Anda di halaman 1dari 15

Ekologi dan Sistem Sosial

Kesultanan di Yogyakarta
Kelas V A
Kelompok 10

AINUR FATIMATUZ ZUHRIYAH (A72218038)


TUBAGUS ALI IBRAHIM (A92218130)
Sejarah Singkat Yogyakarta
Kerajaan Mataram Islam berdiri diawali dengan pemberian daerah kekuasaan (Alas mentaok) dari
Kesultanan Pajang (Sultan Hadiwijaya) kepada Ki Ageng Pemanahan setelah mengalahkan
musuhnya yaitu Aryo Penangsang. Kemudian pada tahun 1577, Ki Ageng Pemanahan membuat
sebuah keratin di daerah Kota Gede sebagai pusat pemerintahannya.
Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1584, lalu digantikan oleh puteranya yaitu Danang
Sutawijaya. Sutawijaya kemudian berniat menghancurkan Kesultanan Pajang untuk memperluas
wilayah kekuasaan Mataram.
Sultan Pajang akhirnya mengetahui niat buruk tersebut dan memutuskan untuk menyerang Mataram
pada 1587. namun pasukan Kesultanan Pajang kalah saat melawan pasukan Sutawijaya dan
Mataram.
Mataram menjadi sebuah kerajaan dan Sutawijaya mentasbihkan diri sebagai Raja
Mataram berdaulat dengan gelar Penambahan Senopati. Setelah itu kerajaan
Mataram berkembang pesat menjadi sebuah kerajaan yang besar.
Selanjutnya kerajaan Mataram di gantikan oleh Mas Jolang anak dari Sutawijaya
yang juga dikenal dengan gelar Penambahan Seda ing Krapyak. Masa kejayaan
Kerajaan Mataram akhirnya mengalami kemunduran.
Adanya perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755. perjanjian tersebut muncul karena
penjajah VOC (Belanda) ingin memecah belah kerajaan Mataram.
Perjanjian Giyanti ini memutuskan untuk membagi kekuasaan Kerajaan Mataram
menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Di dalam
perjanjian itu juga menetapkan Pangeran Mengkubumi sebagai sultan di Kesultanan
Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I.
Setelah perjanjian Giyanti , Sri Sultan HB I yang saat itu tinggal di Pesanggrahan
Ambar Ketwang mendirikan keraton yang berpusat di Yogyakarta. Dan kini menjadi
pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta
Sistem Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kota Yogyakarta sekarang ini sudah bercampurbaur menjadi satu
antara pribumi dan masyarakat pendatang, antara tradisional dengan modern, antara desa dengan
kota, antara kaya dan miskin. nyaris kabur perbedaan antara dua kelompok tersebut. Cuma pada
status-status tertentu masih terlihat membedakan antara yang atas dan yang bawah, Biasanya
dijumpai di masyarakat kepegawaian yang ada struktur dan yang “berdarah biru” atau berhubungan
dengan kraton.
Jika ingin dilihat perbedaanya antara orang asli Yogyakarta dan bukan, bisa di lihat dari pengunaan
bahasa Indonesia yang khas Yogyakarta (bahasa Indonesia dialek Jawa). Namun generasi muda kota
yang asli Yogyakarta kini cenderung sudah meniggalkan dialek khas itu, dan banyak juga yang di
temukan ramaja kota yang tergolong “anak gaul” tetap mempertahankan bahasa Jawa sebagai bahasa
yang lebih gaul dari bahasa lain. Jika ingin melihat masyarakat tradisoanal maka lokasinya berada di
pingiran kota atau lebih banyak masyarakat tradisonal berada di daerah desa-desa kabupaten. Kota
Yogyakarta sekarang ini lebih di dominasi oleh hal-hal yang berbau modern.
Ekologi dan perubahannya
 Kota Yogyakarta memiliki sejarah yang sangat panjang, dimulai dengan perjanjian
Giyanti yang ditanda tangani oleh sunan paku buwana III dan pangeran
Mangkubumi pada tanggal 12 februari 1755, sebagai bentuk pengakuan
keberadaan keratotn Yogyakarta.
 Lokasi Kota Yogyakarta mencangkup kawasan keratin hingga kawasan kepatihan.
Di dalam kawasan itu berdiri berbagai bangunan. Bangunan itu ditata dalam suatu
pola yang teratur yakni ada alun- alun lor (utara) yang merupakan pusat kota dan
dikelilingi oleh beberapa bangunan yakni masjid agung di sebelah barat, keratin di
sebelah selatan, pasar di sebelah utara, serta alun- alun kidul (selatan)
 Masyarakat Yogyakarta merupakan masyarakat yang majemuk, bisa dibuktikan
dengan adanya pemukiman untuk orang – orang tionghoa, arab, maupun bugis.
 Hubungan antar entis di Yogyakarta terjalin berdasarkan status sosial, warna kulit dan agama, setiap etnis
memandang bahwa budaya mereka lah yang paling unggul. Demikian hal nya dengan masyarakat kelas
bawah yang bergaul dengan golongan yang status sosialnya setara. Kelompok sosial kelas atas menguasai
kelompok social kelas bawah.
 Sementara setelah Yogyakarta bergabung dengan NKRI, isu kemajemukan sangat dihargai oleh para
pendiri bangsa seperti Soekarno, dengan keberagaman yang dimiliki dapat mendorong terjadinya
persatuan
 Sementara di zaman pemerintahan soeharto, terdapat diskriminasi terhadap etnis tionghoa dimana mereka
dilarang untuk menyelenggarakan kegiataan keagamaan.
 Terkait demokrasi, perempuan Yogyakarta masih terpinggirkan, mereka dianggap mahluk lemah dan
hanya cocok untuk di rumah mengerjakan pekerjaan yang bersifat domestik.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan
kota
 Kemajemukan yang sudah ada sejak lama.
Dengan bersinggungannya banyak etnis dan golongan di Yogyakrarta sejak dahulu, menjadikan
perkembangannya dinamis dan signifikan
 Bergabungnya Yogyakarta pada Negeri kesatuan republik Indonesia.
Kesultanan Yogyakarta resmi menjadi bagian Negara Indonesia, yang berarti mengikuti regulasi bernegara
Indonesia, akan tetapi sultan teap mendapatkan hak sebagai gubernur, dan karena itulah Yogyakarta disebut
sebagai daerah istimewa
 Globalisasi
Dengan mudahnya budaya luar untuk masuk ke Yogyakarta menjadikan perkembangan Yogyakarta menjadi
signifikan, terlepas dari dampak positif maupun negatif
 Yogyakarta sebagai destinasi Pendidikan
Bukan rahasia lagi bahwa Yogyakarta memiliki universitas – universitas yang di favoritkan oleh seluruh
pelajar di Indonesia. Universitas menjadi magnet yang ampuh untuk para pelajar, maka tidak heran jika
Yogyakarta dijuluki kota pelajar
Bukti Peninggalan Bersejarah
1. Benteng Vredeburg
Beteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang
terletak di depan Gedung Agung dan Kraton
Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini
menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan
di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai
sejarah Indonesia.
2. Istana Negara Jogja atau Gedung Agung
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama
Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota,
tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani
dahulu dikenal dengan Jalan Margomulyo.
Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan,
Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan
berada pada ketinggian 120 m dari permukaan
laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas
43.585 m².
3. Kotagede
Kotagede atau Kutagede (Jawa: Kuthagedhé)
adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama
'Kotagede' diambil dari nama kawasan Kota
Lama Kotagede, yang terletak di perbatasan
kecamatan ini dengan kabupaten Bantul di
sebelah selatan.

Makam Raja Kotagede


4. Museum Perjuangan Yogyakarta
Museum Perjuangan adalah sebuah museum
yang sengaja didirikan untuk mengenang sejarah
perjuangan Bangsa Indonesia dan mengenang
setengah abad masa Kebangkitan Nasional.
5. Masjid Gedhe Kauman
Masjid Gedhe Kauman Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat adalah Masjid Raya Kesultanan
Yogyakarta guys. Masjid ini juga
merupakan simbol kejayaan Islam
Mataram. Masjid ini terletak tepat di sebelah
barat dari alun – alun Jogja. Masjid Gedhe
Kauman dibangun oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim
Diponingrat (penghulu kraton pertama) dan Kyai
Wiryokusumo sebagai arsiteknya. Masjid ini
dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M
atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H. Mmasjid ini
merupakan masjid tertua di Indonesia.
6. Monumen Serangan Umum 1 Maret
Monumen serangan umum 1 Maret adalah
bangunan dibangun untuk memperingati
serangan umum yang dilakukan oleh Tentara
Nasional Indonesia berdasarkan instruksi dari
Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng.
7. Museum Batik dan Sulam Yogyakarta Museum Batik Yogyakarta adalah museum batik
pertama di Jogja dan pada tahun 2001 museum
ini memperoleh penghargaan dari MURI sebagai
pemrakarsa berdiriya Museum Sulaman pertama
di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai