Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dyah Noviana Rahmawati

NIM : 19407141025

Kelas : Ilmu Sejarah A

Perkembangan Kuliner Masa Hindia Belanda dan Kemerdekaan serta Peran Kuliner dalam
Pengembangan Pariwisata di Indonesia

Perkembangan kuliner nusantara tidak terlepas dari integrasi budaya asing. Integrasi budaya
asing, terutama integrasi Eropa dan Indonesia, dilakukan melalui berbagai jalur, seperti
pengenalan pangan dan perbaikan sistem transportasi. Pertukaran budaya antara orang Eropa
dan masyarakat adat Hindia Belanda lambat laun menghasilkan perpaduan jenis baru, yaitu
budaya India. Salah satu budaya India pada masa itu adalah rijsttafel, yang merupakan salah
satu budaya makanan dan tanda status sosial Belanda. Rijsstafel dikenal luas pada abad ke-19
sebagai budaya makanan, yang artinya rijs secara harfiah berarti nasi dan tafel berarti meja
makan, Rijstaffel disebut nasi.

Kata rijsstafel mulai digunakan di rumah tangga Belanda sekitar tahun 1870-an. Pada
awalnya perkenalan hidangan Ristafal selalu melibatkan banyak pramusaji berpakaian apik
memegang nampan perak dengan berbagai makanan. Hidangan ini biasanya disajikan saat
makan siang dan makan malam. Beberapa menu khas Belanda yang ditawarkan oleh rijsstafel
antara lain sop sayur, lidah sapi, kroket, kentang, asparagus rebus, lobster dengan mayonaise,
salad, puding, buah, roti, aneka olahan daging, biskuit, anggur merah, kopi, teh dan Es ceri.
Selain itu, mereka juga menawarkan hidangan seperti nasi soto, nasi goreng, gado-gado, nasi
dan lumpia. Namun, rijsstafel tidak cocok untuk sebagian turis dari daerah di luar Hindia
Belanda.Menurut turis Inggris Charles Wlater, dia mengkritik apakah rijstaffel jenis ini
adalah hidangan dingin Belanda, sambil menyajikan makanan pembuka dan pencuci mulut.

Menu populer yang digemari orang Hindia Belanda pada tahun 1900-an adalah zwaartzuur,
hutspot, daging dengan kuah roti, egg art, puding, jelly, freekedelen, gerah, rollard, sabun,
biefstuk (beef steak), piring. Aneka es pinset, mie telur, fimbriae, ayam bakar kecap, udang
goreng, kopi susu, terasi, kepiting goreng, sambal, dll. Tak hanya makanan, minuman juga
sangat digemari saat ini, terutama wine. Memperkuat budaya Eropa memasak Indonesia
melalui berbagai cara, seperti memperkenalkan makanan seperti mentega, minyak, aneka
tepung, dan makanan kaleng. Selain itu, disalurkan melalui buku resep makanan (kookboek)
dan iklan di koran atau majalah wanita.

Setelah revolusi kemerdekaan pada tahun 1950-an, keadaan ekonomi menjadi sulit. Situasi
ini sangat mempengaruhi ketersediaan pangan. Namun, ini tidak menghalangi perkembangan
memasak sosial. Ciri khas tahun 1950-an adalah penerbitan buku petunjuk di Sekolah Pintar
Perempuan (SKP) dan Sekolah Putri Kepandaian (SGKP). Sebagian besar penulis adalah
guru di Sekolah Cerdas Wanita. Buku ini masih sangat sederhana. Cetak di atas kertas koran,
bukan foto. Salah satunya adalah Buku Pangan Kamis yang berisi 304 resep Guru SKP Siti
Mukmin

Dalam industri pariwisata memasak merupakan salah satu elemen yang tidak dapat
dipisahkan, memasak sangatlah penting, karena memasak merupakan salah satu faktor
penunjang kegiatan pariwisata. Sebagai simbol pariwisata nasional, memasak bertujuan untuk
menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Memasak sendiri erat kaitannya dengan
pariwisata dan kegiatan ekonomi. Industri pariwisata sebenarnya memanfaatkan kekuatan
kuliner kota-kota besar dan kawasan wisata Tanah Air serta mendatangkan produk kuliner
ternama untuk dipromosikan ke luar negeri.

Pertanyaan

Apakah ada kuliner indonesia yang merupakan adaptasi dari kuliner kolonial, lalu bagaimana
pengelompokan kuliner pada masa itu?

Sumber referensi

Fadly Rahman. 2018. Kuliner sebagai Identitas Keindonesiaan.


Jurnal Sejarah. Vol.2 No.1. Departemen Sejarah dan Filologi
Universitas Padjajaran

Lombard.D. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 2 : Jaringan Asia.


Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Pipit Anggraeni. Menu Populer Hindia Belanda (1901-1942) : Kajian


Pengaruh Budaya Eropa Terhadap Kuliner Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai