Anda di halaman 1dari 2

Metodologi Sejarah

Author : Hj Sri Suryantini SPd


Publish : 16-06-2011 19:11:47

Metodologi Sejarah
Prof. Dr.Kuntowijoyo dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah menerangkan bahwa kesimpulan sejarah harus
didasarkan dengan empat tahapan:
(1) heuristik atau pengumpulan data sejarah yang betul-betul valid dan otentik yang kemudian terbagi data
primer dan sekunder;
(2) kemudian masuk kritik atau pengujian kebenaran dari data yang disajikan tersebut. Seandainya sudah
betul-betul lulus uji alias kebenarannya tidak disangsikan maka data itu disebut fakta sejarah;
(3) selanjutnya masuk interpretasi. Fakta-fakta sejarah tadi kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
bantuan ilmu-ilmu sosial atau ilmu bantu lainnya sehingga dapat diketahui hakikat dibalik kejadian sejarah
atau fakta sejarah;
(4) apabila sudah melakukan interpretasi baru masuk tahapan mnyimpulkan dengan menuliskannya. Tahap
inilah tahap yang disebut historiografi. Jadi, tidak asal menarik kesimpulan.
Istilah sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun) yang artinya pohon.
Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ). Adapun kata tarikh dalam bahasa
Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani
yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang
berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah
terjadi.
Manusia dalam dimensi waktu, selalu memberikan sisi misteriusnya yang sulit untuk dijelaskan secara ilmiah.
Aspek pemikiran manusia dalam hal inovasi memang terus mengalami perkembangan yang signifikan sesuai
dengan perkembangan zaman. Hal ini merupakan salah satu faktor pendorong lahirnya gerak sejarah.
Munculnya sebuah peradaban dalam realita historis telah membantu kehidupan manusia masa kini, dan
bahkan, di masa depan. Sejarah dijadikan sebagai sebuah alur pijakan dalam merevitalisasi setiap aspek
internal dalam struktur sosial umat manusia.
Rekonstruksi Masa Lalu
Menurut Prof. Dr. Djoko Soerjo, M.A. (Guru Besar Sejarah di Universitas Gajah Mada dan dosen luar bisaa di
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, yaitu merekonstruksi
apa saja yang sudah dipikirkan, dikerjakan, dikatakan, dirasakan, dan dialami oleh seseorang. Namun, perlu
ditegaskan bahwa membangun kembali masa lalu (rekonstruksi) bukanlah untuk kepentingan masa lalu itu
sendiri. Sejarah memiliki kepentingan masa kini dan, bahkan, untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu,
orang tidak akan belajar dan mengkaji sejarah kalau tidak ada gunanya bagi kehidupan, dan kenyataannya,
sejarah terus menerus dituliskan di setiap peradaban dan sepanjang waktu. Hal ini sebenarnya cukup bisa
membuktikan bahwa sejarah itu adalah sangat diperlukan. (Nor Huda, 2007: 13)
Hal inilah yang menjadi dasar dari perlunya mempelajari dan merealisasikan nilai moral (morality value)
dalam kisah sejarah di masa lampau. Eksistensi sebuah peradaban memiliki beragam budaya dan nilai yang
reflektif. Sartono Kartodirdjo dalam buku Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (1993: 14),
menyatakan bahwa sejarah dalam arti subjektif merupakan sebuah konstruk, yakni bangunan yang disusun
oleh penulis sejarah sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang
mencakup fakta-fakta terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik aspek proses maupun
aspek struktur daripada sejarah itu sendiri.
Kesatuan koheren inilah yang menimbulkan keutuhan bangunan sejarah. Sejarah adalah konstruksi yang saling
berkaitan satu sama lain. Unsur determinan dalam aspek kausalitas sejarah selalu mendapat dukungan dari
formal causa dan final causa. Sejarawan selalu bekerja dengan dokumen, yakni data dan fakta yang valid.
Tidak ada dokumen berarti tidak ada sejarawan, dan selanjutnya tidak ada sejarah sebagai satu kesatuan yang
utuh. Value atau nilai sangat bergantung dari dokumen yang digunakan.

Page 1
Metodologi Sejarah

Aktualisasi Masa Lalu Dalam Persfektif Kontemporer


Sejak ilmu diplomatik diciptakan oleh Mabillon (1632-1707), pemakaian dokumen sebagai sumber sejarah
mulai memerlukan kritik ekstern dan kritik intern. Kritik secara ekstern memiliki orientasi atas otentisitas
sumber sejarah. Apakah sumber yang digunakan otentik atau tidak, yaitu kenyataan identitasnya, bukan tiruan
atau palsu. Aktualisasi kritik ini dilakukan secara analitik, mendalam, dan penuh ketelitian. Aspek inilah yang
memiliki hubungan erat dengan kualitas seorang sejarawan dalam mengaktualisasikan fakta sejarah dalam
persfektif kontemporer. Kritik intern memiliki orientasi atas kredibilitas, yakni bisa dipercayakah sumber, isi
dokumen, fakta-fakta, dan pernyataannya. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi penulis, dari hal sifat dan
wataknya, daya ingat, jauh dekatnya dengan peristiwa dalam dimensi waktu, dan lain sebagainya.
Dalam sebuah perkuliahan di kelas, dosen metodologi penelitian sejarah mengemukakan mengenai pentingnya
teori dan metodologi dalam pendekatan kajian sejarah. Beliau mengatakan bahwa sejarah dalam artian yang
sesungguhnya akan memiliki arti penting sebagai pijakan hidup bila dikaji melalui beberapa pendekatan.
Dengan menggunakan teori dan metodologi, seorang sejarawan akan menghasilkan jenis sejarah baru (cabang
sejarah). Kita tentunya mengenal sejarah sosial, sejarah ekonomi, sejarah kota, sejarah revolusi, dlsb. Inilah
produk kreatif ketika teori dan metodologi dipergunakan dalam pengkajian peristiwa sejarah.
Proses aktualisasi internal sebuah peristiwa sejarah di masa lampau dilakukan melalui beberapa pendekatan,
dalam hal ini adalah pendekatan dalam teori dan metodologinya. Ada beberapa jenis pendekatan yang
digunakan oleh sejarawan dalam melakukan rekonstruksi sejarah, setidaknya ada tujuh point teori yang
menghiasi cara kerja sang sejarawan dalam proses rekonstruksi.

Page 2

Anda mungkin juga menyukai