Anda di halaman 1dari 23

GEOGRAFI POLITIK JAWA TIMUR: GUNUNG PENANGGUNGAN DAN

SUNGAI BRANTAS

DOSEN PENGAMPU : Dr. Rahayu Permana, M. Hum

Makalah Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Geografi Sejarah

KELOMPOK 18
Disusun Oleh :

Citra Andini Kusuma Dewi (202015500361)


Rangga Mardaniar (202015500115)
Mochamad Fikri (202015500078)

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENGETAHUAN SOSIAL (FIPPS)
PENDIDIKAN SEJARAH
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan segala rahmat,
karunia, serta taufik hidayah – Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Geografi Politik Jawa Timur : Gunung Penanggungan dan Sungai Brantas”ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami ber Terima Kasih
Kepada Bapak Dr. Rahayu Permana, M. Hum. Selaku Dosen Pengampu Geografi
Sejarah peminatan yang telah memberikan tugas ini. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata
– kata yang kurang berkenan dala penulisan makalah ini dan kami memohon kritik dan
saran yang dapat membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Jakarta, April
2021

KELOMPOK 18

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Latar Belakang Geografis Kerajaan Medang...................................................3
B. Gunung Penanggungan: Lokasi Geografis dan Arti Historis..........................4
C. Lokasi Strategis Lembah Sungai Brantas..........................................................6
D. Geomorfologi Wilayah dan Bencana Sungai.....................................................9
E. Ciri-ciri Pedologis Lembah Sungai Brantas....................................................11
F. Kekuasaan Airlangga atas Lembah Sungai Brantas......................................15
G. Geografi Politik Kerajaan Singasari Tahun 1222-1292..................................17
BAB III : PENUTUP.....................................................................................................19
A. Kesimpulan.........................................................................................................19
B. Saran....................................................................................................................19
DAFTAR PUSAKA.......................................................................................................20

ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mata kuliah Geografi Sejarah, Geografi Sejarah mempunyai pengertian yaitu
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia, fisik, fiksi, dan fakta geografi
pada masa lampau dan beragam. Umumya membahas tentang geografi masa lalu
dan bagaimana perubahan sebuah wilayah atau tempat berdasarkan waktu.
Contohnya meliputi seperti Geografis Kerajaan Sejarah, Gunung Penanggungan
(Lokasi Geografis dan arti Historis), Lokasi Strategis Lembah Sungai Bratas,
Geomorfologi Wilayah dan Bencana Sungai, Kekuasaan Airlangga atas Lembah
Sungai brantas, dan Geografi Politik Kerajaan Singasari pada Tahun 1222 – 1292.
Dalam pembahasannya Wilayah Kerajaan Sendok di jawa timur pada abad ke – 10
bukan merupakan lingkungan geografis yang baru bagi peradaban. Serta Lokasi
Gunung Penanggungan memnempati lereng bagian utara kompleks Gunung Arjuno
Anjasmoro, sehingga dapat dikatakan sebagai anak Gunung Arjuno Anjasmoro,
pada Delta sungai branntas diapit oleh sungai porong yang mengalir ke arah timur
dan sungai kalimas yang mengalir ke timur laut kemudian ke utara bermuara di
kawasan surabaya sekarang. Yang dipemasalahkan secara geomorfologis adalah
bagaimana mungkin hingga tahun 1396 di canggu yang terletak di pedalaman
terdapat pelabuhan laut yang pemeliharaannya kemudian dihapus bersama dengan
mata pencaharian garam yang mau. Adapun kerajaan jawa timur yang akan
dibangunnya tak dapat dilepaskan dari sumbu perekonomiannya, yakni sungai
berantas, yang bermuara ke laut melalui dua muaranya. Serta latar belakang
kegiatan politik, sosial – ekonomi, dan kultural dari kerajaan panjalu dan janggala,
kemudian kedir dari akhirnya singasari, terletak dalam nilai kombinasinya sebagai
bagian dari aliran sungai brantas yang melingkar seperti ular itu.

B. Rumusan Masalah
Dalam Penyusunan makalah ini mempunyai beberapa Rumusan Masalah yaitu :
1. Bagaimana Latar Belakang Geografis Kerajaan Sejarah ?
2. Apakah yang dimaksud Gunung Penanggungan (Lokasi Geografis dan Arti
Historis) ?
3. Bagaimana Lokasi Strategis Lembah Sungai Brantas ?

1
4. Menjelaskan bagaimana Geomofologi Wilayah dan Bencana Sungai ?
5. Penyebab apakah Kekuasaan Airlangga atas Lembah Sungai Brantas ?
6. Sejarah apakah pada Geografi Politik kerajaan Singasari pada Tahun 1222 –
1292 ?

C. Tujuan Penulisan
Dalam menyusun makalah ini mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Untuk mengetahui Latar Belakang Geografis Kerajaan Medang
2. Untuk mengetahui Gunung Penanggungan : Lokasi Geografis dan Arti Historis
3. Untuk Mengetahui Lokasi Strategis Lembah Sungai Brantas
4. Untuk Menetahui Geomorfologi Wilayah dan Bencana Sungai
5. Untuk Megetahui Kekuasaan Airlangga atas Lembah Sungai Brantas
6. Untuk Mengetahui Geografi Politik Kerajaan Singasari Tahun 1222 - 129

2
BAB II : PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Geografis Kerajaan Medang

Wilayah Kerajaan Sendok di Jawa Timur pada abad ke-10 sebenarnya bukan
merupakan lingkungan geografis yang baru bagi peradaban. Sebelum itu, di zaman Raja
Balitung, Jawa Timur sudah didiami oleh penduduk yang cukup padat menurut ukuran
zamannya, khususnya di sepanjang Sungai Brantas yang di sana telah terbentang daerah
pertanian padi. Sementara itu, terjadi pergeseran pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur secara bertahap.
Mengenai letak Pemerintah Balitung yang masih berpusat di Jawa Tengah, Prof.
Poerbatjaraka menjelaskan sebagai berikut: "Dari gelarnya yang berbunyi Rakai
Watukara, nampak bahwa Balitung adalah seorang penguasa berdasarkan hukum adat
atau dengan kata lain sebagai kepala daerah Watukara." Adapun Watukara terletak di
pinggiran kali Bogowonto di bagian dekat muara, saat ini wilayah tersebut masuk eks
kawedanan Purwodadi Kabupaten Purworejo.
Meskipun menurut para sejarawan, pendorong pergeseran pusat kerajaan ke Jawa
Timur itu disebabkan oleh faktor politik, kebudayaan, dan agama, tetapi sebenarnya
faktor ekonomi tak boleh diremehkan. Ada kemungkinan bahwa Jawa Tengah dalam
proses perkembangannya sebagai negeri agraris telah mencapai taraf yang cukup tinggi
untuk mengekspor hasilnya ke luar.
Jika dulunya tenaga manusia yang tersisa dapat disalurkan ke pekerjaan rodi
untuk pendirian bangunan-bangunan seperti candi, maka penyaluran ke pekerjaan yang
berkaitan dengan perdagangan dan pengangkutan tentu sulit dilaksanakan. Andai kata
Bengawan Solo mengalir langsung ke Laut Jawa dan bermuara di sebelah timur
Semarang misalnya, bukan hal yang mustahil apabila di Jawa Tengah dapat berdiri suatu
kerajaan agraris-maritim yang besar. Nyatanya, Bengawan Solo mampu menerobos
Pegunungan Kendeng di dekat Ngawi untuk meneruskan alirannya menuju ke muara
yang letaknya di muka Pulau Madura.

3
Prasasti Sindok berasal dari masa di antara tahun 929 dan 947 dan bertempat di
wilayah sempit yang sekarang melingkupi daerah Surabaya bagian selatan sampai
Malang bagian utara. Kemungkinan besar, berpindahnya ibu kota kerajaan dimulai sejak
masa Kerajaan Sindok. Di masa sebelumnya, yakni di bawah pemerintahan Daksa,
Tulodong, dan Wawa, ibu kota kerajaan masih berada di Jawa Tengah. Demikian
pendapat Stutterheim. Namun, ditambahkan pula dugaan sebagai berikut.
Mungkin saja pusat pemerintahan sudah terlebih dulu ada di Jawa Timur.
Bahkan Sindok sendiri sudah menjabat Rakryan-Mapatih di zaman
pemerintahan Tulodong dan Wawa untuk mengurus pemerintahan di Jawa
Timur, termasuk urusan pertanian serta perdagangannya. Adapun mengenai
pribadi Sindok dituliskan bahwa tokoh ini suka membuka daerah-daerah baru
bekas rawa-rawa di muara Sungai Brantas serta deltanya untuk kemudian
dihadiahkan kepada para petani dan kaum agama.

D. Gunung Penanggungan: Lokasi Geografis dan Arti Historis


Gunung Penanggungan menempati lereng bagian utara kompleks Gunung Arjuno
Anjasmoro, sehingga dapat dikatakan sebagai anak Gunung Arjuno-Anjasmoro. Dilihat
dari lembah Brantas, ada empat puncak yang mengelilingi puncak utama. Ini
mengingatkan orang kepada Mahameru yang merupakan gunung bersemayamnya para
dewa, menurut tradisi Hindu kuno.
Orang-orang Jawa zaman dulu memandang Gunung Penanggungan sebagai
gunung kecil yang telah mati. Sehubungan dengan itu, Pigeaud menulis: "Menurut buku
kuno Tantu Panggelaran, asal-usul gunung tersebut sebagai berikut: 'bagian puncak dari
Mahameru dipindahkan ke Pulau Jawa dan dipasang di Jawa Timur'. Adapun cerita yang
lebih lengkap terdapat dalam buku Kepustakaan Jawi karangan Poerbatjaraka sebagai
berikut:
Menggah ingkang dipun cariyosaken: Bathara Guru nitahaken manungsa
wonten ing tanah Jawi sajodho, lajeng bebranahan. Nanging taksih sami wuda,
dereng saged wicanten, dereng saged damel griya, prabot-prabot sasaminipun.
Nalika samanten pulo Jawi dipun cariyosaken taksih gonjang- ganjing, dereng
tetep trepipun, Bathara Guru lajeng dhawuh dhateng para dewa ngusung redi

4
Semeru saking tanah Indhu dateng pulo Jawi, Redi kapopog puncakipun lajeng
kausung dhateng tanah Jawi, dhumawah ing kilen; tanah Jawi anjomplang,
ingkang sisih wetan minggah. Redi lajeng kausung mengetan, samargi-margi
cuwil dhawah dados redi Katong (Lawu), redi Wilis, redi Kampud (Kelud), redi
Kawi, redi Arjuno, redi Kemukus; puncakipun dados redi Semeru. Wiwit punika
tanah saweg tetep trepipun, boten menggang-menggang.
  Adapun inti cerita tersebut ialah sebagai berikut. Batara Guru menciptakan
manusia di tanah Jawa sepanjang kemudian beranak cucu. Tetapi, mereka masih
telanjang belum dapat berbicara, berpakaian, mendirikan rumah, perkakas, dan
sebagainya. Pada masa itu, Pulau Jawa diceritakan masih bergunjing karena belum stabile
Lalu Batara Guru memerintahkan para dewa agar mengangkut Gunung Semeru dari
negeri Hindu ke Pulau Jawa. Gunung tersebut dipotong bagian puncaknya lalu diangkut
ke tanah Jawa, sewaktu dijatuhkan di bagian barat, Pulau Jawa menjadi miring, sehingga
bagian timurnya naik. Selanjutnya, gunung tadi diangkut ke timur, tetapi karena di
sepanjang perjalanan berceceran, maka terbentuklah Gunung Kantong (Lawu), Gunung
Wilis, Gunung Kampud (Kelud), Gunung Kawi, Gunung Arjuno, dan Gunung Kemukus.
Adapun puncaknya menjadi Gunung Semeru. Sejak saat itu, Pulau Jawa menjadi mantap
letaknya dan tidak bergunjing lagi.
Anehnya, petikan dari buku Tantu Panggelaran yang diambih oleh Poerbatjaraka
tidak menyinggung Gunung Penanggungan, meskipun menyebutkan nama Gunung
Arjuno juga. Pada intinya, Gunung Semeru yang ada di Jawa Timur merupakan hasil
pemindahan puncak Mahameru dari India. Mungkin Pigeaud yang salah tangkap atau
mungkin pula ada cerita khusus tentang hubungan antara Gunung Semeru dengan
Gunung Penanggungan itu sendiri yang lokasinya berada di Jawa Timur.
Hal yang lain tetapi masih ada hubungannya dengan itu semua adalah tentang
terbentuknya Gunung Tidar yang ada di Jawa Tengah. Ceritanya mirip dengan apa yang
diuraikan dalam Tantu Panggelaran, yakni bahwa gunung tersebut ditancapkan di sebelah
selatan Magelang sekarang' sehingga menjadi paku pengokoh Pulau Jawa yang
sebelumnya selalu gonjang-ganjing.
Yang menarik secara geografis adalah lokasi Gunung Penanggungan berada di
antara sumber Kali Brantas (daerah Malang sekarang) dan bagian deltanya (daerah

5
Surabaya sekarang). Kali Brantas seakan- akan seperti tubuh ular yang melingkar dengan
letak kepala mendekati ekornya. Kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur selain
berurat nadi di Kali Brantas, lokasinya juga mengelilingi Gunung Penanggungan, seperti
Daha, Kahuripan, Majapahit, Jenggala, dan Tumapel. Sehubungan dengan itu, setiap kali
ada kekacauan politik di dalam negeri atau perang antarwilayah, Gunung Penanggunan
dijadikan sebagai ajang strategi perang. Ingatlah nama-nama tempat yang dipakai
bersembunyi oleh Airlangga pada awal abad Ice-Il sebelum ia mendirikan kerajaannya.
Fungsi lain dari gunung tersebut adalah untuk memuliakan tokoh-tokoh kerajaan.
Berkaitan dengan itu, di lereng gunung terdapat makam Airlangga (di Belahan lereng
timur), makam Sindok di Betra, juga makam ayah Airlangga di Jalatunda.
Dalam perkembangannya, makam-makam keramat itu tertutup semua oleh
tanaman gelagah dan saluran liar. Penduduk biasa membakar daerah gelagah itu untuk
membuat rabuk bagi usaha perladangannya. Dari kebiasaan ini, teras-teras bangunan
kuno tadi menjadi terbuka. Agaknya, ada perhitungan ketinggian tempat-tempat suci
tersebut. Peninggalan tersebut anehnya terdapat di lereng tenggara puncak-puncak
Penanggungan, yang terdiri dari Kemukus, Penanggungan, Gajahmungkur dan Bekel.
Adapun lereng puncak Penanggungan sendiri bernama Selokelir. Puncak Bekel dan
Gajahmungkur paling banyak menyimpan peninggalan kuno. Letaknya di antara 750 dan
155 meter di atas permukaan laut. Sampai ketinggian 1650 M pun masih ada peninggalan
seperti Jalatunda, Belahan, dan Jedung.
 
E. Lokasi Strategis Lembah Sungai Brantas
Delta Sungai Brantas diapit oleh Sungai Porong yang mengalir ke arah timur
(bermuara di Selat Madura) dan Sungai Kalimas (Kencana) yang mengalir ke timur laut
kemudian ke utara bermuara di Surabaya sekarang. Terbentuknya delta tersebut
memakan waktu berabad-abad lamanya. Sementara itu, peranannya sangat penting dalam
percaturan politik kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur.
Kondisi tanah di delta itu sendiri tidak baik. Mula-rnula penuh dengan rawa dan
dikelilingi hutan belukar. Setelah kering, hutan dibuka dan dijadikan tanah pertanian.
Untuk keperluan itu, Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit mengerahkan tenaga
transmigran yang berasal dari Tumapel dan Madura. Adapun pusat Kerajaan Majapahit

6
sendiri ada di luar delta Brantas tersebut. Namun, alam aslinya juga mirip dengan yang
ada di delta tersebut, karena ditinjau secara geomorfologis, wilayah delta dari masa ke
masa mengalami pergeseran letak.
Menurut penelitian Ir. Nash pada tahun 1930, tanah delta Brantas tidak stabil
karena di bawahnya masih terus saja bergerak tujuh jajaran antiklinal sebagai sambungan
ujung Pegunungan Kendeng yang mengarah ke Selat Madura lewat bawah permukaan
tanah. Adapun Pegunungan Kendeng Utara juga menjelujuri pinggiran utara Pulau Jawa.
Munculnya ke permukaan tanah terjadi secara sporadis, misalnya di dekat Semarang
(perbukitan Bergota dan Alas Roban), Rembang, Bojonegoro, kemudian pegunungan
yang menjadi tulang punggung Pulau Madura.
Pernah terjadi kenaikan tanah di sekitar muara Sungai Brantas berupa Sungai
Kalimas. Palung sungai bergeser ke kiri, sehingga airnya mengalir ke barat. Setelah
mengisi ledokan bernama Kedunglidah —terletak di sebelah barat Kota Surabaya
sekarang—, air sungai tersebut kemudian mengalir ke laut dan bermuara di dekat Gresik.
Dengan demikian, sudah dekat dengan Sungai Lamongan. Menurut catatan sejarah,
Kedunglidah tersebut masih ada pada tahun 1838.
Pada akhir abad ke-8, yang saat ini menjadi Kota Surabaya masih berupa suatu
teluk yang terapit oleh dua tanah ujung yang menjorok ke laut. Ujung yang kanan kira-
kira berada di sebelah tenggara Wonokromo sekarang yang pada masa itu terdapat dua
desa bernama Medang dan Kuti. Adapun ujung lain ada di sebelah barat, letaknya di
dekat bekas Pabrik Gula Ketegan. Dahulunya di tempat tersebut terdapat pusat bea cukai
bagi kapal-kapal yang keluar-masuk. Mungkin kerajaan kecil yang menempati delta
Sungai Brantas inilah yang bernama Medang dan pada waktu itu merupakan negeri vasal
dari Sriwijaya yang pusatnya berada di Palembang.
Perlu diingat bahwa akibat supremasi Palembang atas Laut Jawa, maka untuk
beberapa masa, Jawa mengarahkan perdagangannya ke Maluku. Dari sana didatangkan
rempa-rempah, sebaliknya Jawa mengirimkan beras ke Malauku. Pada Saat itu, pusat
pemerintaham Kerajaan Jawa masih di Jawa Tengah. Akan tetapi, kegiatan perdagangan
di pesisir pantai Jawa Timur, khususnya di sekitar muara Sungai Brantas dan Sungai Sala
sudah mengalami kemajuan.

