Anda di halaman 1dari 18

Pemerintah Evaluasi Kerjasama Pengiriman TKI

Jum'at, 19 November 2010 | 14:31 WIB TEMPO/Puspa Perwitasari TEMPO Interaktif, Jakarta --Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memastikan akan mengevaluasi naskah kerjasama pengiriman Tenaga Kerja Indonesia dengan sejumlah negara tujuan. Menurut Presiden, kerjasama yang dibangun selama ini belum memberikan keadilan dan keterbukaan. Pemerintah, kata dia, akan berusaha membuat nota kesepakatan untuk bisa melindungi TKI. " Kami akan meninjau dan mengevaluasi keberadaan TKI di negara tertentu yang memang tidak bisa kita bikin semacam nota kesepakatan" kata Yudhoyono dalam jumpa pers usai Rapat Kabinet Terbatas di Kantor Presiden, Jumat (19/11). Seperti diketahui, pemerintah dihadapkan pada penyelesaian sejumlah kasus kekerasan yang melanda Tenaga Kerja Indonesia. Salah satunya adalah kasus kekerasan dialami Sumiyati, TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat. Kekerasan serupa sebelumnya juga dialami Kikim Komalasari. Kikim tewas dibunuh majikannya di Kota Abha, Arab Saudi. Sebelum dibunuh, Kikim dilaporkan mengalami penganiayaan oleh sang majikan. Kikim dibunuh 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha. Kikim lahir pada 9 Mei 1974, Nomor Paspor AN 010821 masa berlaku 15 Juni 2009 sampai 15 Juni 2012. Presiden mengingatkan, dari dari 3.271.584 warga Indonesia yang bekerja di luar negeri, paling banyak dari Asia Tenggara sekitar 1,6 juta, Timur Tengah 1 jutaan. Dari jumlah itu TKI yang bermasalah ada 4.385 orang. Mereka, kata SBY, memiliki masalah ringan hingga berat. Meski hanya 0,1 persen yang bermasalah, namun Presiden menjanjikan: pemerintah akan tetap memberikan perlindungan. Selain juga, upaya tetap menerjunkan tim investigasi kasus TKI. Evaluasi kontrak kerjasama pengiriman TKI itu akan dilakukan terhadap sejumlah kontrak program tenaga kerja. Diantaranya kontrak pekerja dengan negara dan pengguna. Baik itu perusahaan atau pun rumah tangga, di manapun berada. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar menambahkan negara yang akan dievaluasi kerjasamanya adalah Arab Saudi dan Jordania. Khusus dua negara ini, nantinya akan dibuatkan memoratorium. "Perintahnya semua negara evaluasi total sehingga kita pada satu kesimpulan diteruskan atau tidak," katanya. Untuk memoratorium, Arab Saudi akan dilakukan namun Jordania sudah hampir finalisasi. "finalisasi penyelesaian kasus-kasus Kalau sudah bagus ya buka lagi."

EKO ARI WIBOWO

Handphone Untuk TKI, Perlukah?


02.33 Posted by Feri Sejak mencuatnya kasus penganiayaan Sumiati, TKW asal NTB, yang dilakukan oleh majikannya di Arab Saudi, serta Kikim Komalasari yang dibunuh majikannya, juga di Arab Saudi, membuat pemerintah berencana untuk memberikan handphone (HP) kepada setiap TKI. Rencana ini disampaikan langsung oleh Presiden SBY, dalam sebuah jumpa pers seusai rapat terbatas membahas masalah TKI, di Kantor Presiden, Jakarta (19/11/2010). Menurut Pemerintah, pemberian fasilitas handphone ini, bertujuan untuk memudahkan para TKI, melalukan pelaporan jika mendapat perlakuan yang tidak adil dan tidak baik. Rencana pemerintah untuk memberikan handphone kepada setiap TKI ini, mendapat banyak pertanyaan dan tanggapan pesimis dari masyarakat. Ada yang menganggap rencana pemerintah ini merupakan ide yang tidak cerdas, tidak bermutu, dan lain sebagainya. Pada intinya, masyarakat mempertanyakan dan meragukan keefektifan rencana tersebut. Saya sendiri termasuk orang yang sangat meragukan keefektifan rencana pemberian fasilitas handphone ini. Menurut saya, yang dibutuhkan TKI bukanlah handphone, tetapi jaminan perlindungan. Saat ini, handphone bukan lagi barang mahal yang hanya bisa terbeli dan dimiliki oleh orang-orang kaya. Jadi, tanpa diberi fasilitas handphone pun, saya yakin para TKI sudah punya handphone masing-masing. Selama ini berita yang terdengar, bahwa paspor para TKI disita oleh majikannya, lalu bagaimana dengan handphone mereka nantinya? apakah ada jaminan kalau handphone tersebut tidak akan ikut disita? Dan apakah nantinya, bila ada laporan penyaniayaan akan langsung ditindak lanjuti? Selama perlindungan yang diberikan pemerintah lemah, maka fasilitas handphone itu, tidak akan berarti apa-apa. Kemarin (20/11/2010), di sebuah acara metrotv, saya mendengar kesaksian orang tua seorang TKW yang anaknya meninggal di Arab Saudi. Menurut kabar yang dia terima, anaknya meninggal gara-gara jatuh dari apartemen. Dia sudah berusaha meminta bukti kalau anaknya itu benar-benar meninggal akibat jatuh dari atas apartemen, tapi tidak ditanggapi. Justru, dia disodori sebuah surat perjanjian beserta sejumlah uang, agar tidak memperpanjang masalah anaknya tersebut. Berdasarkan kesaksian bapak ini, jauh sebelum anaknya meninggal, anaknya sudah pernah mengeluhkan kekerasan yang diterimanya itu ke pihak konjen. Namun, justru pihak konjen malah menyarankan untuk segera pulang ke majikannya, karena kalau tidak, dia akan didenda 3000 dollar. Dari kasus di atas, kita bisa menyimpulkan, kalau perlindungan yang diberikan negara bagi para pahlawan devisa, sangat lah lemah, bahkan terkesan tidak peduli. Pantas aja, banyak kasus TKI yang disiksa. Padahal, kalau saya dengar, tenaga kerja dari negara lain juga banyak di sana, namun kenapa mereka jarang mendapat kekerasan? karena negara mereka benar-benar memberikan jaminan perlindungan. Kasihan banget ya, jadi orang indonesia?! Kembali ke masalah pemberian fasilitas handphone bagi TKI. Selama jaminan perlindungan dari pemerintah masih lemah, seperti sekarang, maka pemberian fasilitas handphone tidak akan ada gunanya. Jadi menurut saya, pemberian fasilitas handphone, tidak perlu. Istilah anak sekarang, nggak penting bgt deh..!!!. Bagaimana menurut Anda?

Pemerintah Kaji Ulang Pengiriman Buruh Migran ke Arab


Jum'at, 19 November 2010 | 12:25 WIB Muhaimin Iskandar. TEMPO/Wahyu Setiawan TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah kini sedang mempertimbangkan untuk menghentikan pengiriman buruh migran ke Arab Saudi. Keputusan itu mungkin diambil terkait kabar penyiksaan dan pembunuhan sejumlah tenaga kerja Indonesia di sana. "Itu salah satu solusi, masih kita analisa dulu, belum diputuskan," ujar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar seusai rapat penanganan bencana di Istana Wakil Presiden, Jumat (19/11). Sumiati, salah satu buruh migran di kota Jeddah, disiksa sangat parah dan mulutnya digunting. Korban lainnya yang lebih mengenaskan adalah Kikim Komalasari, yang disiksa, diperkosa, dibunuh dan dibuang ke tong sampah. Menurut Muhaimin, kini personil Konsulat Jenderal RI di Jeddah sedang berangkat menuju kota Abha, di mana majikannya telah ditahan polisi. Ia melaporkan perkembangannya dalam rapat di Kantor Presiden siang ini. "Kalau dimungkinkan, saya akan menuju ke sana (Arab Saudi) juga," katanya. BUNGA MANGGIASIH

Percuma TKI Diberikan HP. MoU Dulu Pa Beye!


Minggu, 21 Nov 2010 06:18 WIB JAKARTA, RIMANEWS- Instrukis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar setiap TKI dibekali dengan handphone (HP) adalah salah satu langkah pemerintah ditengah kebingungannya dalam mengahadapi persoalan penyiksaan TKI di Luar Negeri. Maruarar Sirait, politisi PDIP menilai kalau gagasan SBY tersebut hanya sia-sia belaka. Pasalnya hal tersebut tidak didukung dengan adanya MoU. Buat apa dibekali HP, bila nantinya tak ada fungsinya, kata Maruarar Minggu (21/11/2010). Menurut Ara, sapaan akrab Maruarar, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mengkaji beberapa permasalahan yang sering menimpa para TKI mengalami penyikasaan di luar negeri. Bukan membekali HP, cetusnya lagi. Sekarang siapa yang akan menjamin HP itu tidak akan diambil oleh majikan. Kalaupun kontekasnya dibekali HP sebagai fungsi untuk menghubungi pihak keluarga atau pemerintah jika ada penganiayaan, urainya. Untuk mewujudkan proyek HP itu, sambungnya, tentu harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara kedua negara. Kalau tidak ada kesepakatan itu, buat apa dibekali HP, ungkapnya lagi. Ara melanjutkan, pemerintah seharusnya melakukan kesepakatan secara substansi dan merombak sistem ketenagakerjaan, khususnya TKI yang akan ke luar negeri. Tentu, lanjut dia, kesepakatan itu tak akan tercipta jika pemerintah tidak memiliki good will, terutama bagi para PJTKI yang akan menyalurkan tenaga kerja ke luar negeri. Jangan hanya mengeruk keuntungannya saja dari devisa, tetapi kemanusiannya tidak diperhatikan, tukasnya.(ian/inil)

APJATI NTB Beri Jaminan Perlindungan TKI/TKW


Thu, 01/27/2011 - 17:47 Ozie Mataram (Global FM Lombok) Ketua Asosiasi Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) NTB, H. Muazzim Akbar, menegaskan, pihaknya bersama seluruh Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) se NTB akan memberi jaminan perlindungan bagi TKI/TKW asal NTB, khsusunya ke Timur Tengah (Timteng). Jaminan perlindungan itu akan diberikan dari recrutment hingga pemulangan TKI/TKW dari negara tempatnya bekerja ke daerahnya. Hal itu sesuai dengan Undang Undang (UU) No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. tegas H. Muazzim Akbar, didampingi Ketua APJATI se NTB, Ketua Komisi I DPRD Sumbawa, Samsul Fikri dan Massa Assosiasi PPTKIS Timteng, saat berdialog dan menyampaikan aspirasinya dengan Asisten I Tata Praja Setda NTB, H. Nasibun, SH, MTP, dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, Moh Mockhlis, di Media Centre Kantor Gubernur NTB, Kamis (27/1). Muazzim mengungkapkan, pemerintah hendaknya tidak membiarkan adanya PPTKIS tidak resmi yang beroperasi di NTB dan sebeliknya tidak mempersulit keberadaan PPTKIS legal. Sebab, hal itulah yang memicu adanya masalah TKI/TKW di lapangan, karena adanya TKI illegal dari PPTKIS tersebut. Muazzim menilai, adanya moratorium yang dikeluarkan Gubernur NTB, tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru. Betapa tidak, akibat moratorium yang dikeluarkan, banyak PPTKIS yang bermain dengan tetap mengirim TKI/TKW ke Timteng melalui Bandara Selaparang Mataram. Hampir 200-an TKI/TKW diberangkatkan ke Jakarta setiap hari melalui Bandara Selaparang yang di backing aparat kepolisian yang bisa disogok. Masalah lain, banyak PPTKIS yang sudah merekrut TKI/TKW ke Timteng akan dipolisikan, karena terancam tidak bisa diberangkatkan. Bahkan ribuan tenaga pencari TKI/TKW yang bekerja di PPTKIS menjadi pengangguran, sehingga kondisi perekonomian mereka terpuruk. (ozi)

