Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dya Noviana Rahmawati

NIM : 19407141025
Kelas : Ilmu Sejarah A 2019

UTS Historiografi

1. Mengapa historiografi tradisional (babad, hikayat, dan sebagainya) sangat


bercorak rajasentrisme?
Perkembangan sejarah di Indonesia tidak terlepas dari latar belakang sejarah negara
Indonesia. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dengan perkembangan
sejarah di Indonesia, beberapa ciri sejarah, sejarah tradisional, sejarah kolonial,
menonjol, yang terakhir adalah sejarah nasional atau modern. Sejarah tradisional
adalah sejarah yang ditulis pada masa kerajaan Hindu Buddha atau ketika kerajaan
Islam berdiri di Indonesia, dan memiliki unsur kepercayaan masyarakat yang
dimasukkan ke dalam sejarah. Sejarah tradisional merupakan kolaborasi
masyarakat atas solidaritas sekaligus eksistensi sebagai wujud identitas. 1Wajah
masyarakat tentu saja dalam banyak versi dan variasi, yang diwakili oleh kehadiran
karya-karya sejarah tradisional yang selalu diingat, ditemukan kembali, dan ditulis
ulang. Naskah kuno yang memuat cerita ini disebut sejarah tradisional. Istilah
sejarah tradisional disebut karena dalam penulisannya sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya dimana naskah tersebut ditulis. Karena naskah merupakan hasil
budaya sosial yang dipengaruhi oleh cara pandang pengarang terhadap naskah atau
masyarakat. Naskah cerita sejarah biasanya lebih banyak bercerita tentang peran
orang-orang hebat seperti raja, penguasa, tokoh, dan orang-orang hebat lainnya.
Biasanya ada seorang penyair di masa kerajaan, tetapi penyair ini bertanggung
jawab untuk merekam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di kerajaan.2 Raja,
peristiwa seperti apa yang terjadi pada saat pergantian, Raja dan peristiwa lainnya.
Awalnya, penyair istana menyembah raja, memungkinkan dia untuk menyusun
silsilah yang mengesankan dan sesempurna mungkin dalam bentuk puisi. Ini
membawa karya mereka lebih dekat dengan tradisi asli sejarah, daripada mengalir
ke karya sejarah. Kesadaran. Ini karena karyanya tidak memiliki akurasi kronologis
dan kekhawatiran sekuler tentang raja, menteri, rakyat, dan musuh. Nama-nama
orang dan daftar tempat yang mereka tulis lebih banyak metrik dan latihan ejaan
daripada sejarah. Namun, setelah berkembangnya tradisi ini pada abad ke-19, babad
yang dihasilkan mendekati sejarah, khususnya sejarah naskah Diponegoro dan
Banten. Sejarah tradisional psikologi sosial memiliki fungsi untuk menciptakan
kohesi dengan memperkuat posisinya sebagai pusat kekuasaan dinasti. Oleh karena
itu, tulisannya terfokus pada raja yang sedang memerintah. Istilah "rajasentrisme"
sering digunakan sebagai sudut pandang sentral, dan jangkauan spasialnya
1
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), Hlm. 8.
2
Agus Mulyana dan Darmiasti, Historiografi Di Indonesia: Dari Magis-Religius Hingga
Strukturis, (Bandung: Refika Aditama, 2009), Hlm. 32-33.
mengarah pada metode posisi-sentris. Posisi-sentrisitas bukan hanya partai politik
yang berkuasa, tetapi juga partai yang memonopoli penulisan sejarah. Dapat
dikatakan bahwa sejarah dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan.3
2. Mengapa historiografi tradisional, yang berasal dari masa ratusan tahun
yang lalu, dikaji kembali oleh sejarawan di era kontemporer ini?
Sejarah Indonesia telah ada selama ratusan tahun, dari zaman Hindu hingga
masuknya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah dimulai dengan menulis dalam
bentuk manuskrip kuno. Naskah kuno dapat berbentuk seperti hikayat atau babat.
Hikayat terkenal dalam bahasa Melayu, sedangkan Babad terkenal di Mataram.
Babad mengandung unsur narasi absurd yang bercampur dengan mitologi,
terkadang diisi dengan petunjuk dan petunjuk. Hikayat, di sisi lain, adalah sastra
Melayu, dan seluruh sejarahnya didominasi oleh karya-karya bernuansa Islam.4
Keberadaan sejarah Metode tradisional ini digunakan untuk membedakan dan
membandingkan sejarah modern (current history) yang berkembang di negara-
negara Barat. Perbedaan kedua jenis buku sejarah ini terletak pada penggunaan
fakta sejarah. Sejarah tradisional ditulis dalam bentuk pantun dan syair mistis,
sedangkan sejarah modern tidak hanya menekankan pada bentuknya, tetapi juga
kebenaran dan fakta yang terjadi. Sejarah (tulisan sejarah) selalu berkembang di
Indonesia selaras dengan alam dan jiwa manusia. Perkembangan sejarah Indonesia
dilatarbelakangi oleh pengaruhnya terhadap perkembangan sejarah Indonesia.
5
Maka tidak heran jika sejarah saat ini mengalami kemajuan dalam penulisan.
Bahkan hingga saat ini, sebagian besar sejarawan masih tertarik untuk melihat
kembali sejarah tradisional seperti kronik dan hikayat. Babad adalah karya sastra
yang ditulis oleh seorang penyair, termasuk cerita berdasarkan peristiwa yang
terjadi di kerajaan dan istana. Sejarawan di dalam dan luar negeri saat ini sedang
membahas tentang keberadaan kronik, karena dianggap berharga. Ini sangat
bersejarah. Tujuan Anda adalah untuk merevisi kronik, karena Anda dapat
mempelajari teks manuskrip yang ada lebih dalam dan mungkin berisi informasi
yang berguna bagi sejarawan. Pada dasarnya, kajian sejarah saat ini tidak terlepas
dari kaum intelektual dalam menelusuri jejak-jejak sejarah yang telah ada selama
ini. Dalam hal ini, sejarah disebut sebagai bidang penelitian sejarah terbaik.
Kebanyakan sejarawan sekarang mencoba untuk memahami sejarah dan bagaimana
hal itu terjadi. Oleh karena itu, dalam semua periode sejarah, mulai dari Yunani
klasik hingga masa kini, selalu ada tokoh-tokoh baru yang menciptakan karya-karya
sejarah. Sejarawan Barat seperti Rickleft, Peter Carey, dan De Graf menggunakan
kronik sebagai sumber informasi utama untuk mempelajari sejarah Jawa. Ada
beberapa alasan dan alasan untuk proses Menulis sejarah. Tapi kita juga harus hati-
hati, karena banyak orang yang menyalahgunakan sejarah. Semua tipografi
memiliki fitur untuk komunitas. Misalnya, bertindak sebagai fitur legalisasi yang

3
Sugeng Priyadi, Historiografi Indonesia, (Yogyakarta: Ombak, 2015), Hlm. 25.
4
F. Galih Adi Utama. Babad Nitik sebagai Sumber Penulisan Sejarah.
Istoria: Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 17, No. 2, September 2021. Hlm 2
5
Johan Septian Putra. Historiografi Islam Indonesia Kontemporer (Studi Kajian Buku Api Sejarah
Karya Ahmad Mansur Suryanegara). Tarikhuna: Journal Of History And History Education ISSN:
2777-1105 (PRINT), 2797-3581 (Online) Vol 3, No. 2, November 2021. hlm 127-128
bertujuan untuk menekankan kepribadian yang bertindak sebagai panutan generasi
berikutnya. Naskah sejarah seperti babad dan hikayat ditulis dalam bahasa budaya
lokal dan pada dasarnya bersifat modern. Oleh karena itu, sangat berbahaya jika
fakta sejarah disalahgunakan atau digunakan secara sewenang-wenang oleh para
intelektual dan politisi lainnya.6

3. Apa saja fungsi para pujangga istana dalam kaitannya dengan penulisan
historiografi tradisioal?
Penyair keraton pada dasarnya adalah gelar yang diberikan keraton kepada mereka
yang menulis karya sastra. Pada zaman Jawa Buddha dan Jawa Hindu, pujangga
keraton disebut Emp).7 Empu adalah 1) gelar yang berarti "penguasa", 2) ahli,
khususnya ahli pembuatan keris .Namun, pengertian master dalam uraian ini adalah
master disebut "master". Secara umum, dilihat dari definisi di atas, penyair adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengarang karya sastra Jawa Buddha
dan Hindu Jawa. B. mpu Tantular dan mpu Panuluh. Bahkan, penyair ini dikenal
tidak hanya pada zaman Hindu dan Buddha Jawa, tetapi juga pada zaman Islam
Jawa, seperti R. Ng. Langa Warsita, salah satu penyair atau penulis karya sastra
Jawa yang dikenal pada masa Islam Jawa. Penulis karya sastra di sini bukan satu-
satunya yang kita kenal sekarang. Pujangga, sebagaimana dikemukakan Linus
A.G., adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pengarang karya sastra Jawa
yang disahkan oleh keraton. Seperti di atas. Berkaitan dengan istilah pujangga, ada
yang menyebut pujangga sebatas pujangga, ada pula yang menyebut pujangga pada
dasarnya sama beda istilah, tuan. Lainnya menggambarkan penyair dalam bahasa
lain, "Kaui." Dalam Bao Esastra Jawa), Katakawi dikatakan memiliki makna, salah
satunya adalah Pangalan (penulis) atau penyair. Perhatikan bahwa penyair di istana
biasanya bukan keluarga raja. Seperti yang ditunjukkan Zoetmulder (1983), semua
penulis puisi ini tinggal di istana, sejauh yang kami tahu, tetapi mereka sendiri
bukan anggota keluarga kerajaan atau bangsawan. Mereka adalah salah satu
pejabat, perwira dan pelayan di sekitar raja, banyak dari mereka juga tampaknya
memegang posisi keagamaan. Perlu dicatat bahwa ada beberapa raja yang juga
penyair dalam sastra Jawa (baca: penulis/penulis), yang menghasilkan beberapa
karya sastra Jawa yang masih dikenal masyarakat Jawa. Ia diyakini sebagai pendiri
penyair Jawa Madia (Linus AG, 1995). Namun, raja yang juga sperma penyair
adalah tradisi baru kehidupan Keraton keraton Jawa. Dari konteks sejarah Jawa
Jawa, itu tidak ditantang oleh raja Pujangga (Linus A.G, 1995). Kemudian Klan
Surakarta mengambil tradisi raja ketika Mataram Sultan Agung. Penyair akan
membayar ke kantor, petugas, dan raja, dan Anda memiliki departemen keagamaan.
Koleksi WidyApparwa Darusuprapta Berg Berg (1983).8 Pojangga telah

6
Ong Hok Ham. Wahyu yang Hilang Negeri yang Guncang. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia. 2018. Hlm 124
