Sejak tahun 1970-an mulai disadari bahwa krisis dalam ilmu sejarah sesungguhnya bukan sekedar teknis saja yang dapat diatasi dengan merangkul ilmu-lirnu sosial. Epistemologi realis sebagai reaksi atas epistemologi idealis telah melahirkan suatu metodologi ilmu sejarah baru yang merupakan perkembangan lebih lanjut baik dari Postmodernisme maupun strukturalisme. Bahkan dapat dikatakan, bahwa metodologi baru yang dinamakan pendekatan strukturis itu, mencoba mengatasi kelemahan-kelemahan yang terkandung dalam metodologi struktural maupun metodologi individualis. Metodologi individualis(termasuk postinodernisme) temyata tidak sanggup menjelaskan perubahan sosial dengan baik, sedangkan pendekatan struktural malah bersifat determinis dan mengabaikan individu sebagai penggerak sejarah seperti terkandung dalam wawasan sejarah yang asli. Metodologi strukturis mencoba mengatasi kelemahan-kelemahan dalam kedua jenis metodologi sebelumnya dengan menekankan adanya interaksi atau interaksi antara individu dan struktur yang mengakibatkan perubahan sosial atau sejarah. Setiap cabang dari ilmu, termasuk ilmu sejarah, memiliki tiga landasan penting yang harus disadari betul oleh para ahli yang bersangkutan. Ketiga landasan tersebut, pertama filsafat ilmu, kcdua metodologi dan ketiga teori. Landasan ilmu: 1) Filsafat Ilmu. 2) Metodologi. 3) Teori. Strukturisme dapat dibagi dua yaitu Symbolic Realism dan Relational Structuralism. 1) Syimbolic Realism (Realisme Simbolik). Realisme simbolik lebih banyak menekankan analisis mengenai “agency” tanpa melepaskan konteks strukturalnya. 2) Relational Structuralism (Strukturisme Relasional) Strukturisme relasional lebih menekankan analisis pada hubungan-hubungan sosial tanpa melupakan “mentalite. Sumber : Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana. R. Z, Leirissa. 1999. Strukturisme Indonesia Dalam Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia.