesepuh atau pinesepuh bahkan menjadi panutan masyarakat bangsa dan negara yang selalu mendapatkan anugerah dan wahyu setiap akan ada kejadian mendapatkan wangsit dari tuhan yang maha Esa seolah-olah bicara menyerupai para wali dan dapat juga menetralisir dari segala kejahatan yang mengandung makna arti dan berjiwa pemimpin yang berdasarkan pancasila untuk itu mari kita memuja-memuji untuk menyembah kepada 62

tuhan yang maha Esa dengan sarana-prasarana adat yang berlaku semoga mendapatkan keselamatan umur panjang baik lahir maupun batin untuk saya pribadi maupun bapak ibu semuanya yang perlu dihormati baik jiwa maupun raga agar di berikan keselamatan untuk kita bapak ibu dan para sesepuh agung yang berbudi luhur semoga kita dijauhkan dari segala kejahatan apa yang segala kita perbuat untuk menuju kemerdekaan yang kita raih selama ini dalam hal ini merupakan bakti putusan warga masyarakat karena disuruh yang ada disini tidak semuanya mengatakan yang sebenarnya maka dari itu untuk mengungkapkannya berhenti dari dada saja untuk itu perlu diketahui hal ini diwakilkan untuk sesepuh yang diakui sebagai wakil masyarakat yaitu mbah dukun untuk menyambut hari besar agung Yang kedua bhakti sedekah bumi triwigati (tiga kesaktian) untuk membersikan bumi atau tanah yang ada kotoran denda trimala agar kembali kesesari-sesari bumi, angin, api, air agar kembali ke asal mulanya.Gandawaru wuluning bumi, dangklak dasaring bumi, karono buwono ratuning dhanyang, kuning dari barat, putih dari timur, hitam dari utara, dan merah dari selatan. Wilayah Desa Tegalasri semoga selalu mengayomi, melindungi, segala sesuatu yang ada di Desa Tegalasri juga yang sedang bekerja semoga selalu dilindungi Gusti Yang Maha Kuasa pencipta alam semesta ini. Yang ketiga hormat kepada segala sengkolo, kolo bumi yang ada di kebun, kolo ruwet yang ada pawuan, kolo banjar yang ada di halaman, kolo pelang yang ada di pintu, kolo kembang yang ada di bantal, kolo luweng yang ada di dapur, kolo lumut yang ada di air, segala sengkolo yang saya sampaikan, yang tersampar, tersandung, tertempel tangan, semoga melangkah pergi jauh meninggalkan wilayah Desa Tegalasri dan yang masih tertinggal di wilayah pekarangan kita semua menjadi tutwuri kepada kita semua, semoga menjadi ajeg, abadi, pengayom. Yang keempat hormat kepada para arwah leluhur kita sekalian, agar bersamasama kita memohon restu kepada Gusti Yang Maha Kuasa, semoga para leluhur yang telah mendahului ke alam nirwana, yang sudah dipanggil oleh Gusti Yang Maha Kuasa. Besar-kecil,tua-muda, putra-putri, yang terawat maupun yang tidak terawat, yang dekat dan yang jauh, semoga dapat pengampunan, anugrah dan di terima dharmanya oleh Gusti Yang Maha Kuasa. setelah meresapi kita bersemedi. Para warga masyarakat untuk menuju belas kasihan hyang Gusti Maha Agung mulanya setelah meresapi kita bersemedi. Para warga masyarakat untuk menuju belas kasihan yang Gusti Maha Agung dengan hikmah untuk kepala berdoa bersama para sesepuh mengucapkan dari awal sampai akhir pembicaraan kami bila ada tata krama / kurang berkenan dihati bapak ibu semua saya mohon maaf yang sebesar-besarnya akhirnya semoga ini akan mendapatkan berkat dan rahmat dari yang kuasa (Wawancara, Selari 17 Nopember 2011). 63

Setelah Kepala Adat memaparkan maksud pelaksanaan Upacara Barikan dilanjutkan dengan Ngujubne atau pembacaan Doa yang dipimpin oleh Sesepuh Desa dengan diiringi ucapan Amin atau Santih oleh warga desa.

Gambar 4.3 Sesepuh Desa sedang membacakan Doa


(Dokumentasi Diyah 17 Nopember 2011)

Setelah selesai ngujubne dilanjutkan dengan makan bersama bagi warga yang ingin mberkat kajat makanan saling tukar makanan antara warga untuk dibawa pulang dipersilahkan. Dengan selesainya acara pembagian takir 64

berakhir sudah acara Tradisi Barikan, yang kemudian dilanjutkan dengan melek-melek yaitu begadang sampai pagi hari biasanya warga menggunakan Tape dan TV sebagai hiburan dengan menyetel tayuban,, wayangan, jaranan sehingga bisa katek melek (kuat tidak tidur semalaman) dengan disuguhi wedang kopi, teh, camilan. Kemudian pagi hari setelah selesai melekan sebelum pulang terlebih dahulu bersama-sama membersihkan tempatnya dan mengembalikan TV, Tape, Sound System dan lain sebagainya yang dipinjam dirumah warga setempat yang dekat dengan perempatan jalan acarapun

selesai dengan penuh hikmah dan suka cita. Berdasarkan waktu dan tempat pelaksanaan Upacara Barikan dapat ditarik kesimpulan bahwa Upacara Barikan ini hanya berlangsung selama satu malam.

4.3 Fungsi Pelaksanaan Upacara Barikan Desa Tegalasri Poerwadarminta (1985:283) menguraikan pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Selain juga kata fungsi bermakna: 1) pekerjaan yang dilakukan, 2) kerja suatu bagian tubuh dan besaran yang berhubungan, besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah maka besaran yang lain juga berubah, 3) jabatan yang dilakukan. Pengertian fungsi dalam konteks guna, sejalan dengan Malinowski dalam teori fungsional struktural. Guna yang kaitannya dengan kebutuhan psikologis individu-individu masyarakat. Fungsi akan memberikan rancang bangun dari salah satu kehidupan beragama. Kehidupan beragama dalam bentuk upacara akan memberikan kekentalan nuansa kehidupan. 65

Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud fungsi dalam penelitian ini adalah semua yang mencakup kegunaan Fungsi yang di dapat seperti fungsi religi, fungsi sosial. Upacara Barikan .

4.3.1 Fungsi Religi Tradisi Barikan merupakan upacara khas yang diselenggarakan dalam Upacara adat ini bernuansa Agama maupun budaya Jawa khususnya di daerah Blitar. Ritual dalam kehidupan masyarakat Jawa merupakan indikasi kedekatan dengan Tuhan dengan demikian pelaksanaan Upacara Barikan memiliki kolerasi yang erat dengan ekspresi religius sebagai media komunikasi yang transenden. Dalam pelaksanaan Upacara Barikan memiliki tujuan dari pelaksanaan upacara tersebut, adapun fungsi religius dalam upacara ini dapat diketahui dari sarana sesaji yang dipergunakan yakni sebagai simbol-simbol ungkapan hati yang tak terbatas, dengan demikian simbol dapat mewakili keinginan manusia sebab keinginan manusia tidak dapat terwakili oleh kata-kata. Upacara Barikan ini disambut suka cita oleh warga setempat dengan penuh keikhlasan karena dengan adanya tradisi Barikan ini dapat mempererat tali persaudaraan antar warga sekitar, yang melaksanakan semua umat beragama tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Pelaksanaan Barikan ini baik Agama hindu maupun pemeluk Agama lainnya, dimana dalam tujuan Upacara Barikan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Gusti Moho Agung karena dijauhkan dari musibah dan bencana serta mengucapkan rasa hormat kepada roh leluhur karena seluruh 66

masyarakat Desa Tegalasri diberikan keselamatan dan kesejahteraan lahir dan batin yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Dengan demikian fungsi religius dalam Upacara Barikan dapat diketahui dari sarana sesaji yang dipakai sebagai simbol-simbol ungkapan hati yang tak terbatas dan dengan simbol mampu mewakili keinginan manusia. Adapun fungsi simbol (sesaji) itu adalah: Upacara Barikan ini dilaksanakan dengan penuh rasa keikhlasan, yakni sebagai bagian dari komunikasi sosial dan religius antar umat beragama. Pelaksanaan kegiatan Upacara Barikan ini diyakini oleh masyarakat hindu maupun masyarakat non hindu saling berantusias karena mereka meyakini dengan melaksanakan tradisi Barikan ini akan mendapat berkah dan dijauhkan dari bahaya dan malapetaka. Adapun sesaji atau banten Upacara Barikan meliputi: a. Cok bakal Secara garis besar cok bakal memiliki fungsi yakni sebagai penggambaran kelengkapan dan miniaturnya alam semesta kita ketahui isi alam ini banyak dan bermacam-macam sesuai dengan manfaat dan fungsinya berfungsi sebagai persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ucapan rasa terima kasih karena telah

diberikan kehidupan dengan berbagai kebutuhan manusia yang tidak akan habis. b. Takir ( kajat)

67

Takir yang berisi nasi dan lauk pauk seperti: sambel goreng, serondeng, telur dadar atau telur rebus, mie goreng berfungsi sebagai persembahan kepada Tuhan dan leluhur atas segala anugrah yang berupa pangan yang diperoleh dari hasil-hasil pertanian sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Gusti Ingkang Moho Agung karena telah diberikan hasil bumi yang berlimpah ruah. Kajat ini selain memiliki fungsi religius juga memiliki fungsi sosial yaitu perekat persaudaraan, yang dalam budaya Jawa diartikan sebagai lambang kebersamaan, kekeluargaan (Suwiji, wawancara 20

November 2011) Bentuk-bentuk sesaji seperti cok bakal, takir, kendi, dupa, kemenyan memiliki dengan fungsi yang sama dengan sesaji yang ada dalam sesaji sedekah ini, bumi , yaitu sebagai persembahan kepada Tuhan, leluhur dan dhanyang agar mendapat pengayoman, keselamatan serta kesejateraan bagi masyrakat Desa Tegalasri. Sedangkan kembang (bunga) digunakan sebagai persembahan kepada mahluk Andap atau Asor dengan maksud membuang sengkolo ( kesialan ) agar terjadi keseimbangan dan tidak mengganggu kehidupan manusia (Suwiji, wawancara 19 November 2011). Dari uraian di atas maka dapat diambil suatu benang merah bahwa pelaksanaan Upacara Barikan yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tegalasri berfungsi menjaga keteraturan dalam menyelaraskan hubungan manusia dengan Tuhannya (bersifat religius) alam dan sesama manusia. 68

Upacara Tradisional merupakan bagian religi, menurut Frazer dikutip oleh Koentjaraningrat (1997:197) memberi pengertian religi adalah segala sistem perbuatan untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyadarkan diri pada kehendak dan kekuasaan makhluk-makhluk halus (misalnya roh, dewa dan sebagainya) yang menghuni alam semesta ini . Bila ditinjau secara mendalam unsur budaya yang disebut religi pada hakekatnya komplek, namun demikian nampak adanya lima unsur religi yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya: 1. Emosi keagamaan 2. Sistem kepercayaan 3. Umat penganut agama 4. Peralatan upacara 5. Sistem upacara. Kelima komponen diatas dapat diuraikan sebagai berikut; 1. Emosi Keagamaan Adalah suatu getaran jiwa yang pada saat dapat menghinggapi seorang manusia. Getaran jiwa seperti itulah yang pada kalanya hanya berangsung beberapa detik saja. Emosi keagamaan itulah yang orang berperilaku serba religi, yang merupakan pendorong kuat tumbuhnya tingkah laku yang serba keramat dan perilaku itu, dan pada akhirnya memperoleh nilai keramat (Koenjaraningrat, 1997;202). 2. Sistem keyakinan Sistem suku bangsa di dunia termasuk Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, memiliki suatu sistem keyakinan tersebut, merupakan cara pandang manusia terhadap hal-hal di luar pemikiran nalar manusia dan juga tentang sistem nilai serta norma agama. 3. Peralatan Ritus dan Upacara 69

Dalam ritus dan Upacara religi biasanya dipergunakan berbagai macam sarana, seperti tempat atau gedung pemujaan, arca orang suci, alatalat bunyi-bunyian suci (terompet, genderang suci, bedug, gong, rencong dan lain-lain) yang dianggap memiliki kekuatan suci (Koenjaraningrat, 1984:44). 4 Sistem Ritus dan Upacara Dalam menghadapi dunia gaib manusia di landasi dengan berbagai macam perasaan, yaitu ; rasa cinta hormat, bhakti tetapi sering juga di landasi dengan rasa takut, perbuatan dan kelakuan seperti itu (keagamaan) kemudian disebut upacara keagamaan atau religius atau ritus (Koenjaraningrat, 1997;252) pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa sistem ritus dan upacara lahir dan cinta bhakti manusia pada suatu kekuatan yang dilandasi oleh rasa takut, negri terhadap hal-hal yang bersifat gaib. 5 Umat Agama Kelompok mengkonsepsikan keagamaan dan merupakan satu kesatuan sosial yang

mengatifkan

religi

berikut

sistem

upacara

keagamaannya (Koenjaraningrat, 1997:202). Pernyataan diatas menjelaskan bahwa umat merupakan kelompok masyarakat yang melaksanakan kegiatankegiatan religi (keagamaan). Hampir semua agama dan sistem religi didunia dalam melaksanakan ritual agamanya secara berkelompok ataupun

perseorangan sehingga terjadi kerja sama yang erat. Bentuk kerja sama organisasi-organisasi sosial yang kecil adalah keluarga dania yang besar adalah negara. Walaupun unsur-unsur dasar tersebut atau komponenkomponen religi itu bentuk persembahan akan selalu bersetruktur dan 70

memilki fungsi sehingga nantinya dapat dimaknai dan bernilai. Karena semua hasil budaya yang masih eksis di masyarakat bersangkutan akan memilki nilai. Berdasarkan analisis dari Teori Religi ini, pelaksanaan Upacara Barikan ini, sebagai bentuk kesatuan yang utuh bagi umat beragama dalam melaksanaan kegiatan Upacara keagamaan. Adanya sistem keyakinan dari individu akan membentuk pola fikir terhadap keyakinan umat manusia. Begitu juga dengan keberadaan masyarakat sebagai pelaksanaan dari kegiatan Upacara atau keagamaan, maka akan terjalin hubungan dari bentuk interaksi masing-masing indivudu. Dengan berjalan interaksi dalam religi ini, baik adanya peralatan upacara, sistem keyakinan, adanya masyarakat dan juga emosi keagamaan yang kuat.

4.3.2 Fungsi Sosial Upacara Barikan untuk terlaksananya Upacara tersebut dibutuhkan kerja sama, sikap gotong-royong merupakan ciri masyarakat jawa tepo sliro, kerukunan, yang sangatlah dibutuhkan. Secara simbolis nilai-nilai tersebut terkait dalam pelaksanaan ritual Barikan sesuai peran dan fungsinya adalah sebagai media dalam membina hubungan masyarakat Tegalasri serta menikatkan antar umat beragama. Penyelenggaraan Upacara , mengenai fungsi yang terkandung dalam setiap prosesi dan sarananya sangat

membantu dalam kedekatan masyarakat yang nantinya akan terjadi sebuah kerhamonisan. 71

Gambar 4.4 Interaksi Sosial Sumber dokumentasi diyah 18 november 2011

Menurut Katiran (Wawancara 25 November), Upacara Barikan adalah Upacara tradisi Jawa, dalam Agama hindu dikenal dengan istilah yajna yaitu: Sebagai ritual untuk melakukan ritual kepada Tuhan Yang Maha Esa penyucian diri dan alam semesta ( Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit ). Melaksanakan upacara sebagai ungkapan terima kasih diberikan keselamatan dan kesejahteraan hidup. Menurut (Pono, Wawancara 21 Nopember 2011) dalam Upacara Barikan di Desa Tegalasri terdapat berbagai proses pelaksanaan kegiatan upacara Barikan diantaranya seperti sarana dan prasarana upacara dalam pelaksanaan kenduren. Upacara Barikan ini diikuti oleh semua masyarakat Desa Tegalasri yang terdiri dari berbagai macam Agama yang berberda. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Desa Tegalasri selalu berinteraksi dan komunikasi sosial yang baik antara umat beragama dan terciptalah kehidupan masyarakat yang aman, damai, rukun dan selalu hidup berdampingan antara 72

masyarakat. Dengan tetap dilaksanakannya Upacara Barikan yang terdiri berbagai macam Agama ini berjalan selaras dan selalu tercipta kehidupan masyarakat yang sejahtera dalam kehidupannya sehari-hari. Agama ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma sosial, sehingga agama diharapkan mampu mengukuhkan kaidah-kaidah moral yang ada, meskipun telah tercantum dalam hukum adat. Berkat ketaatnya terhadap hukum adat masyarakat merasa ikut bagian dalam keselamatan abadi dan merasa bersatu dengan hukum alam ikatan sakral tersebut sewaktu-waktu harus diperbaharui, jika kendor atau rusak harus dikukuhkan kembali melalui pelaksanaan upacara keagamaan. Pada kenyataanya agama sangat rentang untuk terjadi konflik, yang akhirnya menuju pada perpecahan hal ini terjadi karna perbedaan iman dan mental. Sadar atau tidak sadar sitiap umat pemeluk Agama mempunyai gambaran tentang ajaran Agamanya, yang kemudian jika dibandingkan dengan ajaran Agama lain, memberi memberi penilaian antar Agama lain. Dalam skala penilaiannya, nilai tertinggi selalu diberikan terhadap Agama yang kita anut sendiri dan dijadikan kelompokan, patokan, sedangkan Agama lain dinilai menurut patokan itu. Warga masyarakat Desa Tegalasri sejak jaman dulu kala pada dasarnya telah memiliki kesadaran dan keyakinan bahwa mereka dan semua mahkluk alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, adapun masyarakat Desa Tegalasri meyakini bahwa mereka serba lemah dan terbatas baik pengetahuan dan kemampuan, karena dirinya merupakan bagian dari sebuah alam makro kosmos yang besar. Sehingga mereka percaya pada saat manakala meninggal dunia, rohnya akan terarah ke alam ini, yaitu kosmos 73

yang mengatasi segala kelemahan dan keterbatasan. Kepercayaan dan keyakinanan tersebut akan terus hidup dalam alam pikir masyarakat Desa Tegalasri, meskipun telah memeluk agama-agama besar yang ada dan karena kepercayaan itulah yang melahirkan upacara-upacara tradisioanal dalam kehidupan mereka. Upacara Barikan yang dilaksanakan oleh warga masyarakat Desa Tegalasri secara teratur menunjukan adanya suatu kesadaran warga bahwa, manusia hurus senantiasa menselaraskan hubungan dengan tuhan, alam dan sesama manusia. Hubungan tersebut secara fisik diwujudjkan dalam Upacara Barikan, yaitu melalui pelaksanaan nyadran, upacara , membersihkan lingkungan, bergotong-royong, sehingga menciptakan rasa kebersamaan yang berbedabeda akan tetapi proses pelaksanaan Upacara-Upacara tradisional tetap dalam kebersamaan, karena adanya dalam satu tujuan yang hendak dicapai secara bersama yaitu keselamatan dan kesejahteraan seluruh warga Desa Tegalasri. Upacara Barikan merupakan upacara adat yang mana pendukung dari upacara tersebut adalah masyarakat Desa Tegalasri. Upacara tersebut merupakan upacara komunal yang tidak mewakili kelompok atau identitas masyarakat tertentu, sehingga peran aktif dari seluruh masyarakatlah yang menjadi penentu terlaksananya upacara tersebut. Kerja sama yang baik,sikap gotong-royong, kerukunan, tepo seliro merupakan ciri masyarakat jawa dan nilai-nilai tersebut tersirat dalam pelaksanaan ritual selametan Upacara Barikan. Kesanggupan masyarakat Desa Tegalasri itu sendiri sekaligus 74

menambah kedekatan dan kekerabatan anggota masyarakat lain yang belum terjadi sebelumnya. Upacara meningkatkan solidaritas, untuk menghilangkan perhatian kepada kepentingan individu. Masyarakat yang melakukan ritus larut dalam perhatian kepada kepentingan bersama. Hal tersebut dapat kita lihat tahapantahapan pelaksanaan Upacara barikan yang dilakukan masyrakat Desa Tegalasri,baik itu saat pelaksanaan Upacara lebih jauh lagi mengenai fungsi religius terkandung dalam setiap prosesi dan sarananya. Pemanfaatan peran dan fungsi dari masing-masing anggota masyarakat sangatlah membantu dalam mewujudkan kedekatan dan kerekatan masyarakat, yang nantinya diharapakan agar terjadi keharmonisan dalam kehipan sosialnya. Teori Religi digunakan untuk menganalisis fungsi pelaksanaan yang terdapat dalam Upacara Barikan bertujuan mengucapkan terimakasih kepada sang pencipta dan dhanyang Desa Tegalasri dalam melaksanakan tersebut supaya semua masyarakat Desa Tegalasri yang terdiri dari berbagai macam agama berbeda ini mengucapkan puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan mereka kehidupan yang layak, dijauhkan dari segala marabahaya dan yang terpenting dari pelaksanaan upacara barikan tersebut diharapkan mampu menjaga hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan ,manusia dengan alam, manusia dengan manusia. Jadi keharmonisan sosial yang terjadi dalam Upacara barikan Desa ini mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat Desa Tegalasri. Karena dengan adanya komunikasi sosial antara masyarakat Desa 75

Teagalasri ini semakin mempercepat hubungan yang harmonis antara masyarakat, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang damai, sejahtera dan rukun. Menurut (Samuri, Wawancara, Tanggal 19 November 2011) Desa Tegalasri dulunya adalah sebuah perkebunan karet yang dikuasai oleh belanda dengan seiringnya waktu tentara menyelundup dan menyamar menjadi pekerjanya dan mengajak pekerja lainnya menyerang belanda. Karena rakya banyak tidak memiliki tempat tinggal akhirnya perkebunan karet ditebangi dan dijadikan pemukiman para warga. Sebelum ditempati mengadakan Upacara Barikan di wilayah perkebunan yang begitu luas dan banyak yang meninggal pada jaman kekuasaan belanda warga memohon ijin untuk menempati desa ini kepada Tuhan dan para leluhur agar di beri keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya dengan sarana prasarana yang pada saat itu banyak menganut agama Hindu Jawa. Tahun bertambah tahun, Desa Tegalasri kedatangan penduduk pendatang baru yang beragama islam dan kini agama tersebut merupakan ajaran yang disebarkan oleh para Wali Songo. Kini agama lain berdatangan namun mereka juga melaksanakan upacara barikan hingga sampai saat ini. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Tradisi Barikan ini sebagai pemujaan kepada para leluhur karena banyak manusia yang meninggal diperkebunan karet dan dianggap angker dan banyak roh-roh. Menurut masyarakat Jawa mempercayai bahwa

76

wilayah daerah yang hutan yang masih belum pernah dijamah oleh manusia merupakan tempat para roh. Dari uraian di atas maka dapat diambil suatu benang merah bahwa pelaksanaan Upacara Barikan yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tegalasri berfungsi sebagai menjaga hubungan dan menyelerasikan hubungan manusia dengan sang pencipta Gusti Yang Moho Agung, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan manusia.

4.4. Makna Upacara Barikan di Desa Tegalasri Makna pada dasarnya ada pada lingkup filsafat. Pertanyaan tentang makna merupakan pertanyaan inti yang mempertanyakan masalah arti, manfaat atau nilai apa yang dilakukan oleh manusia. Upacara Barikan merupakan aktivitas ritual masyarakat Desa Tegalasri yang penuh dengan simbol-simbol kearifan lokal bermakna yang harus ditafsirkan. Makna budaya yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut memilki nilai-nilai budaya seperti tingkah laku masyarakat yang menunjukkan bagaimana masyarakat melihat, bertindak, merasa dan berfikir sesuai dengan nilai-nilai yang telah diserap dari orang tua maupun lingkungannya. Pengungkapan makna didasarkan atas teori fungsional struktural mengingat bahwa simbol bermakna secara mendalam Upacara Barikan merupakan aktivitas ritual masyarakat Desa Tegalasri yang penuh dengan simbol-simbol kearifan lokal bermakna yang harus ditafsirkan. Makna budaya yang terkandung dalam kearifan lokal 77

tersebut memilki nilai-nilai budaya yang merupakan refleksi dari tingkah laku masyarakat, yang menunjukkan bagaimana masyarakat melihat, bertindak, merasa dan berfikir agar sesuai dengan nilai-nilai yang telah mereka serap dari orang tua maupun lingkungan mereka. Berdasarkan interpretasi yang peneliti lakukan, maka ditemukan makna-makna sebagai berikut.

4.4.1 Makna Spiritual Makna spiritual yang dimaksudkan disini berkaitan dengan

kepercayaan akan adanya Tuhan atau kekuatan alam yang bersifat transenden yang kehadirannya tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan sebagai kekuatan yang lebih tinggi derajatnya dari manusia telah ada semenjak manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil ketika berhadapan dengan fenomena alam sekitar. Dengan demikian timbul pikiran manusia akan adanya mahkluk yang sangat berkuasa dalam kehidupan di dunia Upacara Barikan yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tegalasri merupakan sebuah ungkapan budaya yang bermakna kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan leluhur. Tradisi ini dilakukan dengan Upacara Barikan yang bertujuan sebagai permohonan agar diberikan keselamtan masyarakat dan dijauhkan dari segala bencana. Tradisi Barikan bagi masyarakat jawa mengadakan Upacara Barikan sesuai dengan peristiwa atau kejadian alam kehidupan sehari-hari yaitu yang 78

jatuh pada bulan sura tidak boleh melaksanakan kegiatan atau ritual yang bersifat sakral dengan tujuan menolak bencana, misalnya ngruwat

pernikahan, mengadakan perjalanan jauh, menempati rumah baru dan lain sebagainya dalam konteks ini maka upacara dilaksanakan sebagai tulak balak (menolak bencana) dari sekala maupun niskala. Mengacu pada teori fungsional struktural budaya yang mencerminkan konsep pemikiran masyarakat bersangkutan akan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan kehidupan. Ritual selametan tidak hanya bermakna penting dalam Upacara Barikan. Dalam perspektif jawa, selametan dipandang sebagai hal mutlak suatu tradisi sebab hampir dalam semua ritus dan upacara dalam religi orang jawa pada umumnya setelah ada ritual tersebut (Koentjaraningrat, 1984:334). Sistem upacara spiritual bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan tuhan, dewa-dewa, atau makluk halus yang mendiami alam gaid. Sistem spiritual ini melaksanakan dan melambangkan konsep-konsep yang

terkandung dalam sistem kepercayaan. Seluruh itu terdiri dari aneka macam upacara yang bersifat, harian atau musiman. Masing-masing upacara terdiri dari kombinasi berbagai macam unsur upacara, misalnya berdoa, bersujud, bersesaji, berkorban, makan bersama, menari, menyanyi, berprosesi, berseni dalam drama suci. Temuan makna tersebut relevan dengan kesimpulan dari teori fungsional struktural yang menyatakan bahwa makna yang tersedia dalam kehidupan umum di sebuah masyarakat, sesungguhnya menunjukkan 79

bagaimana para warga bersangkutan merasa dan berpikir tentang dunia mereka dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang sesuai. Mengikuti alur pemikiran teori ini, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Upacara Barikan tersebut merupakan sebuah religi ungkapan budaya yang

meniunjukkan bagaiman kuatnya rasa kepercayaan

masyarakat Desa

Tegalasri terhadap adanya kekuatan yang lebih tinggi tersebut. Jadi spiritual yang terjadi dalam Upacara Barikan ini mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat Desa Tegalasri. Karena adanya komunikasi antara masyarakat Desa Tegalasri dengan sang pencipta, diharapkan masyarakat Desa Tegalasri akan semakin taat kepada ajaran Agama dan dalam bertindak akan selalu berdasarkan pada ajaran agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

4.4.2 Makna Keharmonisan Sosial Dalam kehidupan keseharian terjalin hubungan rukun yang berati harmoni sosial maupun pembentukan harmoni itu, merupakan nilai sosial yang penting kehidupan desa (Mulder, 1983:36). Dalam keseharian rukun dicapai melalui kerjasama timbal-balik dengan berbagai kepentingan warga desa. Dalam U pacara Barikan ini, ditingkatkan melalui berbagai sarana

sederhana keikutsertaan para warga berpartisipasi bermakna ikut merasakan bersama kesenangan dan kesusahan pada saat Upacara Barikan berlangsung bermakna bantuan biaya dan tenaga melaksanakan selamatan. Pada hakekatnya adalah kegiatan sosial yang melibatkan seluruh warga masyarakat 80

dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama. Kerja sama antar warga masyarakat itu sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial dengan didorong oleh kepentingan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnya yang diwujudkan dalam hubungannya dengan manusia lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, manusia selalu hidup saling bantu-membantu, oleh karena itu manusia disebut homo socies dengan manusia lain. Hanya dengan hidup bersama-sama dengan manusia lain. Hanya dengan hidup bersama dengan masyarakat, manusia akan dapat berkembang dengan wajar. Hal ini dapat diartikan

bahwa manusia dari lahir sampai meninggal mereka memerlukan bantuan orang lain. Bantuan-bantua yang diperlukan bukan hanya bantuan yang bersifat jamani tetapi juga bersifat rohani. Kebutuhan jasmani dan rohani ini akan diperoleh apabila manusia itu mampu menjaga hubungan baik dengan manusia lain. Bagi masyarakat Desa Tegalasri yang heterogen dalam keyakinannya, Upacara Barikan memiliki makna tersendiri yang istimewa. Upacara Barikan memiliki arti penting menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Dengan melaksanakan upacara persembahyangan pada Tuhan, leluhur, danyang, yang diwujudkan dalam Upacara Barikan menolak bencana, masyarakat bergotong-royong kebersamaan, akan terjaga sehingga mampu menciptakan rasa solidaritas yang kuat. Meskipun dengan latar belakang keyakinan atau agama yang berbeda akan tetapi dalam proses pelaksanaan Upacara tetap terjalin hubungan yang harmonis. Dengan adanya Upacara Barikan ini diharapkan dapat memberikan suasana aman dan nyaman bagi warga masyarakat sehingga Upacara Barikan ini perlu dilakukan untuk dapat menjaga keseimbangan antara alam sekale dan miskala. Upacara Barikan ini dulu hanya dilaksanakan oleh umat Hindu saja, akan tetapi dengan adanya pengaruh kebudayaan yang di bawa dari pendatang dan agama lain menjadikan Upacara Barikan ini mengalami perubahan yang sedikit berbeda 81

dari sebelumnya. Tidak hanhya itu saja, baik umat yang beragama islam, Hindu, kristen, budha di harapkan upacara barikan ini di samping sebagai bagian dari tradisi juga di maksudkan dapat menjalin hubungan yang harmonis diantara umat beragama. Menurut Sutris (Wawancara 20 novenber 2011) upacara barikan utowo sing dilaksanakno nang Deso Tegalasri yoiku salah sijine kanggo nguri-nguri budoyo jawi, yaiku kanggo nglestarekno upacara sing berhubungan ambek pemujaan nang lelihur utowo pemujaan kanggo dhanyang kang bahurekso ing Deso Tegalasri tujuane supoyo arwah poro leluhur lan poro danyang sing jogo Deso iki supoyo terus nglindungi lan maringi rejeki kanggo poro wargo Deso Tegalasri. Intinine nglaksanakno upocaro barikan iki yoiku ndungngo marang Gusti Pangeran lan poro leluhur supoyo diparingi keslametan lan seger waras sak kluargo lan sak deso. Upocoro iki mbiyene sumbere teko ajaran agama Hindu lan dilaksanakno umat Hindu tok berhubung ono penyebaran agamo pendatang sing teko nang Deso iki yo melok nglasanakno upacara barikan. Masio ono percampuran budoyo seng bedo mau, upocoro tetep dilaksanakno barengbareng gawe percampuran loro budoyo iku mau . Artinya Upacara Barikan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tegalasri karena Upacara Barikan ini merupakan salah satu cara masyarakat Desa Tegalasri untuk melestarikan salah satu tradisi yang ada dalam adat budaya masyarakat Jawa, yaitun upacara pemujaan dan penghormatan kepada para leluhur atau danyang yang mejadi menjaga Desa Tegalasri selalu melindungi dan memberi rejeki kepada semua warga Tegalasri. Intinya, pelaksanaan Upacara Barikan ini yaitu memohon kepada Gusti Maha Agung dan para leluhur supaya diberikan dan kesehatan sekeluarga dan masyarakat Desa Tegalasri. Upacara ini dulunya sumbernya dari ajaran agama Hindu dan dilaksanakan umat Hindu saja berhubung ada penyebaran agama pendatang yang datang di Desa ini ikut melaksanakan Upacara barikan . Meskipun ada perbedaan budaya, Upacara barikan ini masih tetap dilaksanakan bersama-sama dengan dua budaya campuran yang berbeda tersebut. Berdasarkan yang dilakukan, pelaksanaan Upacara barikan ini merupakan salah satu bentukmdari pelestarian tradisi dan budaya Jawa yang banyak di ilhami oleh nilai-nilai filosofi ajaran agama Hindu. Berdasarkan pendapat dari informan, maka pelaksanaan Upacara Barikan ini memiliki makna sekala dan niskala, maksudnya adanya keseimbangan antara manusia dengan lingkungan, manusia dengan individu dan hubungan yang hamonis antara umat manusia dengan umat manusia. Jika dulunya berasal dari agama 82

Hindu yang menjadi pondasi dalam pelaksanaan Upacara barikan ini, namun setelah datangnya budaya dan agama baru pelaksanaan Upacara tersebut mengalami sedikit perbedaan karena adanya percampuran antara budaya tersebut. Pelaksanaan Upacara barikan menurut umat nonHindu yang berpartisipasi dalam menyukseskan pelaksanaan Upacara Barikan ini, juga menyatakana bahwa pelaksanaan Upacara Barikan bertujuan sebagai bentuk dari rasa berterima kasih kepada para leluhur yang mereka yakini berperan penting dalam keberhasilan hidup masyarakat di Desa Tegalasri. Berdasarkan wawancara tersebut, terdapat relevansinya konsep dan makna Upacara Barikan menurut masyarakat Hindu dan Agama lain, dengan adanya persamaan persepsi inilah Upacara Barikan berperan penting dalam menjaga hubungan yang harmonis antara umat beragama. Keseimbangan hubungan yang harmonis ini, sebagai landasan konsep dari ajaran Agama Hindu yang menghargai. Perbedaan dalam masing-masing Agama tidaklah menjadikan perpecahan akan tetapi menjadikan suatu kesatuan yang utuh dalam kehidupan bersama-sama. Dengan demikian pelaksanaan Upacara Barikan tetap dilaksanakan oleh umat atau masyarakat yang berada di Desa Tegalasri. Berdasarkan analisi teori fungsional struktural yang dipergunakan dalam mengkaji fenomena terkait makna keharmonisan sosial. Teori ini dapat dipergunakan dalam mengkaji fenomena tersebut, karena dalam teori ini dimana dalam perubahan budaya terdapat proses asimilasi, dufusi dan alkuturasi. Masyarakat Hindu yang ada di Desa Teagalasri pada awalnya sebelum masuk budaya baru yang di bawa oleh umat Islam, tata cara pelaksanaan Upacara Barikan murni dengan konsep Hindu Jawa. Akan tetapi dengan kedatangan umat Islam, maka Upacara Barikan yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Desa Tegalasri telah bercampur dengan kebudayaan yang dibawa oleh umat Islam. Sehingga dalam pelaksanaan Upacara barikan terdapat perubahan budaya , artinya budaya asli Hindu Jawa yang ada di Desa Tegalasri, telah berpadu dengan kebudayaan yang dibawa oleh umat Islam. 83

Akan tetapi perpaduan dua kebudayaan tersebu tidak menyebabkan hubungan antar umat beragama menjadi jauh. Dengan adanya perpaduan budaya tersebut, meski pelaksanaan Upacara Barikan telah mengalami perubahan dalam bentuk aslinya, masyarakat tetap melaksanakannya dengan penuh hikmah, sebagai bentuk komunikasi antar umat beragama. Sehingga teori fungsional struktural ini tetap dipergunakan untuk mengaji fenomena tentang makna keharmonisan sosial Upacara Barikan dalam perubahan Sosial Masyarakat Hindu di Desa Tegalasri.

84

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah disajikan pada Bab IV hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain: 1) Tradisi Barikan adalah Upacara tulak balak (menolak bencana) dalam kehidupan Desa Tegalasri serta diberikan keselamatan agar tidak terjadi hal-hal negatif. Upacara ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Gusti Moho Agung dan para leluhur ( dhanyang) dalam usaha menjaga keseimbangan antara bhuana agung dan bhuana alit yang disertai berbagai sesaji dimana sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan dan leluhur. Tradisi Barikan dilakukan pada bulan suro (pergantian bulan jawa). Berdasarkan tempat dan waktu Upacara Barikan dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaannya hanya dilakukan selama satu malam. 2) Upacara Barikan dilaksanakan oleh masyarakat Tegalasri dulunya hanya dilaksanakan oleh umat hindu, mulai bermunculan alkulturasi budaya sehingga mengalami berbagai campuran ritual keagamaan. Dengan berbagai sarana sesaji yang digunakan dalam upacara tersebut, yang berfungsi religius, yakni sebagai wujud persembahan kepada Tuhan sebagai penguasa jagad raya. Selain berfungsi religius upacara tersebut juga memiliki fungsi sosial tetap menunjukkan 85

kebersamaan dan kerukunan masyarakat Desa Tegalasri yang terdiri dari berbagai macam Agama. 3. Upacara Barikan dilaksanakan masyarakat Desa Tegalasri memiliki makna dari berbagai sarana banten atau sesaji yang memiliki simbol atau arti tersendiri, kemudian makna yang terkandung adalah pendekatan kepada Tuhan dan leluhur dengan segala anugerah yang diberikan. Makna bagi masyarakat terjalin hubungan yang harmonis, dalam upacara ini masyarakat bergotong-royong sehingga tercipta kerukunan antar umata beragama. Makna spiritual berkaitan dengan kepercayaan akan adanya Tuhan dan leluhur sedangkan makna kehormonisan sosial menyelaraskan hubungan masyarakat sehingga menciptakan rasa kebersamaan yang kuat meskipun mereka memiliki latar agama yang berbeda akan tetapi dalam proses pelaksanaan Upacara Barikan terjalin hubungan yang harmonis karena ada satu tujuan yang hendak dicapai secara bersama yaitu keselamatan dan kesejahteraan seluruh warga Desa Tegalasri.

86

5.2 Saran 1. Kepada seluruh masyarakat Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi

Kabupaten Blitar memiliki keunikan dari pada tradisi Desa lain. Kita sebagai generasi penerus menjaga nilai-nilai budya Desa Tegalasri jangan samapi menyampingkan warisan leluhur dan meninggalkan kebudayaannya secara perlahan-lahan. 2. Diharapkan masyarakat Desa Tegalasri melaksanakan Upacara ini sesuai dengan keasliannya yang pernah ditanamkan oleh leluhur kepada orang tua kita hingga generasi muda nantinya sesuai dengan desa, kala, patra sehingga pelaksanaannya berjalan lancar serta memahami arti makna dan tujuan Barikan itu sendiri itu dilaksanakan di Desa Tegalasri. 3. Kepada semua masyarakat Desa Tegalasri, untuk bisa melestarikan pelaksanaan Upacara Barikan ini sebagai suatu tradisi dan budaya yang kokoh, maka penting untuk mampu memahami arti,

makna,tujuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

87

Anda mungkin juga menyukai