Kesultanan di Yogyakarta
Kelas V A
Kelompok 10
Kehidupan sosial masyarakat Kota Yogyakarta sekarang ini sudah bercampurbaur menjadi satu
antara pribumi dan masyarakat pendatang, antara tradisional dengan modern, antara desa dengan
kota, antara kaya dan miskin. nyaris kabur perbedaan antara dua kelompok tersebut. Cuma pada
status-status tertentu masih terlihat membedakan antara yang atas dan yang bawah, Biasanya
dijumpai di masyarakat kepegawaian yang ada struktur dan yang “berdarah biru” atau berhubungan
dengan kraton.
Jika ingin dilihat perbedaanya antara orang asli Yogyakarta dan bukan, bisa di lihat dari pengunaan
bahasa Indonesia yang khas Yogyakarta (bahasa Indonesia dialek Jawa). Namun generasi muda kota
yang asli Yogyakarta kini cenderung sudah meniggalkan dialek khas itu, dan banyak juga yang di
temukan ramaja kota yang tergolong “anak gaul” tetap mempertahankan bahasa Jawa sebagai bahasa
yang lebih gaul dari bahasa lain. Jika ingin melihat masyarakat tradisoanal maka lokasinya berada di
pingiran kota atau lebih banyak masyarakat tradisonal berada di daerah desa-desa kabupaten. Kota
Yogyakarta sekarang ini lebih di dominasi oleh hal-hal yang berbau modern.
Ekologi dan perubahannya
Kota Yogyakarta memiliki sejarah yang sangat panjang, dimulai dengan perjanjian
Giyanti yang ditanda tangani oleh sunan paku buwana III dan pangeran
Mangkubumi pada tanggal 12 februari 1755, sebagai bentuk pengakuan
keberadaan keratotn Yogyakarta.
Lokasi Kota Yogyakarta mencangkup kawasan keratin hingga kawasan kepatihan.
Di dalam kawasan itu berdiri berbagai bangunan. Bangunan itu ditata dalam suatu
pola yang teratur yakni ada alun- alun lor (utara) yang merupakan pusat kota dan
dikelilingi oleh beberapa bangunan yakni masjid agung di sebelah barat, keratin di
sebelah selatan, pasar di sebelah utara, serta alun- alun kidul (selatan)
Masyarakat Yogyakarta merupakan masyarakat yang majemuk, bisa dibuktikan
dengan adanya pemukiman untuk orang – orang tionghoa, arab, maupun bugis.
Hubungan antar entis di Yogyakarta terjalin berdasarkan status sosial, warna kulit dan agama, setiap etnis
memandang bahwa budaya mereka lah yang paling unggul. Demikian hal nya dengan masyarakat kelas
bawah yang bergaul dengan golongan yang status sosialnya setara. Kelompok sosial kelas atas menguasai
kelompok social kelas bawah.
Sementara setelah Yogyakarta bergabung dengan NKRI, isu kemajemukan sangat dihargai oleh para
pendiri bangsa seperti Soekarno, dengan keberagaman yang dimiliki dapat mendorong terjadinya
persatuan
Sementara di zaman pemerintahan soeharto, terdapat diskriminasi terhadap etnis tionghoa dimana mereka
dilarang untuk menyelenggarakan kegiataan keagamaan.
Terkait demokrasi, perempuan Yogyakarta masih terpinggirkan, mereka dianggap mahluk lemah dan
hanya cocok untuk di rumah mengerjakan pekerjaan yang bersifat domestik.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan
kota
Kemajemukan yang sudah ada sejak lama.
Dengan bersinggungannya banyak etnis dan golongan di Yogyakrarta sejak dahulu, menjadikan
perkembangannya dinamis dan signifikan
Bergabungnya Yogyakarta pada Negeri kesatuan republik Indonesia.
Kesultanan Yogyakarta resmi menjadi bagian Negara Indonesia, yang berarti mengikuti regulasi bernegara
Indonesia, akan tetapi sultan teap mendapatkan hak sebagai gubernur, dan karena itulah Yogyakarta disebut
sebagai daerah istimewa
Globalisasi
Dengan mudahnya budaya luar untuk masuk ke Yogyakarta menjadikan perkembangan Yogyakarta menjadi
signifikan, terlepas dari dampak positif maupun negatif
Yogyakarta sebagai destinasi Pendidikan
Bukan rahasia lagi bahwa Yogyakarta memiliki universitas – universitas yang di favoritkan oleh seluruh
pelajar di Indonesia. Universitas menjadi magnet yang ampuh untuk para pelajar, maka tidak heran jika
Yogyakarta dijuluki kota pelajar
Bukti Peninggalan Bersejarah
1. Benteng Vredeburg
Beteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang
terletak di depan Gedung Agung dan Kraton
Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini
menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan
di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai
sejarah Indonesia.
2. Istana Negara Jogja atau Gedung Agung
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama
Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota,
tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani
dahulu dikenal dengan Jalan Margomulyo.
Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan,
Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan
berada pada ketinggian 120 m dari permukaan
laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas
43.585 m².
3. Kotagede
Kotagede atau Kutagede (Jawa: Kuthagedhé)
adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama
'Kotagede' diambil dari nama kawasan Kota
Lama Kotagede, yang terletak di perbatasan
kecamatan ini dengan kabupaten Bantul di
sebelah selatan.