7
Suryadi A.G, Linus. Dari Pujangga ke Penulis Jawa. Yogyakarta: Penerbit PustakaPelajar, 1995,
hlm 20
8
P. J. Zoetmulder. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang (terj). Judul Asli Kalangwan.
A Survey of Old Javanese Literature (KITLV, 1974). Jakarta: Penerbit Djambatan, 1983
diterjemahkan oleh Dals Plapara, Pandhitaning Kasusastran Magi Jawa. Ketika
menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Magi atau ahli sastra dengan unsur
Magi. Menurut penulis, hal ini terkait dengan pernyataan Zotomalder bahwa
penyair “menempati posisi religius” karena, jika didukung oleh pernyataan Berg, ia
adalah orang yang akrab dengan ilmu sihir.
4. Mengapa mitos kerap hadir di dalam historiografi tradisional?
Fiksi berisi hal-hal mitos dan tidak masuk akal, sedangkan fakta berisi fakta sejarah
yang dapat digunakan sebagai sumber sejarah (Mu’jizah, 2018). Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia atau KBBI mitos adalah cerita suatu bangsa tetang dewa
dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semsesta
alam dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan
cara gaib. Mitos lebih banyak berkembang di masa lampau melaui karya-karya
sastra masa kerajaan. Mitos banyak berkembang sejak masa Hindu-Buddha sampai
perkembangan Islam di Nusantara. Penulisan sejarah di masa ini biasa disebut
dengan historiografi tradisional. Historiografi tradisional identik menggunakan
karya sastra misalnya babad atau hikayat. Dalam karya sastra tadi poliglot masih
ada mitos-mitos yang berkembang. Mitos adalah suatu cerita atau sejenisnya yang
bersumber pada sebuah kejadian sejarah tetapi lebih menonjol dan dilebihkan
sebagai suatu hayalan. Mitos dalam historiogradi tradisional memuat kehidupan
masyarakat dan umumnya merogoh dewa dewi untuk menjadi tokohnya. Salah satu
karya sastra yang menarik untuk dikaji pada historiografi tradisional merupakan
babad. Babad bisa diartikan menjadi sebuah dongeng yang sengaja digubah sebagai
sebuah cerita sejarah.9 Dalam tradisi Melayu, karya sastra pada benyuk babad
diklaim menggunakan salasilah, tambo, atau hikayat. Contohnya misalnya Hikayat
Raja-Raja Pasai dan Hikayat Salasilah Perak. Menurut Olthof, babad adalah cerita
klasik yang mengisahkan berdari muasal suatu wilayah atau kerajaan. Seperti
Babad Tanah Jawa yang memuat cikal-bakal mengenai raja-raja Mataram. Raja-
raja yang menguasai Padjajaran, Majapahit, Demak, Pajang, sampai Mataram
Islam. Pujangga yang mempunyai kiprah menulis suatu karya lebih tak jarang
membahas mengenai mitos dan sedikit yang membahas mengenai warta yang
terdapat. 10Pujangga umumnya bukan adalah bagian berdasarkan silsilah keluarga
keraton atau keturunan berdasarkan raja. Mereka adalah pejabat atau hamba yang
mengelilingi oleh raja. Mereka mempunyai kedudukan yang sangat krusial lantaran
dianggap secara pribadi sang raja buat menulis setiap kisah mengenai raja juga
lingkungannya. Dalam historiografi tradisional adanya mitos ditimbulkan sang
unsur gaib atau agama yang sudah dipercayai sang penulis dan nantinya sebagai
suatu legitimasi bagi penguasa dalam waktu itu sebagai akibatnya bisa meyakinkan
warga pada kekuasaannya. Mitos dimunculkan ditujukan buat mengkultuskan
seseorang raja. Selain itu, mitos-mitos yang terdapat bukan semata-mata menjadi
pelipur lara, tetapi adalah cerita yang mengandung sejumlah pesan. Pesan tadi tidak
hanya masih ada pada sebuah mitos namun jua tersimpan pada holistik mitos.

