Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dyah Noviana Rahmawati

NIM : 19407141025

Kelas : Ilmu Sejarah A

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada masa kolonial dan modern, peran ilmu pengetahuan
dalam usaha pelestarian cagar budaya

Ilmu pengetahuan berkembang sejak dulu bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia ada. Pada
masa kolonial perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang mulai dikembangkan oleh
pemerintah kolonial . pemerintah kolonial mulai mendirikan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam bidang pelayaran, perdagangan, keuangan perbankan, pemerintahan,
pertanian , peternakan, dan pendidikan. Badan badan yang didirikan pemerintah kolonial
antara lain bataviaasch genootschap, komisi dan dinas purbakala, java instituut, sekolah
sekolah sistem barat , dan lembaga- lembaga lainnya. Hal yang menarik dibahas dalam
perkembangan ilmu pengetahuan masa kolonial adalah awal berdirinya sebuah museum yang
akan menjadi tonggak berdirinya museum museum lain. Museum atau lembaga independen
tersebut adalah bataviaasch genootschap.

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen didirikan oleh Pemerintah Belanda


pada tanggal 24 April 1778. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG)
merupakan lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penetitian dalam
bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika,
arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, Berta menerbitkan hash penelitian. Lembaga ini
mempunyai semboyan “Ten Nutte van het Algemeen” (Untuk Kepentingan Masyarakat
Umum). Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu JCM Radermacher, menyumbangkan
sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota.
Kecuali itu ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat
berguna, sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan
perpustakaan. . Pada tahun 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun
sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No.
12 (dutu disebut Koningsplein West). Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya
dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum”. Pada tahun 1923
perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan
proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen. Pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga
Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana
tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah
untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September
1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah
Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum
Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Pasca kemerdekaan ilmu pengetahuan di Indonesia semakin berkembang pesat dan


menjangkau teknologi teknologi lain, seperti semakin berkembanganya ilmu pengetahuan
dalam bidang komunikasi, saintek , bahkan mulai merambah dalam perkembangan ilmu
pengetahuan bidang kenukliran. Berkembangnya ilmu pengetahuan di Indonesia tak luput
dari peran para ilmuwan ilmuwan Indonesia yang telah berjasa bagi perkembangan ilmu
pengetahuan , salah satunya adalah BJ. Habibie. BJ. Habibie merupakan presiden ke 3
Indonesia yang merupakan seorang insinyur pesawat terbang. B. H habibie merupakan
penemu teori crack proggesion. Joe Hin Tjio menemukan fakta bahwa kromosom manusia
berjumlah 46 buah (23 pasang); dan Khoirul Anwar yang menemukan/ mematenkan system
telekomunikasi 4G berbasis OFDM, organisasi ilmupengetahuan, dan temuan-temuan dari
Indonesia yang berpengaruh dalam masyarakat.

Perjalanan sejarah tentang pelestarian warisan budaya di Indonesia sudah dimulai sejak akhir
abad 19 sampai awal abad 20. Pada saat itu, Pemerintah Hindia Belanda sudah berpikir akan
pentingnya upaya penyelamatan situs dan benda cagar budaya dengan membentuk lembaga
Oudheidkundige Dienst in Nederlansch-Indie pada tahun 1913 yang dipimpin oleh N.J Krom.
Lembaga ini memulai mengadakan identifikasi dan penyelamatan beberapa situs di wilayah
Hindia Belanda. Bahkan, pada masa kepemimpinan F.D.K. Bosch (tahun 1916 – 1936),
Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie mengeluarkan UndangUndang tentang
penanganan peninggalan purbakala, yaitu Monumenten Ordonantie Staatsblad 1931 No.238.
Dengan adanya undang-undang tersebut, pengawasan dan perlindungan peninggalan
purbakala, mempunyai kepastian hukum. Monumenten Ordonantie ini kemudian tetap
diberlakukan ketika Indonesia merdeka sampai lahirnya undang-undang tentang benda cagar
budaya tahun 1992. Menurut undang-undang No. 5 Tahun 1992, Cagar Budaya adalah benda
buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurangkurangnya 50 (lima puluh) tahun,
atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan; Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.
Pertanyaan
Bagaimana peran generasi muda terkait pelestarian cagar budaya, mengingat banyak generasi
muda yang tidak mengetahuinya

Daftar referensi
Abdul Karim. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014
Fajar Winarni. 2018. Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Cagar Budaya.
Jurnal Mimbar Hukum Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 94-109. Diakses melalui
laman http://doi.org/10.22146/jmh.29160 pada 3 Desember 2020.
Farida Luwistiana. Peran Pembelajaran Sejarah dalam Pelestarian Cagar Budaya Sangiran.
Universitas Sebelas Maret: Tesis Program Studi Pendidikan Sejarah.
Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud. Ilmu Pengetahuan dari John Locke ke Al-Attas. Jurnal
Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015

Anda mungkin juga menyukai