Anda di halaman 1dari 93

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu tujuan negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Tujuan tersebut menandakan negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia, sebagai negara kesejahteraan, bertanggung jawab untuk pemenuhan kesejahteraan rakyatnya, karena ciri utama dari negara kesejahteraan adalah munculnya kewajiban Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya.1 Dengan munculnya kewajiban pemerintah tersebut, secara langsung juga melahirkan hak bagi warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh negara Indonesia untuk menyejahterakan rakyatnya adalah melalui jaminan sosial. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.2 Hak atas jaminan sosial tersebut diatur dalam konstitusi kita pasal 28 H ayat 3 yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat". Pasal ini menegaskan bahwa jaminan sosial merupakan hak bagi setiap warga negara. Pemenuhan akan hak atas jaminan sosial ini menjadi tanggung jawab negara. Hal ini sesuai dengan konstitusi kita pada pasal 34 ayat 2 yang mengatakan, Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Konsep Undang-Undang Dasar ini diadopsi dan diwujudkan dengan UU No.40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (SJSN). Dalam konsideran undang undang ini, secara tegas dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
Comment [a1]: Sy ubah redaksinya

1 2

E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Pusaka Tinta Mas, Surabaya, 1998, hlm.11. Pasal 1 butir 1 UU no 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional.

kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Pelaksanaan jaminan sosial tersebut diwujudkan melalui beberapa program, yang disebut sebagai program jaminan sosial. Programprogram tersebut adalah jaminan kesehatan, jaminan kecelakaaan kerja, jaminan hari tua (pensiun), dan jaminan kematian. Program jaminan sosial tersebut dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). Jaminan sosial merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia, termasuk para tenaga kerja dan tenaga kerja Indonesia. Tenaga kerja didefinisikan sebagai setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 3 Jaminan Sosial yang disediakan untuk Tenaga Kerja adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Dalam UU jamsostek, program-program jaminan sosial yang disediakan untuk para tenaga kerja adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan.4 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada hakekatnya termasuk ke dalam ruang lingkup tenaga kerja pada umumnya, namun yang menjadi perbedaannya adalah wilayah tempatnya bekerja, yaitu di luar negeri. Hal ini dapat kita lihat dari definisi TKI itu sendiri yaitu setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.5 Oleh karena itu, jaminan sosial yang seharusnya TKI dapatkan, sebagai hak mereka, adalah jaminan sosial yang tersedia bagi para tenaga kerja, yaitu Jamsostek. Hak atas jaminan sosial ini melekat bagi setiap warga negara Indonesia di manapun ia berada dan bekerja. Perbedaan wilayah dan yurisdiksi dalam bekerja tidak dapat menghilangkan hak atas jaminan sosial dan tanggung jawab negara untuk memenuhinya.
Comment [a2]: Kasih footnote pasal/ ayat dari UU SJSN dan UU BPJS.

3 4

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pasal 6 butir 1 Undang Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek. 5 Pasal 1 butir 1 Undang Undang nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

Permasalahan hadir ketika TKI tidak mendapatkan pemenuhan atas hak jaminan sosialnya. Memang, pada saat ini TKI mendapatkan suatu bentuk perlindungan berupa sebuah program asuransi yang diberi nama asuransi tenaga kerja Indonesia. Namun demikian, penyelenggara dari program asuransi ini adalah konsorsium asuransi swasta. Sementara itu, program asuransi yang termasuk ke dalam jaminan sosial adalah asuransi yang dilaksanakan dengan prinsip asuransi sosial. Menurut Undang Undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, salah satu syarat dari program asuransi sosial adalah penyelenggaranya haruslah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan ketentuan tersebut, program asuransi yang sedang berlangsung bagi TKI dapat dikatakan bukanlah suatu program asuransi sosial, sehingga bukan juga suatu program jaminan sosial. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa TKI sama sekali belum mendapat pemenuhan atas haknya, yaitu jaminan sosial. Kenyataan ini sangatlah ironis, mengingat bahwa TKI merupakan tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri dengan resiko yang lebih besar dari pada tenaga kerja yang bekerja di dalam negeri. Data BNP2TKI menunjukkan bahwa saat ini ada 6 juta TKI yang bekerja di luar negeri baik pekerja formal dan informal namun yang terdaftar hanya 50%. Isu bahwa TKI sebagai salah satu penghasil devisa terbesar bagi Indonesia terbukti dengan adanya data di tahun 2009 bahwa devisa negara hasil TKI adalah sebesar US$ 6,7 Miliar dan meningkat jauh pada tahun 2010 yaitu sebesar US$ 7,1 Miliar. Besarnya remitansi yang diberikan TKI kepada Indonesia tidak sejalan dengan perlindungan sosial yang seharusnya didapatkan oleh TKI. Hal ini terbukti dengan banyaknya permasalahan yang dialami oleh TKI seperti adanya kecelakaan kerja, kematian, gaji tidak dibayar, dan lain sebagainya. Kemudian keadaan ini semakin diperparah karena tidak ada suatu landasan hukum yang menegaskan bahwa TKI harus diberikan suatu jaminan sosial sebagaimana yang didapatkan oleh tenaga kerja di sektor domestik wilayah Indonesia Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan, dan salah satu caranya adalah dengan membuat suatu Undang Undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Demi terwujudnya Undang Undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang baik, maka perlu dibuat terlebih dahulu suatu penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap masalah jaminan sosial TKI yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial TKI, sebagai solusi terhadap
Comment [a7]: Berikan beberapa contoh kasus di footnote dari sumber berita yang relevan. Comment [a6]: Footnote sumber data. Comment [a3]: Kasih footnote pasal terkait. Comment [a4]: Footnote pasal terkait. Comment [a5]: Jelaskan juga bahwa program dari asuransi TKI (sebutkan program dan pasal terkait) tidak sama dengan program jaminan sosial.

permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Hasil pengkajian dan penelitian tersebut selanjutnya dituliskan dalam sebuah naskah akademik, sehingga keberadaan naskah akademik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembuatan rancangan undang undang jaminan sosial TKI. Terlebih lagi, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,LL.M mengatakan bahwa naskah akademik adalah Pedoman bagi perumusan suatu rancangan peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk.6 Naskah akademik undang-undang tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri dapat menunjang tercapainya penyusunan undang undang tentang tenaga kerja indonesia di luar negeri yang baik dan yang memenuhi kebutuhan akan pengaturan berbagai masalah yang ada, serta memenuhi keinginan akan adanya harmonisasi dalam bidang perundang-undangan. Oleh karena itu, pembahasan dan kajian tentang fungsi dan pentingnya naskah akademik bagi penyusunan rancangan undang-undang (dan peraturan perundang-undangan lainnya) merupakan suatu hal yang penting dalam hubungannya dengan tata cara penyusunan peraturan perundangundangan di Indonesia. 7 Hal ini penting agar peraturan perundang-undangan yang dibuat ditaati oleh masyarakat, tidak menjadi huruf-huruf mati belaka.8 B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi? 2. Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sebagai dasar pemecahan masalah tersebut? 3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri? 4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dari Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri?
Comment [a8]: Dalam penelitian ilmiah termasuk NA, penyebutan nama orang tidak perlu menyebutkan gelar, termasuk dalam footnote dan daftar pustaka.

6 Maria Farida Indrati, Ilmu perundang-undangan (Proses dan Teknik Pembentukannya),Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 240. 7 Op.cit., hlm. 250. 8 Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan: Dasar, Jenis dan Teknik Membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 92.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut. 2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

D. METODE Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu metode yang menitikberatkan penelitian karena adanya kesenjangan antara harapan (das solen) dengan kenyataan (das sein). Metode yuridis normatif, menggunakan data kepustakaan atau disebut dengan data sekunder. Metode ini dapat disimpulkan dari ajaran Hans Kelsen yang dikenal sebagai Teori Murni tentang Hukum (Die Reine Rechtslehre) atau dikenal sebagai Mazhab Wina. Disebut Teori Murni tentang hukum karena ajarannya dibersihkan dari pengaruh hukum alam dan ilmu lain yang sarat akan fakta. Menurut Hans Kelsen, hukum berlaku bukan karena secara empiris, faktual, atau pada kenyataannya (das Sein) hukum tersebut berlaku di dalam masyarakat. Fakta bahwa hukum berlaku tidak menunjukkan bahwa hukum itu seharusnya (das Sollen) berlaku. Hukum berlaku bukan karena secara empiris, faktual, atau pada kenyataannya hukum tersebut berlaku, melainkan karena terdapat hukum lain yang lebih tinggi peringkatnya yang memberlakukan hukum tersebut. Pandangan ini menghasilkan teori tentang hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana dianut oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan kemudian telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Comment [a9]: Jangan terlalu banyak menjelaskan metodologi secara keilmuan. Yang paling penting adalah anda menjelaskana bagaimana anda menggunakan metode ini dalam NA. misalnya: metode yurdis normative apa yang digunakan, misalnya berupa penarikan asas, evaluasi dan sinkronisasi per.per-uu-an dalam rangka menganalisis masalah hukum jaminan sosial TKI, termasuk evaluasi per.per-uu-an terkait baik yang tingkatannya lebih tinggi maupun lebih rendah dari UU, yang selanjutnya digunakan untuk merumuskan norma dalam RUU. Jelaskan teknik pengumpulan data (studi kepustakaan) dalam rangka pengumpulan bahan hukum primer, sekunder (sebutkan peraturan perundang-undangan yang akan dianalisis sebagai bahan hukum primer, dan jenis buku2, jurnal, artikel atau berita sebagai bahan hukum sekunder, kalau anda menggunakan kamus sebutkan kamus/ensiklopedi sebagai bahan hukum primer) Baca: buku penelitian hukum normative soerjono soekanto dan sri mamudji (ada di perpus). Lalu jelaskan bagaimana anda menganalisis bahan hukum tersebut (yuridis kualitatif dengan menggunakan penafsiran dan konstruksi hukum).

Perundang-Undangan, yang dalam Pasal 7 memuat hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan tersebut mengandung makna bahwa semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah baru berlaku apabila bersumber, konsisten, dan tidak bertentangan dengan semua peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, keberlakuan sebuah peraturan perundang-undangan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang memiliki peringkat lebih tinggi. Cara berpikir yang digunakan dalam Metode Penelitian Hukum Normatif ini adalah cara berpikir deduktif. Oleh karena itu, penyusunan Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dalam Naskah Akademik ini harus bersumber, konsisten, dan tidak boleh bertentangan dengan semua peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Metode Penelitian Hukum Normatif dilakukan melalui studi kepustakaan yang menelaah data sekunder, baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lain. 9 Penelitian hukum normatif dapat juga dilakukan terhadap peraturan perundangundangan, dengan tujuan sebagai berikut:10 1. Menarik asas-asasnya; 2. Menelaah sistematikanya; 3. Mengadakan evaluasi terhadap taraf sinkronisasinya, baik secara vertikal maupun horizontal; dan 4. Mengadakan identifikasi terhadap pengertian dasar dari sistem hukum.
Comment [a10]: Ini tidak perlu, karena anda tidak menulis tentang metodologi, tetapi metode yang anda gunakan dalam menyuusun NA.

Ronni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukun dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm.204.

10.
10

Apabila peneliti ingin meneliti peraturan perundang-undangan, maka yang sangat penting adalah mengadakan penelusuran atau penemuan kembali. Hal itu, antara lain dapat dilakukan dengan memeriksa bahan-bahan hukum tersier misalnya, daftar petunjuk peraturan perundang-undangan untuk mengetahui apakah suatu undang-undang pernah dirubah, ditambah, dicabut dan keterangan mengenai undang-undang baru. Kalau Undang-Undang yang dikehendaki untuk diteliti telah ditemukan, maka sebaiknya dibuatkan abstraknya, yang merupakan pencerminan dari undang-undang tersebut. Abstrak tersebut harus berisikan bentuk peraturan, pertimbangan dikeluarkan peraturan, dasar-dasar hukum peraturan, dan inti dari materi yang diaturnya, yang semuanya dijelaskan dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti. Secara lengkap, abstrak undang-undang berisikan hal-hal sebagai berikut:11 1. Kode indeks yang dibuat oleh peneliti; 2. Tahun dikeluarkannya undang-undang; 3. Nomor undang-undang; 4. Judul yang lengkap dari undang-undang; 5. Dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang, yang dapat ditelaah pada konsiderans maupun penjelasan umumnya; 6. Dasar hukum undang-undang; 7. Materi undang-undang yang diambil dari ketentuan-ketentuan pokoknya, dan disebutkan pula apabila pernah diubah; dan 8. Catatan-catatan yang antara lain berisikan hal-hal yang bersangkut paut dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang masih perlu dibuat, bagaimana kaitannya dengan Undang-Undang lain, apakah Undang-Undang tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar dan seterusnya. Dengan membuat abstrak tersebut, maka peneliti akan mempermudah bahan lengkap yang dapat diketemukan kembali dalam waktu yang singkat pula.

11

Ibid.,hlm.205.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian atas Teori Hak Asasi Manusia dan Jaminan Sosial sebagai Perwujudan Negara Kesejahteraan (Walfare State)

1. Hak Asasi Manusia : Jaminan Sosial

Hak Atas Pekerjaan dan Penghidupan yang layak dan


Comment [a11]: Sebaiknya tidak ada kutipan Pasal, karena judulnya kajian teori , jadi dikaji HAM, hak atas pekerjaan yang layak dan hak atas jaminan sosial dalam perspektif teoritik. Comment [a12]: Pendapat ini sebenarnya debatable, krn HAM pada awalnya berkembang pada rezim hukum nasional (Magna Charta 1215, Bill Of Rights Inggris, Virginia Bill of Rights (AS), dsb dengan berbagai sebutan (hak fundamental, the rights of man, dsb. Istilah HAM memang berasal dari Hukum Internasional dalam DUHAM 1948, sebagai pengganti istilah the rights of man yang bernuansa bias gender. Sebaiknya pada paragraph awal, anda kemukakan hakekat HAM.

Hak asasi manusia (HAM) sebenarnya adalah bidang yang termasuk ke dalam ruang lingkup hukum internasional12. Berdasarkan hukum internasional, HAM menciptakan hak dan kewajiban terhadap negara . Berdasarkan penciptaan ini, negara mengakui tugas (duty) untuk mengakui dan menghormati individu-individu atau pribadipribadi yang berada di dalam wilayahnya. Di samping itu negara juga memiliki jurisdiksi atas pribadi-pribadi tersebut14. Salah satu hak asasi manusia yang terdapat di dalam ketentuan hukum internasional dan hukum nasional adalah hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hak atas pekerjaan dan hak dalam bekerja merupakan hak asasi manusia15. Perlindungan dan pemenuhan hak tersebut memberikan arti penting pencapaian standar kehidupan yang layak 16. Pemerintah memiliki kewajiban untuk merealisasikan hak itu dengan sebaikbaiknya 17. Hak atas pekerjaan tercantum di dalam konstitusi18 kita yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya, tanpa ada pengecualian setiap warga negara Indonesia berhak atas suatu pekerjaan yang layak. Munculnya hak asasi manusia yang terakomodir di dalam konstitusi negara Republik Indonesia menjadikan dasar tanggung jawab negara untuk
12

13

Comment [a13]: Setelah anda mengkaji hak atas pekerjaan yang lain, tekankan bahwa hak tersebut juga berlaku dalam hal pekerjaan tersebut dilakukan di luar negaranya (migrant workers).

Huala Adolf, Pengantar Hukum Ekonomi Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.

267. Idem Hercules Booysen, sebagaimana dikutip dalam buku Huala Adolf, Pengantar Hukum Ekonomi Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 268 15 Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 181.
14 16 17 18 13

Idem Ibid, hlm. 182 Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945

memberikan suatu pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini ditambah dengan konsepsi yang diberikan oleh panitia lima yang menyatakan bahwa keadilan sosial merupakan cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah yang menentukan pelaksanaan cita-cita Indonesia adil dan makmur dilakukan dengan melaksanakan langkah pertama yaitu dengan pelaksanaanPasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sejumlah hak pekerjaan tercakup dalam Kovenan Internasional. Hak atas pekerjaan mencakup sejumlah hak dan kewajiban yang berkaitan. Tidak mungkin ada hak bekerja yang mutlak, karena itu kewajiban-kewajiban ditujukan pada pemastian tercapainya standar minimum19. Hak atas pekerjaan telah digambarkan sebagai ketentuan normatif yang rumit, suatu gugusan ketentuan yang sama-sama

menimbulkan kebebasan-kebebasan klasik dan pendekatan hak-hak modern, serta sudut pandang yang berorientasi pada kewajiban yang terbentuk dalam kewajiban hukum komitmen-komitmen politik20. Hak atas pekerjaan memberikan kepada individu elemen martabat kemanusiaan dan juga pemberian pembayaran yang demikian penting bagi pemastian standar hidup yang layak21. Hal ini harus selalu diingat, hak atas pekerjaan adalah suatu mekanisme dimana negara dapat menunaikan tugasnya untuk menetapkan standar kehidupan yang layak bagi warganegaranya22. Pekerjaan harus diremunerasi secara adil dan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pekerja untuk mendapatkan kehidupan yang layak untuk mereka sendiri dan keluarga mereka23. Pekerjaan dan penghidupan adalah seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat di pisahkan. Bekerja merupakan suatu cara untuk memperoleh penghidupan yang layak. Namun, dengan angka jumlah penduduk di Indonesia yang sangat besar, pemerintah

19 Rudi M. Rizki, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008, hlm. 123. 20 Idem 21 Ibid, hlm. 124. 22 Idem 23 Ibid, hlm. 127.

belum dapat melakukan tanggung jawabnya untuk memberikan pekerjaan dengan menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat. Dalam suatu sistem ketenagakerjaan, muncullah berbagai macam istilah yang mencirikan adanya suatu pekerjaan. Istilah-istilah tersebut sangatlah terkait dengan berbagai macam ketentuan mengenai ketentuan di bidang hukum ketenagakerjaan. Hal ini berimplikasi terhadap munculnya hak-hak lain yang timbul terkait dengan subjek dan objek yang ada di bidang ketenagakerjaan. Hak ini pun terintegrasi dalam berbagai macam ketentuan baik ketentuan dalam hukum nasional maupun ketentuan dalam hukum internasional. Hak ini adalah hak atas jaminan sosial bagi tenaga kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat24. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain25. Pekerja/buruh bekerja pada pemberi kerja.

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain26. Saat ini, peraturan perundang-undangan telah menjalankan amanat konstitusi Indonesia yaitu dengan menjalankan jaminan sosial tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerja ini hanya terbatas pada tenaga kerja yang bekerja pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi tidak menjangkau tenga kerja Indonesia di luar negeri atau yang biasa disebut Tenaga Kerja Indonesia. Tenaga Kerja Indonesia (yang selanjutnya disebut dengan TKI) adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah27. Ada suatu hak lagi yang muncul atas adanya tenaga kerja adalah adanya keharusan pemerintah untuk memberikan suatu jaminan sosial bagi tenaga kerja.
Comment [a14]: Kajian terhadap UU ketenagakerjaan di bab 3 saja.

24 25 26 27

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undnag Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di

Luar Negeri

TKI adalah sasaran yang sangat empuk untuk diperlakukan secara tidak manusiawi dibanding tenaga kerja yang bekerja di wilayah dometik NKRI. TKI yang bekerja di luar negeri sangat minim perlindungan dan jaminan baik dari sisi jaminan perlindungan kerja atau pun dari sisi jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini dikarenakan TKI yang bekerja di luar negeri tidak di awasi secara khusus oleh pemerintah pusat ataupun perwakilan pemerintah melalui kedutaan besar Republik Indonesia di negara-negara tempat tujuan TKI. Bahkan belumlah ada suatu ketentuan dalam peraturan perundangundangan di Indonesia yang memberikan jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Jaminan sosial bagi tenaga kerja sangatlah dibutuhkan. Sangat pentingnya suatu jaminan sosial terkhusus pada tenaga kerja adalah karena dalam kegiatan apapun tenaga kerja (buruh) selalu menjadi korban. Buruh adalah subjek yang paling mudah untuk dikebiri. Pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab yang sangat besar khususnya mengenai jaminan sosial bagi TKI. Jaminan sosial dapat diartikan luas dan dapat diartikan sempit. Dalam pengertiannya yang luas, jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah. Usaha-Usaha tersebut oleh Soetanoe Kertonegoro28 dikelompokkan ke dalam empat kegiatan usaha utana sebagai berikut : 1. Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan yaitu usaha-usaha di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial (Sosial Service). 2. Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat, dan berbagai ketentuan yang dapat disebut bantuan sosial (Social Asssistance). 3. Usaha-usaha berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lain-lain yang dapat dikategorikan sebagai sarana sosial (Social Infa Structure).

28

Sebagaimana dikutip dalam :Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Hukum Kerja, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2008, hlm. 112-113.

4. Usaha-usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditujukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangunan dan selalu menghadapi risiko-risiko sosial ekonomis, digolongkan dalam Asuransi Sosial (Social Insurrance). Jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri dapat dilakukan dengan salah satu usaha seperti yang tersebut diatas. Usaha yang paling tepat adalah usaha pada poin ke-empat yaitu usaha yang digolongkan dalam Asuransi Sosial (Social Insurrance). Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Training ISSA, Seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut (Introduction to The Principle Of Social Security)29 : Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwaperistiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan

hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dan terjadinya peristiwa tersebut serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Pengertian jaminan sosial secara sempit dapat dijumpai pada buku Iman Soepomo yang merumuskan bahwa jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan (income social security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya30. Kata pembayaran dalam definisi Iman Soepomo di atas mengandung makna bahwa pengertian yang dikemukakan oleh beliau sangatlah sempit, jauh dari apa yang sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial di Indonesia saat ini.
29 30

Ibid, hlm. 113. Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1983, hlm. 136.

Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi pekerja/buruh bukan hanya berupa pembayaran, tetapi juga berupa pelayanan, bantuan, dan sebagainya31. Oleh karena itu, dalam pedoman Pelaksana Hubungan Industrial Pancasila (HIP), dirumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai berikut, Jaminan sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena risiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia, atau risiko sosial lainnya.32 Ruang lingkup jaminan sosial adalah sangat luas, natara lain meliputi adanya jaminan pangan, pendidikan, kesehatan, papan, makan siang di tempat kerja, dana untuk rekreasi guna mengobati stres dan masih banyak lagi macamnya yang menjamin kesinambungan ekonomi atau penghasilan seseorang meskipun terjadi suatu resiko pada dirinya. Program jaminan sosial adalah jaminan yang menjadi bagian dari program jaminan ekonomi suatu bangsa. Karakteristik dari program jaminan sosial, yaitu : a. Program jaminan sosial biasanya ditentukan oleh pihak pemerintah sebagai penyelenggara negara. b. Program jaminan sosial memberikan kepada perorangan dengan pembayaran tunai sebagai ganti rugi akibat suatu resiko. c. Pendekatan pelaksanaan program jaminan sosial, yaitu berupa pelayan umum, bantuan sosial, dan asuransi sosial. Tujuan sistem jaminan sosial adalah menjaga dan meningkatkan taraf kehidupan warga negara dalam menjalani kehidupannya. Aneka macam program jaminan sosial ditinjau dari beberapa aspek yaitu : 1. Ditinjau dari ruang lingkup program, diantaranya adalah : a. Jaminan pemeliharaan kesehatan b. Santunan-santunan c. Jaminan kecelakaan d. Program khusus para petani terhadap resiko gagal panen e. Santunan akibat bencana alam
31 32

Zaeni, Asyhadie, Op. Cit, hlm. 114-115. Ibid, hlm. 115.

2. Ditinjau dari jangka waktu terdiri dari : a. Long term risk b. Short term risk 3. Ditinjau dari ruang lingkup yang disantunkan terdiri dari : a. Sektor tertentu b. Sifat kepesertaan 4. Ditinjau dari pendekatan pelaksanaan kegiatan, terdiri dari : a. Pelayanan umum b. Bantuan sosial c. Asuransi sosial d. Program wajib e. Kebutuhan minimum f. Social adequacy g. Berdasarkan hukum h. Badan pengelolaan atau badan penyelenggara jaminan sosial i. Bukan untuk pegawai pemerintahan Sangat jelas bahwa Undang-Undang Dasar 1945 telah menetapkan bahwa tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusisaan33. Dari pasal tersebut, jelas dikehendaki agar semua warga negara yang mau dan mampu bekerja supaya di berikan pekerjaan, sekaligus dengan pekerjaan tersebut agar mereka dapat hidup layak sebagai manusia yang mempunyai hak-hak yang dilindungi oleh hukum34. Pencapaian tujuan yang dikehendaki oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 sungguh merupakan hal berat untuk dilaksanakan, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dengan dukungan perkembangan perekonomian bangsa yang kurang menggembirakan. Telah banyak cara dan upaya yang ditempuh atau dilakukan dalam rangka pengembangan dan penyiapan lapangan pekerjaan bagi penduduk Indonesia, baik di sektor formal maupun informal. Namun, terbukti bahwa kesemua usaha yang ditempuh
33 34

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 Zainal Asikin, dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 265.

itu belum dapat memberikan jalan keluar yang sebaik-baiknya35. Suatu contoh dapat dikemukakan disini, bahwa salah satu upaya yang selama ini dianggap efektif untuk mengatasi masalah itu adalah melaksanakan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri. Upaya tersebut setidak-tidaknya telah mendatangkan manfaat yang besar, yaitu36 : a. Mempercepat hubungan antar-negara (negara pengirim tenaga kerja ke negara penerima). b. Mendorong terjadinya pengalaman kerja dan ahli teknologi. c. Meningkatkan pembayaran di dlaam neraca pembayaran negara/devisa. Sepanjang sejarah pengiriman tenaga kerja Indonesia sampai dengan saat ini ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Terakhir adalah Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Undang-undang ini lahir dengan pertimbngan bahwa37 : 1. Bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib di junjung tinggi, di hormati, dan dijamin penegakkannya; 2. setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dab penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan; 3. tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan objek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia; 4. negara wajib menjamin dan melindungi hak-hak asasi warga negaranya yang bekerja, baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan perdagangan manusia;

35 36 37

Idem Idem Zainal Asyhadie, Op. Cit, hlm. 216.

5. penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memerhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyedeiaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional. Pertimbangan diatas belum memperhatikan aspek lain terkait pemenuhan hakhak TKI di luar negeri, yaitu hak atas jaminan sosial yang diamanatkan oleh UUD 1945. Perbedaan wilayah bekerja TKI di luar negeri yaitu bahwa TKI tidak berada di dalam wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakibatkan TKI adalah kelompok yang sangat rentan atas terjadinya diskriminasi, ketidakjangkauan hukum, dan ketidakjangkauan akan jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. TKI tentunya memiliki suatu hubungan kerja. Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh
38

minimal dua subjek hukum mengenai suatu

pekerjaan . Subjek hukum yang melakukan hubungan kerja adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Hubungan kerja merupakan inti dari hubungan industrial39. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Unsur-unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja dengan ketentuan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah : a. adanya pekerjaan (arbeid); b. di bawah perintah/gezag ver houding (maksudnya buruh melakukan pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi) c. adanya upah tertentu (loan) d. dalam waktu (tijd) yag ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pensiun atau berdasarkan waktu tertentu).
38 39

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,Jakarta, 2009, hlm. 36. Idem

Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Perjanjian kerja adalah sah apabila memeneuhi syarat sahnya perjajian dan asas-asas hukum perikatan. Syarat-syarat perjanjian kerja pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil dari perjanjian kerja diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, suatu perjanjian kerja harus memenuhi ketentuan syarat formil. Berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yaitu : (1) Perjanjian kerja yang dibuatsecara tertulis sekurang-kurangnya memuat : a. b. c. d. e. f. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; jabatan atau jenis pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayarannya; syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. h. i. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(2)

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimanan dimaksud dalam ayaut (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat1 (satu) perjanjian kerja. Adanya suatu hubungan kerja antara TKI dan pemberi kerja menunjukkan bahwa

TKI adalah seorang pekerja. Perjanjian kerja merupakan suatu hal yang sangat tinggi tinggi tingkat urgensitasnya karena perjanjian kerja memuat hal-hal terkait dengan hak dan kewajiban TKI sebagai tenaga kerja. Salah satu hak terpenting adalah hak atas jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia. Mereka terikat dengan adanya suatu hak untuk mendapatkan jaminan sosial yang walaupun belum ada di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan hak itu tetap melekat pada mereka. TKI dapat menuntut haknya kepada pemerintah untuk memberikan jaminan sosial tenaga kerja Indonesia yang juga diterima oleh tenaga kerja yang bekerja pada wilayah domestik Indonesia. Kemudian, kita perlu mengingat bahwa salah satu tujuan negara republik
Comment [a15]: Pindahkan ke bab III untuk analisis UUD 1945, UU Ketenagakerjaan dan UU 39/2004.

Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia. Konsep kesejahteraan (welfare) secara umum merujuk pada pendapat Spicker (1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson (2005), Suharto, (2005a)40, dan Suharto (2006b)41, memunculkan pengertian kesejahteraan yang sedikitnya mengandung empat makna yaitu42 : 1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley, et al (2000: xi) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai a condition or state of human well-being. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia
40

Edi Suharto, (2005a), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Edi Suharto, (2006b), T eori Feminis dan Social Work, makalah yang disampaikan pada Workshop on

Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Refika Aditama.


41

Feminist Theory and Social Work, Pusat Studi Wanita, Universitas Islam Negeri (UIN), Sunan Kalijaga, Yogyakarta 13 April 2006
42

Edi, Suharto, Negara Kesejahteraan dan reinventing Departemen Sosial, dimuat dalam Edi

Suharto/walfarestateDepsos/2006, hlm. 3-4.

karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. 2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal (personal social services). 3. Sebagai tunjangan sosial yang, khususnya di Amerika Serikat (AS), diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima welfare adalah orang-orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut social illfare ketimbang social welfare 4. Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian ke dua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga). Tujuan tersebut merupakan konsekuensi dari perwujudan negara sejahtera (walfare state). Di Indonesia, konsep kesejahteraan merujuk pada konsep pembangunan kesejahteraan sosial, yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia ( salah satunya adalah dalam konteks Tenaga Kerja). Di negara lain, istilah yang banyak digunakan adalah welfare (kesejahteraan)43 yang secara konseptual mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang kurang beruntung (Suharto, 2005b), Fungsi dan peran utama pembangunan kesejahteraan adalah :
43

Sebagai sebuah proses untuk meningkatkan kondisi sejahtera, istilah kesejahteraan sejatinya tidak perlu

pakai kata sosial lagi, karena sudah jelas menunjuk pada sektor atau bidang yang termasuk dalam wilayah pembangunan sosial. Sektor pendidikan dan kesehatan juga termasuk dalam wilayah pembangunan sosial dan tidak memakai embel-embel sosial atau manusia., Edi Suharto,Ibid. hlm.

Mendorong investasi sosial (social investment) melalui penyiapan dan penyediaan SDM atau angkatan kerja yang berkualitas.

Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui kebijakan dan pelayanan sosial yang berdampak langsung pada peningkatan keberdayaan rakyat dalam mengakses sumber dan pelayanan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan44.

Mempertegas peran dan mandat kewajiban negara (state obligation) dalam mewujudkan kemerataan kehidupan secara nyata melalui sistem perlindungan sosial.
Comment [a16]: Masuk ke bagian negara kesejehteraan,

2.

Negara Kesejahteraan (Welfare State) Adanya suatu kewajiban negara dalam mewujudkan pemerataan kehidupan secara nyata maka memunculkan suatu konsepsi bahwa negara harus turut campur

terhadap bidang kehidupan warga negaranya termasuk dalam hal pembangunan kesejahteraan yang kemudian dikenal dalam konsep atau istilah negara kesejahteraan (walfare state). Secara umum konsepsi negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam menentukan kebijakan publik yang kemudian negara memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Spicker (1995:82), misalnya, menyatakan bahwa negara kesejahteraan stands for a developed ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to the best possible standards.45 Prof. Mr. R. Kranenburg, menyatakan bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang. Walfare state atau yang lebih dikenal dengan istilah negara
44

Edi Suharto Ph.d dalam artikelnya Jaminan Sosial (Bagian kesatu) konsepsi dan jaminan sosial

menyembutkan bahwa peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia yang kian terpuruk memberi pesan jelas bahwa pembangunan di Indonesia masih belum mampu merespon masalah sosial secara mendasar dan tuntas yang diukur melalui tiga variabel utama (daya beli ekonomi, tingkat melek hurup dan harapan hidup) sangat ditentukan oleh besar dan komplesitas masalah sosial. Sebagai ilustrasi, jumlah penduduk miskin yang besar.
45

Spicker, Paul (2002), Poverty and the Welfare State: Dispelling the Myths, London: Catalyst

sejahtera merupakan bentuk aktualisasi idealisme yang menjungjung nilai-nilai humanisme, didalamnya tertuang seperangkat gagasan ideal bagaimana negara mampu melayani warga negaranya. Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya46. Di Inggris, konsep welfare state dipahami sebagai alternatif terhadap The Poor Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin (Suharto, 1997; Spicker, 2002). Berbeda dengan sistem dalam The Poor Law, negara kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarganegaraan (right of citizenship), disatu pihak, dan kewajiban negara (state obligation), di pihak lain. Negara kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayananpelayanan sosial bagi seluruh penduduk. Orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan berkelanjutan. Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy) yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets)47. Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services), Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya48. Di negaranegara Barat, negara kesejahteraan sering dipandang sebagai strategi penawar racun

46

http;k://www.bobbysavero.blogspot.com/2008/05/ekonomi-indonesia-antara-tionghoa-dan.html, diunduh

pada tanggal 2 Januari 2012, pukul 20.30 WIB.


47 48

Edi, Suharto, Op.Cit.hlm.7

Edi Suharto,Op. Cit, hlm. 10, lihat juga Spicker, Paul, Poverty and the Welfare State: Dispelling the

Myths, London: Catalyst,2002.

kapitalisme, yakni dampak negatif ekonomi pasar bebas. Karenanya, welfare state sering disebut sebagai bentuk dari kapitalisme baik hati (compassionate capitalism)49 . Sebagai ilustrasi, Thoenes mendefinisikan welfare state sebagai a form of society characterised by a system of democratic government-sponsored welfare placed on a new footing and offering a guarantee of collective social care to its citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system of production (Suharto, 2005b). Meski dengan model yang berbeda, negara-negara kapitalis dan demokratis seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru adalah beberapa contoh penganut welfare state. Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith (2006), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah utility (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem negara kesejahteraan adalah Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963). Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance and Allied Services, yang terkenal dengan nama Beveridge Report menyebut want, squalor, ignorance, disease dan idleness sebagai the five giant evils yang harus diperangi (Spicker, 1995; Bessant, et al, 2006). Dalam laporan itu, Beveridge mengusulkan sebuah sistem asuransi sosial komprehensif yang dipandangnya mampu melindungi orang dari buaian hingga liang lahat (from cradle to grave). Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke Amerika Serikat dan kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara-negara tersebut. Sistem negara kesejahteraan tidaklah homogen dan statis. Ia beragam dan dinamis mengikuti perkembangan dan tuntutan peradaban. Meski beresiko menyederhanakan
49

Suharto, Edi (2005b), Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji

Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta.

keragaman, sedikitnya ada empat model negara kesejahteraan yang hingga kini masih beroperasi50 adalah :
Comment [a17]: Sumber referensinya dari yang langsung anda kutip. Agak janggal ada footnote tapi formatnya running note (penulis: tahun)

a.

Model Universal Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai the Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Sebagai contoh, negara kesejahteraan di Swedia sering dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial komprehensif kepada seluruh penduduknya. Negara kesejahteraan di Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan lebih maju daripada model di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia.

b. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha, dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model yang dianut oleh Jerman dan Austria ini sering disebut sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto von Bismarck dari Jerman.

c.

Model Residual Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada tiga elemen yang menandai model ini di Inggris: (a) jaminan standar minimum, termasuk pendapatan minimum; (b) perlindungan sosial pada saat

50

lihat Stephens, 1997; Esping-Andersen, 1997; Spicker, 1995; Spicker, 2002; Suharto, 2005a; Suharto,

2006.

munculnya resiko-resiko; dan (c) pemberian pelayanan sebaik mungkin. Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien.

d. Model Minimal Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (seperti Spanyol, Italia, Chile, Brazil) dan Asia (antara lain Korea Selatan, Filipina, Srilanka, Indonesia). Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Di lihat dari landasan konstitusional seperti UUD 1945, Undang Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)51, dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang masih kecil, maka Indonesia dapat dikategorikan sebagai penganut negara kesejahteraan model ini. Bahkan dilihat dari praktek pembangunan kesejahteraan, seperti pendidikan dan jaminan kesehatan gratis bagi warga khususnya yang tidak mampu, Kabupaten Jembrana, Kutai Kertanegara, Solok,dan Bantul, adalah sebagian kabupaten yang kerap disebut sebagai wilayah yang telah menerapkan model negara kesejahteraan pada tingkat lokal52. Menurut Barrientos dan Shepherd (2003), perlindungan sosial secara tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial, lebih luas dari asuransi sosial, dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial, perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi kerentanan, resiko dan kemiskinan yang sudah melebihi batas (Conway, de Haan et al.; 2000). Perlindungan sosial memberikan akses pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-

51 52

Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial. Loc.Cit.Edi Suharto.

hak dasar manusia, termasuk akses pada pendapatan, kehidupan, pekerjaan, kesehatan dan pendidikan, gizi dan tempat tinggal. Selain itu, perlindungan sosial juga dimaksudkan sebagai cara untuk menanggulangi kemiskinan dan kerentanan absolut yang dihadapi oleh penduduk yang sangat miskin. Dengan demikian, perlindungan sosial menurut PBB dapat dibagi menjadi dua sub-kategori yaitu bantuan sosial (social assistance) dan asuransi sosial (social insurance)53. Pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab yang sangat besar khususnya mengenai jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Rendahnya ketersediaan lapangan pekerjaan di dalam negeri ditambah kebutuhan akan terpenuhinya hak ekonomi dalam mencari pekerjaan, semakin mendorong arus Tenaga Kerja Indonesia ke berbagai Negara/pekerja migrant Indonesia54. Dijelaskan Edi Suharto,Ph.D55, Human Development Indeks yang diukur melalui tiga variabel utama (daya beli ekonomi, tingkat melek hurup dan harapan hidup) sangat ditentukan oleh besar dan kompleksitas masalah sosial. Konteks jaminan sosial yang diberikan negara kepada suluruh warga negara Indonesia, secara umum dan terkhusus tenaga kerja Indonesia dalam konsep Strategi pembangunan nasional, selama ini masih berkutat pada bagaimana membangun sistem ekonomi agar tumbuh setinggi mungkin, dan belum diarahkan secara sungguh-sungguh untuk membangun sistem jaminan sosial yang kuat. Jaminan sosial pada hakikatnya merupakan strategi perlindungan guna menopang dan menjaga kestabilan ekonomi. Komitmen internasional dan nasional

53

I.D.G

Sugihamretha

dkk,

Desain

Sistem

Perlindungan

Terpadu,Direktorat

Kependudukan,

Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, 2003,hlm.9-10.


54

Inna Junaenah, Dimensi-Dimensi Kewajiban Negara terhadap hak-hak pekerja Migran,2009. hlm.158

dalam Buku Prof. Bagir Manan, Dimensi Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia, butir-butir pemikiran dalam rangka purnabakti Prof. DR.H. Rukmana Amanwinata, S.H.,M.H., Pusat Studi Kebijakan Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
55 Ketua Program Pascasarjana Spesialis Pekerjaan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandug. Mengajar di STKS, Universtitas Pasundan, Bandung, Program Pascasarjana Magister Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor-STKS Bandung, dan Program Pascasarjana Interdisciplinary Islamic StudiesSocial Work, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan McGill University, Canada. Setelah menjadi Konsultas

sangat menekankan pentingnya jaminan sosial, terutama sebagai strategi penanganan kemiskinan secara sistemik, melembaga dan terpadu56. Indonesia sebagai penganut negara kesejahteraan sebagaimana tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 memiliki konsekuensi bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya. Negara melalui alat kelengkapan negara sesuai dengan kewenangannya memiliki peran untuk dapat membuat berbagai macam kebijakan publik yang terintegrasi ke dalam suatu bentuk pelayanan sosial bagi masyarakat. Pelayanan sosial ini adalah sebuah implikasi dari welfare state Indonesia. Pelayanan sosial dilaksakanan sebagi bentuk jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia. Dalam hal ini subjek yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam memberikan suatu kebijakan publik yang kemudian akan menghasilkan suatu pelayanan sosial demi memberikan jaminan sosial adalah TKI. TKI adalah juga warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama dengan tenaga kerja yang bekerja di wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendapatkan jaminan sosial dari pemerintah. Sehingga, dengan adanya suatu kekosongan hukum atas suatu jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, maka dibentuklah Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Comment [a18]: Dikeluarkan saja dari bab II, jadikan bahan untuk Landasan filosofis.

B. Kajian terhadap Asas dan Prinsip Dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Asas yang dimaksud adalah asas Sistem Jaminan Sosial Nasional secara keseluruhan yang berlaku dalam rancangan undang-undang ini. prinsip yang dimaksud adalah yang akan dilaksanakan dan berlaku dalam penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. a. Prinsip Pelayanan Sosial Kesejahteraan dan Pelayanan sosial (jaminan sosial), merupakan dua hal yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Kesejahteraan merupakan serangkaian
56

Kumpulan Artikel Edi Suharto, dalam artikel Jaminan Sosial (bagian satu) konsepsi dan Stategi jaminan edi Suharto/walfarestate Depsos/2006, http://bianlanang.blogspot.com/2011/11/jamsos-

Sosial, dimuat dalam

bagiansatu-konsepsi-dan-startegijaminansosial, diunduh tanggal 2 januari 2012, pukul:17.00 WIB.

aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia sedangkan pelayanan sosial berarti berkaitan dengan stategi dari kebijakan sosial yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan. Pelayanan sosial dalam kerangka negara kesejahteraan adalah salah satu bentuk kebijakan sosial (social policy) yang ditujukan untuk mempromosikan kesejahteraan57. Pelayanan sosial adalah kegiatan yang terorganisir atau seperangkat program yang ditujukan untuk meningkatkan kehidupan individu, kelompok atau masyarakat,terutama mereka yang mengalami kesulitan hidup. Makna kata sosial pada pelayanan sosial menunjuk pada target atau sasarannya: yakni orang banyak atau publik. Jadi kata sosial tidak lagi terbatas pada makna karitatif atau non-profit saja. Karena pelayanan sosial yang profesional bisa saja berorientasi profit. Dilihat dari pelaku atau lembaga yang menyediakannya, maka pelayanan sosial dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha. Pelayanan sosial yang diselenggarakan pemerintah menyangkut perlindungan sosial (social protection) formal, seperti jaminan sosial (social security), baik yang berbentuk bantuan sosial (social assistance) maupun asuransi sosial (social insurance). Sedangkan pelayanan sosial yang dilakukan oleh masyarakat dan dunia usaha umumnya berbentuk perlindungan sosial informal, seperti pengembangan masyarakat (community development) dan asuransi kesejahteraan sosial mikro berbasis masyarakat. Asas/Prinsip Pelayanan Sosial dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri merupakan landasan dalam rangka penyelenggaraan perlindungan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri dalam skema jaminan sosial nasional. b. Prinsip Asuransi Sosial Dalam pengertian secara luas, asuransi sosial dimaksudkan untuk menutup risikorisiko sosial, yaitu semua jenis risiko yang terdapat dalam masyarakat. misalnya kehilangan penghasilan disebabkan usia tua, pengangguran, kematian atau karena

57

Edi Suharto, Meretas Kebijakan Sosial Pro Poor : menggegas pelayanan sosial yang berkeadilan, fisipol

(disampaikan pada semiloka menggagas modal pelayanan sosial berkeadilan, jurusan ilmu sosiatri Universitas Gajah Mada), Yogyakarta : Hotel Saphir Yogyakarta, 2007.

kehilangan kemampuan untuk bekerja58. Asuransi Sosial muncul sebagai perkembangan gagasan bahwa bentuk sukarela dari Asuransi yang telah berkembang dalam masyarakat (khususnya dalam hubungan antara majikan dengan pekerja), misalnya Asuransi Komersial tidak cukup untuk memberikan jaminan sosial yang memadai bagi pekerja/ tenaga kerja59. Asuransi sosial mempunyai sifat wajib dan besarnya santunan (benefit) pada umumnya ditetapkan pemerintah. Ditujukan tidak untuk memperoleh keuntungan, tetapi lebih ditekankan kepada kepantasan masyarakat. penyelenggaraannya biasanya dilaksanakan oleh pemerintah, sehingga disebut Social Government Insurance60. Asuransi sosial merupakan suatu jenis jaminan sosial yang mempergunakan prinsip, ketentuan, dan metode asuransi. Prinsip Asuransi Sosial tumbuh dan berkembang sebagai sarana yang dibutuhkan masyarakat untuk menanggulagi masalah-masalah sosial. Hal ini juga tidak dapat dilepaskan dari konsep negara kesejahteraan, sehingga pemerintah wajib untuk campur tangan terhadap kehidupan sosial warga negaranya. Salah satunya adalah hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Ketika hak tersebut terpenuhi maka tenaga kerja, yang dalam hal ini TKI, pada praktiknya pun banyak menemui masalah-masalah sosial yang tidak cukup diatasi dengan jaminan sosial yang ada. Sehingga dalam rangka menanggulangi masalah sosial yang dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia tersebut diperlukan mekanisme jaminan sosial yang berbasis kepada asuransi sosial. Prinsip asuransi sosial ini dilaksanakan secara seimbang dan berkelanjutan dengan prinsip pertama dalam penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja Indonesia yaitu pelayanan sosial. prinsip asuransi sosial, sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk memperkuat pelayanan sosial yang dilakukan oleh pemerintah kepada tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

58

Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Penerbit ALUMNI :

Bandung, 1997. hlm.105.


59

Op.Cit. Man Suparman Sastrawidjaja. Menyatakan bahwa bertalian dengan belum terpenuhinya jaminan

sosial bagi tenaga kerja dan keluarga secara maksimal , maka muncul suatu gagasan untuk membentuk Asuransi sosial wajib bagi para pekerja.hlm.108.
60

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Peranan Pertanggungan Dalam Usaha Memberikan Jaminan

Sosial.pidato pengukuhan sebagai guru besar pada Fakultas Hukum UGM. Seksi Huku Dagang Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta. 1979.hlm.17.

Dengan demikian Prinsip Asuransi Sosial dalam rangka pemberian dan penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri diselenggarakan tidak dengan tujuan memperoleh keuntungan melainkan bermaksud untuk memberikan Jaminan Sosial kepada Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri61. c. Prinsip Keadilan Sosial Asas Keadilan Sosial yang dimaksud dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sejalan dengan tujuan dari negara itu sendiri, yaitu kesejahteraan umum bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Khususnya kesejahteraan dari Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang juga merupakan warga negara Indonesia. Keadilan sosial memberikan62 perimbangan kepada kedudukan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dalam masyarakat. artinya bahwa dengan berasaskan pada keadilan sosial, penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri63 akan memberikan perimbangan kesejahteraan, baik bagi TKI secara individu maupun bagi keluarganya64. Hal ini dikarenakan TKI mendapatkan suatu perlindungan sosial melalui mekanisme Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri untuk menanggulangi masalah-masalah sosial yang dihadapi. Seperti gaji tidak dibayar, atau pemutusan hubungan kerja dalam masa perjanjian kerja.

61 62

Op. Cit. Man Suparman S. hlm. Kholid O. Santosa, Paradigma Baru Memahami PANCASILA dan UUD 1945 sebuah rekonstruksi

sejarah atas : gagasan dasar Negara RI, Konsensus Nasional, dan Demokrasi di Indonesia. Sega Arsy : Bandung. 2007.hlm.67
63

Tujuan dari Penyelenggaraan Jaminan Sosial tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri adalah untuk

menjamin hak-hak dasar ia sebagai tenaga kerja (yang dalam hal ini adalah warga negara) dari masalah-masalah sosial yang timbul. Sebagai suatu konsekuensi atas kedudukanya sebagai tenaga kerja Indonesia di luar negeri, yang jauh dari pengawasan dan jangkauan Pemerintah Indonesia secara langsung. Sehingga diperlukan suatu mekanisme Perlindungan Bagi TKI, melalui Jaminan Sosial tenaga Indonesia di Luar Negeri.
64

Ketika TKI bekerja maka ia akan memperoleh upah dari majikan. Artinya TKI yang bersangkutan akan

mampu memberikan hasil kerjanya tersebut kepada keluarganya yang ada di dalam negeri, sehingga ia mampu mencukupi kebuutuhan dirinya dan juga keluarganya. Dengan demikian kebutuhan secara minimal bagi mereka dapat terpenuhi untuk mencapai suatu kesejahteraan dalam masyarakat secara adil dan menyeluruh.

d. Prinsip Gotong royong Gotong royong menurut Ir. Soekarno adalah faham yang dinamis. Artinya bahwa gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, atau satu karya. Gotong royong diartikan oleh Soekarno sebagai bentuk usaha bersama-sama, membanting-tulang bersama, memeras keringat bersama, berjuang bantu membantu bersama, yang kesemuanya ditujuakan untuk kepentingan bersama65. Dalam konsepsi penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri, prinsip gotong royong diwujudkan dalam mekanisme gotong royong yang tampak dalam kerangka penanggungan risiko yang dialami oleh para TKI. Gotong royong terjadi antara mereka yang menghadapi risiko tinggi dan mereka yang menghadapi risiko rendah. Orang yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, yang tidak terkena musibah membantu yang terkena musibah66. Dengan demikian muncul adanya satu usaha yang dilakukan bersama-bersama yaitu antara peserta jaminan sosial TKI luar negeri yang mampu kepada peserta yang tidak mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri. Sehingga tujuan keadilan sosial67 dapat terwujud melalui prinsip gotong royong ini. e. Prinsip Portabilitas Bertambah majunya pertumbuhan ekonomi, lancarnya transportasi, dan meluasnya usaha-usaha pemerintah maupun sektor swasta baik di dalam maupun di luar negeri menyebabkan penduduk lebih sering berpindah-pindah sebagai usaha mendapatkan pekerjaan. untuk menjamin kesinambungan jaminan bagi warga negara khususnya tenaga kerja yang bersangkutan maka diperlukan Prinsip portabilitas dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Prinsip Portabilitas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan, meskipun peserta (TKI) berpindah pekerjaan atau tempat tinggal baik

65

.Ibid. hlm. 55 Op.Cit.Man S. Sastrawidjaja, hlm.115. Terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia termasuk melalui peran serta Tenaga

66 67

Kerja Indonesia di luar negeri dalam memberikan remitansi pada devisa negara untuk pembanguna nasional.

diwilayah Negara kesatuan Republik Indonesia setelah kepulangannya ke Indonesia maupun dari Indonesia ke Negara tempat tujuan TKI. f. Prinsip Kerja Sama Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia68 melibatkan berbagai pihak. Baik Pemerintah (Negara) yang memiliki kewajiban untuk memberikan Jaminan Sosial kepada setiap warga negara Indonesia, perusahaan swasta69 sebagai salah satu unsur yang berperan dalam menyalurkan dan menempatkan TKI di luar negeri, juga pihak lainnya yaitu rekanan Pemerintah Indonesia di Negara tujuan penempatan TKI. Semua pihak tersebut bertujuan untuk bekerja sama dalam rangka memberikan perlindungan serta Jaminan Sosial bagi TKI dan memastikan TKI memperoleh akses yang mudah untuk mengajukan klaim atas risiko yang dihadapinya. Kerja sama yang dilakukan oleh Pemerintah dengan Perusahaan Swasta adalah dalam rangka koordinasi dan tugas pembantuan. Artinya kewajiban untuk melindungi TKI tetap berada pada tangan Pemerintah tetapi pelaksanaan untuk menjangkau keberadaan TKI di luar negeri dilakukan perusahaan swasta70. Sedangkan hubungan negara (Pemerintah) dengan rekanan di negara tujuan penempatan TKI dilakukan dengan perusahaan asuransi pemerintah negara tujuan TKI yang menyelenggarakan program jaminan sosial. Asas/Prinsip Kerja Sama dimaksudkan untuk mencapai suatu pengelolaan jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di luar negeri secara efektif dan efisien serta

68

yang selanjutnya disebut dengan JAMSOS TKI LN dalam Rancangan Undang-Undang Tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Gagasan dari lahirnya JAMSOS TKI LN ini pada prinsipnya adalah menarik atau memasukkan mekanisme pemberian jaminan sosial TKI yang selama ini

dilaksanakan melalui Asuransi TKI yang diatur melalui PERMEN kedalam Skema Sistem Jaminan Sosial Nasional yang kemudian diatur secara khusus melalui RUU yang kami buat . dengan demikian maka TKI sebagai warga negara Indonesia mendapatkan hak yang sama dan perlindungan yang sama untuk memperoleh Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah dimana pun ia berada.
69

Perusahaan, Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana

yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Dan tidak hanya itu PPTKIS ini pun telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah melalui Menakertrans untuk menjalankan Program Penempatan TKI di luar negeri.
70

Idem.

memberikan kemudahan bagi TKI untuk mengakses klaim atas masalah sosial yang dihadapi.

C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di luar negeri terkait program Jamsostek dan permasalahan Asuransi TKI Secara keseluruhan, sistem perlindungan sosial Indonesia dicirikan oleh kombinasi jaminan sosial, yang bertindak sebagai inti sistem dan masyarakat juga program-program sosial pro-masyarakat miskin yang ditargetkan untuk rumah tangga yang menambah skema jaminan sosial. Skema jaminan sosial mencakup pegawai pemerintah, militer dan personil polisi, serta bagian dari tenaga kerja formal di sektor swasta. Sebagian besar mereka yang dijamin relatif cukup mampu di antara tenaga kerja Indonesia. Secara umum, sistem

perlindungan sosial di Indonesia sebagian besar meninggalkan para tenaga kerja yang berada digolongan menengah dari distribusi pendapatan. Lebih jauh, tenaga kerja sektor informal yang miskin, yang tidak berada dalam kemiskinan ekstrim serta para Tenaga kerja Indonesia yang berada diluar negeri atau bisa kita sebut dengan tenaga kerja migran, sering mendapati diri mereka tidsak terlindungi oleh skema jaminan soaial ataupun menjadi target dari program sosial yang memberikan manfaat bagi golongan penghasilan terendah. Sebab itu, masih ada tantangan dalam memperluas cakupan perlindungan sosial. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) melindungi sebagian kecil tenaga kerja sektor swasta terhadap risiko-risiko usia lanjut, cedera akibat kerja, kesehatan, dan kematian. Namun, lagi-lagi didalam sistem perlindungan tenaga kerja ini para tenaga kerja migran tidak terlindungi. Padahal Jamsostek diharapkan dapat melindungi para tenaga kerja dalam perusahaan yang memiliki 10 tenaga kerja atau lebih yang penghasilannya lebih dari Rp 1 juta (90 dolar Amerika Serikat). Usia pensiun untuk dana jaminan sosial ini adalah 55 tahun. Jaminan kesehatan melindungi suamai/istri dan hingga tiga orang anak dibawah usia 22 tahun dari pekerja yang diasuransikan. Pengusaha yang memberi jaminan kesehatan yang lebih unggul tidask harus berkontribusi terhadap premi asuransi kesehatan Jamsostek. Untuk tenaga kerja sektor publik, ada tiga skema yang menjamin pegawai negeri, polisi, dan anggota militer (tabel 1.1). Sedangkan untuk pekerja lainnya, sebagian besar masih tidak terlindungi oleh skema jaminan sosial. Bahkan, sekitar 83 persen tenaga kerja tidak dilindungi oleh jaminan

sosial (usia tua, cedera dan kematian akibat kerja).71 Perlindungan kesehatan lebih tinggi, sebesar 46 persen berkat penyediaan perawatan kesehatan bagi masyarakat miskin yang didanai pajak (Jaminan Kesehatan Masyarakat/Jamkesmas).72 Tabel 1.173 Skema Jaminan Jaminan Sosial Tenaga kerja sektor formal Tabungan hari tua, cedera akibat kerja, kesehatan, dan tunjangan kematian Taspen Pegawai Negeri Pensiun (usia lanjut, cacat, Target Perlindungan resiko

janda/duda dari penerima pensiun, dan kecelakaan tenaga kerja) Askes Pegawai negeri dan Pensiunan Tunjangan kesehatan polisi dan militer Asabri Catatan: Militer dan Polisi Pensiun dan tunjangan kematian

Beberapa laporan menggolongkan Jamkesmas (Sebelumnya dikenal sebagai

Askeskin) sebagai jaminan sosial. Laporan ini mengelompokkan skema jaminan tersebut sebagai program sosial yang menargetkan rumah tangga karena merupakan perawatan kesehatan yang didanai pajak bagi masyarakat kurang mampu.

71 72 73

ILO: Social Security in Indonesia: Advancing the development agenda (Jakarta, 2008) National Social security council, DJSN, 2010

Kantor ILO untuk Indonesia, Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2010 : Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Menjadi Penciptaan Lapangan Pekerjaan, ILO, Jakarta, 2011, hlm. 50.

TABEL 1.2. Angka Kontribusi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Besarnya kontribusi (berdasarkan persentase gaji/upah tetap) Dibayar perusahaan Cedera Akibat Kerja Tunjangan Kematian Tabungan Hari tua Perawatan Kesehatan *Besarnya persentase bergantung pekerjaan **Maksimal Rp. 60.000/bulan untuk tenaga kerja yang menikah dan Rp. 30.000 untuk tenaga kerja yang belum menikah Sumber : PwC, Indonesian Pocket Tax Book 2010 0,24-1,74%* 0,3% 3,7% 3,0% 2% oleh Dibayar oleh tenaga kerja

Adapun kemudian terkait perlindungan sosial tersebut harus kita lihat, Fitur penting dari anggaran perlindungan sosial adalah kefleksibelannya. Dengan kata lain, pemerintah menyesuaikan anggaran sesuai dengan kebutuhan. Gambar 2.1 dengan jelas menunjukkan peningkatan pengeluaran untuk perlindungan sosial di tahun 2006 dan 2008 seiring dengan usaha pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan harga bahan bakar di tahun 2005 dan resesi global yang berawal ditahun 2008. Secara umum, pengeluaran untuk perlindungan sosial telah mengalami tren ekspansif, dengan terus melakukan peningkatan yang terus-

menerus dalam pengeluaran untuk perlindungan sosial ini, namun sampai dengan saat ini Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga dalam hal komitmen negara pada perlindungan sosial (Gambar 2.2). Karenanya, masih ada ruang untuk mengeksplorasi lebih jauh ekspansi fiskal bagi perlindungan sosial khususnya dalam hal jaminan sosial bagi tenaga kerja migran.

Gambar 2.1 Pengeluaran untuk Perlindungan Sosial (berdasarkan PDB, 2004-2008)


7 6 5 4 3 2 1 0 200 200 200 200 200 pengeluaran yang ditargetkan bagi rumah tangga pengeluaran yang ditargetkan bagi masyarakat

Sumber: Bank Dunia dan Sekretariat ASEAN, Country report of the ASEAN assessment on the social impact of the glbal financial crisis: Indonesia

Gambar 2.2 Pengeluaran Negara untuk Jaminan Sosial (Berdasarkan PDB, Data tahun terakhir)

Korea Malaysia Vietnam Thailand India Filipina Kamboja Indonesia Laos 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Sumber: ILO, World social security report 2010/11 Beberapa masalah yang disebutkan dan di identifikasikan dalam RPJMN termasuk: kurangnya perlindungan bagi tenaga kerja migran dipandang dari sudut UU No. 39 Tahun 2004 yang berlaku (tentang penempatan dan perlindungan Tenega kerja migran Indonesia), eksistensi calon tenaga kerja, dan kurangnya pengetahuan dan penghargaan pekerja migran terhadap hak-hak dasar kerja khususnya pekerja migran perempuan, kebutuhan untuk memperluas dan memperkuat akses perbankan dan sistem asuransi bagi para pekerja migran, dan kebutuhan untuk meningkatkan sistem pembayaran pekerja migran. Karena itulah kemudian pemerintah Indonesia menyatakan kebulatan tekat untuk mengatasi masalah-masalah dengan sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja migran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Kementrian Luar Negeri berencana untuk meningkatkan jumlah pusat pelayanan warga negara di luar negeri, untuk meningkatkan kualitas pangkalan data warga negara Indonesia diluar negeri, termasuk bagi para pekerja migran Indonesia. Selain itu, Kementerian koordinator bidang perekonomian berencana untuk memfasilisati pengembangan pinjaman,

produk-produk asuransi, dan skema remitansi bagi pekerja migran indonesia. Sehingga untuk melaksanakan seluruh hal diatas serta harmonisasi seluruh perundang-undangan yang ada terkait Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia, Anggaran yang dipergunakan dan Pejabat terkait yang berwenang untuk melaksanakannya maka dibentuklah Naskah Akademik ini sebagai Analisis terhadap seluruh permasalahan yang ada serta sebagai tambahan bagi terbentuknua Rancangan Undang-undang tentang Sistem Jaminan Sosial Bagi TKI. Masalah lain yang ada di masyarakat adalah rendahnya kapasitas TKI yang bekerja di luar negeri. Indonesia bagaimanapun, tertinggal jauh di belakang saingan regional dalam hal pencapaian pendidikan angkatan kerja. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri baik pekerja formal maupun informal berjumlah 6 juta TKI ( Sumber BNP2TKI. Namun yang terdaftar hanya 50%). TKI tersebut tersebar ke 42 negara yang berasal dari 392 kabupaten/kota dari 500an kabupaten/kota dengan remittance sebesar Rp 100 Trilyu per tahun dan 60% pekerja di sektor informal. Dengan hanya 27,1 persen tenaga kerja memiliki pendidikan sekunder ke atas, tingkat ketrampilan pekerja Indonesia tertinggal dibandingkan para pesaingnya di wilayah ini. Gambar 3 Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan(2007, %)

Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan

Singapura Filipina Malaysia Korea Indonesia

10

20

30

40

50

60

Hal inilah yang juga menjadi salah satu penyebab tingginya masalah TKI di luar negeri. Pendidikan yang rendah dan keterampilan yang rendah ditambah dengan kemampuan

berbahasa yang tidak memadai mengakibatkan banyaknya tindakan kekerasan yang dialami oleh TKI. Sehingga, posisi tawar dari TKI sangatlah rendah di mata pemberi kerja. Mereka adalah subjek yang sarat akan tidak terlindunginya oleh hukum. Masa pra penempatan TKI yang seharusnya diisi dengan berbagai macam pembekalan cenderung tidak di dapatkan oleh para TKI. Namun, pembekalan seharusnya juga tidak berasal pada saat masa pra penempatan. Lebih dari itu, pemerintah harus melaksanakan program pendidikan yang baik agar masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan masyarakat dari berbagai negara di dunia dan tentunya TKI dapat memiliki posisi tawar yang tinggi di masyarakat internasional. Jumlah kasus TKI Sepanjang tahun 2010 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.1. Data Kasus yang sering menimpa TKI di Luar Negeri No 1 2 3 4 5 Jenis Kasus PHK secara sepihak Sakit bawaan Sakit akibat bekerja Gaji tidak dibayar Penganiayaan Jumlah Kasus 19.429 9.378 5.510 3.550 2.952

Jumlah kasus tersebut dilihat dari jumlah TKI Indonesia diberbagai negara tujuan sepanjang tahun 2010 yaitu :

4. 2. Data jumlah TKI di luar negeri tahun 2010 No 1 2 Negara Malaysia Arab Saudi Jumlah TKI 1.200.000 orang 927.500 orang

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Taiwan Hongkong Singapura Kuwait UEA Brunei Darussalam Yordania Qatar Bahrain Jepang Syria Libya Korea Selatan

130.000 orang 120.000 orang 80.150 orang 61.000 orang 51.350 orang 40.450 orang 38.000 orang 24.586 orang 6.500 orang -

TABEL 4.3 Data Tenaga Kerja Indonesia Versi Menakertrnas

Tujuan Malaysia Arab Saudi Taiwan

Jumlah 1.200.000 927.000 130.000

Hongkong Singapura Kuwait Uni Emirat Arab Brunei Darussalam Yordania Bahrain

120.000 80.150 61.000 51.350 40.450 38.000 6.500

Selain itu juga sepanjang tahun 2011 kasus berkenaan dengan TKI semakin bertambah yaitu akhir tahun 2011 terdapat 417 TKI Indonesia yang terancam hukuman mati baik di Malaysia, Arab Saudi, Singapura, dan China dan 32 orang diantaranya telah di vonis hukuman mati hal itu dijelaskan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah pada tanggal 18 Desember 2011, berdasarkan hasil Monitoring Migrant care kasus-kasus yang terjadi berkenaan dengan TKI adalah sebagai berikut74 : Tabel 4. 3. Data Kasus yang menimpa TKI di Luar Negeri sepanjang tahun 2011. No 1. 2 3 4 Jenis Kasus Hukuman Mati Over syaters di arab Saudi Kekerasan fisik Kekerasan seksual Jumlah Kasus 417 27.348 3.070 1.234

74

Anggi Kusumadewi, Ronito Kartika Suryani, Migrant Care : 417 TKI Terancam Hukuman Mati,

dimuat dalam http://nasional.vivanews.com/news/read/273028-migrant-care--417-tki-terancam-hukuman-mati, 28 Desember 2011, diunduh pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 14.21 WIB.

5 6. 7. 8.

Meninggal Dunia Gaji tidak dibayar Terancam deportasi dari Malaysia TKI bermasalah di penampungan perwakilan luar negeri

1.203 14.074 150.000 21.823

Tantangan khusus dalam pengembangan keterampilan adalah jarak waktu antara pendidikan dan/atau pelatihan keterampilan dengan titik ketika keterampilan tersebut tersedia untuk aktivitas ekonomi. Setiap pekerjaan membutuhkan membutuhkan sejumlah keterampilan tertentu dan membutuhkan pelatihan bertahun-tahun untuk menguasainya. Sehingga dapat didapat suatu kesimpulan bahwa pelatihan pada masa pra penempatan TKI tidaklah cukup untuk meningkatan sumber daya manusia (TKI). Tabel berikut merupakan deskripsi singkat hasil penelitian suatu lembaga swadaya masyarakat, Fahmina, yang mensinyalir unsur-unsur perdagangan manusia dalam arus pekerja migran.

Tabel 5 Praktik-Praktik Perdagangan dan Eksploitasi dalam Sistem Ekspor Tenaga Kerja Indonesia 75

75

Inna Junaenah, dkk., Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Cirebon terkait dengan perlindungan TKI dan

Keluarganya, Sorum Warga Buruh Migran (FWBMI)-Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), 2007, sebagaimana dikutip dalam Butir-butir Pemikiran Dalam rangka Purna Bakti Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.,

Tahap

Unsur-Unsur Perdagangan Manusia yang Pelaku Diketahui

Perekrutan

y Informasi tidak benar terhadap pekerjaan y Pemalsuan dokumen resmi (KTP, paspor, izin keluarga) y Pungutan Liar/Penjeratan utang

y Calo y PJTKI y Kepala Desa y Pegawai Imigrasi y PJTKI y Manajemen Pusat y Pemerintah Setempat

Pra Keberangkatan

y Pembatasan kebebasan bergerak y Pelecehan dan kekerasan seksual y Penjeratan utang

Di Negara Tujuan

y Kondisi atau jenis pekerjaan tidak sesuai kontrak dan/atau perjanjian lisan dengan buruh, antara lain ditempatkan di rumah bordil y Buruh ditugaskan dimajikan baru di negara penerima tanpa persetujuannya, dan dalam beberapa kasus dengan

y Majikan y Agen Penempatan y Pegawai kedutaan y Pegwai imigrasi y Polisi

pemaksaan dan kekerasan fisik, antara lain untuk prostitusi y Kekerasan fisik, psikis, dan seksual y Penyekapan Ilegal y Penahanan imigrasi y Penjeratan utang y Upah dipotong atau tidak di bayar Pada waktu y Pengelabuan, pemerasan, dan pelecehan y Pegawai seksual pada waktu tiba di bandara atau Pemerintah identifikasi dan dokumen

Dimensi-Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia : Dimensi-Dimensi Kewajiban Negara Terhadap Hak-Hak Pekerja Migran, Inna Junaenah, S.H, Pusat Studi Kebijakan Negara FH UNPAD, 2009, hlm158-159.

kembali

tempat transit sarana transportasi

y Polisi y Otoritas Bandara y Calo y Mafia/preman

Baik mengalami permasalahn atau tidak Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pemenuhan hak atas pekerjaan bagi warga negaranya. Terhadap hal ini hukum hak asasi manusia internasional mengatur kewajiban yang mengikat menurut hukum bagi negaranegara. Sebagai salah satu isu hak asasi manusia yang sering mengemuka, permasalahan pekrja migran nampaknya menjadi penting untuk menjaid prioritas sebagai ukuran bahwa negara melaksanakan kewajibannya terhadap hal ini76. Tenaga kerja yang bekerja di luar negeri atau lebih dikenal dengan pekerja migran memiliki hak untuk dilindungi dimanapun ia bekerja. Persoalan yang sering kali menimpa pekerja migran banyak diantaranya yang sampai melanggar hak asasi mereka77. Sebagai hak yang telah dipahami sebagia hak yang melekat pada setiap individu, hak-hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena mereka adalah manusia, bukan karena mereka adalah warga negara dalam suatu negara78. Dalam konsteks Internasinal terdapat nstrumen hukum (konvensi) yang beberapa diantaranya telah diratifikasi oleh Indonesia. Dalam hal ini perlu di garis bawahi bahwa ada atau tidaknya konvensi, hak itu harus tetap di jamin. Dalam suatu publik UNFPA, pemerintah memiliki tiga tingkatan kewajiban terhadap hak asasi manusia, yaitu untuk memnghormati (to respect), untuk melindungi (to protect), dan untuk memenuhi (to fulfil)79. Dalam pembahasan tentang kovenan internasional tentang hak-hak Ekosob, Matthew Craven 80 menjabarkan
76

Comment [a19]: Sumber buku sudah dikutip, jadi gunakan inna Junaenah, Perlindungan . , dalam Bagir Manan, dkk, op.cit, hlm .

Inna Junaenah, Dimensi-Dimensi Kewajiban Negara Terhadap Hak-Hak Pekerja Migran, Butir-butir Pemikiran

Dalam rangka Purna Bakti Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H., : Dimensi-Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia , Pusat Studi Kebijakan Negara FH UNPAD, 2009, hlm. 160.
77 78 79 80

Ibid, hlm.161 Idem Ibid, hlm . 162 Matthew Craven, The International On Economic, Social and Cultural Rights, A Persepective On Its

Development, sebagaimana dikutip dalam Butir-butir Pemikiran Dalam rangka Purna Bakti Prof. Dr. H. Rukmana

semacam indikator terhadap terpenuhinya hak-hak atas pekerjaan. Indikator yang dimaksud antara lain adalah 1) upah minimum; 2) upah yang layak dan setara; 3) kehidupan yang layak; 4) kondisi keselamatan dan kesehatan kerja; 5) kesetaraan kesempatan terhadap promosi karir; dan 6) hak beristirahat, berlibur, dan pembatasan jam kerja yang berasalan (rasional). Hak-hak tersebut mungkin saja dapat sepenuhnya tercapai bagi pekerja formal. Namun, menjadi sulit untuk seluruhnya dipenuhi jika diterapkan pada pekerja non formal, seperti pekerja pembantu rumah tangga. Keidakcukupan lapangan pekerjaan beserta pemenuhan hak-haknya tampak diharapkan oleh Pemerintah Indonesia dapat terpenuhi dengan bekerja di luar negeri. Suatu pekerjaan besar bagi pemerinatah adalah dengan memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia. Manusia adalah makhluk sosial, zoon politicon, demikian Aristoteles , seorang filsuf Yunanai berujar81. Manusia tidak hidup terasing dari manusia yang lain. Antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya saling membutuhkan. Manusia adalah satu kesatuan sosial dengan yang lainnya. Dia adalah unsur atau komponen dari satu sistem sosial82. Adanya faktor kebutuhan, baik secara rohani maupun jasmani, menyebabkan manusia harus hidup dalam suatu lingkungan sosial. Dalam keinginan untuk memenui kebutuhannya ia cenderung berkelompok mencari sesamanya. Ia membentuk kelompok-kelompok untuk mengembangkan kemampuan dan bakatnya83. Negara merupakan a political society organized by law84. Negara adalah masyarakat politik yang terorganisasi oleh hukum85. Jadi, masyarakat dan hukum merupakan merupakan dua hal yang tidak dapat di pisahkan86. Sebagaimana pendapat dari Cicero, Ubi Societas Ibi Ius, dimana ada msyarakat ada hukum.
Amanwinata, S.H., M.H., Dimensi-Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia : Dimensi-Dimensi Kewajiban Negara Terhadap Hak-Hak Pekerja Migran, Inna Junaenah, S.H, Pusat Studi Kebijakan Negara FH UNPAD, 2009, hlm165.
81 82

Mohtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum , Alumni, Bandung, 2000, hlm. 12. Rosidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan, CV. Mandar Maju, Bandung, 1998, hlm. Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, hlm. 16 Rosidi Ranggawidjaja, Op.cit, hlm. 21.

21.
83 84 85 86

Rosidi Ranggawidjaja, Loc.cit hlm. 21. Rosidi Ranggawidjaja, Loc.cit hlm. 21.

Dalam pergaulan hidup sehari-hari manusia memerlukan norma atau kaidah yaitu sesuatu yang diperlukan dalam pergaulan hidup yang memberikan arah kepada manusia bagaimana manusia itu harus hidup, agar kepentingan bersama dalam kepentingan sosial dapat terjamin87. Sehingga, tidak terjadi benturan kepentingan antara satu individu dengan individu lainnya. Norma atau kaidah adalah patokan atau ukuran bagi pedoman manusia dalam berperilaku atau bertindak dalam hidupnya. Norma hukum sangatlah dibutuhkan untuk memberikan landasan yang kuat atas suatu jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia. TKI adalah tenaga kerja khusus yang harus mendapatkan suatu jaminan sosial dari negara kita. TKI menjadi tenaga kerja khusus karena mereka bekerja tidak di dalam wilayah negara Republik Indonesia, sehingga mereka tidak dapat mendapatkan pengawasan secara langsung dari pemerintah Republik Indonesia. Beberapa pengamat mengatakan bahwa peraturan tenaga kerja menyebabkan tingginya informalitas dalam pekerjaan dan lambatnya penciptaan lapangan kerja. Kendati demikian, penegakan peraturan ketenagakerjaan menyisakan banyak ruang untuk perbaikan (misalnya uang pesangon dan upah minimum tidak ditegakkan dengan baik), sehingga meruntuhkan keabsahan klaim tersebut. Yang sangat penting adalah pemerintah serta para mitra sosial yang membangun dan membahas reformasi yang diperlukan dalam peraturan ketenagakerjaan. Bentuk perlindungan kerja saat ini, khususnya jaminan penghasilan untuk penganggur dan pensiun, tidak dapat dipisahkan dari sistem jaminan sosial yang kurang memadai. Karenanya, sangat disarankan pengembangan sistem jaminan sosial yang melindungi risiko usia tua dan pengangguran dilakukan sejalan dengan perundingan tentang reformasi peraturan ketenagakerjaan88. Pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk melaksanakan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Hal ini sesuai dengan amanat dari konstitusi Republik Indonesia bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara untuh sebagai manusia yang bermartabat89. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
87 88 89

Rosidi Ranggawidjaja Loc.cit, hlm. 21.

Op.Cit, hlm. 3. Pasal 28 H Ayat (3) UUD 1945

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan90. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemangku jabatan yang berwenang untuk membuat suatu norma hukum yang sifatnya mengikat secara umum, sudah sepatutnya membuat suatu peraturan berbentuk undang-undang yang berfungsi sebagi dasar hukum adanya suatu jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Hal ini menjadi suatu urgensi karena begitu banyak masalah TKI di luar negeri dan di dalam masalah tersebut tergambar bahwa pemerintah belum memberikan suatu perlindungan dan jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Saat ini jaminan yang diberikan oleh pemerintah kepada TKI adalah melalui asuransi yang merupakan amanat dari Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Asuransi yang dijalankan adalah asuransi yang sifatnya komersil bukan asuransi sosial. Jenis yang di tanggung adalah suatu risiko bukan atas suatu jaminan bagi TKI di luar negeri. Adapun berbagai macam jenis risiko yang diatur dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Inonesia tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, yaitu : (1) Jenis program asuransi TKI meliputi: a. program asuransi TKI pra penempatan; b. program asuransi TKI selama penempatan;dan c. program asuransi TKI purna penempatan.

(2) Program asuransi TKI pra penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. risiko meninggal dunia; b. risiko sakit dan cacat; c. risiko kecelakaan; d. risiko gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI;dan e. risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual.

90

Pasal 34 ayat (2) UUD 1945

(3) Program asuransi TKI selama penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. risiko gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI; b. risiko meninggal dunia; c. risiko sakit dan cacat; d. risiko kecelakaan di dalam dan di luar jam kerja; e. risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara perseorangan maupun massal sebelum berakhirnya perjanjian kerja; f. risiko upah tidak dibayar; g. risiko pemulangan TKI bermasalah; h. risiko menghadapi masalah hukum; i. risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual; j. risiko hilangnya akal budi;dan k. risiko yang terjadi dalam hal TKI dipindahkan ke tempat kerja/tempat lain yang tidak sesuai dengan perjanjian penempatan.

(4) Program asuransi TKI purna penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. risiko kematian; b. risiko sakit; c. risiko kecelakaan;dan d. risiko kerugian atas tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke daerah asal, seperti risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual dan risiko kerugian harta benda. (5) Jenis risiko dan besarnya santunan asuransi TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini. Pelaksanaan Asuransi TKI ini merupakan amanat negara kepada PPTKIS untuk mengikutsertakan TKI ke dalam program asuransi TKI. Perusahaan yang mengelola asuransi ini merupakan konsorsium Asuransi yang mana perusahaan asuransi yang akan bergabung
Comment [a20]: Karena yang dikaji pada subbab ini adalah praktik empiris, yang ditekankan bukan pengaturannya tetapi praktik asuransi TKI saja.

dengan konsorsium TKI harus memenuhi persayaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Menterei Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Perusahaan ini pun harus mendapatkan persetujuan dari kemenakertrans. Calon TKI/TKI yang berada di bawah naungan PPTKIS wajib diikutsertakan dalam program asuransi dengan membayarkan uang senilai Rp 400.000,00 yang terdiri dari Rp 50.000,00 untuk asuransi pra penempatan, Rp 300.000,00 untuk asuransi penempatan, dan Rp 50.000,00 untuk asurasni psca penempatan. Asuransi ini bukan merupakan jaminan sosial. TKI pun memiliki batas waktu hanya selama enam bulan untuk melakukan klaim asuransi yang dia miliki kepada pihak terkait. Apabila lewat waktu dari 6 bulan, maka TKI tidak akan bisa mengklaim asuransinya. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang sangat krusial.

D. Implikasi Penerapan Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Penerapan sistem jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di luar negeri tidak mungkin tanpa suatu implikasi pada kehidupan sosial masyarakat. Tidak adanya suatu dasar hukum atas jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah suatu hal yang harus segera diselesaikan. Pemerintah mempunyai pekerjaan rumah yang besar untuk memberikan jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Hal ini menjadi penting karena berdasarkan pemaparan diatas, banyak sekali masalah terkait TKI di luar negeri. Saat ini TKI diharuskan mengikuti program Asuransi TKI. Asuransi TKI ini tidak dapat dikatakan sebagai bentuk jaminan sosial dalam bentuk asuransi sosial karena tidak sesuai dengan prinsip asuransi sosial. Pemerintah pun cenderung dapat dikatakan lepas tangan karena menyerahkan program asuransi TKI ke dalam Konsorsium Asuransi yang terdiri dari berbagai macam perusahaan asuransi. Adanya suatu undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri akan memberikan dampak positif bagi masyarakat khususnya para tenaga kerja. Tenaga kerja akan merasa terlindungi karena hak dasar mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak serta hak atas suatu jaminan sosial akan terpenuhi. Pemerintah harus menjadi punggawa terdepan dalam merencanakan, melaksanakan program jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di Luar negeri dengan semangat dan prinsip asuransi sosial.

Dalam program asuransi sosial yang akan diwujudkan melalui Rancangan UndangUndang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri akan memberikan dampak pada perekenomian negara. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan Asuransi Sosial tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri dibutuhkan suatu badan penyelenggara yang khusus menganangi asuransi sosial ini. Badan Penyelenggara ini merupakan Badan Hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan jaminan sosial yaitu asuransi sosial. Pembentukan badan penyelanggara ini akan membutuhkan biaya yang selanjutkan akan dimasukkan kedalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2012. Dengan adanya Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, maka suatu permasalahan sosial akan terselesaikan. Ubi Societas Ibi Ius, dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Hukum sangatlah dibutuhkan untuk mengatur jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Comment [a21]: Apakah perlu badan pelaksana khusus, atau BPJS yang sudah ada saja?

BAB III EVALUASI TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Didalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 194591 mengatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanuasiaan selain itu pasal 28 H ayat (3)92 mengatakan pula bahwa Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, kemudian
91 92

Comment [a22]: Sebaiknya bab ini di bagi dalam beberapa sub bab. Sub bab A. Umum/ pengantar, subab selanjutnya, bisa dua model: 1. Per bahasan (misalnya ruang lingkup jaminan sosial dan kaitannya dengan asurans TKI, Program-Program Asuransi TKI, dsb); atau 2.sub bab selanjutnya dibagi berdasarkan peraturan yang akan di bahas, misalnya UUD 1945, UU Ketenagakerjaan, UU 39/2004, dst). Comment [a23]: Hindari penggunaan kata depan (di, dalam,dsb) di awal kalimat

Undang-Undang Dasar 1945, BAB X Warga Negara dan Penduduk, lihat pasal 27 ayat (2) Ibid, BAB XA Hak Asasi Manusia, lihat pasal 28H ayat (3).

pada pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sehingga ketiga pasal didalam konstitusi kita mencerminkan bahwa negara mempunyai kewajiban unjuk memberikan jaminan sosial kepada seluruh warga negaranya dan sangat pentingnya suatu jaminan sosial terkhusus pada tenaga kerja yang bekerja diluar negeri, sebab tenaga kerja terutama yang bekerja diluar negeri adalah salah satu golongan rentan dengan hak-hak (kebutuhan) dasar atas penghidupan yang layak dapat tidak terpenuhi. Adapun kemudian pencerminan ketiga pasal tersebut dituangkan kedalam beberapa peraturan perundang-undangan terkait jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia yakni UndangUndang no. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi)93 Undang-undang no. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja94 (UU Jamsostek), Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan95 (UU Ketenagakerjaan), Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri96 (UU PPTKILN), Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional97 (UU SJSN), dan Undang-undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial98 (UU BPJS), Sebagaimana UU SJSN menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jaminan sosial merupakan tanggung jawab pemerintah99 yang diberikan sebagai bentuk perlindungan sosial oleh Negara terhadap pemenuhan hak-hak dasar yang menjadi kebutuhan seluruh rakyat yang merupakan warga negaranya100 berupa program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,

93 www.djpp.depkumham.go.id. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467, tanggal 11 Februari 1992 94 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468, tanggal 17 Februari 1992. 95 Ibid, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279, tanggal 25 Maret 2003. 96 Ibid, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445, tanggal 18 Oktober 2004. 97 Ibid, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456, tanggal 19 Oktober 2004. 98 Ibid, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256, tanggal 25 November 2011. 99 Undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (3) menjadikan Jaminan social sebagai HAM yang harus dipenuhi oleh Negara, sehingga hal ini menjadikannya sebagai tanggung jawab negara. 100 Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional, lihat pasal 1 ayat (1)

jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian101 berdasarkan prinsip asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib102. Walau demikian sebelum dibentuknya UU SJSN Indonesia telah menjalankan sebuah konsepsi jaminan sosial yang khusus diberikan kepada para pekerja yang diatur didalam UU Jamsostek103. Dimana di dalam UU ini, Jaminan sosial merupakan jaminan yang diberikan kepada tenaga kerja sebagai suatu perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.104 Sehingga, dapat kita lihat perbedaan besar dari kedua konsepsi jaminan sosial diatas, bahwa jaminan sosial yang dimaksudkan di dalam UU SJSN diperuntukan bagi seluruh warga Negara, baik itu yang bekerja maupun yang tidak bekerja, Sedangkan di dalam UU Jamsostek jaminan sosial yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi para tenaga kerja. Terkait dengan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang dimaksud kedua undang-undang ini, dijalankan berdasarkan prinsip asuransi sosial. Yang mana di dalam UU Asuransi dikatakan bahwa Ciri dari Asuransi sosial itu sendiri adalah kepesertaanya yang bersifat wajib, diseleggarakan berdasarkan undang-undang, dan dilaksanakan oleh BUMN. Dengan bersifat kumulatif, artinya semua harus terpenuhi barulah disebut asuransi sosial. Akan tetapi, walaupun kedua undang-undang diatas (UU SJSN serta UU Jamsostek) menggunakan prinsip asuransi sosial tetap terdapat perbedaan pada pengaplikasiannya, perbedaan mendasar dari kedua prinsip asuransi sosial diatas terletak pada bagaimana seorang peserta asuransi sosial mengklaim atas resiko yang dijamin oleh asuransi sosial tersebut. Selanjutnya melihat kepada pengaturan yang terdapat didalam Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang seharusnya bisa mengakomodir seluruh program yang dirancang sebagai bentuk Jaminan sosial, hanya terdapat Sejumlah 10 pasal di dalamnya mengatur tentang kesehatan dan hanya empat pasal tentang jaminan lain. Padahal, program jaminan sosial di antaranya mencakup jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
101

102

Ibid, Lihat Pasal 18 Ibid, lihat pasal 103 Sistem jaminan sosial di indonesia memang mulai diatur sejak 2004 ketika UU SJSN dikeluarkan pada 19 oktober 2004, akan tetapi sebelum itu Indonesia telah mengadopsi dan menjalankan suatu jaminan social khususnya bagi tenaga kerja melalui UU Jamsostek yang mulai diberlakukan sejak tanggal 104 Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, lihat pasal 1 ayat (1)

Dalam UU SJSN dikatakan, jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial105, tetapi prinsip asuransi sosial tidak dikenal dalam badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Padahal UU BPJS adalah UU yang mengatur badan penyelenggara jaminan sosial untuk melaksanakan program jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN. UU BPJS mengenal prinsip kebersamaan dan gotong royong melalui iuran bersama peserta dan pemberi kerja sedangkan didalam UU SJSN tidak terdapat hal tersebut. UU BPJS sendiri dalam hal penyelesaian sengketa melalui Pengadilan atas klaim yang tidak dapat diselesaikan secara tepat oleh BPJS ataupun BNP2TKI selaku pemberi kerja maka dikatakan disini, bahwa penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri wilayah tempat tinggal pemohon. Hal ini nyata-nyata jelas suatu kekeliruan, sebab terkait klaim yang diadukan oleh TKI merupakan bagian daripada Hubungan Industrial sehingga Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa yang dapat terjadi terkait TKI. Dalam hal pemberi kerja pun UU SJSN menetapkan bahwa seorang pemberi kerja merupakan orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan lainnya. Dengan kata lain terkait TKI diluar negeri Pemberi kerja yang seharusnya membayarkan Iuran Atas asuransi sosial TKI di luar negeri adalah para majikannya yang menggunakan jasa TKI tersebut. Hal ini kemudian menjadi bentuk permasalahan tersendiri dimana seharusnya Pemerintahlah yang bertanggung jawab atas Jaminan sosial seluruh Pekerja yang mana BNP2TKI sebagai wakil pemerintah yang melaksanakannya. Kekurangan lain terdapat Pada pasal 17 ayat (4) UU SJSN yang menyatakan iuran untuk program jaminan sosial bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar pemerintah. Menjadi sebuah pertanyaan bagaimana dengan pengangguran yang belum bekerja, orang tua, anak-anak dan golongan lain yang tidak bekerja dan tidak membayar iuran tetapi tidak masuk dalam kategori miskin dan tidak mampu, belum ada solusi terkait hal tersebut. Masuk kedalam Pasal 17 ayat (5) dikatakan pada tahap pertama, iuran dibayar oleh pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Bagaimana dengan tahap selanjutnya? Siapa yang membayarnya? Tidak ada pula kejelasan terkait hal tersebut.

105

Op cit, Lihat pasal 19 ayat (1)

Kemudian, Pada pasal 44 dikatakan peserta Jaminan Kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran. Pertanyaannya yang muncul, bagaimana dengan mereka yang tidak membayar iuran? Begitu juga dengan pasal 46 yang menyatakan iuran Jaminan Kematian ditanggung oleh pemberi kerja, sementara prinsip iuran dibayar bersama antara peserta dan pemberi kerja. Minimnya pengaturan akan Jaminan Sosial bagi Tenaga kerja ini pun menjadi suatu kritik besar terhadap UU SJSN. Sebab Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan yang penting dalam pembangunan Nasional. Namun perlindungan yang diberikan negara sangatlah minim. Sedangkan jika kita melihat Tenaga Kerja dalam hal ini adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dengan pengertian tersebut maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana pasal 1 angka 2 dapat ditafsirkan bahwa Tenaga kerja tersebut adalah setiap orang yang mampu bekerja baik memperoleh pekerjaan di Indonesia maupun juga di Luar wilayah Indonesia yang biasa kita sebut dengan TKI atau tenaga kerja Indonesia. Dalam hal menjalankan peranannya tersebut maka perlu diatur suatu mekanisme bagaimana kemudian tenaga kerja tersebut ditempatkan dan memperoleh suatu pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan kemampuannya dibidang yang bersangkutan, hal ini juga tidak dapat dilepaskan dari perlindungan akan Hak Hak yang harus diperoleh dalam rangka pemenuhan kesejahteraan pribadi maupun kesejahteraan bagi masyarakat dalam pembangunan sosial. Pemenuhan hak-hak tersebut tidak terlepas dari adanya hubungan baik antara pemerintah, pemberi kerja, pengusaha, dan tenaga kerja itu sendiri. Dalam undang-undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini, ada beberapa istilah yang berkenaan dengan tenaga kerja dibedakan menjadi: 1. Tenaga Kerja (Pasal 1 angka 2 UU nomor 13 tahun 2003) 2. Pekerja/Buruh (pasal 1 angka 3) setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 3. Tenaga Kerja Asing (Pasal 1 angka 13) warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Berdasarkan hal tersebut tidak ada sedikitpun dalam undang-undang ketengakerjaan ini dibahas mengenai Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dalam pasal-pasal yang terdapat

dalam Undang-Undang ini hanya menjelaskan mengenai tenaga kerja yang bersifat umum yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan sebagaimana pasal 1 angka 2 undang-undang ini, permasalahan yang timbul dengan adanya rumusan pasal ini adalah bahwa terkesan tidak ada klasifikasi berkenaan dengan kualitas kemampuan dan keterampilan dari calon tenaga kerja. Rumusan ini mengesankan bahwa untuk setiap orag dapat ditempatkan dimana saja tanpa memperhatikan posisi yang tepat. Bagi mereka yang penting mereka mampu bekerja untuk menghasilkan barang atau jasa, dengan demikian semua orang yang bekerja dan mampu menghasilkan barang atau jasa baik disektor formal maupun informal atau di luar kedua sektor itu dapat dikatakan sebagai tenaga kerja yang seharusnya menimbulkan suatu konsekuensi bahwa negara harus mampu menjamin perlindungan dan pemenuhan akan hak-hak mereka baik untuk kesejahteraan, keselamatan kerja, dan juga hak asasi manusia dari tenaga kerja yang bersangkutan. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak semua orang yang bekerja dapat dikategorikan sebagai tenaga kerja yang memperoleh jaminan akan hak-haknya, hanya buruh-buruh atau pekerja disebuah pabrik atau perusahaan yang memperoleh jaminan akan hak-hak mereka melalui jaminan sosial, itupun tidak semua memperoleh jaminan sosial. Misalnya : para pekerja home industry. Di dalam undang-undang ini sendiri dari berbagai pasal hanya ditekankan pada mekanisme penempatan dan pengaturan berkenaan dengan tenaga kerja yang berada di Indonesia dan tenaga kerja yang ada di Luar wilayah Indonesia tidak menjadi konsen pembahasan dalam Undang-Undang ini, melainkan lebih pada pengaturan mengenai tenaga kerja di Indonesia dan tenaga kerja asing yang ada di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dalam pasal-pasal berikut : 1. Bab VIII (pasal 42-49) tentang Penggunaan Tenaga kerja Asing. Lebih memberikan jaminan dan perlindungan bagi TKA di Indonesia misalnya seperti bahwa TKA tidak boleh dipekerjakan oleh pemberi kerja orang-perorangan, kemudian hanya dapat ditempatkan dalam bidang Alih Teknologi dan Alih Keahlian, sehingga secara tidak langsung TKA ditempatkan pada sektor-sektor Formal, berbeda halnya dengan pengaturan mengenai TKI yang ada di Luar Negeri Penempatannya disesuaikan dengan kebutuhan dari para pengguna Jasa atau Pemberi Kerja di Negara Tujuan. 2. Konsideran bagian menimbang point d yang pada esensinya adalah bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar

pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Ketentuan ini menunjukkan tenaga kerja yang dimaksud dalam undang-undang ini lebih ditekankan kepada pekerja/buruh yang notabene adalah pekerja/buruh yang berada di dalam negeri, yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha, badan hukum ataupun pemberi kerja yang berada di dalam negeri. Undang-undang ini belum mampu menggapai perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar dari Tenaga kerja Indonesia yang berada di Luar Negeri yang juga seharusnya memperoleh hak yang sama sebagaimana pekerja/buruh yang ada di Indonesia yang kedudukan memiliki peranan yang juga penting dalam member ikan kontribusi dalam pendapatan devisa negara guna pembangunan nasional juga. 3. Dalam Pasal 1 Ketentuan Umum angka 14,15,17,18 dst juga lebih mengatur mengenai bagaimaa perjanjian kerja, hubungan kerja, pelatihan kerja, hubungan industrial antara pekerja/buruh yang ada di Indonesia dengan pemerintah atau dengan pemberi kerja di Indonesia. 4. Pasal 1 angka 31 disana mengatur mengenai kesejahteraan pekerja/buruh Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Ketentuan pasal ini memberikan dorongan yang kuat dalam upaya pemenuhan perlindungan bagi pekerja/buruh dalam rangka kesejahteraannya tetapi dalam praktiknya masih banyak kebutuhan baik jasmani maupun rohani para pekerja/buruh tidak terpenuhi secara efektif, banyak para pekerja/buruh bekerja dalam lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat seperti berbagai kecelakaan kerja yang terjadi pada saat kerja, upah yang dibayarkan tidak sesuai dengan kebutuhan pemenuhan sehingga menimbulkan berbagai demo dari para pekerja/buruh, pemutusan hubungan kerja yang sepihak dll 5. Pasal 4 : Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya berdasarkan pasal ini dari point a sampai dengan d , bahwa pembangunan ketenagakerjaa pada dasarnya dibangun untuk mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja diseluruh wilayah republic Indonesia saja dan belum mampu mengakomodir bagaimana pemerataan dan penyediaan lapangan pekerjaan untuk diluar negeri yang hal tersebut juga merupakan hak dari setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak baik di dalam maupun di luar negeri. 6. Berkenaan dengan masalah jaminan sosial, dalam undang-undang ini tidak diatur dengan jelas bagaimana jaminan sosial yang diberikan bagi tenaga kerja, hanya dikatakan bahwa dalam suatu perencanaan kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang salah satunya harus memuat jaminan sosial (pasal 8). Jaminan sosial tersebut tidak hanya diperoleh oleh tenaga kerja tetap tetapi juga dalam hal pemagangan (pasal 22 ayat 2) jaminan sosial tersebut ada dalam rangka pemenuhan kesejahteraan (pasal 99 ayat 1) tenaga kerja tetapi yang kemudian pengaturan mengenai bagaimaa jaminan sosial ini diberikan, mencakup apa saja, dan siapa saja yang memperoleh jaminan sosial serta bagaimana pengelolaan dari jaminan sosial ini dilaksanakan diatur oleh undang-undang (pasal 99 ayat 2), dan jaminan sosial ini merupakan salah satu hak dalam rangka perlindungan pekerja/buruh. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya undang-undang tentang ketengakerjaan ini lebih mengatur hal-hal berkenaan dengan tenaga kerja secara umum yang pengaturannya cenderung terfokus kepada bagaimana pemenuhan perlindungan dan penempatan hak-hak dasar dari tenaga kerja yang ada di Indonesia dan mengatur hal-hal berikut : a. Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;

b. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan; c. Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/ buruh d. Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. e. Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja; f. Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan; g. Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi; h. Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisih-an hubungan industrial; i. Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja; j. Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksana-kan sebagaimana mestinya. Kemudian Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan sendiri di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri.

Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, yang mengatur Jaminan sosial bagi Tenaga Kerja pada prinsipnya merupakan program yang menggunakan sistem asuransi sosial106 bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua107. Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat108. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang109. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala110. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat111. Sehingga pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem yang menggunakan prinsip asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja112. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.
106

Undang-undang no. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Penjelasan Umum. melihat dari apa yang dipaparkan didalam penjelasan umum , ruang lingkup yang diatur didalam undang-undang ini, juga melihat bahwa penyelenggaraan pada pasal 3 dan pasal 4 undang-undang ini dapat disimpulkan bahwa prinsip yang dipergunakan adalah Prinsip Asuransi Sosial. 107 Ibid, Pasal 6 ayat (1) 108 Ibid, Pasal 9 109 Ibid, Pasal 12 110 Ibid, Pasal 14 111 Ibid, Pasal 16 112 Ibid, BAB V Iuran, Besarnya Jaminan dan Tatacara Pembayaran

Kontribusi atau premi yang dibayar dalam rangka memperoleh jaminan sosial tenaga kerja adalah bergantung pada jenis jaminan tersebut. Iuran JKK adalah berkisar antara 0,24 persen - 1,742 persen dari upah per bulan dan atau per tahun, bergantung pada kelompok jenis usaha (terdapat 5 kelompok usaha), dan dibayar (ditanggung) sepenuhnya oleh pengusaha (selaku pemberi kerja). Demikian pula dengan JK, iuran sepenuhnya merupakan tanggungan pengusaha yaitu sebesar 0,30 persen dari upah per bulan. Sementara itu, iuran JPK juga merupakan tanggungan pengusaha yaitu sebesar 6 persen dari upah per bulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 persen dari upah per bulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga, serta mempunyai batasan maksimum premi sebesar satu juta rupiah. Sedangkan iuran JHT ditanggung secara bersama yaitu sebesar 3,70 persen dari upah per bulan ditanggung oleh pengusaha, dan 2 persen dari upah per bulan ditanggung oleh pekerja. Dalam UU No. 3 Tahun 1992, dinyatakan bahwa penyelenggara perlindungan tenaga kerja swasta adalah PT Jamsostek. Setiap perusahaan swasta yang memperkerjakan sekurangkurangnya 10 orang atau dapat membayarkan upah sekurang-kurangnya Rp 1 juta rupiah per bulan diwajibkan untuk mengikuti sistem jaminan sosial tenaga kerja ini. Namun demikian, belum semua perusahaan dan tenaga kerja yang diwajibkan telah menjadi peserta Jamsostek. Data menunjukan, bahwa sektor informal masih mendominasi komposisi ketenagakerjaan di Indonesia, mencapai sekitar 70,5 juta, atau 75 persen dari jumlah pekerja khususnya para TKI di Luar Negeri mereka belum tercover dalam Jamsostek. Selanjutnya, terkait mereka yang belum tercover dalam Jamsostek yakni para TKI di Luar Negeri perlu diperhatikan secar khusus. Sebab mereka adalah satu kelompok warga negara yang perlu mendapat jaminan sosial, yang mana bila kita lihat buruh migran ini atau yang dikenal juga dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diluar negeri, karena salah satu penyebab migrasinya mereka keluar negeri adalah karena negara selama ini tidak memiliki jaminan sosial untuk para rakyat miskin dan pengangguran, bahkan banyak ditemukan motivasi mereka keluar negeri adalah untuk pendidikan, biaya perobatan anggota keluarga, untuk modal usaha dan persiapan modal pensiun di hari tua. Ini menunjukan bahwa saat ini banyak masyarakat kalangan bawah tidak memiliki jaminan sosial dan program-program pemerintah seperti jamkesmas dan pendidikan gratis tidak terlaksana dengan baik. Sehingga dibutuhkan suatu perlindungan terhadap para TKI, dan untuk melaksanakan perlindungan tersebut Indonesia telah membentuk Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri, namun satu undangundang terkait perlindungan terhadap TKI ini sendiri hingga kini belum bisa memberikan perlindungan yang maksimal terkait jaminan sosial bagi TKI. Sebab Jaminan perlindungan yang diberikan pemerintah kepada mereka saat ini hanyalah jaminan asuransi yang dibayar sendiri oleh para TKI ketika akan berangkat keluar negeri, dengan membayar Rp.400.000/orang TKI tidak mendapatkan perlindungan secara holistik karena klaim asuransi yang diberikan saat ini lebih bersifat ganti rugi setelah kejadian, bukan pada kondisi yang mereka perlukan sehingga dirasakan skim asuransi saat ini lebih membebankan TKI dan menguntungkan pihak tertentu di tengah minimnya perlindungan yang diberikan kepada TKI. Disaat pemerintah kesulitan menanggung beban biaya perlindungan TKI, ada pihak lain yang menikmati dana segar milik TKI yang sudah pasti menguntungkan, karena diperkirakan tingkat klaim TKI tidak sampai 5 % dari jumlah peserta. Selain itu melihat lebih jauh terhadap pemberlakuan asuransi yang disebutkan UU PPTKILN, ini bukanlahlah konsep asuransi sosial yang dimaksudkan didalam skema jaminan sosial nasional. Sehingga dapat dikatakan UU PPTKILN ini belumlah biasa mengcover perlindungan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam memberikan Jaminan sosial bagi seluruh warga negaranya. Sebab asuransi yang dimaksudkan didalam UU ini adalah bentuk asuransi komersial yang mana dijalankan oleh pihak swasta sebagaimana peraturan pelaksana dari UU ini yakni Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor per.07/men/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (Permen Asuransi TKI) mengatakan bahwa yang menyelenggarakan seluruh asuransi bagi TKI adalah konsorsium. Padahal Sebagaimana telah disebutkan dalam Pembahasan sebelumnya bahwa konsep penyelenggaraan asuransi sosial haruslah dilaksanakan oleh pemerintah bukan pihak swasta yang menjadi konsorsium. Namun demikian tetap terdapat hal positif dari permen asuransi TKI ini, yakni konsep kerjasama konsorsium yang memiliki agen-agen diluar negeri sebagai perantara yang bisa menghubungkan Indonesia dengan Negara-negara penerima TKI (yang belum manandatangani MOU dengan Indonesia), yang selama ini belum dapat dilaksanakan pemerintah. Menjadi penting pengaturan akan jaminan sosial bagi TKI, sebab TKI merupakan kelompok rentan yang sangat memerlukan perhatian dan jaminan sosial, karena sebagain besar dari mereka adalah pekerja informal, perempuan dan berpendidikan rendah dan bekerja jauh diluar negeri yang sangat memerlukan jaminan atas hak-hak mereka, karena di beberapa negara

tujuan bekerja hak-hak mereka sebagai pekerja tidak diakui karena posisi tawar yang rendah dan perlindungan yang diberikan kurang maksimal sehingga TKI kita sering di pandang sebelah mata dan diperdagangkan dengan mudahnya oleh para agen yang meraup keuntungan dari posisi rentan TKI. Dengan dimasukannya golongan TKI pada jaminan sosial pemerintah maka jaminan sosial yang diberikan akan lebih bersifat holistik, bahkan bila perlu pemerintah membentuk khusus lembaga seperti Trust Fund yang dapat mengelola dana asuransi TKI dengan sistem wali amanat sehingga TKI dapat merasakan langsung jaminan sosial yang mereka perlukan, karena mereka memiliki kontribusi yang nyata dan telah menyisihkan dana mereka untuk kepentingan mereka sendiri, jumlah TKI yang mencapai 6 juta orang merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik oleh pemerintah sehingga dana yang terhimpun dapat dikelola dengan maksimal dari TKI untuk TKI. Terkait pengaturan yang ada sekarang ini mengenai TKI perlu dibahas lebih jauh mengenai kelemahan diberbagai aspek asuransi sosial yang menjadi perlindungan bagi para TKI tersebut. Dengan melihat kepada aspek-aspek Ruang lingkup, Badan Penyelenggara, Lingkup Kepesertaan, tatacara Pendaftaran, dan mekanisme pembayaran iuran. Dari segi ruang lingkup jaminan yang diberikan oleh UU Jamsostek dibandingkan UU SJSN lebih sedikit, padahal UU SJSN merupakan pilar atau dasar dari penyelenggaraan Jaminan sosial. Kemudian dari segi badan penyelenggaraan dengan jelas UU SJSN mengatakan bahwa penyelenggara adalah BPJS yang merupakan badan hokum berprinsip nirlaba, bukanlah sebuah badan hukum berbentuk Persero yang mengedepankan unsure-unsur bisnis tentunya. Dimana terdapat pertentangan antara kekayaan yang dimiliki dengan kewajiban yang harus mereka jalankan. Selanjutnya dari segi lingkup kepesertaan didalam UU Jamsostek dikatakan bahwa yang bisa menjadi peserta adalah orang/anak yang masih dalam taraf pendidikan, ibu rumah tangga termasuk pembantu rumah tangga, pengangguran, pekerja/buruh termasuk TKI didalamnya. Sedangkan UU SJSN mengatakan siapapun orang yang dibayarkan iurannya oleh pemerintah/ peserta maka ia berhak atas asuransi sosial. Dari segi tatacara pendaftarannya UU Jamsostek mengatakan bahwa pemberi kerja yang merupakan perseroan atau pengusahalah yang menjadi peserta artinya para pengusaha inilah yang kemudian membayarkan iuran asuransi sosialnya. Dengan sebelumnya peserta tersebut telah mendaftarkan perusahan dan pekerja dalam 14 hari kepada PT. Jamsostek yang kemudian mengeluarkan kartu peserta, sebagai syarat mengklaim asuransi sosial atas resiko kerja peserta.

Sehingga dapat kita lihat dari penjelasan diatas ditemukan bahwa antara das sollen dan das sein tidak ditemukan kecocokan bahwa disatu sisi Undang-Undang Dasar 1945 sebagi konstitusi tertinggi di Indonesia mengatakan betapa pentingnya jaminan siosial bagi seluruh rakyat Indonesia kemudian Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional jo. Undang-undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial jo Undang-undang no. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai bentuk pengaturan dari penyelenggaraan jaminan sosial yang diamanatkan oleh Konstitusi, namun tidak dapat memberikan jaminan sosial secara maksimal khususnya terhadap para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja diluar Negeri, begitu juga pengaturan yang dijalankan oleh Undangundang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri sebagai dasar pemberian perlindungan negara terhadap terhadap para TKI. Ternyata benar-benar belum bisa memberikan perlindungan melalui jaminan social berupa asuransi social bagi para TKI. UU 39 tahun 2004 terkait asuransi hanya menggunakan asuransi pra penempatan, penempatan, pasca penempatan, jadi ini asuransi TKI komersial bukan asuransi sosial. Lalu analisis kenapa PPTKIS yang meikutsertakan, padahal ini tanggung jawab Negara, apa ini dalam bentuk penyelenggarakan pemerintahan yang baik (pemerintah bekerjasama swasta dan masyarakat). Kemudian peraturan menteri mengenai konsorsium yang melaksanakan asuransi social ini apakah sudah tepat? Selanjutnya terkait mereka yang belum tercover dalam Jamsostek yakni para pekerja migran perlu diperhatikan secar khusus. sebab meraka salah satu kelompok warga negara yang perlu mendapat jaminan sosial, yang mana bila kita lihat buruh migran ini atau yang dikenal juga dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diluar negeri, karena salah satu penyebab migrasinya mereka keluar negeri adalah karena negara selama ini tidak memiliki jaminan sosial untuk para rakyat miskin dan pengangguran, bahkan banyak ditemukan motivasi mereka keluar negeri adalah untuk pendidikan, biaya perobatan anggota keluarga, untuk modal usaha dan persiapan modal pensiun di hari tua. Ini menunjukan bahwa saat ini banyak masyarakat kalangan bawah tidak memiliki jaminan sosial dan program-program pemerintah seperti jamkesmas dan pendidikan gratis tidak terlaksana dengan baik. Sehingga dibutuhkan suatu perlindungan terhadap para TKI, dan untuk melaksanakan perlindungan tersebut Indonesia telah Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang

Penenmpatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri, namun satu undang-undang terkait perlindungan terhadap TKI ini sendiri hingga kini belum bisa memberikan perlindungan yang maksimal terkait jaminan sosial bagi TKI. Sebab Jaminan perlindungan yang diberikan pemerintah kepada mereka saat ini hanyalah jaminan asuransi yang dibayar sendiri oleh para TKI ketika akan berangkat keluar negeri, dengan membayar Rp.400.000/orang TKI tidak mendapatkan perlindungan secara holistik karena skim asuransi yang diberikan saat ini lebih bersifat ganti rugi setelah kejadian, bukan pada kondisi yang mereka perlukan sehingga dirasakan skim asuransi saat ini lebih membebankan TKI dan menguntungkan pihak tertentu di tengah minimnya perlindungan yang diberikan kepada TKI. Disaat pemerintah kesulitan menanggung beban biaya perlindungan TKI, ada pihak lain yang menikmati dana segar milik TKI yang sudah pasti menguntungkan, karena diperkirakan tingkat klaim TKI tidak sampai 5 % dari jumlah peserta. TKI merupakan kelompok rentan yang sangat memerlukan perhatian dan jaminan sosial, karena sebagain besar dari mereka adalah pekerja informal, perempuan dan berpendidikan rendah dan bekerja jauh diluar negeri yang sangat memerlukan jaminan atas hak-hak mereka, karena di beberapa negara tujuan bekerja hak-hak mereka sebagai pekerja tidak diakui karena posisi tawar yang rendah dan perlindungan yang diberikan kurang maksimal sehingga TKI kita sering di pandang sebelah mata dan diperdagangkan dengan mudahnya oleh para agen yang meraup keuntungan dari posisi rentan TKI. Dengan dimasukannya golongan TKI pada jaminan sosial pemerintah maka jaminan sosial yang diberikan akan lebih bersifat holistik, bahkan bila perlu pemerintah membentuk khusus lembaga seperti Trust Fund yang dapat mengelola dana asuransi TKI dengan sistem wali amanat sehingga TKI dapat merasakan langsung jaminan sosial yang mereka perlukan, karena mereka memiliki kontribusi yang nyata dan telah menyisihkan dana mereka untuk kepentingan mereka sendiri, jumlah TKI yang mencapai 3 juta orang merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik oleh pemerintah sehingga dana yang terhimpun dapat dikelola dengan maksimal dari TKI untuk TKI. Sehingga dapat kita lihat dari penjelasan diatas ditemukan bahwa antara das sollen dan das sein tidak ditemukan kecocokan bahwa disatu sisi Undang-Undang Dasar 1945 sebagi konstitusi tertinggi di Indonesia mengatakan betapa pentingnya jaminan siosial bagi seluruh rakyat Indonesia kemudian Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional jo. Undang-undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial jo

Undang-undang no. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai bentuk pengaturan dari penyelenggaraan jaminan sosial yang diamanatkan oleh Konstitusi namun tidak dapat memberikan jaminan sosial secara maksimal khususnya terhadap para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja diluar Negeri, begitu juga pengaturan yang dijalankan oleh Undangundang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri sebagai dasar pemberian perlindungan negara terhadap terhadap para TKI.

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis Salah satu tujuan negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Dengan adanya tujuan ini, menandakan negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia, sebagai negara kesejahteraan, bertanggung jawab untuk pemenuhan kesejahteraan rakyatnya, karena ciri utama dari negara kesejahteraan adalah munculnya kewajiban Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. 113 Konsep negara kesejahteraan ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state atau negara penjaga malam. Dalam konsepsi legal state atau

Comment [a24]: Kalau yang dijadikan Landasan filosofis adalah konsep negara kesejehteraan, kemukakan pemikiran founding fathers soal konsep tersebut (missal: Hatta dengan konsep negara pengurus, lihat di Risalah Sidang BPUPKI terbitan Setneg tahun 1992, atau buku Lahirnya UUD 1945 dari Ananda B. Kusuma (cari di perpus), termasuk dari tujuan negara. Teori2 HAM, jaminan sosial, pindahkan untuk melengkapi Bab II, Jadi sub bab ini, berisi urgensi filosifis dari kaidah2 filosofis Indonesia, termasuk Pancasila, pengaturan HAM di UUD 1945.

113

E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Pusaka Tinta Mas, Surabaya, 1998, hlm.11.

negara penjaga malam terdapat prinsip staatsonhouding atau pembatasan peranan negara dan Pemerintahan dalam bidang politik yang bertumpu pada dalil the least government is the best government, dan terdapat prinsip laissez faire, laisses aller dalam bidang ekonomi yang melarang negara dan Pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat (staatbemoeienis). Pendeknya the state should intervenses as little as possible ini peoples live and business.114 Akibat pembatasan ini Pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif, sehingga sering disebut negara penjaga malam (nachtwakeerstaat atau nachtwachtersstaat). Adanya pembatasan negara dan Pemerintah ini dalam praktiknya ternyata berakibat menyengsarakan kehidupan warga negara, yang kemudian memunculkan reaksi atas kerusuhan sosial. Dengan kata lain, konsepsi negara penjaga malam telah gagal implementasinya. 115 Akibat kegagalan implementasi tersebut muncul gagasan yang menempatkan Pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya, yaitu welfare state. Di dalam welfare state, negara harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi setiap orang terjamin. Dengan demikian pemerintah harus memberikan perlindungan bagi warganya bukan hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang sosial ekonomi. Jadi, di dalam welfare state,pemerintah diberi diserahi penyelenggaraan kesejahteraan umum.
116

bestuurzorg, yaitu

Indonesia, sebagai negara kesejahteraan, memiliki kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi rakyatnya. Kewajiban ini diakomodir oleh founding fathers dalam pembukaan UUD 1945 sebagai salah satu tujuan dari negara. Tujuan ini selaras dengan nilainilai yang terdapat di dalam Pancasila, yang oleh Presiden Soekarno, dikatakan sebagai dasar daripada negara republik Indonesia, suatu Weltanscahauung.117 Nilai tersebut adalah nilai yang terdapat dalam sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial, welfare state, dan kesejahteraan umum merupakan hal yang saling terkait. Hubungan antara keadilan sosial dan welfare state dapat kita lihat, salah satunya, dari pendapat Moh. Hatta. Menurut beliau keadilan sosial merupakan salah satu tujuan dan merupakan tujuan yang terakhir
AP Le Sueus dan JW Herberg, Constitutional&Administratif Law. Cavendish Publishing Limited, London, 1995, hlm.53. 115 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2006.,hlm 15. 116 SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok- Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm. 45. 117 Drs. H. Saidus Syahar, S.H., opcit, hlm. 44.
114

dari welfare state.118 Suatu welfare State dapat dikatakan gagal dalam menjalankan fungsinya apabila tidak tercipta suatu keadilan sosial. Hubungan antara keadilan Sosial dan kesejahteraan umum juga sangat erat. Keadilan sosial ,dalam suasana Pancasila dan UUD 1945, tujuannya adalah kesejahteraan umum.119 Hal ini diperkuat oleh pendapat dari Presiden pertama Indonesia, Bung Karno . Dalam salah satu pidato kepresidenannya, sebagai reaksi terhadap pemberontakan PKI 1948 di Madiun, beliau membahas mengenai arti keadilan sosial dalam Pancasila. Keadilan sosial dirumuskan oleh beliau sebagai kesejahteraan umum. Dan itu (kesejahteraan umum) adalah cita-cita dan tujuan negara Indonesia ini!, ungkapnya. 120

Negara Kesejahteraan dan Jaminan Sosial Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy). 121 Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.122 Kebijakan sosial ini mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets)123. Kebijakan sosial yang ditujukan untuk mempromosikan kesejahteraan adalah pelayanan sosial.

118

DR. Mohammad Hatta : Teori Ekonomi, Politik Ekonomi dan Orde Ekonomi:, pidato pengukuhan guru besar ekonomi pada fakultas ekonomi Unpad, 17 Juni 1967 (stensilan), hlm 28-27. Menurut beliau, tujuan dari welfare state adalah:

1. Terlaksananya pekerjaan penuh dalam masyarakat 2. Standard hidup yang selalu bertambah baik 3. Semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi, dengan jalan memerata kemakmuran 4. Keadilan sosial 119 Tom Gunadi, Sistem perekonomian menurut Pancasila dan UUD 45, Angkasa, Bandung, 1985, hlm 156.
120

Bung Karno, Kepada Bangsaku. Panitia Jiwa Revolusi. Jakarta, hlm. 379-380.

Pendapat ini dikeluarkan oleh Bung Karno dalam pidato kepresidenannya sebagai reaksi terhadap pemberontakan PKI 1948 di madiun.
121 122

Edi, Suharto, Op.Cit.hlm.7 (dari teori Sartika) Suharto, Edi (2008), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Social Policy as Public Policy), Bandung: Alfabeta (second edition) , hlm. 1. 123 Edi, Suharto, Op.Cit.hlm.7

Secara ideologis, pentingnya pelayanan sosial dilandasi oleh keyakinan bahwa kebijakan ekonomi dan kebijakan publik lainnya tidak selalu mampu mengatasi masalah sosial secara efektif. Pelayanan sosial adalah wujud nyata dari tindakan sosial dan pengorganisasian sosial sebagai representasi kehendak publik dalam mempromosikan kesejahteraan warga negara.124 Di negara-negara industri maju, seperti AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru, secara tradisi kebijakan sosial mencakup ketetapan atau regulasi pemerintah mengenai lima bidang pelayanan sosial, yaitu jaminan sosial, pelayanan perumahan, kesehatan, pendidikan dan pelayanan atau perawatan sosial personal125. Jaminan sosial (social security) adalah sistem atau skema pemberian tunjangan yang menyangkut pemeliharaan penghasilan (income maintenance). Di AS dan beberapa negara Eropa, seperti Perancis, jaminan sosial umumnya menyangkut asuransi sosial (social insurance), yakni tunjangan uang yang diberikan kepada seseorang sesuai kontribusinya yang biasanya berupa pembayaran premi. Asuransi kesehatan, pensiun, kecelakaan kerja, dan kematian adalah beberapa contoh asuransi sosial. Di negara lainnya, jaminan sosial mencakup bantuan sosial (social assistance), yakni bantuan uang atau barang yang biasanya diberikan kepada kelompok miskin tanpa mempertimbangkan kontribusinya. Anak telantar, jompo telantar, penyandang cacat yang tidak mampu bekerja biasanya merupakan sasaran utama bantuan sosial. Sebagai pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan sosial merupakan sektor kunci dari sistem negara kesejahteraan berdasarkan prinsip bahwa negara harus berusaha dan mampu menjamin adanya jaring pengaman pendapatan (financial safety net) atau pemeliharaan pendapatan (income maintenance) bagi mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana dinyatakan Thompson (2005: 40): It is argued that no-one in a civilized society should be in a position where they cannot afford the basic

124 Edi suharto, Suharto, Edi (2008), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Social Policy as Public Policy), Bandung: Alfabeta (second edition) , hlm. 8. 125 Suharto, Edi (2007a), Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab

Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility), Bandung: Refika Aditama, Hlm. 160.

necessities of life. Dalam sebuah masyarakat yang beradab, tidak boleh ada seorangpun yang berada dalam posisi dimana mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.126 Dalam hidupnya, manusia menghadapi ketidakpastian, baik ketidakpastian yang bersifat spekulasi maupun ketidakpastian murni yang selalu menimbulkan kerugian. Ketidakpastian murni inilah yang seringkali disebut dengan resiko. Resiko terdapat dalam berbagai bidang, dan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu resiko fundamental dan resiko khusus. Resiko fundamental ini bersifat kolektif dan dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti resiko politis, ekonomis, sosial, hankam, dan internasional. Sedangkan resiko khusus, sifatnya lebih individual karena dirasakan perorangan, seperti resiko terhadap harta benda, diri pribadi, kegagalan usaha. Untuk menghadapi resiko ini tentunya diperlukan suatu instrumen atau alat yang setidak-tidaknya akan dapat mencegah atau mengurangi timbulnya resiko itu. Instrumen atau alat ini disebut dengan jaminan sosial.127 Hak atas Jaminan Sosial adalah Hak Asasi Manusia Hak atas jaminan sosial pada dasarnya adalah salah satu hak asasi manusia. Ia berbicara mengenai hak hidup. Tidaklah patut jika seseorang dibiarkan mati secara perlahan karena kemiskinan dan ketidakmampuan untuk bekerja demi menghidupi diri sendiri. Setiap manusia berhak untuk memiliki standar kehidupan yang layak, yang menjangkau hak atas kesehatan, hak atas perumahan, hak atas pendidikan, dan lain-lain. Dalam pemahaman yang luas, hak atas jaminan sosial berbicara tentang perlindungan dan penjaminan ketersediaan kebutuhan hidup demi pemenuhan standar kehidupan yang layak. Karena itulah hak atas jaminan sosial adalah salah satu bentuk hak asasi manusia di bidang ekonomi, sosial, budaya. Hak ini muncul dari tuntutan, sebuah tuntutan agar Negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang. Negara dituntut berperan aktif agar hak tersebut terpenuhi dan tersedia. Keterlibatan Negara disini harus menunjukkan tanda positif (+), tidak boleh menunjukan tanda negatif (-),

126 Edi suharto, Suharto, Edi (2008), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Social Policy as Public Policy), Bandung: Alfabeta (second edition) , hlm. 10. 127

Lalu Husni, S.H., M. Hum, Dasar-Dasar hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 1993, hlm. 98.

maka hak ini sering disebut hak positif. Jadi untuk memenuhi hak ini, Negara wajib menyusun dan menjalankan program-program bagi pemenuhan hak tersebut128. HAM bukanlah sesuatu yang terbagi dan dapat dipisahkan. Tiap-tiap hak saling bergantung dan saling terkait. Begitupula hak atas jaminan sosial yang mempunyai banyak keterkaitan dengan hak-hak lainnya. Hak atas jaminan sosial ini menjadi sarana untuk mendapatkan hak-hak lainnya. Dalam perspektif hak asasi di bidang sipil dan politik, hak atas jaminan sosial mengandung aspek perlindungan hak atas hidup, hak atas keamanan seseorang, dan juga hak atas perlindungan dari siksaan fisik maupun segala bentuk perlakuan tidak manusiawi. Di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, hak atas jaminan sosial berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan, pendidikan, perumahan, dll. Karena itu, pelaksanaan program jaminan sosial seharusnya dilakukan dengan pendekatan hak asasi manusia yang didasari prinsip-prinsip berikut: 1. Cakupan luas, maksudnya program jaminan sosial harus memberi manfaat yang mencakup berbagai hal yang menyebabkan seseorang tidak mampu bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini, misalnya, melingkupi situasi tak bekerja, sakit, usia lanjut, melahirkan, ataupun jaminan hidup bagi anak-anak ketika orang tuanya meninggal dunia. 2. Universalitas dan anti-diskriminasi, maksudnya dapat menjangkau semua orang yang membutuhkan jaminan sosial, tanpa terkecuali dan tidak mendiskriminasi dengan dasar apa pun termasuk perbedaan ras, jenis kelamin, orientasi seks, agama, pandangan politik, maupun status ekonomi. 3. Cukup dan layak, maksudnya manfaat jaminan sosial yang diterima seharusnya cukup dan layak. Misalnya, jaminan kesehatan yang diberikan semestinya dapat membiayai kebutuhan pengobatan selayaknya selama dibutuhkan oleh si penderita.

128 Karel Vasak, seorang ahli hukum Perancis, membantu kita memahami mengenai perkembangan substansi hakhak asasi manusia dengan membagi hak asasi manusia ke dalam tiga generasi. Generasi pertama menunjuk hak sipil dan politik. Termasuk didalamnya hak hidup, keutuhan jasmani, hak kaebebasan, hak bergerak, hak suaka, dsb. Generasi kedua menunjuk kepada hak ekonomi, social, budaya. Termasuk didalamnya hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak ataskesehatan, dsb. Generasi ketiga adalah hak-hak prosedural. Rhona K.M. Smith (ed.), Hukum HAM, Pusham UII, Yogyakarta, hlm 15-16.

4.

Menghormati hak-hak prosedural, maksudnya adalah aturan dan prosedur untuk mendapatkan manfaat jaminan sosial haruslah diatur sedemikian rupa sehingga adil dan masuk akal. Misalnya saja seseorang yang sedang berada dalam keadaan darurat seharusnya memperoleh akses untuk mendapat pelayanan cepat dan efektif129.

Hak atas jaminan sosial seringkali dianggap bagian dari HAM generasi kedua, sehingga menuntut tindakan positif atau aktif dari negara. Konsekuensinya adalah negara harus aktif dalam menyediakan kebutuhan dasar tersebut.130 Peran aktif negara diwujudkan melalui program tepat guna dan tepat sasaran dengan memperhatikan kapabilitas dan sumber daya negara. Dalam lingkup hak asasi manusia, kewajiban untuk memastikan terjaminnya kehidupan yang layak diletakkan pada pundak Negara.

Hak atas Jaminan Sosial, Tenaga Kerja Indonesia, dan Pancasila Hak atas jaminan sosial merupakan hak bagi seluruh warga negara, tanpa terkecuali. Ia merupakan suatu hak yang melekat pada setiap warga negara di manapun dia berada. Tenaga kerja Indonesia (TKI) merupakan bagian dari tenaga kerja negara kita yang memiliki suatu sifat khusus. Sifat khusus ini adalah lapangan pekerjaan mereka berada di luar negeri. Kekhususan dari TKI ini, tidak menghilangkan hak atas jaminan sosial yang harus dipenuhi oleh negaranya. Hal ini sesuai dengan nilai dalam sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh hakekat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.131 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang

129 http://rimanews.com/read/20110513/27669/jaminan-sosial-hak-rakyat-dan-amanah-konstitusi-catatanredaksi, diakses 7 Januari 2012 pukul 20:07:54. 130 Rhona K.M. Smith (et,al), Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2008, hlm. 15. 131 Dr. H. Kaelan, M.S. Pendidikan Pancasila. Paradigma, Yogyakarta, 2003. Hlm. 83.

Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.132 Sila ini mengartikan bahwa keadilan dalam berbagai bidang kehidupan, berlaku bagi Seluruh rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara Indonesia yang berada di luar wilayah negara Indonesia.133 Oleh karena itu, jelas kiranya, Pancasila mengartikan bahwa perbedaan wilayah negara dan batasan yurisdiksi, tidak dapat menjadi dalil pembenar bagi negara untuk tidak dapat memenuhi hak atas jaminan sosial warganya di luar negeri. TKI , sebagai warga negara Indonesia berhak untuk mendapat pemenuhan atas hak jaminan sosialnya.
Comment [a25]: Kemukakan kesimpulan anda tentang urgensi utama perlunya RUU ini dari aspek fillosifis pada paragraph terakhir, sebagai bahan untuk konsideran menimbang huruf a pada draft RUU.

B. Landasan Sosiologis Pekerjaan dan memperoleh penghidupan yang layak merupakan salah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap orang. Pemenuhan akan hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap orang tersebut didukung dengan adanya suatu kebebasan bahwa orang yang bersangkutan berhak atas pekerjaan, memilih pekerjaan, menikmati kondisi kerja yang baik serta perlindungan atas ancaman pengangguran134. Keinginan akan pemenuhan hak atas pekerjaan dan kehidupan sejahtera yang dicitacitakan oleh setiap orang yaitu seluruh rakyat Indonesia membawa suatu dampak atau motivasi maraknya keinginan warga negara Indonesia khususnya kaum perempuan untuk mencari pekerjaan di Luar Negeri dengan alasan utama bahwa tidak memadainya Lapangan Pekerjaan di Indonesia dan besarnya gaji yang diterima dengan bekerja ke luar Negeri. Hal tersebut terbukti dengan diterbitkannya 291.394 kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN)

Comment [a26]: Subabab ini mengacu pada kajian empiris pada bab 2. Jadi pada subab ini, berikan analisis anda terhadap fakta2 empiris dalam kajian empiris di bab II.

132 133

Prof. Darji Darmodihardjo, opcit. Hlm 46. Prof. Darji Darmodihardjo, Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1991, hlm. 46. 134 I Wayan Pageh, Permasalahan Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

22 Juni 2008 dimuat dalam http://www.bnp2tki.go.id/hasil-penelitian-mainmenu-276/226-, diunduh pada 25 Desember 2011, pukul 10.25 WIB.

sepanjang 2011 yang mengindikasikan bahwa terdapat TKI sejumlah itulah yang berangkat bekerja ke luar negeri pada tahun ini135. Keadaan semacam ini tentunya menimbulkan suatu konsekuensi dalam hal bagaimana kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dalam rangka perlindungan serta pemenuhan akan jaminan hak-hak dasar daripada Tenaga Kerja Indonesia itu sendiri. TKI sebagai salah satu unsur dari tenaga kerja yang memiliki peranan yang penting dalam pembangunan Nasional tentunya berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial dalam rangka mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang dalam hal ini TKI adalah rakyat Indonesia yang berada di luar wilayah Indonesia.

a. Penerapan Jaminan Sosial Di Indonesia Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia secara umum dilakukan berdasarkan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia ( warga negara Indonesia) tidak terkecuali warga negara Indonesia yang ada di luar negeri, jaminan sosial yang diterima oleh warga negara Indonesia itu meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, serta dana Pensiun136. Jaminan sosial tersebut kemudian dilaksanakan dalam dua bentuk program yang disebut dengan Bantuan Sosial yang diberikan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta jaminan sosial yang mana pembiayaannya dilakukan oleh negara melalui pemerintah dan asuransi sosial yang diberikan kepada peserta dan keluarganya yang pendanaannya dihimpun dari iuran guna memberikan perlindungan dalam resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan keluarganya, program asuransi sosial biasanya diterapkan untuk melaksanakan jaminan sosial bagi pekerja dan pemberi kerja yang memiliki hubungan Industrial137.

135

Zul

BP3TKI

Jakarta

Terbitkan

291.394

KTKLN

Sepanjang

2011

dimuat

dalam

http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/6006, Jumat, 23 Desember 2011, Pukul 17.00 WIB diunduh pada 25 Desember 2011, pukul 10.45 WIB.
136

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca reformasi, Sinar Grafika : Jakarta, 2009. Hlm. 126
137

Dalam penerapannya, jaminan sosial di Indonesia ini banyak mengalami kendala-kendala yaitu : 1. Optimalisasi jaminan sosial di Indonesia masih rendah baik dalam hal kepesertaan, program, maupun manfaatnya. Hal ini mengakibatkan banyaknya risiko sosial-ekonomi yang semakin besar seperti meledaknya angka pengangguran di Indonesia. Padahal dalam prinsipnya jaminan sosial adalah hak atau kebutuhan dasar setiap warga negara, kaya maupun miskin, tua maupun muda, sakit maupun sehat. 2. Tidak harmonisnya komitmen dari berbagai pihak untuk menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia yaitu tidak dilandasi dengan konsistensi untuk melaksanakan komitmen tersebut baik dari sisi Peran pemerintah, inisiatif DPR/MPR, komitmen dan konsistensi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan moral force dari masyarakat138.

b. Penerapan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan TKI di Luar Negeri Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya, program Jamsostek ini meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua program Jamsostek ini diselenggarakan bagi para pekerja yang bekerja dalam sektor/ perusahaan swasta yang memberikan kewajiban bagi pemberi kerja dan pekerja yang ada di Indonesia untuk menjadi peserta dalam program ini139.

138 139

Ibid. Guntur Pawoko, dkk. 2003. Desain Sistem perlindungan sosial terpadu diterbitkan oleh : Direktorat

Kependudukan, Kesejahteraan Sosial dam Pemberdayaan Perempuan (BAPPENAS),hlm.7

Sedangkan penyelenggaraan program jaminan kesejahteraan bagi Pegawai Negeri Sipil dilakukan melalui program penyelenggaraan asuransi sosial bagi PNS yang dilakukan oleh PT. Taspen, meliputi Dana Pensiun, Tabungan Hari Tua, Asuransi Kematian, Uang Duka Wafat dan Bantuan untuk Veteran yang pendanaannya itu dibebankan kepada APBN. Sasaran program jaminan sosial hari tua/pensiun yang dilaksanakan oleh PT (Persero) Taspen adalah semua Pegawai Negeri Sipil, kecuali PNS di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan. 140 Selain dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) jaminan sosial tenaga kerja lainnya yaitu Program kesejahteraan bagi anggota TNI yang dilaksanakan oleh PT. ASABRI , program kesejahteraannya meliputi Pemberian Pensiun, dan program Tabungan Hari Tua (THT) bagi anggota dan mantan Prajurit TNI dan POLRI, serta yang terakhir telah dilaksanakan adalah Askes Sistem Asuransi Kesehatan (yang diselenggarakan oleh PT Askes), untuk memberikan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan yang diberikan antara lain, konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum dan atau paramedis, pemeriksaan dan pengobatan gigi, dan lainnya. menyelenggarakan asuransi kesehatan sosial bagi pegawai negeri sipil, pensiunan, veteran dan perintis kemerdekaan, dan juga menyelenggarakan Asuransi kesehatan secara komersial untuk perusahaan swasta yang memerlukan jaminan pemeliharaan kesehatan karyawan141. Dari berbagai uraian pelaksanaan jaminan sosial yang telah dipaparkan di atas kita dapat melihat bahwa ternyata dalam praktiknya jaminan sosial yang diberikan oleh negara dalam ketenagakerjaan masih terfokus pada sektor tenaga kerja yang berada pada jangkauan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia saja yaitu Tenaga Kerja Swasta dan keluarganya yang memiliki hubungan Industrial di Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI dan veterannya dengan berbagai jenis jaminan sosial yang mereka terima sedangkan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang sering disebut dengan TKI belum memperoleh penyelenggaraan jaminan sosial yang selama ini telah diselenggarakan oleh pemerintah, selama ini pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia secara umum
140 141

Ibid. hlm. 9 - 10. Loc.Cit.hlm. 10-11.

meliputi program-program yang ditujukan hanya bagi mereka yang bekerja di sektor formal saja, beberapa program jaminan sosial tersebut baru mencakup sebagian kecil masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar elemen masyarakat Indonesia belum terlindungi oleh jaminan sosial khususnya bagi mereka yang bekerja di sektor informal, masyarakat miskin dan kaum rentan seperti TKI142. Pelaksanaan jaminan sosial bagi TKI sebagaimana disebut sebelumnya masih belum dapat dilaksanakan secara maksimal dan menyeluruh. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam praktiknya, jaminan sosial yang diperoleh oleh TKI ternyata tidak sesuai dengan Jaminan sosial yang seharusnya diperoleh sebagai warga negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh warga negara Indonesia. Sejauh ini jaminan sosial bagi TKI dilakukan dalam bentuk asuransi tenaga kerja Indonesia bukan dalam bentuk suransi sosial yang bekerja di luar negeri yang pembiyaannya itu dibebankan kepada penyalur tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) dengan jaminan meliputi jaminan kematian sebesar Rp 50 juta, dan jaminan untuk sakit hingga Rp 25 juta yang mana jumlah tersebut termasuk biaya pada saat pra pemberangkatan, masa kerja selama dua tahun kontrak kerja, hingga pasca pemberangkatan TKI yaitu ketika sampai di Indonesia143. Dalam praktiknya pelaksanaan dari asuransi TKI yang belum mencakup keseluruhan hakhak dari tenaga kerja pada umumnya pun tidak berjalan sebagaimana mestinya artinya bahwa banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti pada proses penunjukkan dan pelaksanaan perlindungan oleh satu-satu konsorsium proteksi TKI yang dilakukan oleh perusahaan swasta yang pada dasarnya bukan penyelnggara dari jaminan sosial, pemungutan uang premi kepada TKI, tidak diperolehnya polis asuransi atas pembeyaran premi yang dilakukan oleh PPTKIS bagi para TKI yang bersangkutan yang mengakibatkan para TKI susah untuk melakukan klaim asuransi144.
142

Marzuki Alie, BPJS dan Amanat Konstitusi dimuat dalam http://www.anggota.dpr.go.id/ketua/,

tanggal 27 Juli 2011, diunduh pada tanggal 28 Desember 2011,pukul 11.23 WIB.
143 Taufik Rachman dan Prima Resti, Asuransi TKI dibayar oleh Penyalur TKI dimuat dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/06/15/lmua42c-asuransi-tki-dibayar-oleh-penyalur-tki, tanggal 15 Ju ni 2011 diunduh pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 11.45 WIB. 144 Pusat Sumber Daya Buruh Migran, Kontroversi Asuransi TKI harus dituntankan dikutip dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/132498, tanggal 18 Januari 2011 yang dimuat pada

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program asuransi yang selama ini dijalankan untuk memberikan jaminan sosial bagi TKI berdampak kepada permasalahan-permasalahan yang timbul terkait dengan TKI seperti kurang terlindunginya TKI diberbagai negara tujuan contoh Arab Saudi para TKI terlantar harus tinggal dikolong jembtan fly over di Kandara, Jeddah hingga berbulan-bulan, menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, kebanyakan buruh migran yang terlantar adalah perempuan akibat dari gaji yag tidak dibayar, dipaksa bekerja melebihi aturan jam kerja dan dianiaya majikan sampai berujung kepada kematian145. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia saat ini cukup kompleks. Hal ini ditandai dengan masih besarnya jumlah penganggur terbuka dan setengah penganggur serta rendahnya kualitas maupun produktivitas kerja. Masalah-masalah tersebut berimplikasi pada masih rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja. Pengaruh atau dampak kondisi perekonomian dan keamanan di dalam maupun luar negeri juga menambah kompleksnya masalah di bidang ketenagakerjaan. Permasalahan ketenagakerjaan tentunya memiliki dampak yang bersifat multidimensional karena hal ini berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, politik, hukum, dan bahkan keamanan negara. permasalahan ketenagakerjaan tersebut, baik di dalam negeri maupun yang melibatkan TKI di luar negeri, seakan tak kunjung terselesaikan, permasalahan TKI semakin banyak mencuat dan bahkan menimbulkan konflik serta polemik berkepanjangan146. Adapun kasus-kasus yang melibatkan TKI di Luar Negeri adalah 147 : 1. Ceriyati Ceriyati adalah seorang TKW di Malaysia yang mencoba kabur dari apartemen majikannya. Ceriyati berusaha turun dari lantai 15 apartemen

http://www.buruhmigran.or.id/2011/01/kontroversi-asuransi-tki-harus-dituntaskan/, diunduh pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 12.04 WIB. 145 Ibid. 146 Andrian Novery, Kilas Balik 2011 Ketenagakerjaan dan Transmigrasi : Upaya Mengurai Benang Kusut Masalah Pengangguran
147

dimuat dalam http://www.suarakaryaonlie.com/news.html_tki.htm, Rabu, 07

Desember 2011 diunduh pada tanggal 26 Desember 2011, pukul 20.00 WIB. Tenaga kerja Indonesia dimuat dalam http://www.wikipedia.com/tenaga-kerja-indonesia.htm., 24 Juni 2011 diunduh pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 13.26 WIB.

majikannya karena tidak tahan terhadap siksaan yang dilakukan kepadanya. Dalam usahanya untuk turun Ceriyati menggunakan tali yang dibuatnya sendiri dari rangkaian kain. Usahanya untuk turun kurang berhasil karena dia berhenti pada lantai 6 dan akhirnya harus ditolong petugas Pemadam Kebakaran setempat. Tetapi kisahnya dan juga gambarnya (terjebak di lantai 6 gedung bertingkat) menjadi headline surat kabar Indonesia serta Malaysia, dan segera menyadarkan pemerintah kedua negara adanya pengaturan yang salah dalam pengelolaan TKI. 2. Ruyati Ruyati adalah seorang TKW asal Bekasi, Jawa Barat di Arab Saudi yang membunuh majikannya. Dia berusaha membunuh ibu majikannya yang bernama Khairiyah Hamid yang berusia 64 tahun karena merasa tidak tahan dengan kekejamannya. Pembunuhan itu dilakukan dengan cara membacok kepala korban beberapa kali dengan pisau jagal dan kemudian dilanjutkan dengan menusuk leher korban dengan pisau dapur. Lalu, Ruyati melaporkannya ke KJRI di Jeddah. Pada 18 Juni 2011, Ruyati tewas dihukum pancung di Arab Saudi akibat perbuatannya itu. Namun yang menjadi ironis nya lagi bahwa jenazah Ruyati sulit untuk dipulangkan ke Indonesia berdasarkan sejarah selama ini korban pemancungan tidak ada yang pernah bisa kembali ke tanah airnya. Meski demikian, pihaknya terus melakukan upaya agar jenazah Ruyati, TKI yang dijatuhi hukuman pancung di Arab Saudi, bisa dikembalikan ke Tanah Air dan diserahkan kepada keluarga. 3. Darsem Seorang TKW asal Subang, Jawa Barat di Arab Saudi yang membunuh majikannya. Dia terancam hukuman mati karena membunuh. Hukuman ini dapat diperingan dengan membayar diyat atau tebusan senilai Rp4,7 miliar. Rupanya, Darsem belum sepenuhnya bebas dari hukuman secara maksimal meski telah membayar tebusan. "Uang itu hanya untuk membebaskan Darsem dari hukum pancung," kata Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur saat melakukan rapat dengan pendapat dengan Komisi I Bidang Luar Negeri di Jakarta, Kamis 23 Juni 2011. 4. Tuti Tursilawati

Tuti Tursilawati, TKI asal Desa Cikeusik-Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang juga bernasib sama dengan TKI TKI sebelumnya iya juga menghadapi ancaman hukuman mati karena dituduh melakukan pembuhunan. Tuti Tursilawati diberangkatkan ke Arab Saudi oleh PT Arunda Bayu pada 5 September 2009 dengan nomor paspor AN 169210 dan dipekerjakan di keluarga pengguna (majikan) Suud Malhaq Al Utaibi, Kota Thaif, Arab Saudi, sebagai TKI penata laksana rumah tangga menggunakan jasa agensi di Arab Saudi yaitu "Adil for Recruitment". Pada 11 Mei 2010, Tuti diketahui melakukan pembunuhan atas Suud Malhaq Al Utibi dengn cara memukulkan sebatang kayu kepada Suud di rumahnya, yang diakibatkan adanya tindak pelecehan seksual kepada Tuti oleh majikannya. Atas peristiwa pembunuhan itu, Tuti kemudian kabur sekaligus membawa uang senilai 31.500 Real Saudi berikut satu buah jam tangan dari rumah keluarga majikannya. Tuti selanjutnya ditangkap aparat kepolisian di tempat lain. Tuti juga ditahan di penjara Kota Thaif sampai saat ini.148 5. Nuraeni Nuraeni, tenaga kerja Indonesia asal Desa Selebung Ketangga,

Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Nuraeni Wanita berusia tiga puluh tiga tahun ia bekerja di Sibu Sarawak Malaysia sebagai pembantu rumah, selama bekerja disana ia telah mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya, tangga.Tangan, kaki dipukuli pakai sapu lidi dan muka juga ditampar, sampai biru memar-memar, Tak hanya disiksa, ia juga tidak digaji oleh sang majikan selama satu tahun. Awalnya Nuraeni dijanjikan oleh agen di Jakarta digaji satu bulan 450 RM. Tetapi setelah saya bekerja, gaji yang dijanjikan tidak pernah ada melainkan penganiayaan yang ia terima karena merasa tidak kuat dengan penganiayaan yang diterimanya maka Nuraeni kemdian kabur dari rumah majikannya149.

148 Elin Yunita Kristianti, ancaman Pancung Tuti : BJ Habibie Temui Pangeran arab Berpengaruh http://nasional.vivanews.com/news/read/274808-habibie-temui-pangeran-arab-berpengaruh,25 dimuat dalam Desember 2011, diunduh pada 28 Desember 2011, pukul 13.27 WIB. 149 Elin Yunita Kristianti, Disiksa majikan TKW kabur dari Malaysia dimuat dalam http://nasional.vivanews.com/news/read/274509-disiksa-majikan--tkw-kabur-dari-malaysia, 23 Desember 2011, diunduh tanggal 28 Desember 2011, Pukul 14.01 WIB.

Dari berbagai macam permasalahan serta kasus-kasus yang terjadi pada TKI di luar negeri sebagaimana diuraikan di atas maka hal tersebut menunjukkan pelaksanaan jaminan sosial bagi tenaga kerja khususnya tenaga kerja Indonesia yang ada di luar negeri belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan program jaminan sosial yang selama ini telah diterima oleh TKI di luar negeri masih sangat rendah dari beragai macam aspek. Adanya program asuransi TKI tidak menyentuh seluruh lapisan Tenaga kerja Indonesia. Masih banyak terdapat TKI yang tidak mendapatkan asuransi bahkan mereka tidak mengetahui akan adanya asuransi tersebut. Proses pengklaiman hak atas asuransi tersebut juga mengalami kendala di berbagai sisi. Proses pengklaiman dilakukan oleh pialang asuransi. Adanya berbagai macam jalur birokrasi dalam program asuransi ini sngat menyulitkan bagi TKI. Program asuransi ini pada dasarnya tidak berasaskan pada sistem jaminan sosial. Asuransi yang seharusnya di dapatkan oleh TKI adalah asuransi sosial sebagai bentuk jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Artinya adalah pemerintah harus turut serta terhadap berbagai macam aspek pengelolaan asuransi. Perbedaan prinsip yang digunakan mengakibatkan perbedaan pelaksanaan asuransi. Hal ini ditandai dengan pengelolaan asuransi TKI yang dilakukan oleh pihak swasta yaitu konsorsium asuransi TKI bukan oleh negara secara langsung. Selain itu, kendala-kendala yang muncul juga dipengaruhi dengan faktor pembiayaan jaminan sosial, akses jaringan komunikasi TKI dengan pihak Indonesia, dan juga perbedaan batas wilayah negara serta tidak suatu lembaga yang disediakan untuk mengatur masalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi TKI di Luar Negeri yang langsung bekerja sama dengan organ yang ada di negara tujuan penerima TKI sehingga Negara menjadi sulit memberikan akses pemenuhan jaminan sosial yang bersifat nasional bagi mereka. Apabila kita kaitkan keberadaan TKI dengan peran serta yang diberikan terhadap pembangunan sosial dapat dinilai bahwa pelaksanaan jaminan sosial bagi TKI pun belum sejalan dengan sumbangan pada devisa negara yang mereka berikan. Pemasukan devisa yang dihasilkan dari remitansi yang dikirimkan TKI sampai akhir

tahun 2009 mencapai US$ 6.615.321.274 sampai akhir tahun 2009 TKI sumbang devisa Negara terbesar kedua setelah sektor minyak dan gas.

C. Landasan Yuridis Jaminan sosial bagi tenaga kerja sangatlah dibutuhkan. Jaminan sosial adalah suatu amanat dari konstitusi kita. Hal ini tercantum di dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. Sangat pentingnya suatu jaminan sosial terkhusus pada tenaga kerja adalah karena dalam kegiatan apapun tenaga kerja (buruh) selalu menjadi korban. Buruh adalah subjek yang paling mudah untuk dikebiri150. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat151. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain152. Pekerja/buruh bekerja pada pemberi kerja. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badanbadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga Kerja Indonesia (yang selanjutnya disebut dengan TKI) adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah153. Jaminan sosial bagi tenaga kerja sangatlah dibutuhkan. Sangat pentingnya suatu jaminan sosial terkhusus pada tenaga kerja adalah karena dalam kegiatan apapun tenaga kerja (buruh) selalu menjadi korban. Buruh adalah subjek yang paling mudah untuk dikebiri154. Pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab yang sangat besar khususnya mengenai jaminan sosial bagi TKI. TKI adalah sasaran yang sangat empuk untuk dikebiri dibanding tenaga kerja yang bekerja di wilayah dometik NKRI. TKI yang bekerja di luar negeri sangat minim perlindungan dan jaminan baik dari sisi jaminan perlindungan kerja atau pun dari sisi jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini dikarenakan TKI yang bekerja di luar
150 Drs. H. Sutriono, Ketua Serikat Pekerja PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tb.K : Disampaikan dalam hearing pada tanggal 09 Desember 2011 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Lihat Pasal 1 Angka 2 152 Ibid. Pasal 1 Angka 3 153 Ibid. Pasal 1 Angka 1 154 Loc.cit Drs. H. Sutriono,

negeri tidak dapat di awasi secara langsung oleh pemerintah pusat ataupun perwakilan pemerintah melalui kedutaan besar Republik Indonesia di negara-negara tempat tujuan TKI. Pemerintah tidak mempunyai jurisdiksi yang luas untuk mengawasi dan melakukan perlindungan bagi TKI yang bekerja. TKI yang bekerja tunduk pada hukum yang ada di negara tujuan. Proteksi negara Indonesia atas setiap perilaku, tindakan yang dilakukan oleh TKI ataupun pemberi kerja tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Namun demikan telah ada Instrumen hukum Internasional yang mengatur akan Jaminan Sosial sebagaimana berikut.
Comment [a27]: Sebaiknya pengaturan dalam instrument HAM internasional dibahas terlebih dahulu dalam Bab III. Jadi subab ini sebagian besar hanya menegaskan kembali hasil evaluasi dari peraturan perundang-undangan. Sub bab ini dapat dimulai dasar kewenangan pembentukan RUU ini, apakah RUU ini merupakan perintah UUD/UU, atau RUU ini merupakan inisiatif Presiden/ atau DPR. Selanjutnya, kemukakan benang merah dari analsis di bab III, misalnya berdasarkan hasil evaluasi pada Bab III terdapat beberapa alasan pentingnya RUU ini: Pertama, peraturan perundang-undangan yang ada telah menjamin adanya jaminan sosial bagi seluruh rakyat, misalnya dalam pasal sekian UUD 1945, diperkuat dari berbagai instrument internasional. Kedua, walauapun terdapat jaminan sosial bagi seluruh rakyat (warga negara Indonesia), namun peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan sosial tidak mencakup jaminan sosial bagi TKI yang bekerja di luar negeri. Ketiga, terdapat pengaturan mengenai asuransi TKI sebagaimana diatur dalam UU 39/2004 dan Per.menakertrans mengenai asuransi bagi TKI. Namun demikian, program asuransi tersebut tidak sama dengan jaminan sosial nasional sebagaimana diatur dalam UU SJSN. Dst. Paragfraf terakhir dari subab ini harus menyajikan urgensi yuridis diperlukannya RUU ini, misalnya peraturan perundang-undangan yang ada belum mengatur jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Kesimpulan tersebut akan dijadikan bahan dalam konsideran menimbang huruf c dalam draft RUU.

1. Pasal 22 25 UDHR Article 22 Everyone, as a member of society, has the right to social security and is entitled to realization, through national effort and international co-operation and in accordance with the organization and resources of each State, of the economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development of his personality.

Article 23 Everyone has the right to work, to free choice of employment, to just and favourable conditions of work and to protection against unemployment. Everyone, without any discrimination, has the right to equal pay for equal work. Everyone who works has the right to just and favourable remuneration ensuring for himself and his family an existence worthy of human dignity, and supplemented, if necessary, by other means of social protection. Everyone has the right to form and to join trade unions for the protection of his interests.

Article 24 Everyone has the right to rest and leisure, including reasonable limitation of working hours and periodic holidays with pay.

Article 25 Everyone has the right to a standard of living adequate for the healthand wellbeing of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control. Motherhood and childhood are entitled to special care and assistance. All children, whether born in or out of wedlock, shall enjoy the same social protection.

2. International Covenant On Civil And Political Rights Article 8 1. No one shall be held in slavery; slavery and the slave-trade in all their forms shall be prohibited. 2. No one shall be held in servitude. 3. (a) No one shall be required to perform forced or compulsory labour; (b) Paragraph 3 (a) shall not be held to preclude, in countries where imprisonment with hardvlabour may be imposed as a punishment for a crime, the performance of hard labour in pursuance of a sentence to such punishment by a competent court; (c) For the purpose of this paragraph the term "forced or compulsory labour" shall not include: (i) Any work or service, not referred to in subparagraph (b), normally required of a person who is under detention in consequence of a lawful order of a court, or of a person during conditional release from such detention; (ii) Any service of a military character and, in countries where conscientious objection is recognized, any national service required by law of conscientious objectors; (iii) Any service exacted in cases of emergency or calamity threatening the life or wellbeing of the community; (iv) Any work or service which forms part of normal civil obligations

3. International Covenant On Economic And Social Cultural Rights Article 6

1. The States Parties to the present Covenant recognize the right to work, which includes the right of everyone to the opportunity to gain his living by work which he freely chooses or accepts, and will take appropriate steps to safeguard this right. Article 7 The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to the enjoyment of just and favourable conditions of work which ensure, in particular: (a) Remuneration which provides all workers, as a minimum, with: (i) Fair wages and equal remuneration for work of equal value without distinction of any kind, in particular women being guaranteed conditions of work not inferior to those enjoyed by men, with equal pay for equal work; (ii) A decent living for themselves and their families in accordance with the provisions of the present Covenant; (b) Safe and healthy working conditions; (c) Equal opportunity for everyone to be promoted in his employment to an appropriate higher level, subject to no considerations other than those of seniority and competence; (d ) Rest, leisure and reasonable limitation of working hours and periodic holidays with pay, as well as remuneration for public holidays

4. ILO Convention Paragraph 14 ILO Multirateral Framework on Labour Migration : NonDiscrimination Government and social partners should promote social integration and inclusion, while respecting cultural diversity, preventing discrimination againts migrant workers and taking measures to combat racism and xenophobia155.

Dapat dilihat dari penjabaran diatas bahwa sebenarnya UDHR merinci hak-hak asasi apa saja yang hrus dijamin kedalam ICCPR dan ICESR. Bahwa ICESCR memuat ketentuan HAM di bidang ekonomi, social, dan budaya secara lebih luas dan kompeherensif dibandingkan UDHR. Hak-hak yang diatur didalamnya adalah hak atas pekerjaan, hak atas kondidi pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, hak untuk membentuk dan bergabung
155 Equality at work : Tackling the challenges, Global Report under the follow-up to the ILO Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work 2007 Box 4.10, page 113, From International Labour Office, Geneve

dengan serikat pekerja, hak atas jaminan social, hak atas standar hidup yang layak, hak untuk menikmati kesehatan fisik dan mental, hak atas pendidikan, dan hak untuk ikutserta dalam pendidikan budaya. Yang mana menjadi salah satu titik berat Pembahasan HAM bagi TKI di Luar negeri adalah hak untuk memperoleh pekerjaan dan jaminan social. Sedangkan Secara Nasional pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri. Namun dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan diatas tidak satupun peraturan yang mengatur khusus mengenai sistem jaminan sosial bagi TKI (tenaga kerja migran), yang ada hanyalah pengaturan secara Umum terhadap Tenaga kerja. Padahal sebagaimana telah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya mengenai betapa penting pengaturan khusu mengenai TKI, karena itulah Rancangan Undang-undang Jaminan Sosial bagi TKI ini kami rancang. Didalam menyusun Rancangan Undang-undang Jaminan Sosial bagi TKI (yang selanjutnya akan disebut RUU Jamsos TKI) perlu diperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berada di atas undang-undang yaitu Undang-Undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan yang setara dengan undang-undang, yang memiliki hubungan dengan RUU Jamsos TKI. Dengan menganalisis hubungan tersebut dapat dirancang pasal-pasal di dalam Jamsos TKI yang dipengaruhi oleh atau memengaruhi peraturan perundang-undangan lainnya yang setara. Selain itu, dalam hal diperlukan pengecualian tertentu terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada, maka dapat digunakan asas lex specialis derogat legi generalis yang berarti hukum yang mengatur hal khusus harus didahulukan berlakunya daripada hukum yang mengatur hal umum. Sehingga kemudian RUU Jamsos TKI ini merupakan pengkhususan dari Ketentuan-ketentuan yang telah ada sebelumnya. Adapun pembentukan RUU Jamsos TKI ini sendiri dilakukan atas dasar Ketentuan yang temaktub di dalam UUD 1945, yakni pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 21

yang mengatakan bahwa suatu Rancangan Undang-undang dapat diajukan oleh Presiden maupun DPR yang kemudian akan dilakukan pembahasan terhadap RUU tersebut, sehingga Pasal-pasal tersebut yang menjadi landasan pembentukan RUU Asuransi sosial bagi TKI. Kemudian melihat pula ketentuan yang berkenaan dengan Jaminan Sosial Nasional, yakni Pasal 28 H ayat (1), ayat (2), dan ayat(3)156 serta Pasal 34 ayat (2)157. Selain itu dalam pembentukan RUU Asuransi sosial bagi TKI ini pun mempertimbangkan berbagai hal yang diatur didalam Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) khususnya mengenai skema jaminan social yang kini diberlakukan di Indonesia. Sebab pengaturan mengenai Jaminan Sosial didalam UU SJSN yang ada itu sudah sesuai dengan ketentuan yang menjadi tujuan diberikannya Jaminan sosial158, karena meliputi jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), dan jaminan pensiun159 dengan menggunakan Prinsip Asuransi Sosial. Yang mana Mengenai konstitusionalnya penggunaan prinsip ataupun sistem asuransi sosial itu, MK menyatakan dalam Putusan No 007/PUU-III/2005. Bahwa UU SJSN telah memenuhi pasal 34 ayat (2) UUD 1945, dalam arti sistem yang dikembangkan mencakup seluruh rakyat dan bertujuan meningkatkan keberdayaan rakyat yang lemah dan tidak mampu. meski negara wajib mengembangkan sistem jaminan sosial, namun UUD
156

Comment [a28]: Kemukakan di awal subab ini.

HAM yang merupakan Hak Konstitusional yang menjadi tanggung jawab negara dalam pelaksanaan Jaminan Sosial, dimana TKI sebagai warga negara berhak memperoleh Hak tersebut sebagaimana asas Maximum Protection yang dianut hukum kewarganegaraan dan keimigrasian Indonesia. 157 TKI yang merupakan bagian dari masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan haruslah diberi perlindungan melalui Sistem Jaminan sosial yang telah dikembangkan negara. 158 Zaeni Asyhadie, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga kerja Di Indonesia mengemukakan perumusan jaminan sosial, Jakarta: Rajawali pers, 2008, hlm.33 melalui Sentanoe Kertonegoro, 1986:29 mengutip dari Ketentuan yang dimaksud menurut Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal Internasional Security Assosiation (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Training ISSA, Seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta berjudul Introduction to The Principle of Social Security, yang mengatakan bahwa Jaminan sosial dpat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dam anak. 159 Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Lihat pasal 18 Terdapat Lima program jaminan sosial yang dijalankan oleh pemerintah yang kesemuaannya dilaksanakan dengan tujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.

1945 tidak menganut atau memilih sistem tertentu. Dengan demikian, sistem apapun yang dipakai harus dianggap konstitusional. Akan tetapi walaupun kemudian sistem asuransi sosial yang didanai dari pendapatan pajak telah dipilih oleh UU SJSN. Sistem tersebut memiliki kelemahan dan kekurangan, yakni Asuransi Sosial tersebut tidak bisa menjangkau TKI yang bekerja diluar negeri karena adanya permasalahan Yuridiksi (wilayah yang berada diluar negeri). sehingga sebagai sebuah solusi didalam RUU Jamsostek TKI inipun diadopsi Prinsip yang sama dengan membentuk suatu badan penyelenggara Asuransi sosial seperti halnya Jamsostek yang berdasarkan kepada UU BPJS. Selain itu dengan mempertimbangkan bahwa telah terdapat pula pengaturan didalam UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU Jamsostek) yang mengatur mengenai jaminan sosial bagi para tenaga kerja Indonesia secara umum, dan Penyelenggaraan dari jaminan sosial tersebut yang diatur didalam Undang-undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) maka ketiga undangundang (UU SJSN, UU Jamsostek dan UU BPJS) ini beserta UUD 1945 pasal-pasal terkait Jaminan Sosial, menjadi jiwa dari seluruh ketentuan di dalam RUU Jaminan sosial TKI. Kemudian selain daripada Jaminan Sosial bagi TKI Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pemenuhan hak atas pekerjaan bagi warga negaranya. Sehingga terhadap hal ini diatur pula didalam RUU Jaminan TKI terkait dengan materi muatan yang berkaitan dengan bagaimana perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah, dengan mempertimbangkan UU No.39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri y6ang pengaturan lebih lanjutnya diatur melelui peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi. Dimana undang-undang ini mengatakan bahwa pemberian perlindungan terhadap TKI diluar negeri adalah merupakan tugas, tanggung jawab, dan kewajiban pemerintah.160 Dikatakan bahwa pemerintah bertugas mengatur, membina melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI diluar negeri161 Yang mana perlindungan tersebut dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan pasca penempatan.162 Didalamnya sendiri pengaturan yang esensial adalah pada

160 Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Bab II 161 Ibid, pasal 5 ayat (1) 162 .ibid, Lihat pasal 77 ayat 2

tahap pra penempatan,163 masa tunggu di penampungan, 164 masa penempatan, 165 dan pasca penempatan.166 Yang mana seluruh rangkaian tersebut disebut sebagi proses penempatan TKI, yaitu kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.167 kemudian hal-hal lain yang sifatnya prosedural terkait upah minimum serta Asuransi sosial bagi tenaga kerja secara umum, yang terdapat pengaturannya didalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan akan digunakan sebagai acuan dalam upaya pemberian Asuransi Sosial yang menjadi solusi atas setiap permalahan Jaminan Sosial bagi TKI. maka, Selanjutnya, UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, serta UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan landasan dalam menyusun ketentuan tentang pengelolaan dana serta akuntabilitas dan pengawasan bagi Badan Penyelenggara Asuransi Sosial tersebut terkait Jaminan Sosial bagi TKI yang berada di luar negeri yang berstatus sebagai unit pelaksana teknis Pemerintah. Adapun UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan selain digunakan sebagai pedoman teknis yuridis dalam penyusunan Naskah Akademik 168 dan RUU169 Jamsos TKI. Sehingga pembentukan RUU Asuransi Sosial bagi TKI ini yang merupakan bagian ataupun bentuk pengaturan terhadap Jaminan Sosial yang merupakan bagian perlindungan dasar bagi Para Tenaga Kerja termasuk bagi Para TKI yang bekerja diluar Negeri dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
163

164

Ibid. Bagian kedua Bab V tentang tata cara penempatan Ibid. Bagian keempat 165 Ibid. Bagian kelima 166 Ibid. Bagian keenam 167 Ibid. Angka 3 pasal 1 168 Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, lampiran 1 mengenai teknik penyusunan naskah akademik rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, dan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota. 169 Ibid, lampiran 2 mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.

dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Dan harmonisasi RUU Jamsos TKI ini dengan peraturan perundangundangan yang telah ada tanpa sedikitpun tidak mengurangi manfaat yang sudah diatur, Tidak menambahkan beban pembiayaan yang sudah ada, dengan Memilih paket manfaat yang paling menguntungkan bagi subjek RUU Jamsos Ini dengan Mempertimbangkan kemampuan ekonomi Nasional dan daerah serta Dikonsultasikan dengan direktorat harmonisasi perundang-undangan, kemenkumham.

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI (RUU JAMSOS TKILN) Pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional telah menghasilkan banyak kemajuan, di antaranya telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat. Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkhusus pada penyelenggaraan jamian sosial tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap tenaga kerja Indonesia di luar negeri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, gaji tidka dibayar, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun, serta kematian. Saat ini telah ada suatu program asuransi bagi TKI yang dinamakan dengan Asuransi TKI. Akan tetapi, asuransi tersebut tidak sesuai dengan skema jaminan sosial yang dimaksudakan dalam UU SJSN. Selain itu, pelaksanaan Program Asuransi TKI yang telah dilaksanakan selama ini menjadi hak TKI. belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sesuai dengan manfaat program yang
Comment [a29]: Subab A diberi judul Jangkauan, dan Arah Pengaturan, subab B diberi judul materi muatan, yang terdiri dari 1. Ketentuan Umum, 2. Materi pokok (dipecah lagi menjadi beberapa subbab sesuai bab2 yang akan dituangkan dalam draft RUU). 3. Ketentuan Pidana (jika ada) 4.Ketentuan Peralihan, 4. Ketentuan penutup.

Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri yang mampu memberikan perlindungan dan pelayanan bentuk jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri (JAMSOS TKILN). Penyelenggaraan Program JAMSOS TKILN dimaksud agar dapat menjangkau TKI di luar negeri memperoleh program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana yang dinikmati oleh Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di dalam negeri. Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan analisis hukum pada bab-bab terdahulu maka, materi muatan naskah akademik yang disusun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang selanjutnya disebut RUU JAMSOS TKILN, dituangkan dalam bentuk ketentuan umum yang memuat istilah istilah/pengertian pengertian dan materi muatan konsepsi, pendekatan dan asas asas dari materi hukum sebagai berikut :

A. KETENTUAN UMUM 1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 2. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja melalui program penempatan TKI untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. 3. Jaminan sosial Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri yang selanjutnya disebut Jamsos TKILN adalah salah satu bentuk perlindungan sosial berupa santunan uang untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar seluruh TKI di luar negeri yang diselengarakan oleh pemerintah berdasarkan prinsip asuransi sosial. 4. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. 5. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut BPJS TKI adalah badan penyelenggara program jaminan sosial ketenagakerjaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

6. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS TKI untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial TKI. 7. Peserta adalah setiap TKI yang terdaftar di dalam program penempatan TKI baik melalui program penempatan oleh pemerintah maupun perusahaan penyalur TKI swasta yang telah membayar iuran gna memperoleh manfaat Jamsos TKILN. 8. Manfaat adalah faedah Jamsos TKILN yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya. 9. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar dimuka oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah untuk jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja. 10. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. 11. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 12. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. 13. Menteri adalah pejabat negara yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. B. MATERI YANG AKAN DIATUR Penyelenggaraan program Jamsos TKILN dilakukan dengan memperhatikan : a. Asas pelayanan sosial b. Asas asuransi sosial c. Asas keadilan sosial d. Asas gotong royong e. Asas portabilitas
Comment [a30]: Materi pokok yang diatur

f. Asas kerja sama Penyelenggaraan program Jamsos TKILN dilaksanakan dengan tujuan : Memberikan perlindungan serta pemenuhan atas hak-hak dasar dari TKI melalui program Jamsos TKILN yang bersifat menyeluruh dan terpadu guna mencapai kesejahteraan TKI berdasarkan keadilan sosial. Program JamsosTKILN dilaksanakan dengan menggunakan skema asuransi sosial. Secara umum materi muatan Rancangan Undang-Undang jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (RUU Jamsos TKILN) dapat dikelompokkan ke dalam :

Comment [a31]: Sebaiknya dikemukakan pada subab jangkauan dan arah pengaturan. Dalam draft RUU sebaikanya asas2 tersebut dituangkan dalam Penjelasan Umum, karena asas bukanlah norma, jadi bukan materi muatan RUU.

a. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Jamsos TKILN) Jenis program Jamsos TKILN ini meliputi : Jaminan kesehatan Jaminan kecelakaan kerja Jaminan hari tua Jaminan kematian Jaminan perlindungan pemutusan hubungan kerja Jaminan perlindungan gaji tidak dibayar

b. Kepesertaan dan iuran Pada bagian ini mengatur mengenai siapa yang menjadi peserta, mekanisme pendaftaran peserta dan pembayaran iuran atas Program Jaminan Sosial yang menjadi kewajiban pemberi kerja, serta sanksi yang akan dijatuhkan kepada pemberi kerja apabila tidak melaksanakan kewajibannya tersebut.

c. Pengawas dan Penyelenggara Jamsos TKILN Pengawas Jamsos TKILN dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik Indonesia di negaranegara tujuan TKI yaitu Atase Tenaga Kerja yang terdapat di Kedutaan Besar Republik Indonesia maupun Konsulat Jenderal Republik Indonesia di kota-kota negara tujuan. Sedangkan penyelnggara Jamsos TKILN dilaksanakan oleh Bdan Penyelenggara sebagaimaa yang dimasksud dalam UU BPJS.

Comment [a32]: Sebaiknya pengaturan mengenai pengawas diatur tersendiri setelah penyelenggaraan Jamsos (judulnya: pengawasan, termasuk siapa yang menjadi pengawas dan bagaimana mekanisme pengawasannya).

d. Mekanisme Penyelenggaraan Jamsos TKILN Pada bagian ini dibahas mengenai tata cara penyelenggaraan Jamsos TKILN, para pihak yang bekerja sama dalam rangka menyelenggarakan Jamsos TKILN, dan Tata Cara klaim atas risiko sosial yang dihadapi TKI.
Comment [a33]: Dibahaa lebih detail. Judul sebaiknya Penyelenggaraan Jaminan Sosial TKLN

e. Penyelesaian sengketa Penyelesaian sengketa dimaksudkan sebagai langkah represif apabila terjadi perselisihan antara penyelenggara Jaminan sosial tenaga kerja Indonesia di luar negeri dengan peserta Jamsos TKILN yang disebabkan karena Penyelenggara Jamsos TKILN tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak dasar Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Penyelesaian sengketa ini dapat dilaksanakan melalui jalur non litigasi Alternative Dispute Resque yaitu Konsiliasi.
Comment [a34]: Harus dijelaskan siapa yang menjadi konsiliator dan bagaimana mekanismenya.

Sanksi Sanksi diberikan apabila para pihak yang terlibat dalam Penyelenggaraan Jamsos TKILN tidak melaksanakan ketentuan yang telah diatur, sehingga mengakibatkan TKILN tidak mendapatkan Jaminan Sosial TKILN. Sanki tersebut adalah Sanksi Administrasi berupa : 1. Peringatan Tertulis 2. Pencabutan izin usaha Peralihan Dengan diundangkannya aturan dalam RUU ini, maka hal-hal yang tidak diatur di dalam Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UndangUndang ini.
Comment [a35]: Jelasakan dalam hal pelanggaran apa diberikan sanksi tersebut. Comment [a36]: Ketentuan peralihan, mengatur hal2 untuk mencegah kekosongan peraturan, menjamin kepastian hukum atau mengatur hal2 yang bersifat sementara. Jadi dalam hal ini, perlu diatur bagaimana keberadaan asuransi TKI yang sudah ada sampaii kapan berlaku, termasuk pengalihannya kepada BPJS baru. Comment [a37]: Walauapun tidak ditegaskan dalam UU 12/2011, namun perlu ditambahkan ketentuan penutup, misalnya untuk menegaskan waktu paling lambat ditetapkannya peraturan pelaksana UU ini, dan menegaskan kapan UU berlaku, karena melihat kompleksitas masalanya, UU ini agak sukar berlaku pada saat diundangkan. Alternatifnya UU ini berlaku 1 tahun atau dua tahun

Anda mungkin juga menyukai