7
Pendirian Kerajaan Medang di Jawa Timur jika benar, merupakan suatu cara
Sriwijaya untuk mematikan perdagangan di Jawa sendiri, yang terpaksa kehilangan
haknya atas pelabuhan-pelabuhan yang penting. Berkaitan dengan itu, Nash
menambahkan bahwa dalam situasi seperti Situ, ekspor dari Jawa dapat dilakukan
melalui dua pelabuhan lain di Jawa Timur, yakni Pelabuhan Pasuruan (Selat Madura) dan
Pelabuhan Banyuwangi (Selat Bali). Adapun apabila terpaksa, dapat dimanfaatkan pula
Teluk Puger di Lautan Hindia. Dapat dibayangkan sulitnya transportasi darat yang
diperlukan sebelum adanya transportasi laut.
Dalam situasi persaingan yang sengit antara Medang dan Mataram Hindu di Jawa
Tengah, Medang mampu mempertahankan dirinya selama satu abad. Cara yang ditempuh
adalah dengan memanfaatkan delta Sungai Brantas untuk pertanian. Sebagai ibu kota,
Medang pernah didirikan Kuripan atau Kahuripan yang artinya pembukaan. Letaknya ada
di dekat desa Tulungan di Utara Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo sekarang.
Pertentangan dengan kekuasaan pusat di Jawa Tengah dapat dihentikan pada
tahun 929 dan Medang sekaligus melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Pada masa
itulah Raja Sindok mulai berdaulat. Secara bertahap, pusat-pusat kegiatan politik
dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Satu abad kemudian, yakni pada tahun 1042, Airlangga memecah kerajaannya
atas dua bagian, yakni Jenggala yang bercorak maritim dan Panjalu (Rediri) yang
bercorak agraris. Batas antara dua kerajaan itu tidak jelas, yang diketahui adalah bahwa
Kediri di sebelah barat (mencakup Madiun dan Jawa Tengah pula) sedang Panjalu di
sebelah timur (berpusat di daerah sekitar Surabaya sekarang) dan wilayahnya meliputi
sisa dari Jawa Timur.
Kemungkinan besar hilir bawah Sungai Brantas merupakan batas antar kedua
kerajaan itu, dari Kertosono ke timur (Selat Madura) ditambah dengan anak sungainya
yang bernama Widas. Di sebelah utara sungai adalah wilayah Jenggala dan di selatan
adalah wilayah Kediri. Mengenai lokasi Kamal Pandak yang bertalian dengan cerita Mpu
Baradha, terdapat dua tafsiram Pertamav letaknya di sekitar Blitar, dan kedua letaknya di
dekat Sungai Porong.
Dengan bersatunya kembali Jenggala dan Kediri atas kemenangan Kediri, maka
ibu kota kerajaan kembali lagi ke Kediri, kemudian pelabuhan negara diundurkan ke

8
pedalaman, yakni Canggu di dekat Mojokerto sekarang, Di situ sekaligus dipasang
tempat penjagaan bea cukai yang penting.
Meskipun Kediri pernah mengalahkan Jenggala, kemudian Majapahit yang
menggantikan tempat Jenggala menguasai Kediri pada tahun 1293, pusat Kerajaan
Majapahit tersebut akhirnya berada di dekat Sungai Brantas lagi. Sementara waktu, di
Kategan masih ada pos bea cukai. Akan tetapi, pos ini berada di bawah pengawasan
Madura yang diangkat menjadi negeri vasal dari Majapahit. Majapahit sendiri baru
menjadi negara maritim besar setelah kekuasaan Madura berhasil dikurangi dan akhirnya
dihapus sama sekali.
 
F. Geomorfologi Wilayah dan Bencana Sungai
Yang dipermasalahkan secara geomorfologis adalah bagaimana mungkin hingga
tahun 1396, di Canggu yang terletak di pedalaman terdapat pelabuhan laut yang
pemeliharaannya kemudian dihapus bersama dengan mata pencaharian garam yang maju.
Padahal ketinggian Canggu sekarang berada 15-20 meter di atas permukaan laut.
Menurut Nash, latar belakangnya adalah perubahan aliran Sungai Brantas dan pergeseran
palungnya dari abad ke abad. Sejak abad ke-8 terbentuk ledokan Kedunglidah di dekat
Gresik. Selain itu, masih saja terjadi kenaikan tanah dan penurunan tanah di sekitar delta
Brantas. Dengan demikian, peta-peta wilayah hilir bawah Sungai Brantas juga harus
berbeda-beda, mengikuti kenyataan pada abad yang bersangkutan.

9
Tanah delta Brantas tidak stabil, di bawahnya masih bergerak tujuh jajaran
antiklinal sebagai sambungan ujung pegunungan Kendeng yang mengarah ke Selat
Madura lewat bawah tanah.
1. Jombang 7. Kambangan
2. Munung 8. Kedungwaru
3. Ngoro 9. Gujangan
4. Ngelom 10. Sepanjang
5. Watudakon 11. Ngimbang
6. Gunung Pucangan 12. Ngagel (Wonokromo)

I. Antiklinal Jombang
II. Antildinal Nunung-Ngoro
III. Antiklinal Ngelom-Watudakon
IV. Antiklinal Pucangan
V. Antiklinal Kambangan-Kedungwaru
VI. Antiklinal Guyangan-Sepanjang
VII. Antiklinal Ngimbang-Wonokromo
(Sumber: Dr.lr. James M. W. Nash: "Enige voorlopige opmerkingen omtrent de
Hydrogeologie der Brantas Vlakte" Handelingen van 6do Ned, Indische Natuur
Wetenschappelijke Congres, hlm. 687).
Sehubungan dengan itu, Ir. Maclaine Pont dalam mempelajari sejarah
Cangguyang; lokasinya berada di perbatasan Kediri dengan Jenggala dan selanjutnya
menentukan berhasilnya monopoli perniagaan rempah- rempah Maluku, menuliskan:
Seluruh kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan perniagaan rempah-
rempah ditarik ke Pulau Jawa tempat terdapatnya sistem jaringan jalan
darat dan jalan perairan yang berpusat di delta Sungai Brantas. Dari
kenyataan inilah maka mungkin menjadikan Majapahit untuk menguasai
seluruh Nusantara ditambah lagi dengan Malaka dan Kalimantan Utara.
Mundurnya Majapahit sebagai penguasa perairan Nusantara dapat juga
dihubungkan dengan mundurnya fungsi delta Brantas yang didahului oleh rentetan

10
bencana geomorfologis yang di dalam buku-buku sejarah tidak pernah dituliskan. Namun
sebagai gejala alami, sejarah mencatat pula beberapa hal seperti berikut:
1) Rusaknya tanggul-tanggul Sungai Brantas di dekat Waringin Sapta yang atas
tuntutan rakyat baru sempat diperbaiki oleh Airlangga pada tahun 1037. Penjelasan
ini terdapat dalam Prasasti Klagen.
2) Bencana yang dalam buku Pararaton disebut sebagai banyu pindah pada tahun 1256.
3) Bencana pagunung anyar yang disebutkan pula dalam buku Pararaton pada tahun
1296.
Penelitian selanjutnya telah menemukan bukti-bukti bahwa telah terjadi berbagai
kenaikan tanah yang pangkalnya adalah bukit-bukit Tunggorono di sebelah selatan Kota
Jombang sekarang. Kemudian, menjalar ke Jombatan dan Segunung. Akhirnya, gerakan
tersebut menyondol lokasi Pelabuhan Canggu dari bawah dan terus menjalar menuju
Bangsal. Oleh karena proses tersebut berlangsung lambat, maka baru nampak bukti-
buktinya pada abad-abad berikutnya.
Tentang Bangsal diterangkan secara pedologis bahwa jenis tanahnya di situ
adalah margalit atau napal, yakni tanah liat bercampur kapur, sehingga dapat disimpulkan
bahwa di daerah tersebut pernah terjadi kenaikan tanah. Hal ini diperkuat lagi dengan
terdapatnya sebuah desa di dekat Bangsal bernama Gunung Anyar dan di dekat bukit-
bukit di sebelah selatan Jombang ada desa yang bernama serupa, yaitu Denanyar yang
semula adalah Redianyar yang artinya gunung baru.
G. Ciri-ciri Pedologis Lembah Sungai Brantas
Sungai Brantas sebagai urat nadi kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditelaah
ciri-ciri tanahnya pada setiap lembahnya. Semua itu ditentukan oleh kehadiran gunung-
gunung api yang mengapit aliran sungai tersebut dari hulu, hilir hingga muaranya.
Penelitian pedologis tentang itu semua telah ditulis hasilnya oleh pedolog Mohr, sebelum
Perang Dunia Il, sebagai berikut:

1. Dataran Tinggi Malang


Tanahnya berwarna coklat tua sampai harnpir hitam. Ini menandakan bahwa
daerah

11
tersebut dulunya merupakan suatu danau purba yang kemudian mengalami proses
pengeringan menjadi dataran tinggi, setelah airnya dapat dibuang keluar melalui
Sungai Brantas yang palungnya membentuk dasar dari danau tersebut yang terdalam.
Menurut Mohr, danau purba tersebut mula-mula adalah suatu ledokan yang
letaknya terapit oleh lereng-lereng Gunung Semeru di sebelah timur, Pegunungan
Kidul di sebelah selatannya. Gunung Kawi dan Arjuno di sebelah barat, yang terisi
oleh bekuan berbagai tuf dan eflata dari ledakan gunung-gunung berapi tadi.
Menurut geolog Belanda Verbeek dan Fennema (pada awal abad ke- 20) bahwa
bahan-bahan lava yang membeku tadi bertumpuk di pinggiran ledokan tersebut,
sehingga air terhenti dan dengan demikian terbentuklah rawa-rawa yang akhirnya
meningkat menjadi suatu danau. Kemudian, gunung-gunung api di sekelilingnya tadi
masih saja melanjutkan erupsinya dengan membuang lava dan efflata ke dalam
ledokan itu, sehingga dasarnya terisi dan menjadi makin mendatar untuk proses yang
lebih Ianjut, menjadi dataran tinggi Malang, setelah airnya dapat diluapkan ke luar.
Dalam proses pengeringan danau, muncul hutan-hutan yang makin meluas dan
menyumbangkan lapisan humus tebal kepada tanah yang ada di bawahnya. Setelah
datang penduduk dan hutan dibuka untuk tanah pertanian, lambat laun terciptalah
dataran tinggi dengan pertanian padi yang maju. Sementara itu, curah hujan cukup
dan pembagian musim cukup menguntungkan untuk melahirkan daerah pertanian
yang makmur seperti Tumapel dan Singasari di kemudian hari.
2. Lembah Brantas dari Blitar sampai Kediri
Sungai Brantas, setelah Kepanjen membelok ke arah barat, akan terdapat lembah
yang banyak dipengaruhi oleh Gunung Kelud. Mulai dari Blitar Sungai Brantas telah
memasuki dataran rendah yang selanjutnya di dekat Tulungagung membelok ke
utara, masuk ke dataran rendah Kediri. Dataran rendah Kediri tersebut diapit oleh
Gunung Wilis di sebelah barat dan kompleks Gunung Kawi-Kelud serta Gunung
Arjuno-Anjasmoro di sebelah timur.

12
Menurut sejarah geologinya, seiuruh dataran rendah lernbah Brantas dari Blitar
hingga Mojokerto dulunya mewujudkan suatu teluk lautan yang menjorok cukup
dalam dengan melengkung ke tubuh Jawa Timur. Kemudian teluk ini terisi oleh
eflata gunung-gunung api tersebut, terutama Kelud. Sebagian eflatanya dibawa oleh
angin, sebagian lagi oleh air sungai Brantas, sehingga melalui dua proses ini
terbentuklah dataran rendah Kediri. Di sekitar kota Kediri dan Kertosono, eflata lebih
terdiri atas kerikil dan pasir kasar.

Sementara itu, hujan-hujan lebat di lereng selatan Gunung Kawi menimbulkan


erosi yang hebat dari masa ke masa, sehingga air Sungai Brantas mengalirkan tanah
lixivium merah untuk diendapkan sehabig banjir di daerah Kediri. Selain itu, dari
daerah dataran rendah datangendapan tanah kapur yang berwarna kelabu, berasal dari
anak Sungai Brantas yang bermata air di Pegunungan Kidul daerah Trenggalek,
ditambah lagi dengan endapan tanah berwarna coklat yang berasal dari Gunung
Wilis. Dengan demikian, para pedolog dapat menerangkan bagaimana proses
terbentuknya tanah di daerah Kediri yang subur dan baik bagi pertanian padi dengan
unsur•unsur berupa andesit, veldspat, dan augit, yang berasal dari eflata Kelud, dan
bercampur dengan bagian- bagian halus dari tanah merah lixivium (lumpur tanah
napal yaitu margalit yang mengandung kwarsa, liat dan kapur).

13
Namun, jenis tanah ini terlalu basa, artinya kurang asam, karena kekurangan
bahan organis yang seharusnya memberikan zat lemas untuk keperluan tanaman.
Itulah sebabnya di dataran rendah Kediri yang terkenal akan pabrik gulanya, tanah
pertanian dulu banyak diberi pupuk amoniak asam arang.

3. Bagian Hilir Brantas di Sekitar Mojokerto


Mulai dari Kertosono, Sungai Brantas membelok ke arah timur karena alirannya
menabrak Pegunungan Kendeng Tengah. Di sungai tersebut mengalir anak sungainya
yang berasal dari barat, yakni Sungai Widas. Anehnya, tanah di sekitar Mojokerto
terdiri atas unsur liat berat yang berwarna kelabu kehitam-hitaman, yang ternyata
banyak mengandung kapur asam arang. Tentang keanehan ini, Mohr menulis
demikian: "Ada dua kemungkinan mengenai terjadinya hal tersebut.
Pertama, hadirnya kapur dalarn tanah itu digebabkan oleh bahan kapur yang
beragal dari tempat Iain, kemudian oleh air Sungai Brantag. diendapkan di situ.
Kedua, kapur tersebut memang terbentuk di gatu tempat, artinya dagar dari tanah itu
memang berupa batuan kapur.
Sehubungan dengan dua kemungkinan itu, terdapat dua alasan yang sama kuatnya
sebagai berikut. Pertama, andai kata bahan kapur yang terkandung oleh tanah aluvial
Majapahit itu diendapkan oleh Sungai Brantas, tentunya pada masa lalu palungnya
telah bergeser ke utara secara bertahap, karena tanah berkapur itu ada di selatan
Mojokerto. Selain ada pergeseran tersebut, dapat saja selama puluhan tahun atau
lebih datang luapan air sungai ke selatan, mengakibatkan rusaknya tanggul Waringin
Sapta dan menjadi suatu contoh yang mungkin terjadi secara insidental. Bentuk atau
habitus kapur tersebut lebih bersifat relik-relik sehingga tidak terbentuk di situ saja.
Kedua, dapat saja kapur terbentuk di satu tempat dan menghasilkan habitus
berupa relik-relik. Ini disebabkan oleh keringnya musim-musim kemarau sebagai
gejala umum bagi dataran rendah sekitar Mojokerto, karena tipe iklimnya Aw
berdasarkan klasifikasi Koppen. Dengan gejala kering seperti itu, sangat
memungkinkan bahwa dari masa ke masa terjadi kenaikan air tanah yang mampu
mengendapkan bahan kapur tanah untuk kemudian bercampur sebagai unsur baru
dalam daerah hilir Sungai Brantas.

14
H. Kekuasaan Airlangga atas Lembah Sungai Brantas
Airlangga, seorang ahli waris tahta dari mertuanya, yakni Dharrnawangsa,
memerintah Jawa Timur dari tahun 1019 sampai 1041, meskipun para wakil rakyat sudah
memintanya menjadi pemimpin sejak tahun 1010. Selama persembunyiannya di
Wonogiri (di lereng Gunung Penanggungan), ia tentu sudah merencanakan bagaimana
cara menaklukkan kembali raja-raja kecil yang berdaulat di sepanjang hilir Sungai
Brantas.
Kerajaan Jawa Timur yang akan dibangunnya tak dapat dilepaskan dari sumbu
perekonomiannya, yakni Sungai Brantas, yang bermuara ke laut melalui dua muaranya,
yaitu Sungai Porong dan Sungai Kencana yang kemudian disebut Mas. Delta Sungai
Brantas memiliki lokasi yang strategis bagi proses berdirinya pemerintahan baru di Jawa
Timur, sejak masa Sindok, kemudian Airlangga, dan akhirnya Raden Wijaya pendiri
Majapahit.
Menurut tradisinya, ibu kota kerajaan Jawa Timur sejak Sindok hingga Airlangga
adalah Kahuripan yang letaknya berada di pinggiran Sungai Porong. Pada masa
Airlangga, sudah tentu luas delta Sungai Brantas belum seperti sekarang. Akan tetapi,
Hujung Galuh di muara Sungai Mas sudah merupakan pelabuhan yang maju sejak
pemerintahan Dharmawangsa.
Sejak tahun 1019 sampai 1028, tidakjelas bagaimana proses Airlangga dalam
usahanya menguasai lembah Sungai Brantas setahap demi setahap. Sementara itu,
waktunya memang cukup menguntungkan baginya untuk bertindak di dalam negeri,
mengingat Sriwijaya lawan Jawa Timur sedang melancarkan serbuannya ke
Colamandala. Tahun 1023—1024 merupakan tahun-tahun pendaratan Airlangga yang
sukses di Teluk Benggala.
Perhatikan Bengawan Solo yang magih bermuara di depan Pulau
Madura, rawa-rawa di sekitar Tulungagung, Waringin Sapta, dan
muara Kali Brantas. Kemudian, geografi pesisir di Jawa Tcngah
bagian utara masih terdapat Selat Muria Selain itu, juga betapa
strategisnya Wengker sebagai saingan Kediri, Lihat kesejajaran arah
kedua Sungai Brantas dan Madiun-Solo.

15
Mulai tahun 1028, Airlangga mengirimkan ekspedisinya, membebaskan lembah
Sungai Brantas bagian hulu sampai hilir dari kekuasaan raja-raja kecil yang berdaulat.
Dapat dibayangkan bahwa pusat kubu Airlangga ada di sekitar Gunung Penanggungan.
Adapun serangan- serangannya bergilir mengarah ke dataran tinggi Malang sekarang,
dataran rendah Rediri dan akhirnya baru ke wilayah selatan yang tentunya terletak di
antara Kepanjen dan Tulungagung sekarang. Sehubungan dengan itu, disebutkan juga
tentang takluknya seorang raja putri yang kuat di daerah selatan.
Sejarah memang menyebutkan beberapa nama daerah lain yang tunduk seperti
Galuh, Hasin, dan Barat. Akan tetapi, mengenai di mana letak masing-masing tidak
diketahui dengan pasti. Bisa saja daerah tersebut terletak di Jawa Timur bagian timur,
yakni daerah-daerah yang menghubungkan pusat Jawa Timur dengan Bali, tetapi yang
pasti tidak di Jawa Timur bagian Barat, karena daerah lembah Sungai Madiun memiliki
sejarahnya yang khusus.
Setelah pada tahun 1023 raja-raja kecil berhasil ditaklukkan Airlangga, Kerajaan
Wengker justru masih bertahan. Kemungkinan, kerajaan tersebut terletak di antara
Ponorogo dan Madiun saat ini. Secara geografis dan politik, lokasi Wengker ini amat
penting, karena Sungai Madiun yang lembahnya juga merupakan sumber beras di Jawa
Timur dapat saja diusahakan menjadi pusat suatu kerajaan agraris di pedalaman. Seperti
diketahui, Sungai Madiun bermuara ke Sungai Solo yang di sekitar muaranya nanti
terdapat pelabuhan Gresik dan Jaratan. Pada masa itu, Sungai Solo masih bermuara di
depan Pulau Madura. Kemudian, pada abad ke-19, oleh Pemerintah Hindia Belanda
muara sungai dialihkan ke Laut Jawa.
Pertentangan antara Airlangga dan Raja Wijaya dari Wengker dapat diartikan
sebagai persaingan antara lembah Sungai Brantas dan lembah Sungai Madiun-Solo yang
masing-masing dapat dijadikan sumbu negeri agraris-maritim. Tidak mengherankan
apabila Airlangga selama tiga tahun (1032-1035) dengan sengitnya memusnahkan
Wengker tersebut sampai tak mampu muncul kembali sebagai kekuatan baru.
Setelah merasa aman dari ancaman Wengker, barulah Airlangga menyempatkan
diri memperbaiki tanggul Sungai Brantas di dekat Wringinpitu (Waringin Sapta) yang
letaknya berada 6 km di sebelah barat Klagen, demi kesejahteraan seluruh negeri. Tanpa
perbaikan ini, dapat dibayangkan luapan air Sungai Brantas akan terus-menerus

16
mengganggu persawahan di pedalaman, sedang muara Sungai Mas pelabuhannya tidak
akan berfungsi lagi.
Dapat dimengerti pula mengapa Sungai Porong tetap berfungsi untuk pelayaran
selama peperangan dalam negeri yang memakan waktu kurang lebih satu dasawarsa itu.
Ini dapat dihubungkan dengan berita sejarah bahwa pada tahun 1035, ibu kota merangkap
pelabuhan pedalaman masih berada di Wotanmas yang letaknya mungkin di dekat Sungai
Porong di kaki gunung Penanggungan.
Yang menarik adalah kenyataan bahwa segera setelah tanggul di Wringinsapta
diperbaiki, ibu kota dapat diboyong kembali ke Kahuripan pada tahun 1038. Mungkin
saja bahwa banjir-banjir sebelumnya masih memungkinkan adanya pelabuhan darurat di
pedalaman di sebelah selatan Sungai Porong yaitu Wotanmas.
 
