Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dyah Noviana Rahmawati

Nim : 19407141025

Prodi : Ilmu Sejarah A

Mata Kuliah : SKI Kolonial dan Modern

Dosen Pengampu : Danar widiyanta, M. Hum

Pengaruh Kolonial Eropa Dan Jepang Pada Seni Pertunjukan, Serta Perkembangan Seni
Media Rekam Dan Seni Pertunjukan Masa Kemerdekaan

Orang- orang eropa masuk ke nusantara tidak hanya untuk mencari rempah rempah, namun
juga melaksanakan misi 3G( gold, glory, gospel). Setelah mereka sampai ke nusantara,
mereka tidak hanya menjalankan misi itu, namun menjadikan nusantara sebagai daerah
jajahan baru, terutama saat diambil alih oleh Belanda. Pemerintah tidak hanya menjadikan
Hindia Belanda sebagai daerah jajahan, namun juga memperkenalkan gagasan – gagasan baru
yang sebelumnya belum ada di Hindia Belanda seperti prinsip- prinsip keilmiahan, sistem
pendidikan formal, dan kesenian eropa. Dalam seni pertunjukan ragam baru yang
diperkenalkan adalah toneel (teater) dan musik diatonik. Pengaruh seni musik ternyata lebih
cepat masuk di Indonesia. Untuk sistem nada diatonik ini awalnya dibakukan di Eropa
sebagai macam sistem musik universal, kemudian secara cepat diadopsi secara luas di
wilayah dari satuan pemerintah kolonial. Masyarakat Indonesia terutama yang hidup di kota-
kota sangat menerima dengan adanya musik klasik dan musik popular Barat. Kemudian
dalam penguasaan ekspresi musikal Barat digunakan secara kreatif untuk menciptakan gaya-
gaya musik khas dari Indonesia yaitu keroncong dan dangdut.

Teater Barat atau toneel mempunyai arti peran-peran yang dimainkan sebagaimana manusia
bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Teater Indonesia yang berlandaskan teater
Barat dengan musik Indonesia yang berlandaskan musik diatonik ini menjadi penyumbang
dalam kebudayaan nasional Indonesia. Sejalan dengan itu terjadi pada bidang perfilman.

Terdapat berbagai fungsi dalam pengaruh kesenian eropa yang berkembang di Indonesia.
Tidak hanya fungsi estetik, tetapi juga mempunyai fungsi budaya, ekonomi dan religis.
Fungsi religis terdapat pada lagu yang mencontoh pada lagu gereja, fungsi budaya terdapat
pada adanya budaya baru yang berkembang dan menghasilkan kebudayaan asli Indonesia.
Yang terakhir untuk fungsi ekonomis yaitu diadakannya sebuah pertunjukan pada gedung
khusus dengan menjual tiket, contohnya di Bandung pada tahun 1810 adanya teater yang
didirika oleh kelompok teater(toneel) pertama yang diberi nama” Toneel veriniging Braga”.

Pada masa pemerintahan jepang di Indonesia, kesenian semakin dikembangkan , terutama


pada bidang sandiwara. Pemerintah Jepang mendirikan beberapa organisasi yang bergerak
pada bidang sandiwara melalui sendenbu. Selama perkembangan seni sandiwara terdapat
banyak aturan ketat yang dibuat oleh pemerintah jepang. Sandiwara yang ditampilkan harus
membuat naskahnya terlebih dahulu lalu dikirimkan kepada pemerintah jepang agar lulus
sensor. Hal itu berbeda sekali pada masa pemerintahan kolonial yang biasanya dilakukan
secara spontan.

Setelah masa kemerdekaan, seni pertunjukan di Indonesia masih berkembang dan lebih
mengangkat pada tema kepahlawanan dan perjuangan yang dilakukan para pejuang
Indonesia. Kisah tersebut menggoreskan kesan dan nilai keberanian, kekecewaan,
kemunafikan, pengorbanan, keikhlasan, sikap pengecut, dan kepahlawanan. Selain teater
tema kepahlawanan, teater tradisional juga masih mempunyai banyak peminat pada tahun
1950an. Di jawa, teater tradisional yang masih berjaya antara lain ludruk, dan wayang wong.
Di jakarta masih terdapat lenong . meskipun saat itu bioskop semakin berkembang dan
menunjukan pertunjukan yang lebih baik, seni pertunjukan tetap masih bisa bertahan dan
mempunyai minat dikalangan masyarakat Indonesia.

Pada saat seni pertunjukan berkembang pada masa kemerdekaan, terdapat seni media
rekanyang ikut berkembang seiring kemajuan zaman. Seni media rekam yang berkambang
yaitu televisi, radio, film, dan fotografi. Televisi pertama kali melakukan penayangan pada
tanggal 17 Agustus 1962. Namun yang menjadi tonggak Televisi Republik Indonesia (TVRI)
adalah ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke IV di Stadion Utama Senayan.
Dengan adanya perhelatan tersebut maka siaran televisi secara kontinyu dimulai sejak tanggal
24 Agustus 1962 dan mampu menjangkau dua puluh tujuh propinsi yang ada pada waktu itu.
Untuk radio, RRI didirikan sebulan setelah siaran radio Hoso Kyoku dihentikan tanggal 19
Agustus 1945. Saat itu, masyarakat menjadi buta dan bingung akan informasi serta tidak tahu
apa yang harus dilakukan setelah Indonesia merdeka. RRI didirikan oleh 8 orang bekas
pekerja radio Hosu Kyoku, yaitu Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji
Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto, dan Maladi. Untuk film, film mulai
dikenalkan pada masa kolonial belanda dan masih berupa hitam putih. Namun seiring
berkambangkan teknologi film mengalami perkembangan, terutama setelah kemerdekaan
Indonesia. Pertumbuhan perfilman pada awal 1950-an ditandai dengan berdirinya perusahaan
film milik pribumi, yaitu Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) dan Perseroan Artis
Indonesia (Persari). Selain itu, terbentuk pula asosiasi perusahaan film dan artis Indonesia
bernama Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan Persatuan Artis Film Indonesia
(PARFI). Yang terakhir yaitu fotografi. Sejarah bangsa Indonesia sebagian dapat kita lihat
melalui rekaman hasil foto dari para fotografer IPPHOS, para fotografer IPPHOS merekam
bagian sejarah bangsa kita pada era kemerdekaan. IPPHOS (Indonesian Press Photo Service)
adalah sebuah kantor berita foto yang didirikan pada tanggal 2 Oktober 1946 oleh kakak-
beradik Alexius Impurung Mendur (1907-1984) dan Frans Soemarto Mendur (1913-1971),
bersama-sama kakak-beradik Justus dan Frans “Nyong” Umbas, serta Alex Mamusung dan
Oscar Ganda. IPHHOS merupakan kantor berita foto pertama di Indonesia.

Pertanyaan :

Untuk perkembangan seni rekam perfilman, banyak sekali diproduksi film tentang
propaganda, apakah itu salah satu yang membuat film berkembang setelah kemerdekaan
tertutama pada masa orba?

Sumber referensi

Dio Yulian Sofansyah. Dibalik Sandiwara Masa Pendudukan Jepang (1942-1945).


JurusanPendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. AVATARA,
e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 1, No 2, Mei 2013.
Endjat Djaenuderadjat, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan
Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. Jakarta: Rajawali Pers.
Neneng Ridayanti. Peranan Perfini Dalam Mengembangkan Perfilman Nasional Indonesia,
1950-1970. Arsip Nasional Republik Indonesia. Jurnal Sejarah Citra Lekha , Vol. 2 , No. 1,
2017, hlm. 19-30

Anda mungkin juga menyukai