9
Sri Iswidayati. “Fungsi Mitos dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Pendukungnya”.
Harmoni Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Vol. 8 No.2, Mei-Agustus 2007, hlm: 180
10
Yusdani. “Menggali Makna Mitos dalam Sastra dan Budaya Nusantara”. Jurnal Millah, Vol.10
No.1, Agustus 2020, hlm: 178
Mitos-mitos yang masih ada pada cerita misalnya dalam Babad Tanah Jawi
disampaikan sang penulis dalam masa lalu. Sedangkan penerima pesan itu
merupakan pembaca kini atau masa kini. Dengan demikian interaksi pemberi pesan
dan penerima pesan adalah interaksi yang sangat jauh dan bersifat satu arah.
Pembaca sejarah menjadi penerima pesan pada mitos-mitos tadi wajib
menggabungkan pesan-pesan yang terdapat sebagai akibatnya pesan itu
mempunyai makna. Tentunya pada melakukan hal tadi perlu memakai analisis atau
pendekatan-pendekatan yang ada.11

5. Terangkan apa saja unsur-unsur sejarah yang faktual di dalam Babad Tanah
Jawi!
Babad adalah sebuah karya tulis yang menceritakan pendirian sebuah negara atau
kerajaan. Cerita babad bukan hanya mengenai pendirian negara tersebut, melainkan
juga ceritacerita yang terjadi pada kerajaan atau negara tersebut. Didalam Babad
Tanah Jawi sendiri ada unsur mitos ada juga unsur faktual nya, diawal cerita Babad
tanah Jawi terdapat banyak mitos yang dijelaskan, dikarenakan pada masa itu mitos
dan legenda masih erat dengan masyarakat. Dan pada pertegahan isi hingga akhir
Babad tanah jawi berisikan dengan fakta- fakta sejarah Kedua bagian ini membahas
fase sejarah yang lebih kontemporer (dekat dengan zaman ketika manuskrip
tersebut ditulis). Babad Tanah Jawi. Kitab yang meriwayatkan Kerajaan Mataram
di Jawa Tengah (1582 – 1749) dibuka dengan kisah penyatuan genealogi dewadewa
Hindu dan nabinabi dalam Islam, keturunan para dewa di bumi, dan pendirian
beragam tatanan dalam kehidupan. Pengisahan pasangsurut hingga berakhirnya
kekuasaan Majapahit (1293 – 1478)kemudian bergulirnya kekuasaan Demak,
Pajang, dan Mataram pada abad ke16, dalam babad ini dijalin padu sebagai
historiografi Jawa masa Islam. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa didalam
BTJ ini unsur faktualnya tentang meriwayatkannya Kerajaan Mataram, kekuasaan
Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram, Selain itu juga peranan Wali Songo juga
dibahas didalam BTJ, peran Sunan Kalijaga yang membantu raja Mataram dan
banyak memberikan masukan sesuai dengan syariat islam.Muatan Babad Tanah
Jawi mengenai Walisongo merupakan informasi berharga tentang bagaimana
sumber lokal melihat masa lalu tokoh Islam dalam pentas sosialpolitik. Jika
sebagian sejarawan meragukan validitas Babad, namun dalam sudut pandang sastra,
karya babad memiliki nilai penting. Sebagian sejarawan bahkan mempergunakan
babad sebagai sumber informasi mumpuni ketimbang sumbersumber kolonial.
12
Babad Tanah Jawi ada sebagai karya sastra sejarah, bukan hanya sebuah dokumen
historis semata, melainkan sebagai sarana legitimasi bagi kekuasaan. Babad Tanah
Jawi ditulis sejak masa Mataram untuk menyambungkan penguasa Mataram
dengan penguasa Majapahit dan Demak. Dengan cara tersebut, Dinasti penguasa
Mataram mendapatkan pengesahan sebagai raja berkat silsilah yang
menghubungkan mereka dengan penguasa sebelumnya. Walisongo dalam Babad

11
Muhammad Iqbal Birsyada. “Budaya Keraton pada Babad Tanah Jawi dalam Perspektif
Pedagogi Kritis”. Jurnal Sejarah dan Budaya, tahun kesepuluh,Nomor 2, Desember 2016, hlm: 182
12
Bakir dan Achamd Fawaid. “Kontestasi dan Genealogi “Kebangkitan” Islam Nusantara: Kajian
Historiografis Babad Tanah Jawi”. Jurnal Islam Nusantara, Vol.1 No.1, Januari-Juni 2017, hlm: 25
Tanah Jawi memenuhi tiga fungsi legitimasi. Pertama, Walisongo menjadi
legitimasi melalui ramalan tentang tokoh yang akan berkuasa, seperti Mas Karebet
yang menjadi Sultan Pajang dan Keturunan Ki Pamahaman yang menjadi penguasa
Jawa. Kedua, Warrisongo menyerahkan atau meratifikasi pusaka , yang kemudian
digunakan oleh penguasa Mataram. Ketiga, pada tahun , Warrisongo bertindak
sebagai juru runding pendirian Mataram untuk memperoleh hak di hadapan mantan
penguasa. Angka Warrisongo direpresentasikan sebagai angka tambahan di ,
memberikan legitimasi moral dan spiritual penguasa Mataram. Ada salah satu dari
sembilang Walisongo yang menjadi pusat pendukung berdirinya Kerajaan Demak.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Mulyana dan Darmiasti, Historiografi Di Indonesia: Dari Magis-Religius
Hingga Strukturis, (Bandung: Refika Aditama, 2009).
Agus Mulyana dan Darmiasti, Historiografi Di Indonesia: Dari Magis-Religius
Hingga Strukturis, (Bandung: Refika Aditama, 2009
Bakir dan Achamd Fawaid. “Kontestasi dan Genealogi “Kebangkitan” Islam
Nusantara: Kajian Historiografis Babad Tanah Jawi”. Jurnal Islam
Nusantara, Vol.1 No.1, Januari-Juni 2017
F. Galih Adi Utama. Babad Nitik sebagai Sumber Penulisan Sejarah. Istoria: Jurnal
Pendidikan Sejarah. Vol. 17, No. 2, September 2021
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007)
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007)
Johan Septian Putra. Historiografi Islam Indonesia Kontemporer (Studi Kajian
Buku Api Sejarah Karya Ahmad Mansur Suryanegara). Tarikhuna: Journal
Of History And History Education ISSN: 2777-1105 (PRINT), 2797-3581
(Online) Vol 3, No. 2, November 2021
Muhammad Iqbal Birsyada. “Budaya Keraton pada Babad Tanah Jawi dalam
Perspektif Pedagogi Kritis”. Jurnal Sejarah dan Budaya, tahun
kesepuluh,Nomor 2, Desember 2016
Ong Hok Ham. Wahyu yang Hilang Negeri yang Guncang. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia. 2018
P. J. Zoetmulder. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang (terj). Judul Asli
Kalangwan. A Survey of Old Javanese Literature (KITLV, 1974). Jakarta:
Penerbit Djambatan, 1983
Sri Iswidayati. “Fungsi Mitos dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat
Pendukungnya”. Harmoni Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Vol. 8
No.2, Mei-Agustus 2007
Sugeng Priyadi, Historiografi Indonesia, (Yogyakarta: Ombak, 2015)
Suryadi A.G, Linus. Dari Pujangga ke Penulis Jawa. Yogyakarta: Penerbit
PustakaPelajar, 1995,
Yusdani. “Menggali Makna Mitos dalam Sastra dan Budaya Nusantara”. Jurnal
Millah, Vol.10 No.1, Agustus 2020

Anda mungkin juga menyukai