Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Arab Saudi sebagai negara dengan bentuk monarki absolut mengalami tantangan
dalam mempertahankan legitimasinya. Masalah utama yang dihadapi Arab Saudi dengan
bentuk monarki adalah negara ini tidak demokratis. Maka dari itu, diperlukan upaya-upaya
Monarki Arab Saudi dalam mempertahankan legitimasinya. Upaya-upaya Monarki Arab
Saudi terbukti mampu menghadapi tantangan-tantangan legitimasi kekuasaannya sehingga
tetap kokoh berdiri sampai saat ini. Kekuasaan rezim Al Saud yang telah berkuasa dari
1932 sampai saat ini menjadi anomali bagi negara-negara dengan kekuasaan absolut bagi
negara lain di Timur Tengah.
A. LATAR BELAKANG
Arab Saudi adalah negara Arab yang terletak di Jazirah Arab. Beriklim gurun dan
wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun pasir dengan gurun pasir yangterbesar adalah
Rub Al Khali. Orang menyebut kata gurun pasir dengan kata sahara. Negara Arab Saudi ini
berbatasan langsung (searah jarum jam dari arah utara) denganYordania, Irak, Kuwait,
Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman dan Laut Merah. Nama Saudi berasal dari
kata Bani Saud sebagai keluarga kerajaan dan pendirinya.1
Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau, jadi Jazirah Arab berarti Pulau Arab.
Oleh bangsa Arab, tanah air mereka disebut jazirah, walaupun hanya dari tiga dari tiga
jurusan saja dibatasi oleh laut.2 Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu Shibhul
Jazirah yang dalam bahasa Indonesia berarti Semenanjung. Kalau diperhatikan kelihatan
bahwa Jazirah Arab itu berbentuk empat persegi panjang, yang sisi-sisinya tiada sejajar.
Semenanjung Arab merupakan semenanjung Barat Daya Asia, sebuah semenanjung
terbesar dalam peta dunia. Wilayahnya, dengan luas 1.745.900 km2, dengan luas daratan
sekitar 1.014.900 km2.
1M, Al-Rasheed, A History of Saudi Arabia, Cambridge University Press, Cambridge, 2002.
2Wikipedia, Arti Al-Jazirah, diakses pada 22 Oktober 2015, pkl 22.15 wib

Di antara sejumlah daratan gurun di kawasan ini, terdapat tiga jenis gurun, yaitu:
Nufud Besar, sebuah bentangan dataran berpasir putih atau kemerahan yang menyelimuti
wilayah yang sangat luas di semenanjung Arab Utara. Al Dahna (tanah merah), dataran
yang berpasir merah ini membentuk pola busur besar mengarah ke sebelah Tenggara,
dengan panjang lebih dari 1.020 km2 Al Harrah, sebuah daratan yang terbentuk dari lava
bergelombang dan retak-retak di atas permukaan pasir berbatu. Bentangan daratan vulkanik
ini banyak dijumpai di wilayah semenanjung sebelah Barat dan Tengah, dan menjorok ke
Utara. Jazirah Arab berbentuk memanjang.
Batas-batas jazirah Arab yaitu: di sebelah Utara dengan Palestina dan padang Syam;
di sebelah Timur dengan Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia; di sebelah
Selatan dengan Samudera Hindia dan Teluk Aden; sedang di sebelah Barat dengan Laut
Merah. Jadi, dari sebelah Barat dan Selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari Utara padang
Sahara dan dari Timur padang Sahara dan Teluk Persia. Akan tetapi bukan rintangan itu saja
yang telah melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan dan penyebaran
agama, melainkan juga karena jaraknya yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung itu
melebihi 1.000 km, demikian juga luasnya sampai 1.000 km pula. Dan lebih-lebih lagi yang
melindunginya ialah tandusnya daerah ini yang luar biasa hingga semua penjajah merasa
enggan melihatnya.
Pada daerah yang seluas itu sebuah sungai pun tak ada. Musim hujan yang akan
dapat dijadikan pegangan dalam mengatur sesuatu usaha juga tidak menentu. Kecuali
daerah Yaman yang terletak di sebelah Selatan yang sangat subur tanahnya dan cukup
banyak hujan turun, wilayah Arab lainnya terdiri dari gunung-gunung, dataran tinggi,
lembah-lembah tandus, kering serta alam yang gersang. Tak mudah orang akan dapat
tinggal menetap atau akan memperoleh kemajuan. Sama sekali hidup di daerah itu tidak
menarik selain hidup mengembara terus-menerus dengan mempergunakan alat seadanya
seperti unta sebagai kapalnya di tengah-tengah lautan padang pasir itu, sambil mencari
padang hijau untuk makanan ternaknya, beristirahat sebentar sambil menunggu ternak itu
menghabiskan makanannya, sesudah itu berangkat lagi mencari padang hijau baru di
tempat lain. Tempat-tempat beternak yang dicari oleh orang-orang Baduwi jazirah biasanya
di sekitar mata air yang menyumber dari bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-

celah batu di daerah itu. Dari situlah tumbuhnya padang hijau yang terserak di sana-sini
dalam wahah-wahah yang berada di sekitar mata air.3
Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan
sampai saat ini di kawasan Timur Tengah. Bentuk monarki absolute menjadikan Arab Saudi
sebagai negara yang tidak demokratis atau otoriter. ArabSaudi diresmikan sebagai Kerajaan
Arab Saudi oleh Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud pada tahun 1932. Sejak saat itu,
rezim Al Saud menjadi penguasa di Arab Saudi sampai sekarang. Raja Saudi merupakan
pengambil keputusan yang utama. Raja mewakili semua kepentingan masyarakatnya, baik
kepentingan di dalam negeri maupun kepentingan keluar. Peranan Raja Arab Saudi sangat
dominan yang diperlihatkan oleh posisinya sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan,
Ketua Komisi Perencanaan Pembangunan Nasional, Ketua Majelis Al-Syura, dan Panglima
Tertinggi Angkatan Perang. Raja Saudi diganti secara turun-temurun oleh keturunan al
Saud lainnya.
Menurut kebiasaan dan konvensi politik yang berlaku di lingkungan Monarki Arab
Saudi, pergantian kekuasaan Raja Saudi dilakukan setelah wafat, dan umumnya raja
pengganti berdasarkan senioritas. Putera mahkota dalam hal ini berkedudukan sebagai
calon pengganti raja. Arab Saudi tidak mempunyai konsitusi sebagaimana umumnya
sebuah negara. Konstitusi Arab Saudi adalah Al Quran. 4 Arab Saudi merupakan Negara
yang mengandalkan minyak sebagai sumber pendapatan negara. Cadangan minyak Arab
Saudi merupakan yang terbesar di dunia yaitu sebesar 260 miliar barrel atau seperlima
cadangan minyak dunia. Hal ini yang menjadikan Arab Saudi mempunyai posisi penting
baik di kawasan Timur Tengah maupun dunia Internasional. Wilayah Arab Saudi
merupakan yang terluas di kawasan TimurTengah dengan luas kawasannya yaitu 2.149.690
km2. Arab Saudi mempunyai dua kota suci umat Islam yaitu Mekah dan Madinah. Dua
kota ini menjadikan Arab Saudi dikunjungi jutaan umat Islam di seluruh dunia untuk
melaksanakan ibadah haji.
3 Drs. Riza Sihbudi,dkk, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Pustaka Jaya,
Jakarta Hal, 25-27
4 Lihat Goverment and Administration dalam The Kingdom of Saudi Arabia,
terbitan resmi pemerintah Arab Saudi, 1996.