I. Geografi Politik Kerajaan Singasari Tahun 1222-1292
Pembicaraan mengenai latar belakang geografis Kerajaan Singasari tak dapat
dibatasi pada kondisi alamnya pada abad ke-13 saja. Harus pula diadakan ancang-ancang
yang cukup maju ke depan, yakni abad ke-ll dan 12, Hal ini disebabkan karena Sungai
Brantas sudah berfungsi secara ekonomis maupun politis pada masa-masa tersebut.
Sejarah Jawa Timur, terhitung mulai dari Pugatan (perjuangan raja Airlangga
sejak awal abad ke-ll) sampai Tarik (berdirinya Majapahit pada akhir abad ke-13), tidak
dapat dilepaskan dari pentingnya peranan Sungai Brantas. Selain menjadi saksi utama
peristiwa-peristiwa historis yang penting, sungai tersebut juga melatarbelakangi berbagai
fakta sejarah di Jawa Timur.
Latar belakang kegiatan politik, sosial-ekonomi, dan kultural dari Kerajaan
Panjalu dan Janggala, kemudian Kediri dan akhirnya Singasari, terletak dalam nilai
kombinasinya sebagai bagian dari aliran sungaiBrantas yang melingkar seperti ular itu.
Aliran Sungai Brantas dapat dibagi atas tiga bagian sebagai berikut.
1. Hilir Atas
Hilir atas menempati dataran tinggi Malang sekarang yang dulunya
ditempati oleh wilayah induk Tumapel semenjak Akuwu Tunggul Ametung
berkuasa, sampai pada masa bertahtahnya Kertajaya di Kediri (sekitar tahun
1220).

17
2. Hilir Tengah
Di sinilah terletak Kota Daha (Gelang-gelang, Gelgelang atau Kediri) yang
menjadi ibu kota Kerajaan Panjalu (1041) yang selanjutnya disebut Kerajaan
Kediri (1045—1222). Dataran rendah Kediri memanjang dari selatan ke utara
(tepatnya dari Tulungagung sekarang sampai Kertosono) dengan diapit oleh
tiga gunung, yaitu Gunung Wilis di sebelah barat, kompleks Gunung Arjuno-
Anjasmoro serta Kawi-Kelud di sebelah timurnya.
3. Hilir Bawah
Dataran rendah ini membujur dari barat ke timur, tepatnya dari Kertosono
sampai delta Sungai Brantas. Sebelum sampai awal delta tersebut, terletak
pusat Kerajaan Majapahit yang tidak jauh dari Trowulan sekarang di
Kabupaten Mojokerto.
Antara hilir atas dan tengah, merupakan daerah Blitar sekarang. Di lereng selatan
Gunung Kelud terletak Candi Penataran. Meskipun ini tak penting untuk dibahas secara
khusus, daerah ini pernah dipotong Oleh perbatasan Kerajaan Panjalu dengan Janggala,
yang mengikuti garis lurus dari utara ke selatan melalui puncak Gunung Arjuno-
Anjasmoro dan Kawi-Kelud untuk terus menUjU ke Samudra Hindia. Pada garis itulah
terletak Kali Lekso sebagai anak sungai Brantas.
Sungai Brantas memiliki pola aliran yang melingkar, mata airnya ada di lereng
kompleks Gunung Arjuno-Anjasmoro. Pola melingkar inilah yang melahirkan bagian-
bagian hilir serta hulunya yang masing-masing menstimulasikan kegiatan-kegiatan
ekonomis dan politis pada pemimpin dari abad ke abad.
Di antara hulu dan delta sungai tersebut, terdapat dataran rendah Pasuruan dan
daerah pelana/zadelgebied Lawang sekarang yang pernah ditempati ibu kota Kerajaan
Singasari.

18
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah Kerajaan Sendok di Jawa Timur pada abad ke-10 sebenarnya bukan merupakan
lingkungan geografis yang baru bagi peradaban Mengenai letak Pemerintah Balitung
yang masih berpusat di Jawa Tengah Balitung adalah seorang penguasa berdasarkan
hukum adat atau dengan kata lain sebagai kepala daerah Watukara." Adapun Watukara
terletak di pinggiran kali Bogowonto di bagian dekat muara, saat ini wilayah tersebut
masuk eks kawedanan Purwodadi Kabupaten Purworejo Gunung Penanggungan
menempati lereng bagian utara kompleks Gunung Arjuno Anjasmoro, sehingga dapat
dikatakan sebagai anak Gunung Arjuno-Anjasmoro. Dilihat dari lembah Brantas, ada
empat puncak yang mengelilingi puncak utama.
Ini mengingatkan orang kepada Mahameru yang merupakan gunung bersemayamnya
para dewa Delta Sungai Brantas diapit oleh Sungai Porong yang mengalir ke arah timur
(bermuara di Selat Madura) dan Sungai Kalimas (Kencana) yang mengalir ke timur laut
kemudian ke utara bermuara di Surabaya ketinggian Canggu sekarang berada 15-20
meter di atas permukaan laut. Menurut Nash, latar belakangnya adalah perubahan aliran
Sungai Brantas dan pergeseran palungnya dari abad ke abad Airlangga, seorang ahli
waris tahta dari mertuanya, yakni Dharrnawangsa, memerintah Jawa Timur dari tahun
1019 sampai 1041, meskipun para wakil rakyat sudah memintanya menjadi pemimpin
sejak tahun 1010 Pembicaraan mengenai latar belakang geografis Kerajaan Singasari tak
dapat dibatasi pada kondisi alamnya pada abad ke-13 saja. Harus pula diadakan ancang-
ancang yang cukup maju ke depan, yakni abad ke-ll dan 12, Hal ini disebabkan karena
Sungai Brantas sudah berfungsi secara ekonomis maupun politis pada masa-masa
tersebut

J. Saran

Pembuatan karya tulis ini penulis akan memberikan beberapa saran diantaranya:
Kita sebagai generasi muda menjadi generasi penerus bangsa dengan giat belajar dan
berlatih supaya menjadi mahasiswa-mahasiswi yang terampil dan kreatif .
Pastinya banyak keliruan dengan itu kami dari penyusun makalah ini meminta keritik dan
masukan yang sifatnya membangun demi kelancaran pembelajaran kita ini bukan hanya

19
itu kami mengucapkan beribu ribu maaf jika ada kesalahan baik secara sengaja ataupun
tidak sengaja

DAFTAR PUSAKA
Daldjoeni, N. (2019). GEOGRAFI KESEJARAHAN II INDONESIA. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.

20

Anda mungkin juga menyukai