BNP2TKI Akan Masukkan TKI Wajib Miliki HP dalam PK


Sabtu, 20 November 2010

Jakarta, BNP2TKI (20/11) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mendukung imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar setiap TKI yang akan bekerja ke luar negeri dilengkapi dengan fasilitas handphone (HP). Dukungan tersebut disampaikan Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat menanggapi nada sinis sejumlah kalangan atas ide yang dilontarkan Presiden SBY, agar TKI difasilitasi dengan HP untuk memudahkan mereka menyampaikan laporan jika ada kejadian yang merugikan mereka. "Ide Presiden SBY agar TKI dilengkapi dengan HP itu bisa menjadi deteksi dini, sehingga kejadian-kejadian yang memilukan bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan," kata Jumhur Hidayat di Jakarta, Sabtu (20/11) malam. Ide Presiden SBY agar TKI difasilitasi untuk memiliki HP disampaikan pada konperense pers di Istana Negara, seusai Rapat Kabinet Terbatas membahas masalah peningkatan perlindungan kepada TKI, Jumat (19/11). Namun ide itu dikritik sejumlah kalangan, termasuk aktivis Migrant Care Anis Hidayah, karena dianggap tidak subtansial dalam upaya peningkatan perlindungan pada TKI. Untuk Komunikasi Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengingatkan, tujuan Presiden SBY agar TKI dilengkapi dengan HP adalah untuk memudahkan mereka melakukan komunikasi dengan lingkungan di luar majikan mereka. Sehingga jika ada peristiwa yang merugikan TKI bisa langsung ditangani pihak-pihak terkait. "Dengan memegang HP maka TKI, khususnya yang bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) bisa menghubungi pusat pelayanan (call center) yang akan didirikan BNP2TKI," katanya. Pemerintah melalui BNP2TKI, jelas Jumhur Hidayat, akan mendirikan call center pada awal 2011. Call center yang akan beroperasi selama 24 jam ini akan menerima semua pengaduan terkait masalah yang dilayani TKI, dan juga berupaya menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi TKI. "Dengen memegang HP, TKI yang sedang menghadapi masalah di manapun mereka bekerja, bisa mengadu ke Call Center untuk dicarikan jalan keluar dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi," kata Kepala BNP2TKI itu. Karena besarnya manfaat yang diperoleh TKI, menurut Jumhur, pihaknya akan memasukkan klausul TKI wajib mendapat HP dan memegangnya sendiri, dalam setiap Perjanjian Kerja (PK) antara TKI dengan penggunanya (majikan). Jika pengguna menolak klausul kewajiban mendapat dan memegang HP, jelas Jumhur, pihaknya tidak akan menyetujui PK yang menjadi dasar perekrutan TKI ke luar negeri.(E)

Minggu, 21 November 2010 Soal HP, Pemerintah Akan Kontrol Pengguna Jasa TKI Jakarta, BNP2TKI (21/11) - Agar sesuai dengan tujuan memudahkan komunikasi, pemerintah akan mengontrol ketat pelaksanaan ketentuan TKI wajib memiliki dan memegang handphone (HP). Demikian disampaikan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat dalam telewicara dengan TV One, Minggu (21/11) malam. Ia menampik kekhawatiran sejumlah kalangan, bahwa kewajiban memiliki dan memegang HP tidak efektif untuk meningkatkan perlindungan kepada TKI. "Selama ini masalah utama perlindungan TKI adalah masalah komunikasi, sehingga dengan memegang HP maka TKI bisa melakukan komunikasi dengan pihak-pihak terkait, manakala ada masalah yang menyangkut perlindungan," katanya. Soal kemungkinan HP TKI disita pengguna/user atau majikan, menurut Jumhur, karena dimasukkan dalam regulasi, pemerintah akan melakukan kontrol ketat agar perampasan HP oleh majikan tidak terjadi. "Karena ada regulasinya, tentunya akan ada unsur reward dan punishment dalam pelaksanaannya," katanya. Jumhur tidak menyebut secara pasti bentuk punishment yang akan diterapkan kepada users yang merampas HP TKI. "Kita bisa menarik TKI dan memasukkan users/majikan ke dalam blacklist, dan tidak boleh menerima TKI," ucapnya. Ia bisa mengerti jika saat ini ada nada miring menyangkut kewajiban TKI memegang dan memiliki HP. Nadanada miring itu, jelas Jumhur, karena mereka membandingkan dengan kondisi sebelum ini, saat belum ada regulasi menyangkut masalah HP TKI itu. "Regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah akan ditindaklanjuti dalam Perjanjian Kerja (PK) antara users dengan TKI. Jadi, sedari awal users/majikan atau agency sudah akan mengetahui masalah tersebut," ungkap Kepala BNP2TKI itu. Mengenai jumlah HP yang akan dibagikan kepada TKI, kata Jumhur, jika dihitung dari jumlah keberangkatan TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), maka setahunnya mencapai 400 ribu orang. Soal pulsa bagi TKI yang memegang HP, menurut Jumhur, masalah teknis yang akan dibahas kemudian. Jumhur juga mengingatkan masalah pemberian HP itu hanya salah satu instrumen peningkatan perlindungan kepada TKI. Pihaknya juga akan memperketat penempatan TKI oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), khususnya dalam memberikan pembekalan kepada calon TKI. Selain itu pemerintah juga akan mendorong terwujudnya Memorandum of Understanding (MoU) dengan negara-negara penerima TKI.(E)