Lebih dari 70% ekonorni Arab Saudi ditunjang oleh hasil minyaknya. Pertumbuhan
ekonorni negara ini terbilang cepat dibanding banyak negara lain. Sejak 1960, pernerintah
berusaha mengernbangkan industri non-minyak guna rnempersiapkan kernungkinan terbaik
bilamana suatu saat kelak cadangan rninyaknya habis. Untuk program ini Arab Saudi rninta
bantuan banyak tenaga ahli dari Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan beberapa
negara Eropa. Bersarnaan denganitu, tenaga rnuda Arab Saudi juga dididik agar siap
rnenanganiberbagai industri nonrninyak.Selain rninyak, pendapatan pernerintah Arab Saudi
ditunjang pula oleh para jemaah yang setiap tahun datang berbondong-bondong
menunaikan ibadah haji serta umrah. Sejak membanjirnya dolar hasil minyak, pemerintah
Arab Saudi membangun banyak fasilitas bagi para jemaah. Untuk itu dibentuklah beberapa
perusahaan konstruksi yang menampung banyak tenaga kerja Selain perusahaan konstruksi
dibangun pula pabrik semen, pengalengan ikan, petrokimia dan berbagai industri lainnya.
Namun lama-kelamaan, lajunya pembangunan di Arab Saudi tak dapat terkejar oleh jurnlah
tenaga kerja terdidik dari penduduk negeri itu sendiri. ltulah sebabnya kemudian Arab
Saudi rnembuka pintu bagi pekerja asing, terutama pekerja kasar. Sehingga berdatanganlah
para pekerja dari Yordania, Mesir, Filipina, Korea, Malaysia, Indonesia, dan negara lainnya.
Selain minyak, Arab Saudi juga memiliki beberapa sumber daya alam, antara lain,
besi, tembaga, perak.Untuk rnenunjang kehidupan perekonomian dalam negeri,pemerintah
banyak membangun jalan raya antar-kota. Selain itu sebuah jaringan jalan kereta api
sepanjang 575 kilometer juga dibangun untuk rnenghubungkan Kota Riyadh dengan kota
pelabuhan Ad Damrnam di pantai Teluk Persia.Negeri ini juga membangun maskapai
penerbangan internasional yang bernama Saudi Arabian Airlines. Tiga buah Bandar udara
internasional dibangun dengan fasilitas modem yaitu Jeddah, Dahran, dan Riyadh. Bandar
udara Jeddah bahkan merupakan yang terbesar di seluruh dunia. Luasnya 10.620 hektare,
lengkap dengan berbagai fasilitas modern.
Persepsi Arab Saudi Mengenai Dunia Khususnya Mengacu pada pandangan dunia
islam yang klasik. Menurut konsep itu posisi utama harus ditempati oleh masyarakat
Muslim. Orang-orang Arab Saudi yang berperan sebagai penjaga kota suci umat islam,
seperti kota Makkah dan Madinah mempunyai tanggung jawab khusus dalam melindungi
masyarakat muslim dan pandangan hidup islam. Pandangan tersebut menjadi komitmen

utama dari prioritas Arab Saudi dalam kebijakan luar negerinya. Faktor kedua yang cukup
menentukan adalah persatuan arab (Pan Arabism). Tidak seperti bangsa arab lainnya,
orang-orang Saudi mempunyai keyakinan yang cukup besar bahwa mereka mewakili
identitas dari keturunan Arab yang asli. Isu persatuan Arab Saudi sangat berkaitan dengan
persatuan Islam (Pan Islamism), dan keduanya saling memperkuat satu sama lain.5
Menurut informasi resmi di tahun 2012, pekerja asing menempati 66 % pekerjaan
yang terdapat di Arab Saudi, bertolak dari jumlah pengangguran warga Saudi sendiri yang
berjumlah sekitar 12 % total penduduk. Jumlah ini menjadi sorotan tersendiri bagi
pemerintah Saudi tentang ketergantungan mereka terhadap pekerja Asing.Namun situasinya
memaksakan keadaan tersebut karena hanya minim dari rakyat Saudi yang memiliki
kemampuan sebagaimana pekerja asing tersebut.Laporan dari World Factbook milik
Central Intelligence Agency mengestimasikan sekitar 5.576.076 merupakan populasi asing
dari 25.731.776 total jumlah penduduk di Arab Saudi. Lalu kemudian, sensus resmi tahun
2010 melaporkan terdapat sekitar 8.429.401 penduduk asing dari total jumlah 27.136.977
penduduk. Berarti sekitar 31% dari total penduduk secara keseluruhan.Di tahun 2013
perkiraan jumlah total penduduk migran mencapai kurang lebih 9,7 juta penduduk dari total
29 juta penduduk dengan rincian jumlah penduduk setiap Negara seperti yang tercantum
dalam tabel berikut.
Pekerja migran mencapai sepertiga dari penduduk total Saudi Arabia dan menganbil
hampir setengah dari total lapangan pekerjaan yang ada. Rata-rata dari mereka adalah
pekerja-pekerja yang kurang terdidik. Akibatnya banyak dari mereka yang tidak mengerti
kedudukan hukum buruh migran dan sangat rentan terhadap eksploitasi serta kekerasan
yang dilakukan oleh sponsor mereka. Salah satu bentuk ketidakadilan yang mereka alami
adalah, penambahan waktu kerja di luar batas kemampuan mereka hingga 15 20 jam per
hari selama seminggu nonstop, keterlambatan pemberian gaji, hingga kekerasan fisik,
psikologis bahkan seksual. Sebuah penelitinan yang dilakukan oleh organisais pengawas
buruh migra di Filipina mengatakan, hampir 70% dari pekerja Filipina dipekerjakan sebagai
pengasuh tanpa ada pekerjaan spesifik yang terstandar dan mereka menderita kekerasan
fisik dan psikologis. Seperti yang dialami oleh seorang pekerja migran asal Filipina yang
5 Ibid, hal 44

