Negara Saudi melewati 3 fase ketika didirikan. Pada fase pertama yaitu pada
tahun 1744 ketika Muhammad ibn Saud membuat perjanjian dengan Muhammad
ibn Abd alWahhab yang merupakan seorang tokoh pemimpin gerakan pembaharu
keagamaan. Aliansi tersebut memberikan manfaat pada masing-masing pihak.
Bagi keluarga Al Saud yakni dapat menjalankan legitimasinya dan menjadi
otoritas terpusat, sedangkan Abd al-Wahhab mendapatkan perlindungan untuk
menyebarkan ajarannya. Tujuan dari aliansi ini yaitu untuk menciptakan wilayah
Islam yang diperintah oleh interpretasi Islam yang ketat dan disebut dengan
Wahhabisme1 . Kemudian pada tahun 1818 negara Saudi pertama runtuh di
bawah serangan Kekaisaran Ottoman. Enam tahun kemudian yaitu pada 1824,
negara Saudi kedua didirikan. Namun akhirnya runtuh pada tahun 1891.
Kemudian negara Saudi kembali didirikan lagi pada tahun 1932 setelah periode
tiga puluh tahun penaklukan territorial oleh Abdulaziz Al Saud. Dimana ia juga
menjadi raja pertama yang memproklamasikan kerajaan ini dengan menyatukan
wilayah Najd, Ha-a, Asir, Hijaz dan Riyadh. Pada era 1970an di Arab Saudi telah
terjadi pengembangan dalam aspek seni, teater, bioskop dan musik (English Al
Arabiya, 2017). Hal ini dapat diketahui dari eksperimen liberal, perkembangan
eksplosif, dan keterbukaan ke Barat pada masa itu selama bertahun-tahun. Namun
tidak berjalan lama, disebabkan pada tahun 1979 terjadi kebangkitan konservatif.
Dilatarbelakangi oleh kejadian penyerangan terhadap Masjid Haram oleh oknum
yang bermotif agama, dimana penyerangan ini memaksa kerajaan untuk
menghentikan haluan terhadap Barat. Dengan insiden ini, membuat kerajaan
menutup diri dari seni dan musik serta melarang kaum perempuan untuk tampil di
ranah publik. Penyerangan Masjid Haram ini bukanlah satu-satunya insiden yang
mendorong kerajaan untuk menutup diri, insiden lainnya yang mempengaruhi
kerajaan untuk mengubah haluan menjadi ultra-konservatif adalah kebangkitan
Islam atau dikenal dengan Revolusi Iran 19792 dan Perang Teluk Persia, sehingga
tren konservatif ini terus mendapat momentum pada awal 1990an. Kebangkitan
konservatif telah terwujud baik dalam literatur, perilaku individu, kebijakan
pemerintah, hubungan resmi maupun tidak resmi dengan negara asing, khotbah di
masjid serta dalam demonstrasi protes terhadap pemerintah. Dengan itu aturan-
aturan diberlakukan dalam kehidupan masyarakat. Seperti larangan bagi non-
muslim untuk mengadakan ibadah. Tidak hanya itu, larangan yang sangat ketat
juga diberlakukan pada kaum perempuan yakni larangan untuk mengemudi,
larangan bepergian tanpa pendamping laki-laki dan tata cara pakaian yang harus
tertutup dan tidak transparan lengkap dengan penutup wajah dan sarung tangan.
Interpretasi Wahhabi yang telah menjadi peran sentral dalam kerajaan membuat
negara ini begitu eksklusif terhadap negara lain. Peraturan serta batasan yang ketat
juga menjadikan negara ini tertutup dan kaku. Dengan demikian, perluasan dalam
bidang ekonomi untuk menarik investor sangat terbatas.