Senin, 22 November 2010 Sepanjang 2010, Tercatat 5.495 TKI Korban Kekerasan Jakarta, BNP2TKI (22/11) -- Kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) sudah mencapai titik yang paling memprihatinkan. Setidaknya, sepanjang 2010 terdapat sekitar 5.495 TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau penata laksana rumah tangga (PLRT) menjadi korban kekerasaan, perbudakan seks hingga eksploitasi tenaga kerja di Arab Saudi. Demikian catatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahteran (PKS) mengenai tindak kekerasan yang dialami TKI bidang PLRT di Arab Saudi. Karena itu, kasus penyiksaan terhadap Sumiati, bukanlah pertama yang dilakukan keluarga Arab Saudi terhadap TKI. I Ketua DPP PKS Bidang Perempuan, Anis Byarwati, dalam release-nya kemarin (Sabtu, 20/11) menyebutkan, dari jumlah 5.495 TKI yang tersandung masalah sepanjang 2010 ini di antaranya 1.097 orang mengalami penganiayaan, 3.500 sakit akibat kondisi kerja tak layak, dan 898 mengalami kekerasan seksual dan tidak digaji. Menurut Anis, kondisi yang dialami TKI itu sangat memprihatinkan, dan perlu ada tindakan kongkrit. Menghentikan penyiksaan TKI di Saudi Arabia maupun negara lain, kata Anis, tidak cukup dengan kata-kata. Stop penyiksaan terhadap TKI, tegas Anis. Untuk itu, pihaknya menuntut diadakannya komunikasi bilateral yang lebih intensif antara pemerintah Indonesia dengan negara penerima TKI. Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia harus dibuat, karena dengan ini perlindungan tenaga kerja di sektor domestik memiliki sandaran hukum, tegas Anis lagi. Ia menambahkan, legislatif juga harus terlibat melindungi TKI di luar negeri. Kami mendesak, agar UndangUndang Perlindungan TKI dan kebijakan terkait pengiriman TKI oleh PJTKI atau Penyelenggara Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) harus segera disusun, ujar Anis. Khusus untuk kasus Sumiati, Anis meminta, agar Pemerintah mengamati secara seksama mengawal proses hukum bagi pelaku penyiksaan, yakni majikan Sumiati di Madinah. Dengan kembali terjadinya tindak kekerasan terhadap TKI, yang sekarang menimpa Sumiati, Anis menilai, para pemangku dan pengambil kebijakan sudah seharusnya evaluasi diri. PJTKI atau PPTKIS harus menyempurnakan sistem pengawasan atas keselamatan, kesehatan, dan keamanan TKI secara periodik. Jangan cuma mau mengambil untungnya saja dari bisnis pengiriman TKI ini, kata Anis. PJTKI atau PPTKIS, tambahnya, harus menyempurnakan kurikulum pembekalan untuk TKI, harus ada materi ketrampilan, bahasa, pembinaan mental, hak asasi manusia, dan perlindungan diri. Tim Khusus Lintas Komisi DPR Di tempat terpisah, Ketua DPR RI, Marzuki Alie menyatakan, kasus-kasus kekerasan terhadap tenaga kerja di Arab Saudi perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama pemerintah. Pemerintah harus mengupayakan perjanjian dengan pemerintah Arab Saudi untuk melindungi TKI, ucapnya. DPR sendiri memberikan perhatian mengenai hal ini. Rapat pimpinan membahas upaya peningkatan pengawasan dan perlindungan TKI. "Bila perlu kami akan mengirimkan tim khusus untuk melihat langsung bagaimana kondisi Sumiati," kata Marzuki. Tim khusus tersebut, menurut Marzuki, bisa terdiri dari lintas komisi di DPR. Namun yang jelas, Komisi VIII yang menyangkut tenaga kerja dan Komisi IX yang menyangkut kesehatan akan dilibatkan.

Marzuki menambahkan, legislatif pasti akan menekankan kepada pemerintah -- bisa diwakili Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) -- untuk mengambil langkah-langkah agar masalah serupa tak terjadi lagi di masa mendatang. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus punya komitmen atau membentuk semacam perjanjian dengan pemerintah Arab Saudi untuk memberikan perlindungan. "Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili Menakertrans dan BNP2TKI bersinergi dengan Pemerintah Arab Saudi. Kalau pengawasan ini berjalan efektif, saya yakin hal-hal seprti ini tidak akan terjadi lagi," kata Marzuki. Menurut Marzuki, harga diri bangsa harus ditegakkan dan pembelaan terhadap tenaga kerja ini harus betul-betul dilakukan secara konsisten. "Artinya, kalau memang Pemerintah Arab Saudi tidak menginginkan ada semacam nota kesepahaman, kita tegas saja. Bila perlu pengiriman TKI kita moratorium," kata Marzuki. Selain itu, bagi yang tetap nekat pergi dengan keinginan sendiri menjadi TKI ilegal, apalagi tanpa memiliki keterampilan dan keahlian yang memadai, maka siapa pun yang mengirimkan mesti diberikan sanksi yang keras. Ia juga minta Kemenakertrans agar mengawasi hal ini dan memberikan tindakan tegas, bila perlu menutup perusahaan yang melakukan kegiatan tersebut. "Ini menyangkut bangsa. Jangan sampai bangsa kita ini diinjakinjak di negara orang," kata Marzuki.***(Imam Bukhori)

BNP2TKI Inginkan MoU Negara Penempatan


Senin, 22 November 2010

Jakarta, BNP2TKI (22/11) Kasus tindak kekerasan yang dialami tenaga kerja Indonesia (TKI), Sumiati, dan pembunuhan terhadap Kikim Komalasari, agaknya menjadi pemantik pengaduan korban kekerasan yang dialami TKI lainnya di Arab Saudi. Namun demikian, ke depan pemerintah (dalam hal ini Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia/BNP2TKI) tidak ingin terus menerus kecolongan. Pemerintah (BNP2TKI) tidak menginginkan kasus tindak kekerasan TKI seperti yang dialami Sumiati, dan pembunuhan terhadap Kikim Komalasari, akan terulang kembali. BNP2TKI terus melakukan terobosanterobosan dan inovasi dalam perlindungan TKI. Ke depan, kami menginginkan adanya memorandum of understanding (MoU) dengan negara-negara tujuan penempatan TKI, kata Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat, kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/11) sore. Adanya MoU dengan negara-negara penempatan, jelas Jumhur, akan meningkatkan perlindungan terhadap TKI pada saat bekerja di luar negeri. Jumhur mengatakan, mengenai kasus tindak kekerasan yang dialami TKI sebetulnya tidak sebanding dengan TKI yang sukses. "TKI yang sukses itu jumlahnya cukup banyak. Namun demikian, dalam menangani kasus tindak kekerasan TKI, pemerintah (dalam hal ini, BNP2TKI red.) terus melakukan langkah terobosan-terobosan dan inovasi untuk perlindungan TKI," ujarnya. Ia mengingatkan, penempatan TKI sudah dilakukan pemerintah sejak 30 tahunan yang lalu. Sejak tahun 1970-an, jelas Jumhur, pemerintah sudah menempatkan TKI ke luar negeri. Namun, UU yang memberikan perlindungan TKI itu baru lahir 24 tahun kemudian (maksudnya, UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri,red.). Selang dua tahun kemudian, katanya, pada 2006 Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81/2006 sebagai amanat dari UU Nomor 39/2004 tentang pembentukan BNP2TKI. Menurut Jumhur, upaya perlindungan terhadap TKI di negara-negara tujuan penempatan yang dilakukan BNP2TKI, di antaranya dengan menerapkan sistem komputerisasi secara online. Di samping itu, dalam rangka penyiapan calon TKI yang terampil dan kompeten sesuai dengan bidang kerjanya, BNP2TKI mengadakan pelatihan-pelatihan ketrampilan calon TKI sesuai bidang kerjanya. Modus pelatihan ketrampilan calon TKI ini dikemas dalam program Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM) yang dipusatkan di daerah-daerah kantong TKI. Masih terkait dengan perlindungan terhadap TKI ini, kata Jumhur, BNP2TKI juga telah mendirikan Crisis Center. Didirikannya Crisis Center ini tujuannya adalah untuk menerima dan menampung segala bentuk pengaduan dari TKI dan keluarga TKI yang kemudian terus ditindak lanjuti, jelasnya. Pada 2011 mendatang, Crisis Center akan dilengkapi pula dengan Call Center, dengan pelayanan gratis bagi TKI dan keluarga TKI. Kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berencana akan melengkapi Hand Phone (HP) kepada TKI, agar bisa melakukan komunikasi dan mengadukan segala permasalahan yang dihadapinya ketika berada di negara tujuan penempatan, maka keberadaan Call Center yang sudah digagas BNP2TKI menjadi sangat pas, tegas Jumhur. ***(Imam Bukhori)

BNP2TKI Bersyukur Jalin MoU dengan BPK Jakarta, BNP2TKI, Selasa (01/02) -- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyambut senang dan bersyukur gagasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data dalam rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sistem ini diyakini akan lebih memacu peningkatan tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan negara. "Kami senang dan bersyukur dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MoU) dengan BPK tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi untuk Akses Data dalam rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara," kata Sekretaris Utama BNP2TKI, Edy Sudibyo, ketika ditemui seusai mengikuti penandatanganan nota kesepahaman antara BPK RI dengan Kementerian/Lembaga di Jakarta, Selasa (01/02). Sestama BNP2TKI Edy Sudibyo hadir dalam penandatanganan MoU antara BPK-RI dengan Kementerian/Lembaga itu bersama dengan Kepala Biro Hukum dan Humas BNP2TKI Ramiany Sinaga. Acara penandatanganan MoU antara BPK RI dengan Kementerian/Lembaga dilakukan di Kantor BPK RI Jakarta ini diikuti oleh 12 instansi/lembaga, di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, Bakosurtanal, BAPETEN, BPKP, BPPT, BATAN, LIPI, LAPAN, BNP2TKI, dan LPP TVRI. Penandatanganan MoU yang baru pertamakali ini dilakukan oleh Sekretaris Jenderal BPK, Hendar Ristriawan, bersama dengan para pejabat/pimpinan ke-12 kementerian negara atau lembaga penyelenggara yang menggunakan keuangan negara. Penandatanganan MoU BPK terkait Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi untuk Akses Data dalam rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara ini, akan dikembangkan kepada seluruh lembaga atau instansi penyelenggara yang menggunakan keuangan negara. Dalam kesepakatan bersama ini selanjutnya akan dibentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK (E-BPK) dengan data elektronik auditee (E-Auditee). BPK memberinya nama, 'BPK Sinergi.' Adapun tujuan utamanya adalah, untuk mempermudah pelaksanaan pemeriksaan BPK, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Bagi BNP2TKI, kata Edy Sudibyo, adanya penandatangan MoU BPK dengan instansi atau lembaga penyelenggara yang menggunakan keuangan negara, akan menjadi sinergi. Pasalnya, terkait dengan pendataan calon TKI maupun TKI, BNP2TKI sendiri telah dan sedang mengembangkan database dengan sistem online yang terkoneksi langsung antara pusat, provinsi, dan daerah-daerah, serta dengan negara-negara penempatan TKI dan perwakilan RI di luar negeri. Itu sebabnya, kata Edy Sudibyo, paska penandatanganan MoU ini akan dibentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK (E-BPK) dengan data elektronik auditee (E-Auditee). "Karenanya kami menyambut senang dan bersyukur adanya MoU BPK ini," katanya. Menurut Edy Sudibyo, adanya MoU BPK itu, bagi BNP2TKI lebih merupakan upaya untuk pembenahan proses penyelenggaraan pemerintahan, khususnya didalam mengelola dan mempertanggung jawabkan penggunaan keuangan negara, ke arah efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabel. "Jadi, kami sangat mendukung adanya MoU BPK tersebut," tegasnya.***(Imam Bukhori)

BNP2TKI Akan Kuatkan Perlindungan TKI


Kamis, 03 Pebruari 2011

Jakarta, BNP2TKI (02/02) -- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan memperkuat perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui penguatan regulasi sesuai amanat Undang Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negerii. Hal itu disampaikan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI, Ade Adam Noech dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite III DPD RI di Gedung Nusantara V DPR, Jakarta, Rabu(02/02). RDP BNP2TKI dengan Komite III DPD RI itu juga dihadiri wakil dari LBH Jakarta dan Asosiasi Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) meliputi Apjati, Himsataki, Idea, Ajaspac, dan Inesa. RDP ini secara khusus membahas mengenai Rancangan Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Indonesia di Luar Negeri sebagai masukan atas revisi UU Nomor 39 Tahun 2004. Ade Adoem Noech yang mewakili Kepala BNP2TKI, Moh. Jumhur Hidayat, menegaskan, bahwa eksistensi yang terkandung dalam UU Nomor 39 Tahun 2004 itu masih lebih menekankan pada pasal penempatan dibanding perlindungan TKI. "Kalau dicermati secara detil terhadap UU Nomor 39 Tahun 2004, kiranya masih lebih dititik beratkan pada penempatan TKI. Sedangkan ihwal perlindungan TKI masih kurang," papar Ade. Yang lebih ironis lagi, jelas Ade, sejak berdirinya BNP2TKI pada Maret 2007 lalu -- yang didalamnya melibatkan pejabat lintas instansi pemerintah seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, Kementerian Kesehatan, dan beberapa instansi terkait lainnya -- hingga berjalan (nyaris) tiga tahunan belum memiliki kekuatan penuh terkait penempatan dan perlindungan TKI ini. "Badan ini (maksudnya, BNP2TKI, red.) sejak berdiri praktis hanya mengurusi penempatan TKI antar pemerintah (Government to Government/G to G), yakni ke Korea dan Jepang. Selebihnya, masih ditangani oleh Kemenakertrans," kata Ade. Padahal, kata Ade lagi, kehadiran UU Nomor 39 Tahun 2004 harusnya mencerminkan reformasi di bidang penempatan dan perlindungan TKI. "Yakni, harus memberikan pelayanan yang mudah, murah, cepat, dan aman (penyederhanaan prosedur penempatan). Berikut menempatkan TKI yang berkualitas dan bermartabat, dengan melakukan pengetatan antara lain harus memiliki kompetensi kerja (yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi) dan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing atau bahasa negera tujuan," kata Ade. Namun demikian, lanjut Ade, badan ini tetap terus melakukan upaya-upaya terobosan terkait penempatan dan juga perlindungan TKI. BNP2TKI tidak pernah absen dalam menangani urusan TKI (khususnya TKI bermasalah) di negara-negara tujuan penempatan, dan melakukan upaya pendampingan bagi TKI yang terjerat persoalan hukum selama menjalani masa kontrak kerja di negara tujuan penempatan. Terkait pengetatan penempatan calon TKI, masih kata Ade, BNP2TKI telah melahirkan program Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM) di daerah-daerah kantong TKI. Tujuan utama program KBBM ini adalah untuk memberantas praktik percaloan TKI. Kemudian, juga dilakukannya program layanan online yang terkoneksi langsung dari pusat (BNP2TKI) dengan provinsi, dan daerah, serta dengan perwakilan Indonesia di negara-negara penempatan TKI.

Adanya pelayanan calon TKI dan TKI secara online merupakan upaya antisipasi melindungi calon TKI atau TK dari tindak manipulasi dan praktik percaloan. "Jadi, semua terobosan yang dilakukan BNP2TKI adalah terkait langsung dengan memberikan perlindungan TKI," tegas Ade. Ketua LBH Jakarta, Noercholis Hidayat menyebutkan, selama lima tahun lebih -- sejak lahirnya UU Nomor 39 Tahun 2004 -- terjadi kekosongan hukum maupun peraturan untuk memperkuat perlindungan terhadap TKI. Padahal, trend dari penempatan TKI dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. LBH Jakarta mencatat, pada 1994 telah terjadi penempatan TKI sebanyak 175.187 orang, selang 12 tahun kemudian meningkat menjadi 680.000 orang. Sedangkan negara tujuan penempatan TKI terbanyak adalah Arab Saudi dan Malaysia. "Di kedua negara ini (Arab Saudi dan Malaysia) TKI rentan bermasalah," kata Noercholis. Melalui forum RDP BPN2TKI dengan DPD RI kali ini, kata Noercholis berharap agar perihal perlindungan TKI menjadi prioritaskan yang perlu dimasukkan didalam rangka perbaikan atau revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 ini.***(Imam Bukhori)

Jumhur: Perlindungan Utama TKI Dimulai dari BLKLN


Jumat, 21 Januari 2011

Jakarta, BNP2TKI (20/1)- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat mengatakan perlindungan utama tenaga kerja Indonesia (TKI) dimulai dari tempat pelatihan. Dari Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) inilah Calon TKI disiapkan oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) keterampilannya mulai dari bahasa, adat istiadat dan budaya, serta hak-haknya. Pemeritah daerah, tokoh agama instansi dan instansi terkait diminta mengawasi norma standar dan prosedur yang sudah ditentukan oleh pemerintah, pinta Jumhur ketika mengunjungi BLKLN milik PT Indokarsa Guna Buana di Condet, Jakarta Timur. Kamis (20/1). Dalam kunjungan itu Kepala BNP2TKI didampingi oleh Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan Ir Yunafri, Direktur Perlindungan dan Advokasi Kawasan Timur Tengah, Afrika dan Eropa Saiful Idhom, Kepala Pusat Penelitian dan Informasi (Puslitfo) Ir Benyamin Suprayogi, dan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Jakarta Delta, SH, MM. Dalam kunjungan itu, Kepala BNP2TKI dan rombongan diterima oleh Direktur Operasional PT Indokarsa Andry Soneario. Menurut Jumhur, kunjungannya ke BLKLN Indokarsa yang menempatkan TKI ke Hongkong, Singapura dan Taiwan untuk memastikan sejauh mana norma-norma pelatihan telah dijalankan oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PTKIS). Diakuinya, selama ini PPTKIS yang menempatan TKI ke kawasan Asia Pasifik umumnya telah menerapkan aturan dengan baik dan benar. Pengetatan, pengawasan, dan pendisiplinin, kata Jumhur, harus dimulai dari sekarang. Khusus untuk TKI yang akan bekerja ke Timur Tengah, pemerintah sudah menerapkan system absensi secara online 3 kali sehari. Dengan absensi secara online ini diharapkan tidak aka ada lagi TKI yang tidak dilatih sesuai aturan yang berlaku. Pemerintah kini hanya memproses TKI yang dilatih oleh BLKLN. Jadi, jika ada 100 yang diproses, maka BNP2TKI hanya akan mengurus 100 orang TKI yang data peserta pelatihannya sudah diketahui oleh BNP2TKI, tegas Jumhur. Diakuinya, hingga kini masih banyak kasus-kasus TKI yang berangkat secara non-prosedural. Pemerintah cuci piring akibat kasus TKI Timur Tengah yang berangkat secara non procedural, tegas Jumhur seraya menambahkan kasus-kasus yang terjadi itu TKI tahu 90-an juga masih banyak bermunculan. Seusai mengadakan kunjungan ke PT Indokarsa, Kepala BNP2TKI melanjutkan kunjungan kerjanya ke BLKLN PT Rahana Karindo Utama yang banyak menempatkan TKI ke Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia. Dalam kunjungannya itu, Kepala BNP2TKI melihat secara langsung peragaan absensi pelatihan Calon TKI secara online yang sudah ditentukan oleh pemerintah. "Dengan absensi secara online ini tidak akan ada lagi TKI yang tidak dididik sesuai norma dan aturan yang berlaku," tegas Jumhur kepada Pimpinan BLKLN, Wisyam Hilmi.

Pemerintah Bekerja Menanggapi masuknya masalah TKI dalam rekomendasi tokoh-tokoh lintas agama, Kepala Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat menegaskan pemerintah Susilo Bambang Yudhonyo sudah bekerja keras untuk melakukan banyak perbaikan system penempatan dan perlindungan TKI. Banyak permasalahan TKI yang muncul jauh sebelum Pak SBY menjadi presiden, papar Jumhur. Jumhur mengungkapkan, salah satu pembenahan sistemik pelayanan TKI yaitu diterapkannya system online terhadap BLKLN. Dengan system ini, pemerintah mempunyak kendali terhadap penempatan BLKLN. Meski kasus TKI itu masih bermunculan, pemerintah tetap melakukan pembelaan terhadap hak-hak TKI apakah TKI informal atau TKI yang diberangkatkan secara non-prosedural. tegas mantan aktivis mahasiswa ITB ini. Selain mengadakan dialog dengan pimpinan perusahaan, Kepala BNP2TKI juga melakukan dialog dengan Calon TKI yang umumnya adalah kaum perempuan. Sementara itu, Direktur Operasional PT Indokarsa, Andry mengatakan perusahaannya yang berdiri sejak 2000 ini telah memberangkatkan TKI ke negara tujuan Singapura, Hongkong, Taiwan dan Malaysia sebanyak 2304 TKI. Perinciannya pada 2008 sebanyak 841 orang, pada 2009 ada 821 orang dan pada 2010 sebanyak 642 orang. (zul)

jumat, 26 November 2010 DPR Desak Pemerintah Percepat MoU Perlindungan TKI Jakarta, BNP2TKI (26/11) - Wakil Ketua DPR Bidang Kesra Taufik Kurniawan meminta pemerintah mempercepat pembuatan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dengan negara-negara penerima tenaga kerja Indonesia (TKI). "Perlu ada langkah-langkah bagi pahlawan devisa untuk mendapatkan perlindungan dengan cara membuat MoU Goverment to Goverment (G to G), bukan MoU dengan pihak swasta yang ada di negara penerima TKI," kata Taufik di Gedung DPR, Jakarta, Jumat(26/11). Taufik juga meminta kepada Kementerian Hukum dan HAM serta Direktorat Jenderal Imigrasi agar lebih selektif untuk mengeluarkan izin pemberian paspor. "Kementerian Hukum dan HAM serta Ditjen Imigrasi jangan sembarangan mengeluarkan paspor. Harus benarbenar dicek, diteliti dan harus memperketat pemberian izin ke luar negeri. Jangan mudah mengeluarkan paspor karena kepentingan tertentu," kata Taufik. Ia juga meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk tidak segan-segan mencabut izin PJTKI (Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) yang melanggar aturan yang telah dibuat. "Saya minta Menakertans Muhaimin Iskandar untuk menindak tegas PJTKI yang tidak memenuhi aturan yang berlaku. Kalau perlu cabut izin usahanya. Saya juga minta PJTKI untuk mematuhi aturan dan ketentuan pemerintah, jangan sekali-kali melanggar," ujar politisi PAN itu. Apabila ditemukan adanya oknum-oknum baik di pemerintahan maupun pengusaha, pemerintah harus memberikan sanksi tegas. "Jangan sampai masalah TKI ini dimanfaatkan "oknum-oknum" yang tidak bertanggungjawab, siapapun oknumnya," kata dia. Selain itu, dia menambahkan, pemerintah juga diminta segera mengumpulkan dan melakukan sinkronisasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan TKI. "Harus ada pembagian kerja yang jelas untuk setiap stakeholder dalam mengurus TKI. Bila muncul persoalan seperti sekarang ini, akan mudah dilacak penyebabnya. Maka pihak yang menangani masalah tersebut yang harus bertanggungjawab," kata Sekjen PAN itu.(Ant/Toha)

Jumat, 19 November 2010

SBY: Agar Memudahkan Lapor, TKI akan Diberi HP Jakarta, BNP2TKI (19/11)- Pemerintah akan memfasilitasi pemberian handphone (HP) bagi setiap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Tujuannya untuk memudahkan TKI menyampaikan laporan jika mendapat perlakuan yang tidak adil dan tidak baik dari tempat kerja mereka. "Saat ini sedang dirumuskan mereka akan diberi HP dan dijelaskan kepada siapa mereka harus memberi tahu (melaporkan) dan apa saja yang dilaporkan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam jumpa pers usai rapat terbatas membahas masalah TKI, di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (19/11). Menakertrans Muhaimin Iskandar menjelaskan, pemberian HP pada TKI sebenarnya sudah mulai berjalan. Namun belum semua TKI telah mendapatkan fasilitas itu. "Sudah diberikan kepada TKI yang ada di Hong Kong, Taiwan, Singapura. Itu menjadi bagian dari nota kesepahaman (antara Indonesia dengan negara penerima). Jadi tidak boleh HP diminta (sama majikan)," ucap Muhaimin di tempat yang sama. SBY menegaskan, pemerintah tengah menetapkan langkah-langkah investigasi, tidak hanya untuk kasus Sumiati namun juga untuk kasus yang belakangan muncul dan sedang dicek kebenaranya. Yang dimaksud SBY adalah terbunuhnya TKW Kikim Komalasari dari Cianjur di Arab Saudi. "Masalahnya informasinya masih simpang siur. Agar ini dilakukan investigasi secara tuntas, bukan hanya untuk mendapatkan keadilan bagi mereka tetapi bagaimana menghadapi masalah serupa di masa yang akan datang," ucap SBY. Menurut Presiden, kerja sama dengan Arab Saudi hingga kini masih dilakukan. Namun demikian SBY menilai sikap positif Arab Saudi yang telah menahan atau memeriksa atau meminta keterangan kepada majikan. "Harapan saya, hukum dilaksanakan secara tegas dan adil. Ketiga, meningkatkan kesepakatan kerja sama, terutama dengan Saudi Arabia," sambung SBY. Dalam kesempatan itu SBY juga mengoreksi data persentase jumlah TKI yang mengalami masalah di luar negeri. Sebelumnya, dalam rapat terbatas, SBY mengungkapkan jumlah total TKI di luar negeri mencapai 3.271.584. Dari seluruh TKI yang ada, 4.385 orang atau 0,01 persen mengalami permasalahan di tempatnya bekerja. "Tadi saya bilang TKI yang bermasalah persentasenya 0,01. Setelah saya cek kembali ternya jumlah 0,1 yang bermasalah. Jumlahnya memang kecil, tapi ini adalah prinsip dan tidak bisa ditoleransi," terang SBY. Dalam Rapat Terbatas, sambung SBY, telah diidentifikasi langkah-langkah yang dilakukan pemerintah baik di dalam maupun di luar negeri. Menurutnya, ada satu hal yang mendasar yang perlu diperhatikan. Yakni, berdasar pengalaman selama ini, sering kali Indonesia terlambat mengetahui adanya tindakan kekerasan terhadap TKI baik di Malaysia maupun Timur Tengah. "Di Saudi Arabia, misalkan, kadang ada ketertutupan sehingga tidak mudah untuk mendapatkan informasinya. Oleh karena itu, mana kala ada tindakan serius kita pastikan mereka harus memberi tahu," tutur SBY. Pemerintah Indonesia juga akan meninjau kembali, mengevaluasi keberadaan perusahaan jasa TKI (PJTKI) di negara-negara tertentu. "Pemerintah ingin ada fairness atau sikap kooperatif. Kami akan meninjau kembali terhadap 1 atau 2 negara yang masih belum memiliki instrumen fairness," ucap SBY.

Kasus penganiayaan terhadap TKI terjadi berturut-turut belakangan ini. Setelah Sumiati yang digunting mulutnya, kemarin terungkap Kikim Komalasari yang disiksa, diperkosa, hingga akhirnya tewas dan dibuang di tong sampah di Kota Abha, Arab Saudi.(***)

Anda mungkin juga menyukai