berumur 27 tahun Lorraine, ketika dia sampai pertama kali di Saudi Arabia. Di awal
bertemunya hingga 1 tahun masa kerjanya, beberapa kali dia mengalami kekerasan seksual.
Tak hanya Lorraine, ada puluhan hingga ratusan bahkan ribuan pekerja migran yang
mengalami hal yang sama setiap tahunnya.
Merespon permasalahan ini, pemerintah Arab Saudi berinisiatif untuk melakukan
Saudisasi, dengan mengambil alih tugas-tugas pekerja asing dengan warga Negara Arab
Saudi. Sebagai contoh, di tahun 2000 ada kebijakan yang menyatakan sebuah bisnis yang
mempekerjakan setidaknya 20 karyawan, 25% dari jumlah tersebut harus mengambil dari
warga Negara Saudi.6 Kemudian pemerintah Arab Saudi hanya menerima kontrak-kontrak
pekerja asing jika ditulis dalam bahasa arab. Ketika draft perjanjian bisa dilakukan dalam
dua bahasa, bahasa arab lah yang diakui kelegalannya. Draft yang berisikan kontrak pekerja
ini harus dijadikan 2 copy, satu untuk sponsor dan satunya untuk si pekerja. Karena untuk
bekerja di Saudi Arabia mereka harus memiliki sponsor yang berkebangsaan Saudi dan
diperbaharui tiap hitungan bulan. Berbeda dengan Negara-negara yang mengakui Deklarasi
Universal dalam Hak Asasi Manusia ( yang menyatakan bahwa semua orang memiliki hak
untuk meninggalkan suatu Negara termasuk negaranya sendiri ). Di Saudi Arabia, pekerja
asing membutuhkan izin sponsor agar mereka dapat masuk dan keluar dari Negara. Dan
bagi mereka yang memiliki urusan dengan hukum, tidak akan bisa melakukan perjalanan ke
luar. Sponsor tersebut umumnya menyimpan paspor pekerja itu selama mereka berada
dalam Negara. Lalu peraturan yang selanjutnya, pekerja asing harus bebas dari penyakit
yang bisa menginfeksi lainnya termasuk HIV.
Dalam hal sistem ketengakerjaan Arab Suadi menggunakan sebuah sistem yang
dikenal dengan Sistem Kafalah, Sistem Kafalah merupakan:
sponsorship system that regulates residency and employment of the workers in the
Gulf Cooperation Council (GCC) countries atau a system used to monitorthe
construction and domestic migrant laborers in the Arab States of the Persian Gulf.7
6Gibney, Matthew J.; Hansen, Randall. Immigration and Asylum: From 1900 to
the Present.2005 p. 405.
7 Human Right Watch 2008, As If I Am Not Human Abuses Against Asian Domestic Workers inSaudi
Arabia, Human Right Watch, United States of America.

Sistem kafala yang berlaku di Saudi Arabia memberikan ketentuanan employer


assumes responsibility for a hired migrant worker and must grant explicit
permission before the worker can enter Saudi Arabia, transfer employment, or leave
the country. The kafala system gives the employer immense control over the
worker.8
Dengan sistem ini, para buruh migran terikat dengan ketentuan dari majikan yang
memperkerjakan mereka. Sistem ini juga memperbolehkan tindakan-tindakan yang
melanggar hak asasi manusia di Arab Saudi. Sistem Kafalah (sistem sponsor) adalah sistem
yang mensyaratkan semua pekerja migran, termasuk PRT, untuk mempunyai sponsor dalam
negeri (biasanya adalah majikan/pihak pemberi kerja), yang akan bertanggungjawab atas
visa dan status hukum pekerja migran bersangkutan. Di bawah sistem Kafalah, status
imigrasi seorang pekerja migran terikat secara hukum kepada perorangan/individu
(biasanya majikan), disebut sponsor (kafeel) untuk masa kontrak kerja mereka. Pekerja
migran tidak bisa masuk negara tujuan, berpindah kerja, atau meninggalkan negara dengan
alasan apapun tanpa terlebih dulu mendapatkan izin tertulis dari pihak kafeel tersebut.
Seorang pekerja harus disponsori oleh seorang kafeel untuk memasuki negara tujuan dan
tetap terikat pada kafeel bersangkutan sepanjang masa tinggal mereka. Kafeel harus
melapor ke pihak imigrasi jika pekerja migran meninggalkan pekerjaan mereka dan harus
memastikan pekerja migran meninggalkan negara itu setelah kontrak berakhir, termasuk
membayar tiket kepulangan mereka.
Misalnya di Arab Saudi. Umumnya, PRT tiba di Arab Saudi dengan masa kerja
selama dua tahun dengan visa yang dengan sponsor yang disebut kafeel (biasanya majikan).
Majikan memiliki tanggung jawab atas biaya perekrutan, pemeriksaan kesehatan lengkap,
dan kepemilikan iqama (kartu identitas di Saudi Arabia). Seorang PRT harus memperoleh
persetujuan kafeel untuk pindah pekerjaan atau untuk memperoleh izin atau visa keluar
(exit visa) agar dapat meninggalkan Saudi Arabia. Hal ini memberi majikan kekuasaan
besar atas keleluasaan PRT untuk berganti pekerjaan atau untuk pulang ke negara asalnya.9

8Ibid
9Lihat Pada Buku Panduan Buruh Migran (TKI) di Saudi Arabia Komnas HAM
RI, 2005

Sistem ini juga membuat majikan sewenang-wenang menyalahgunakan sistem


kafala dan memaksa PRT untuk terus bekerja dalam situasi yang eksploitatif (jam kerja
berlebihan, minim waktu istirahat, gaji tidak dibayar) dan menghalangi mereka untuk
pulang ke negara asal. Mengapa? Karena seorang PRT migran tidak dapat kembali ke
negara asalnya tanpa memiliki ijin/visa keluar dari kafeel yang umumnya adalah majikan.
Sistem Kafala juga menghalangi PRT untuk menyelamatkan diri atau meninggalkan
majikan pada saat mereka mengalami kekerasan, eksploitasi maupun perdagangan orang.
Sistem Kafala juga menghalangi PRT untuk meninggalkan majikan saat mereka mendapati
situasi kerja yang berbeda dari yang telah diperjanjikan di Kontrak Kerja. Dalam kasuskasus kekerasan yang dialami PRT migran, walaupun berhasil menyelamatkan diri, namun
PRT sering tertahan di shelter/rumah aman dan belum dapat dipulangkan langsung ke
negara asal karena tidak mendapatkan visa keluar dari majikan.
Di Qatar, di bawah Undang-Undang No 4/2009 (Undang-undang tentang Sponsor)
pekerja migran tidak dapat berganti pekerjaan tanpa izin dari sponsor. Hal ini menghasilkan
hubungan yang sangat timpang antara pekerja dan majikan, dimana pekerja sulit keluar dari
situasi eksploitatif. Jika seorang pekerja migran tiba di Qatar dan menemukan bahwa
pekerjaan serta hak-hak mereka sebagai pekerja yang telah dijanjikan dalam Kontrak Kerja
kepada mereka tidak sesuai dengan yang sebenarnya, atau menjadi korban eksploitasi oleh
majikannya, keputusan apakah mereka dapat berganti atau berpindah pekerjaan bergantung
sepenuhnya kepada majikan. Ironisnya, kebanyakan majikan adalah pihak yang melakukan
eksploitasi terhadap pekerja mereka. Aturan tersebut menyebabkan PRT sulit untuk
meninggalkan majikan. Sebagian PRT yang mengalami kekerasan dan eksploitasi
kemudian melarikan diri dari rumah majikan dan mencari perlindungan ke Kedutaan negara
asal mereka atau kepada pihak yang berwenang di Qatar serta mencoba menemukan
pekerjaan lain.
Lebih lanjut lagi, meninggalkan majikan tanpa izin membuat perempuan dituduh
melarikan diri (absconding). Di Qatar misalnya, absconding dipahami sebagai pelanggaran
dari Pasal 11 pada Undang-undang tentang Sponsor, yang melarang PRT migran melakukan
pelanggaran terhadap tujuan awal mereka di negara tersebut. Ketika PRT melarikan diri,
biasanya para majikan menyerahkan paspor milik PRT kepada Kementerian Dalam Negeri

(meskipun penahanan paspor milik PRT oleh majikan adalah tindakan illegal). Dalam kasus
ini, banyak PRT menghadapi tuntutan atas tindak criminal melarikan diri (absconding).
Tuduhan atas kejahatan melarikan diri (absconding) dapat berlanjut kepada penyidikan
dan hukuman penjara tetapi kebanyakan hanya menyebabkan penahanan untuk kemudian
dideportasi. Sistem Kafalah sangat bertentangan dengan HAM dan melanggar hak-hak
pekerja khususnya PRT migran. Banyak organisasi pejuang HAM menuntut negara-negara
Timur tengah untuk menghapuskan sistem Kafalah dan membuat aturan untuk melarang
dan menghukum tindak kekerasan dan eksploitasi majikan terhadap PRT. Selama negaranegara Timur Tengah tidak menghapus sistem kafalah, maka PRT migran akan tetap
menjadi sasaran penindasan.
Berdasarkan data dari BNP2TKI, Arab Saudi menempati posisi pertama sebagai
negara yang menerima buruh migrant paada umumnya dan TKI pada khusunya sejak tahun
2006 hingga tahun 2011.Meskipun demikian, Saudi Arabia juga menempati posisi pertama
sebagai Negara dengan tingkat pengaduan buruh migrant dan TKI yang tinggi. 10 KJRI
Jeddah mengatakan bahwa kasus yang terjadi di Arab Saudi pada tahun 2010 sebanyak
1.546 kasus. Kasus yang terjadi tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga seperti kekerasan
seksual,uang gaji yang bermasalah, overstayer, putusnya komunikasi dengan keluarga,tidak
mendapatkan cuti ataupun libur, tidak diberikan akses kesehatan, kasus pembunuhan, dan
berbagai kasus lainnya. Bahkan di Saudi Arabia, tidak jarang TKI dijatuhi hukuman mati
dengan berbagai alasan dan ini mengancam hak hidupTKI, seperti Yanti Iriyanti pada 12
Februari 2008 dan Ruyati pada 18 Juni 2011.Migrant Care menyatakan bahwa untuk tahun
2013 terdapat 42 kasus hukuman mati untuk TKI di Arab Saudi, dimana 9 kasus
diantaranya mendapatkan vonistetap hukuman mati dan 33 kasus lainnya masih dalam
proses.11
10Suprayogi, A 2013, Malaysia dan Arab Saudi, Negara Kasus TKI Tertinggi, diakses pada 01Januari
2015, <http://news.liputan6.com/read/624151/malaysia-dan-arab-saudi-negarakasustki-tertinggi>.

11Gunawan, R 2013, Migrant Care: 256 TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, diaksespada 02
Januari 2015, <http://news.liputan6.com/read/786508/migrant-care-256-tkiterancamhukuman-mati-di-luar-negeri>.

Permasalahan TKI di luar negeri sudah terjadi selama bertahun-tahun, tetapi sampai
saat ini tidak ada solusi nyata agar hak dari para TKI di luar negeri dapat dijamin.
Perlakuan yang melanggar hak asasi manusia ini pada umumnya terjadi pada TKI yang
bekerja di sektor informal, yang pada umumnya bekerja sebagai Penata Laksana Rumah
Tangga (PLRT), supir, tukang kebun, pramuniaga, dan sebagainya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa keterbatasan keahlian yang dimiliki, minimnya kemampuan bahasa untuk
berkomunikasi, serta tidak pahamnya terhadap aturan dan budaya di Saudi Arabia sering
menjadi kendala yang sangat besar bagi para TKI. Tidak hanya itu saja, pengiriman TKI
secara tidak resmi ini menjadi salah satu pendorong perlakuan yang tidak manusiawi
terhadap TKI, dimana pada umumnya ketidak lengkapan dokumen yang sering menjadi
masalah di kemudian hari.
International Organization for Migration atau Organisasi Internasional untuk
Migrasi (IOM) adalah sebuah Organisasi antarpemerintah. Didirikan dengan nama
Intergovernmental Committee for European Migration (ICEM) pada 1951, pada mulanya,
IOM ditujukan untuk membantu menempatkan kembali para pengungsi akibat Perang
Dunia II. IOM adalah organisasi antar pemerintah utama di bidang migrasi. IOM
berdedikasi untuk memajukan migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan
bersama, dilaksanakan dengan meningkatkan pemahaman mengenai masalah-masalah
migrasi, membantu pemerintah dalam menjawab tantangan migrasi, mendorong
pembangunan sosial dan ekonomi melalui migrasi, dan menjunjung tinggi martabat dan
kesejahteraan migran, termasuk keluarga dan komunitasnya. IOM bekerja dalam empat
area luas manajemen migrasi: migrasi dan pembangunan, pemfasilitasan migrasi,
pengaturan migrasi, dan penanganan migrasi paksa, situasi darurat dan pascakrisis.
Kegiatan lintas sektor IOM antara lain memajukan hukum migrasi internasional, debate dan
acuan kebijakan, perlindungan hak-hak migran, migrasi dan kesehatan, dan dimensi jender
dalam migrasi. Selain IOM ada juga Organisasi International Labour of Organization yang
memfokuskan tentang Labour internasional.
Organisasi Buruh Internasional atau (International Labour Organisation, disingkat
ILO) adalah sebuah wadah yang menampung isu buruh internasional di bawah PBB. ILO
didirikan pada 1919 sebagai bagian Persetujuan Versailles setelah Perang Dunia I.

Organisasi ini menjadi bagian PBB setelah pembubaran LBB dan pembentukan PBB pada
akhir Perang Dunia II. ILO bertujuan memperbaiki kondisi pekerja sebagai upaya
mewujudkan keadilan sosial di seluruh dunia. Agar tujuan mulia ini dapat terpenuhi, ILO
mengadopsi struktur tripartit yang khas yakni terdiri dari perwakilan pemerintah, pekerja,
dan pengusaha. Secara bersama-sama, ketiga unsur dalam tripartit bertugas menentukan
strategi dan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan ILO. Dengan Deklarasi Philadelphia
1944 organisasi ini menetapkan tujuannya. Sekretariat organisasi ini dikenal sebagai Kantor
Buruh Internasional dan ketuanya sekarang adalah Juan Somavia. ILO menerima
Penghargaan Perdamaian Nobel pada 1969.
Kebijakan ILO mengenai kemitraan aktif (active partnership) pertama kali
diperkenalkan tahun 1994. Tujuannya untuk makin mendekatkan ILO dengan unsur-unsur
tripartit di negara anggota dan terus meningkatkan pelayanan teknis yang diprogramkan.
Unsur penting dalam konsep kemitraan aktif ini adalah dibentuknya 16 tim multidisiplin
regional yang memungkinkan ILO merespon kebutuhankebutuhan akan bantuan teknis
secara lebih cepat.Bantuan khusus diberikan kepada serikat buruh/pekerja dalam kerangka
kebijakan kemitraan aktif. Prioritas dari kemitraan aktif adalah pemberian bantuan dan
nasinat teknis dalam penerapan standar perburuhan internasional, khususnya konvensi dasar
ILO tentang pokok-pokok hak asasi manusia. Tim multidispiliner ini berisi pakar-pakar
kegiatan pekerja atau buruh. Tim ini bertanggungjawab mendorong partisipasi serikat
buruh/pekerja dalam kegiatan-kegiatan ILO dan memastikan bahwa program dan proyek
yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan serikat buruh/pekerja secara efektif.12
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam tesis ini adalah: Mengapa Arab Saudi tidak Bersedia bergabung
dalam International Labour Organization (ILO) dan Internasional Organization for
Migration (IOM) ?

12Lihat Buku Pedoman Organisasi Perburuan Internasional, Jakarta, 2006

C. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai Saudi Arabia telah banyak dilakukan khususnya penelitian tentang
buruh migran, namun dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukan, belum ada
penelitian yang membahas mengenai AlasanMengapa Saudi Arabia tidak bersedia menjadi
anggota IOM dan ILO.Berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait buruh migran di
Saudi, sebagianbesar membahas mengenai efektifitas kebijakan yang telah dilakukan
olehNegara pengirim buruh migran misalnya Indonesia. Tidak hanya itu saja, sebagian
besar lainnya membahasmengenai perlindungan terhadap buruh migran ditinjau dari peran
pemerintah dan NGO,serta membahas permasalahan buruh migran dilihat dari aspek
hukum yang berlaku diNegara pengirim buruh migran.
Fudianti Anggani dalam penelitiannya mengenai kebijakan pemerintah Indonesia
tentang perlindungan TKI dalam pemenuhan hak dasar TKI di luar negeri 13 menyatakan
bahwa program penempatan TKI di Saudi Arabia menjadi sebuah prospek yang baik bagi
pemerintah Indonesia, dimana menjadi solusi atas permasalahan pengangguran yang sangat
tinggi jumlahnya di Indonesia serta keterbatasan lapangan pekerjaan di dalam negeri. Tetapi
di sisi lain, hal ini memunculkan permasalahan baru dengan berbagai kasus kekerasan yang
menimpa TKI diakibatkan pengguna jasa yang kurang menghargai danmenghormati hakhak pekerja. Pemerintah Indonesia tentunya menghadapi hambatan dalam merealisasikan
perlindungan TKI di Arab Saudi karena adanya perbedaan landasan hukum yang digunakan
di negara tersebut. Arab Saudi menganut dasar negara yang mengindikasi bahwa sistem
politik yang diakui tidak mengadopsi hukum internasional, seperti halnya dalam penerapan
isu hak asasi manusia dan gender, karena Saudi Arabia tidak meratifikasi konvensi yang
berkaitan dengan kedua isu tersebut.
Fudianti Anggani juga menyatakan bahwa perlindungan TKI secara mutlak menjadi
tanggung jawab penuh dari pemerintah. Peran negara ini tentunya membutuhkan koordinasi
dalam penangangan kasus TKI tersebut supaya tidak memunculkan kecenderungan
tumpang tindih wewenang dan kewajiban bagisetiap instansi terkait yang menjadi focal
13Anggani, F 2009, Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Perlindungan TKI dalam PemenuhanHak
Dasar TKI di Luar Negeri (Studi Kasus: TKI di Arab Saudi), Tesis, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta

point dari program penempatan TKI diluar negeri. Kerjasama dengan negara penempatan
tidak dapat dikesampingkan dalam hal ini, karena dengan dialog melalui kerjasama bilateral
dapat menghasilkan agreement dasar yang mengikat secara hukum. Permasalahan
mengenai TKI ini apabila tidak diselesaikan sesegera mungkin maka dapat memicu
munculnya konflik dalam hubungan bilateral.
Diplomasi bilateral memiliki peranan yang penting sebagai upaya preventif
perlindungan TKI di luar negeri guna tercapainya keberadaan bilateral agreement antara
negara pengirim dan negara penerima di bidang ketenagakerjaan, hingga pengguna jasa
TKI dapat menghargai hak-hak dasar dariTKI. Tidak hanya itu saja, perbaikan tentunya
harus dilakukan di dalam negeri, seperti misalnya apabila pemerintah menginginkan negara
penerima menaikkan upah, maka kualitas dan kemampuan dari TKI tentu juga harus
ditingkatkan.
Kebijakan dan peraturan domestik yang telah dirumuskan oleh pemerintah
Indonesia dijadikan prinsip dan dasar dalam proses penempatan TKI di luar negeri.
Kebijakan dan peraturan ini harus mampu memberikan kontribusi perlindungan bagi
keselamatan dan kesejahteraan TKI, walau diakui sangat sulit untuk dapat membuat serta
menyusun suatu peraturan yang dapat memuaskan semua pihak. Meskipun demikian,
pemerintah harus sebisa mungkin mengakomodasi kepentingan dari semua pihak yang
terkait, sedangkan upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terdapat pelanggaran hak
TKI saat penempatan yaitu tunduk pada peraturan negara setempat dengan mengikuti
kedaulatan teritorial suatu negara.
Ahmad Almaududy Amri meneliti mengenai pelaksanaan perlindungan hukum bagi
TKI sektor informal di Arab Saudi14 menyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap TKI
telah dilakukan dengan berbagai upaya oleh pemerintah Indonesia, dimana diantaranya
menyiapkan perangkat hukum dalam negeri dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait,
terdapat upaya pemerintah melalui perwakilan Indonesia di Saudi Arabia untuk melakukan
penyelesaian secara langsung dengan para pengguna jasa TKI di Saudi Arabia, dan adanya
14Amri, AA 2011, Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia Sektor Informaldi Saudi
Arabia, Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

upaya hukum oleh pemerintah Indonesia melalui pemerintah Arab Saudi. Tetapi meskipun
demikian, perlindungan TKI di Arab Saudi, khususnya di sector informal belum dapat
dilakukan secara maksimal dikarenakan belum adanya asuransi lokal di Arab Saudi untuk
menjamin keselamatan dari para TKI tersebut.
Ahmad Almaududy Amri dalam penelitiannya menuliskan bahwa padatahun 2002,
pemerintah Saudi Arabia melakukan kebijakan baru dalam bidang ketenagakerjaan, yaitu
program Saudisasi. Program Saudisasi merupakan suatu pembangunan untuk melatih dan
mendidik tenaga kerja Saudi Arabia dan menggantikan para tenaga kerja asing yang ada di
Saudi Arabia, dengan target 80% tenaga kerja Saudi Arabia harus sudah mengisi semua
sektor lapangan kerjadi Saudi Arabia pada tahun 2012. Kebijakan ini tentunya dapat
mengancam lapangan kerja bagi para TKI dan tentunya dapat mempersempit lapangan
kerja di Arab Saudi. Tujuan utama dari kebijakan Saudisasi adalah:
1. Meningkatkan lapangan kerja bagi warga negara Arab Saudi di semua sector
kegiatan ekonomi.
2. Mengurangi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing.
3. Menangkap kembali dan mereinvestasi pendapat yang diperoleh para tenaga kerja
asing di Arab Saudi, yang selama ini dikirimkan sebagai remittance ke negara
asalnya.
Muslan Abdurrahman mengkaji mengenai permasalahan ketenagakerjaan sebagai
sebuah efek diskriminasi hukum dengan melihat banyaknya kasus TKI illegal terutama
yang ada di Malaysia.15 Ia menyatakan bahwa peraturan tentang penempatan dan
perlindungan TKI tidak sejalan dengan peraturan yang telah ditetapkan melalui
Kepmenakertrans Nomor 44 A/MEN/2002 yang kemudian diganti dengan Undang-undang
RI Nomor 39 Tahun 2004 mengenai Penempatandan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Kasus TKI illegal atau ketidak patuhan TKI dalam menjalankan prosedur resmi dari
pemerintah dikarenakan perlakuan eksploitasi oleh para calo yang pada akhirnya TKI
tersebut menjadi permasalahan baru yang harus ditangani oleh pemerintah. Selain itu, ia
juga membahas tentanghal-hal yang memicu munculnya perilaku ketidakpatuhan

15 Abdurrahman, M 2006, Ketidakpatuhan TKI: Sebuah Efek Diskriminasi Hukum, UMM Press.

dikarenakan diskriminasi melalui peraturan perundangan tentang penempatan TKI, dimana


halini menjadi pemicu dan faktor yang kuat terjadinya kasus TKI illegal.
Sidik Jatmika dalam tesisnya AS sebagai hambatan demokrasi di Timur Tengah
(Studi Kasus Saudi Arabia)Mengatakan, dalam beberapa hal Saudi Arabia memiliki
inkonsistensiterhadap PLN, dalam proses pengambilan keputusan kebijakan luar negerinya
cenderung mencari keuntungan bagi negaranya. Sehingga hal tersebut membuktikan adanya
ketidakkonsistenan Saudi Arabia dalam menjalankan konstittusi negaranya.16
Mohamed A. Ramady dalam bukunya tentang The Saudi Arabian Economy
Policies, Achievements, and Challenges yang diterbitkan oleh King Fahd University of
Petroleum and Minerals mengatakan dalam pengambilan kebijakan tentang ekonomi. Saudi
Arabia selalu memperhatikan tentang stabilitas perekonomian dalam negeri dan dampak
yang akan dialami jika melakukan suatu hubungan bilateral dengan suatu negara, adapun
unsur atau aspek dalam pengambilan keputsan tersebut adanya: Pertama, xternal family
influences, loyalty, alliences. Kedua, Personal Values. Ketiga, Internal Organizational
factors. Keempat, Ethical Perceptions.17
Berdasarkan penjelasan mengenai beberapa penelitian diatas, peneliti memandang
bahwa penelitian yang selama ini dilakukan terkait denganperlindungan buruh migran
maupun TKI lebih berfokus pada kebijakan dan perlindungan hukum, serta tanggung jawab
pemerintah dalam melindungi TKI tersebutsebatas membahas negara pengirim. Pada
pembahasanmengenai perlindungan buruh migran dan TKI, tidak ada pembahasan
mengenai alasan mengapa Negara Saudi Arabia tidak bersedia menjadi anggota Organisasi
Buruh Internasional (IOM) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi, mengingat bahwa
mengetahui alasan mengapa Arab Saudi tidak bersedia menjadi anggota dalam organisasi
buruh internasional dan organisasi internasional untuk imigrasi menjadi suatu jalan untuk
mencari format diplomasi untuk melindungi buruh migran yang ada di Saudi Arabia. Maka
16Sidik Jatmika, 1998, AS sebagai hambatan demokrasi di Timur Tengah (Studi Kasus Saudi Arabia),
Tesis, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta

17 Penulis Buku, The Saudi Arabian Economy Policies, Achievements, and Challenges, diterbitkan
oleh King Fahd University of Petroleum and Minerals.

dari itu, hal ini yang membedakan penelitian inidengan penelitian-penelitian yang telah ada
sebelumnya, dimana penelitian inimencoba mengkaji alasan Arab Saudi sebagai negara
penerima buruh migran atau TKI tidak bersedia untuk menjadi bagian dari ILO dan IOM,
sehingga hal ini menjadi suatu pembeda dengan penelitian-penelitian yang lainnya dan
menjadi nilai kebaruan daripenelitian ini.

D. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan Luar Negeri
Holsti memberikan pernyataan mengenai kebijakan luar negeri yaitu: foreign
policy also incorporates ideas that are planned by policy makers in order to solve a
problem or uphold some changes in the environment, which can be in the forms of
policies, attitudes, or actions of another states or states.18
Dalambuku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia,
politik luar negeri didefinisikan sebagai suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah
dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usahauntuk mencapai tujuan
nasional. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasional ke
dalam masyarakat antar bangsa19. Kepentingan nasional dari Arab Saudi merupakan
kepentingan bangsa Saudi Arabia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bangsa
Saudi Arabia, yaitu Negara Arab Saudi yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur
berdasarkan Konstitusi Negaranya. Tujuan Nasional dari Saudi Arabia adalah melindungi
segenap bangsaSaudi Arabia dan Kedaulatan Arab Saudi, memajukan kesejahteraan

18Holsti, KJ 1983, International Politics, A Framework for Analysis, Prentice Hall, London.
19Sabir, M 1987, Politik Bebas Aktif: Tantangan dan Kesempatan, CV. Haji Masagung, Jakarta.

umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang


berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kebijakan luar negeri dibutuhkan oleh sebuah negara dalam perjalanannya, karena suatu
negara tentu akan berinteraksi dengan negara lain, sehingga perlu dimiliki pedoman dasar
sehingga mampu mencegah konflik yangdapat merusak hubungan diplomatik dengan
negara lainnya. Kebijakan luar negeridalam prosesnya dibagi mejadi tiga ruang lingkup,
yaitu: pengaruh kebijakan luarnegeri (the influences of foreign policy), pembuatan
kebijakan luar negeri (themaking of foreign policy), dan implementasi kebijakan luar negeri
(theimplementation of foreign policy). Konsep dasar dalam pembuatan kebijakanluar negeri
adalah:20

1.
2.
3.
4.
5.

Pembuat kebijakan
Tujuan
Prinsip
Kekuasaan untuk melaksanakan
Konteks dimana kebijakan luar negeri dirumuskan dan diimplementasikan.
Barston menyatakan bahwa dalam penetapan sebuah kebijakan luar negeri,

pemerintah suatu negara perlu memperhatikan perubahan yang terjadi dilingkungan


domestik maupun lingkungan internasional.21 Faktor internal ataudomestik menyangkut
lokasi, latar belakang sejarah, budaya, organisasi, kepentingan-kepentingan organisasi nonpemerintahan, stabilitas domestik,pengaruh ekonomi, dan kepemimpinan. Sedangkan faktor
eksternal mencakup bentuk struktur yang berlaku di dalam sistem internasional, bentuk
hubungan lokal dan regional, pergerakan mata uang internasional, kebijakan negara
tetangga yang memiliki power yang kuat atau bekerjanya institusi internasional, serta
pengaruh transnasional.
Dalam pembahasan penelitian, kebijakan luar negeri akan lebih berfokus pada
pembuatan kebijakan luar negeri, dimana hal ini dibutuhkan dalam merumuskan MoU
20 Dugis, V 2007, Analysing Foreign Policy, dalam Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik. 20 (2); pp.41 52.

21Barston, RP 1989, Modern Diplomacy, Longman, London and New York.

ataupun Agreement antara pemerintah Arab Saudi dan Negara yang menjadi pengirim
melalui diplomasi bilateral. Dengan berdasarkan pada tujuan nasional dari Arab Saudi yaitu
melindungi segenap bangsa Arab Saudi dan Kedaulatan Negaranya, maka pemerintah dapat
menggunakan halini sebagai landasan untuk mengadakan perjanjian dengan Negara
Pengirim. Dalam konteks ini, kepentingan dari Arab Saudi adalah melindungi
Masyarakatnya dan Kepentingan Nasional dan dapat merespon setiap kondisi yang terjadi
di Saudi Arabia(kondisi internasional) dan kondisi internal bangsa (kondisi nasional)
melalui kebijakan luar negeri yang akan dirumuskan.

2. Legitimasi
David Easton mendefinisikan legitimasi atau keabsahan sebagai keyakinan dari
pihak anggota (masyarakat) bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati
penguasa dan memenuhi tuntutan-tuntutan dari rezim itu.22Sedangkan menurut Seymour
Lipset, legitimasi mencakup kemampuan menghasilkan dan menjaga kepercayaan bahwa
institusi-institusi politik, atau bentuk institusi-institusi politik yang ada, adalah paling cocok
bagi masyarakat. Kelompok-kelompok yang ada melihat sebuah sistem politik sebagai sah
(legitimate) atau tidak sah (illegitimate) didasarkan pada kesesuaian institusi-institusi
tersebut dengan nilai-nilai sosial, moral, dan agama di masyarakat. G.Sadanan
mendefinisikan legitimasi sebagai sebuah kualitas pembenaran oleh bawahan (subordinasi)
yang mengubah kekuatan politik menjadi suatu otoritasyang sah. Ini bermakna,
membangun

legitimasi

adalah

sebuah

kemampuan

untuk

memproduksi

dan

mempertahankan keyakinan publik bahwa sistem politik yang ada adalah yang paling
sesuai bagi masyarakat dan orang-orang harus menganggapnya sebagai hal yang suci dan
patut untuk dihormati dan ditaati tanpa keraguan. Dengan demikian, legitimasi erat
kaitannya dengan efektivitas sebuah kekuasaan.
22D. Easton, A System Analysis of Political Life, John Wiley and Sons, New York, 1965, p. 273.

Kekuasaan harus didukung oleh kemampuan membangun legitimasi agar


berlangsung stabil dan efektif. Kekuasaan kelompok penguasa berbanding lurusdengan
kemampuannya membangun legitimasi. Kekuasaan yang legitimate menghasilkan
wewenang (authority). Semakin baik penguasa memahami danmengelola sumber legitimasi
maka semakin kuat kekuasaannya terhadap kelompok lain di bawahnya, begitu juga dengan
wewenang yang dimilikinya. Max Weber menegaskan, tanpa legitimasi, penguasa, rezim,
atau sistem pemerintahan akan kesulitan untuk mencapai kemampuan manajemen-konflik
yang penting bagi stabilitas jangka panjang dan pemerintahan yang baik.23
Berdasarkan sumbernya, Easton mengklasifikasikan legitimasi menjadi 3tipe:
personal, ideologikal dan struktural. Pertama, legitimasi personal, ialah legitimasi yang
digali atau dibangun dengan mengonstruksi daya tarik seorang penguasa terhadap publiksubordinasi. Di antara cara yang digunakan dalam membangun legitimasi secara personal
adalah dengan menonjolkan gelar kehormatan tertentu, atau status dan peranannya dalam
peristiwa tertentu. Contohnya, di Irak, Saddam Husein berusaha menggali legitimasi
personalnyayaitu dengan menonjolkan peranan dan cerita kepahlawanannya dalam
menggulingkan penguasa terdahulu yang disosialisasikan melalui buku-bukupelajaran di
sekolah.
Kedua, legitimasi ideologikal, adalah legitimasi yang dibangun penguasa melalui
aspek ideologis. Sumber ideologikal dimaknai oleh Easton sebagai legitimasi yang
dibangun melalui artikulasi seperangkat gagasan, tujuan, dan cita-cita yang mendorong
unsur-unsur dalam sistem untuk menginterpretasikan kondisi masa lalu, menjelaskan
keadaan saat ini, dan memberikan pandangan terhadap masa depan secara tertentu.
Gagasan-gagasan yang dibangun ini kemudian membentuk sebuah cara pandang spesifik
dan mendasar yang membangun nalar penerimaan kelompok subordinasi terhadap
penguasa.
Ketiga, sumber struktural, adalah pengakuan yang didapatkan dari rakyat secara
struktural atau dari tingkat paling bawah, yaitu rakyat umum, partai politik,angkatan
bersenjata hingga semua menteri. Michael C. Hudson menegaskan pentingnya sumber
23M. C. Hudson, Arab Politics: The Search for Legitimacy, Yale University Press, London, 1977,
p. 1.

legitimasi struktural yang dikemukakan Easton ini denganstruktur membentuk kerangka


kerja di mana "accepted procedures" dijalankan,dan mereka memberikan legitimasi legal di
atas sistem. Hudson menerjemahkan maksud Easton ini dalam konsepsi yang lebih
sederhana danmasuk akal yang dia ambil dari konsepsinya Samuel P. Huntington,
institutionalisation. Penguasa membangun legitimasinya dengan menginstitusionalisasikan
diri dalam sistem politik. Bentuk institusionalisasi diri ini berupa pengisian jabatan-jabatan
pada struktur dengan orang-orang yangmendukung keberadaan penguasa. Penguasaan
struktur-struktur politik berlangsung secara oligarkis oleh penguasa untuk menjamin
stabilitas karena dengan demikian meminilamisasi terjadinya persaingan kepentingan dalam
pemerintahan.

3. Aktor Rasional
Model rational actor berdasarkan pada teori rational choice. Model ini menganggap Negara
sebagai unit analisa primer dan hubungan antar negara (atau HI) sebagai konteks untuk
menganalisis24. Negara dilihat sebagai actor kesatuan yang monolitik, mampu membuat
keputusan-keputusan rasional berdasarkan peringkat dan maksimalissi nilai yang cenderung
lebih disukai.Dalam model aktor rasional, negara diibaratkan seperti aktor individual yang
mementingkan kepentingan sendiri dan diasumsikan memiliki pengetahuan terhadap situasi
serta mencoba untuk memaksimal apa saja nilai dan tujuan yang berdasarkan situasi yang
ada. Negara akan mencari dan mempertahankan kepentingan nasionalnya dengan
menggunakan segala cara. Dalam model ini, pemerintah dianggap sebagai entitas utama
yang memiliki seperangkat tujuan-tujuan, mengevaluasinya berdasarkan keuntungan, dan
kemudian memilih salah satu kebijakan yang memberikan keuntungan lebih atau paling
tinggi.

24Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Teori dan Pendekatan), Pustaka
Pelajar 2003.

Dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan
actor rasional, terutama Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai
suatu proses intelektual. Pemerintah dianalogikan sebagai dengan perilaku individu yang
bernalar dan terkoordinasi. Analisis model pembuatan keputusan ini adalah pilihan-pilihan
yang di ambil oleh pemerintah. Dengan demikian, analisis politik

luar negeri harus

memusatkan perhatian pada penelaah kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa,
alternative-alternative haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan
perhitungan untung rugi atas masing-masing alternative itu.
Dalam model ini para pembuat keputusan itu diaggap rasional dan kita umumnya
memang cenderung berpikir bahwa keputusan secara rasional, kelemahannya asumsi ini
mengbaikan fakta bahwa para pembuat keputusan itu adalah manusia yang bisa membuat
kesalahan dan yang selalu menghadapi berbagai kendala eksternal dari birokratnya sendiri,
dari berbagai kelompok kepentingan , opini public dan sebagainya. Terutama dalam system
demokrasi. Allison sadar akan kelemahan itu sehingga beliau mengajukan model lainnya,
yaitu model proses organisasi dan politik birokratik.

E. HIPOTESA
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas, maka yangmenjadi
argumen utama dari penulis adalah:mengapa Arab Saudi tidak bersedia menjadi anggota
dalam Organisasi Migrasi Internasional dan Organisasi Buruh Internasional, hal tersebut
didasarkan pada beberapa hal, Pertama, Arab Saudi Ingin menghindari dari Intervensi
Asing terhadap sistem Negaranya serta menjaga kepentingan Nasionalnya. Kedua, Arab
Saudi hendak meminimalisir kerugian dan memaksimal keuntungan.

F. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu mengidentifikasi beberapa
alasan mengapa Arab Saudi tidak bersedia bergabung dalam ILO dan IOM. Penelitian ini
menggunakan analisis data deskriptif dengan ditunjang teori-teori yang mendukung fakta
yangada dan sedang berlangsung yang kemudian disusun dan dianalisis dalam sebuah
pembahasan yang sistematis.
1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode


kualitatif deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta latar belakang Sejarah dari
Negara Arab Saudi sendiri. Dengan mengetahui latar belakang tersebut, penulis akan
menemukan jawaban mengapa Saudi Arabia sampai saat ini tidak bersedia bergabung
dalam ILO dan IOM.
2. Lokasi dan Jangkauan Penelitian
Untuk menghindari melebarnya penjelesan mengenai kebijakan Saudi Arabia tidak
bergabung dalam ILO dan IOM, maka dibutuhkan jangkauan penelitian yang berfungsi
untuk memfokuskan penelitian ini. Jangkauan penelitian ini dimulai sejak 1932 awal
deklarasi kemerdekaan Saudi Arabia sampai 2015 yang merupakan akhir dari penelitian
penulis, karena dalam kurun waktu diatas menurut penulis memiliki sejarah dan dan peran
penting dalam penelitian ini. Penelitian ini berlokasi di Jakarta dan Yogyakarta.

3. Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan
yaitu penelitian yang dilakukan dengan pengumpulan data melalui dokumen resmi dari
kantor ILO dan IOM di Indonesia serta berbagai sumber lainnya, seperti buku, jurnal, surat
kabar, annual review, dan media lainnya yang relevan dengan penelitian ini yaitu mengenai
kebijakan luar negeri Arab Saudi pada umumnya dan terkait perlindungan buruh migran
dan TKI di Arab Saudi pada masa moratorium. Tidak hanya itu saja, penulis juga mengkaji
UU Arab Saudi khusunya UU ketenagakerjaan Arab Saudi, teknik pengumpulan data
lainnya dilakukan melalui wawancara kepada pihak yang memiliki otoritas terkait dengan
penelitian ini, seperti Kementerian Luar Negeri, BNP2TKI, Organisasi Buruh internasional
(ILO) dan Organisasi Internasional untuk Imigran (IOM) yang ada di Indonesia dan
kedutaan Arab Saudi untuk Indonesia. Data yang telah dikumpulkan kemudian akan
dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pada akhirnya dapat menghasilkan
kesimpulan penelitian berdasarkan temuan data tersebut.
G. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah penulis ingin
mengetahui beberapa hal, seperti dibawah ini :
a.
b.
c.
d.
e.

Memahami fase perubahan sosial, politik dan ekonomi di Arab Saudi.


Mengetahui Kebijakan Arab Saudi Tidak Bersedia Bergabung dalam ILO dan IOM.
Mengetahui tentang prosedur peraturan terakit buruh migrant di ILO dan IOM
Mengetahui prosedur yang benar dalam Penelitian.
Mengetahui bagaimana menggunakan perspektif dan konsep tertentu dalam suatu

penelitian yang melibatkan operasionalisasi konsep.


f. Menyelesaikan studi Strata-2 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

H. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini terdiri dari lima bab, dimana pembahasan dalam masing-masing bab
akan dijelaskan secara rinci dalam sub-sub bab. Adapun sistematika penulisan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN: Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah,tinjauan pustaka, kerangka konseptual, Hipotesa, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II: DINAMIKA SISTEM KAFALAH SERTA BURUH MIGRAN DAN TKI DI
ARAB SAUDI: Bab ini berisi tentang sistem Kafalah, kondisi buruh migran di Arab Saudi
dan kondisi TKI yang ada di Arab Saudi Serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi
buruh migrant dan TKI di Arab Saudi.
BAB III: DINAMIKA ATURAN/KEBIJAKAN DALAM ILO dan IOM: Bab ini berisi
tentang mekanisme kebijakan ILO dan IOM serta kewajiban suatu Negara yang menjadi
anggota ILO dan IOM terhadap Buruh Migran serta undang-undang dalam ILO dan IOM.
BAB IV: ANALISA MENGAPA SAUDI ARABIA TIDAK BERSEDIA BERGABUNG
DALAM ILO DAN IOM: Bab ini berisi tentang beberapa alasan atau faktor-faktor

mengapa Saudi Arabia tidak bersedia menjadi anggota dalam International Labour
Organization dan International Organization of Migration.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN: Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan
penelitian mengenai beberapa alasan Arab Saudi tidak bersedia menjadi anggota ILO dan
IOM danjuga berisi saran terkait penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai