Anda di halaman 1dari 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA MIGRAN

INDONESIA/TENAGA KERJA INDONESIA (TKI)


YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI

MAKALAH

Oleh:

YOULANDA CHINTYA CLAUDIA PUTRI


NIM. 11010114120112

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang dinilai sedang
berkembang pada saat ini. Hal tersebut menyebabkan Indonesia mengalami
beberapa permasalahan, salah satunya berkaitan dengan kependudukan. Setiap
tahun Indonesia mengalami peningkatan penduduk yang signifikan sehingga
berpengaruh terhadap penambahan tenaga kerja, namun penambahan tenaga
kerja tersebut tidak dapat tersalurkan dengan baik dikarenakan lapangan kerja
yang tersedia justru terbatas sehingga hal ini menimbulkan masalah lain yaitu
pengangguran yang juga bertambah (Ratihtiari & Parsa, 2019). Negara
menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan penghidupan yang
layak dengan cara memperoleh pekerjaan yang layak pula. Hal ini dijelaskan
dalam UUD 1945 yang merupakan konstitusi dinegeri ini. Berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Dasar tentunya negara memberikan lapangan
pekerjaan yang cukup serta penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan
hidup bagi setiap warga negara, akan tetapi sangat ironis yang terjadi, negara
dalam hal ini pemerintah hingga saat ini belum mampu memberikan lahan
pekerjaan yang cukup bagi warganya, bahkan tingkat pengangguran semakin
meningkat dari tahun ke tahun (Loso, 2010).
Banyaknya pengangguran yang ada di Indonesia menyebabkan para
pencari kerja tersebut bermigran, baik itu bermigran dari suatu daerah ke
daerah lain, maupun bermigran hingga ke luar negeri yang selanjutnya disebut
sebagai pekerja migran Indonesia atau lebih dikenal dengan sebutan TKI
(Tenaga Kerja Indonesia). Keterbatasan lapangan pekerjaan di dalam negeri
membawa tenaga kerja Indonesia mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun
ke tahun, jumlah ini semakin meningkat dengan berbagai alasan antara lain
pengangguran dalam negeri, lapangan kerja dalam negeri belum mencukupi,
disparitas pertumbuhan ekonomi global/regional, kemajuan teknologi
transportasi dan informasi, hak untuk bekerja di luar negeri (Sumiyati, 2013).

1
Kompleksnya permasalahan tenaga kerja antara lain disebabkan masih
lemahnya perlindungan yang memadai bagi sektor migran (Tenaga Kerja Luar
Negeri) dan sektor anak di bidang ketenagakerjaan. Kurangnya penyediaan
lapangan kerja menyebabkan meningkatnya jumlah pekerja sektor informal
sebagai limpahan dari sektor formal yang tidak mampu menampung mereka,
serta meningkatnya jumlah tenaga kerja luar negeri yang berpendidikan
rendah. Adanya kebutuhan untuk memperoleh pekerjaan menyebabkan
permintaan terhadap lapangan pekerjaan lebih besar dari yang tersedia di
dalam negeri, sedangkan negara lain membutuhkan pekerja. Peluang untuk
bekerja ke luar negeri yang cukup besar, ditambah dengan rangsangan
penghasilan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan di
dalam negeri, merupakan daya tarik bagi pekerja untuk bekerja ke luar negeri.
Patut disayangkan, kebanyakan tenaga kerja yang bermigrasi ke luar negeri
adalah tenaga kerja kurang terampil (unskilled labor), yang hanya
mengandalkan pekerjaan-pekerjaan seperti pembantu rumah tangga, buruh
bangunan, pekerja perkebunan, sopir, dan karyawan pabrik (Judge, 2012).
Menurut Pasal 1 angka (2) UU No. 18 Tahun 2017 tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, “Pekerja Migran Indonesia adalah
setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan
pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.”
Dengan adanya tenaga kerja yang bermigran ke luar negeri, tentu pemerintah
Indonesia sangat diuntungkan, karena selain bisa mengurangi jumlah
pengangguran di dalam negeri, juga bisa meningkatkan devisa negara. Dalam
prakteknya, tidak semua impian atau harapan tersebut bisa dicapai dengan
sempurna, hal ini dialami oleh banyak tenaga kerja Indonesia yang bermigran
ke luar negeri, seperti ke Malaysia, Brunei, Arab Saudi, dan lain-lain. Di
negara-negara tujuan tersebut banyak tenaga kerja mengalami permasalahan
dimana mereka diperlakukan tidak semestinya oleh sang majikan.
Sebagai contoh nyata pada tahun 2010, tanpa sebab yang jelas
Sumiyati, TKI asal Nusa Tenggara Barat yang pada saat itu bekerja di Arab
Saudi, dianiaya secara sadis oleh majikan perempuannya kemudian dibakar

2
hidup-hidup dan jasadnya yang hangus dibiarkan begitu saja di lantai atas
rumah (Nugroho, 2018). Pada tahun 2017, Wasni seorang TKI asal Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat menjadi korban penyiksaan majikannya di Riyadh, Saudi
Arabia, korban juga tidak diberikan gaji selama hampir empat tahun bekerja
(Toiskandar, 2017) Pada tahun 2018, Adelina Lisao seorang TKI asal Nusa
Tenggara Timur yang meninggal di Penang akibat kurang gizi dan luka-luka
yang diduga disebabkan aksi kekerasan majikan, dan tentu masih banyak lagi
kasus-kasus lainnya (BBC News Indonesia, 2018).
Bahwa hak TKI untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan
dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri, telah
dijamin melalui Pasal 31 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Penempatan tenaga kerja ke luar
negeri diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat
sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum (Pasal 32
ayat (2) UU Ketenagakerjaan). Selanjutnya, Pasal 34 UU Ketenagakerjaan
mengamanatkan bahwa ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b diatur dengan undang-
undang. Untuk menjalankan amanat tersebut, maka pada tanggal 18 Oktober
2004 diberlakukan UndangUndang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKI LN).
Sebelum diberlakukannya UU PPTKI LN, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemenakertrans) membuat keputusan untuk memberikan
landasan hukum dalam penempatan TKI ke luar negeri yaitu KEP-104
A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri,
namun keputusan tersebut tidak mencakup pengaturan perlindungan TKI di
luar negeri (Adharinalti, 2012).

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terdapat
dua rumusan masalah yang akan dibahas yaitu bagaimana perlindungan

3
hukum terhadap pekerja migran Indonesia/Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di luar negeri?

4
BAB II
PENMBAHASAN

Bekerja merupakan hak asasi manusia dan oleh karena itu negara diminta
berperan aktif untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya (Banu,
2018). Setiap tenaga kerja selama bekerja di samping memiliki kewajiban, juga
memiliki hak dan kesempatan yang sama tanpa adanya diskriminasi baik itu di
dalam negeri maupun di luar negeri (Vijayantera, 2016). Pada Pasal 1 Ayat (2)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa,
“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat”. Pengertian tenaga kerja dalam undang-undang tersebut
menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1969 Tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja yang memberikan pengertian
“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat”. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri, “Tenaga Kerja Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka
waktu tertentu dengan menerima upah”. Menurut Pasal 1 Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
KEP.104A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja di luar negeri, “Tenaga
Kerja Indonesia adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan
yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
kerja melalui prosedur penempatan Tenaga Kerja Indonesia”.
Berdasarkan banyak kasus-kasus menyedihkan yang dialami oleh Pekerja
Migran Indonesia di luar negeri, maka selanjutnya perlu dibahas tentang
perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia/Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang bekerja di luar negeri, karena selama ini belum ada penanganan
masalah TKI secara maksimal. Mengingat masih saja marak terjadi berbagai

5
permasalahan Pekerja Migran Indonesia di luar negeri yang diperlakukan tidak
manusiawi atau tidak sebagaimana mestinya oleh majikannya baik itu dianiaya,
dibunuh, diusir, mengalami pelecehan seksual, pemerkosaan, bunuh diri,
pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, gaji tak kunjung dibayar, dipenjara, sakit
akibat kerja, dan masih banyak lagi seperti tidak ada habisnya (Baharudin, 2007).
Hingga saat ini pemerintah menyatakan komitmen tinggi untuk melindungi tenaga
kerja Indonesia (TKI) atau kini disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang
bekerja di luar negeri. Perlindungan tersebut bahkan dimulai dari perekrutan
sampai TKI kembali ke tanah air.
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan
hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi,
kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum (Soekanto, 1984). Menurut
Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan (Hadjon, 1987). Begitu pula
perlindungan hukum bagi rakyat menurut Hadjon (1987) meliputi 2 hal, yakni:
1. Perlindungan Hukum Preventif (pencegahan), yakni bentuk
perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif;
2. Perlindungan Hukum Represif (pemaksaan), yakni bentuk
perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian
sengketa.

UU No. 39 Tahun 2004 diterbitkan dalam rangka mengatur segala hal


yang berkenaan dengan penempatan TKI di luar negeri dengan maksud agar TKI
lebih terjamin perlindungan hukumnya. Dalam penjelasan UU No. 39 Tahun 2004
ditegaskan bahwa besarnya animo tenaga kerja yang akan keluar negeri dan
besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja diluar negeri disatu sisi mempunyai sisi
positif, yaitu mengatasi sebagian masalah pengangguran didalam negeri namun
mempunyai pula sisi negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan
yang tidak manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik

6
selama proses pemberangkatan, selama bekerja diluar negeri maupun setelah
pulang dari Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko
yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana tersebut diatas dapat
dihindarkan atau minimal dikurangi.
Kemudian dalam Pasal 77 Ayat (1) No. 39 tahun 2004 dijelaskan bahwa
setiap calon/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan, sedangkan Ayat (2) menyebutkan bahwa
perlindungan calon/TKI dilaksanakan mulai pra penempatan, masa penempatan,
sampai dengan purna penempatan. Dalam rangka perlindungan TKI di luar negeri
pemerintah dapat menetapkan Atase ketenaga kerjaan pada perwakilan RI
dinegara tujuan TKI. Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa
penempatan terhadap perwakilan pelaksanaan penempatan TKI swasta dan TKI
yang ditempatkan di luar negeri (Pasal 79). Beberapa ketentuan yang diatur dalam
UU No. 39 tahun 2004 dalam rangka lebih menjamin perlindungan TKI,
diantaranya:
1. Pelaksana Penempatan TKI di Luar Negeri.
2. Pra Pemberangkatan TKI ke Luar Negeri.
3. Perekrutan calon TKI dan seleksi calon TKI.
4. Pendidikan dan Pelatihan Kerja.
5. Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi.
6. Pengurusan Dokumen.
7. Perjanjian Kerja.
8. Masa Tunggu Dipenampungan.
9. Pemulangan TKI (Pasca Penempatan).
10. Pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI.
11. Penerapan Sanksi Administrasi dan Pidana.
Beragam permasalahan TKI illegal di atas sebenarnya tidak terlepas dari
permasalahan pengiriman TKI sejak dari kampung halaman, bahwa sejak awal
keberangkatan hingga tiba ke negara tujuan sudah terjebak dalam permainan
antarcalo. Para calo dengan modal jaringan lintas negera dengan mudah mampu
meyakinkan masyarakat setempat untuk mengurusi keberangkatan bekerja di luar

7
negeri. Hal ini karena semberautnya pengelolaan perusahaan pengirim tenaga
kerja di dalam negeri. Selain itu, keberangkatan calon TKI melalui jalur resmi
dianggap terlalu mahal serta melalui proses penempatan yang cukup lama serta
dituntut harus mengikuti mengikuti kegiatan pelatihan sebelum dikirim ke negara
tujuan. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka Komite Pekerja Migran
Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta agar pemerintah Indonesia mengambilalih
kewenangan perekrutan tenaga kerja Indonesia yang selama ini dipegang oleh
agen atau Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
Pentingnya peran pemerintah ini dimaksudkan untuk membenahi berbagai
persoalan yang selama ini menumpuk di hulu. Dengan kata lain, jika pemerintah
Indonesia hendak membenahi permasalahan TKI maka yang harus dibenahi
pertama adalah memperbaiki sistem di hulu, dalam konteks ini perlu adanya
kebijakan konkrit terhadap perlindungan hukum terhadap TKI mulai sejak
pemberangkatan hingga penempatan di luar negeri (Nizar, Inayah, & Dwijono,
2018).
Terkait dengan hal tersebut, maka muncullah UU Nomor 18 Tahun 2017
tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menggantikan UU Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri. UU ini dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan yang ada dalam
UU 39/2004. Melalui UU baru ini peran pemerintah menjadi lebih besar
dibandingkan peran swasta, hal ini untuk mencegah terjadinya tindakan yang tidak
manusiawi terhadap TKI sebagai akibat absennya peran negara.
Tahun 2017, DPR-RI secara resmi mengesahkan RUU Perlindungan
Pekerja Migran Indonesia untuk menggantikan UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menjadi
UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Pengaturan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri diatur dengan
Undang-Undang karena: (Husni, 2007)
1. bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi,
dihormati, dan dijamin penegakannya;

8
2. hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan;
3. dalam kenyataan selama ini TKI yang bekerja ke luar negeri sering
dijadikan objek perdagangan manusia, kerja paksa, korban kekerasan,
kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia,
serta perlakuan lain yang bertentangan dengan hak asasi manusia;
4. negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya
yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip
persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan gender, dan anti
diskriminasi;
5. penempatan TKI ke luar negeri perlu dilakukan secara terpadu antara
instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dan peran serta
masyarakat dalam suatu produk hukum yang memadai guna
memberikan perlindungan yang maksimal.

Dengan disahkannya UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan


Pekerja Migran Indonesia merupakan harapan baru bagi pekerja migran Indonesia
dan anggota keluarganya agar tercegah dari tindak kejahatan kemanusian seperti
perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, kekerasan, dan perlakuan-
perlakuan lainnya yang melanggar hak asasi manusia (Nizar, Inayah, & Dwijono,
2018).
Pemerintah berinisiatif untuk merevisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sebagai
bentuk komitmen untuk melindungi TKI. Dikatakan sejumlah perbedaan UU No.
18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ini dibandingkan
dengan Undang-Undang sebelumnya ialah salah satunya bahwa pemerintah
daerah dituntut berperan besar untuk mengurus dan melindungi Pekerja Migran
Indonesia sejak perekrutan. Itu diwujudkan dengan pembangunan pelayanan satu
atap pelayanan Pekerja Migran Indonesia di seluruh kabupaten dan kota, terutama
di kantong-kantong TKI.
UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
merupakan suatu bentuk kemajuan apabila dibandingkan dengan UU No. 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di
Luar Negeri. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari adanya Bab dan Pasal-pasal
spesifik mengenai Perlindungan Buruh Migran, Hak-hak Buruh Migran, Jaminan

9
Sosial, Tugas dan Tanggungjawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta
Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia.
Pasal 29 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia menyatakan bahwa “Dalam upaya perlindungan Pekerja Migran
Indonesia, Pemerintah Pusat menyelenggarakan Jaminan Sosial bagi Pekerja
Migran Indonesia dan keluarganya.” Dengan adanya ketentuan tersebut maka
Pekerja Migran Indonesia tidak lagi menggunakan asuransi swasta, tetapi BPJS
Ketenagakerjaan. Undang-Undang ini lebih menekankan dan memberikan peran
yang lebih besar kepada pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam
penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal
International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional
Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengatakan bahwa:
(Kertonegori, 2000)
“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat bagi anggotaanggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-
peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari
terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan
hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk
memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan
untuk tunjangan keluarga dan anak.”

Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan secara sempit. Pengertian
luas jaminan sosial meliputi usaha-usaha yang berupa: (Asikin, 2012)
1. Pencegahan dan pengembangan, yaitu di bidang kesehatan,
keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan
lainnya yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial (social
security).
2. Pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam,
lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat dan berbagai ketunaan yang
dapat dikelompokkan dalam pengertian bantuan sosial (social
assistance).
3. Pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perusahaan, transmigrasi,
koperasi, dan lainnya yang dapat dikategorikan dalam sarana sosial
(social infra structure). Sedangkan dalam pengertian yang sempit,

10
jaminan sosial ini meliputi usaha-usaha di bidang perlindungan
ketenagakerjaan, yang berupa bantuan sosial dan asuransi sosial.

UU No. 18 Tahun 2017 memberikan perlindungan Jaminan Sosial bagi


Pekerja Migran Indonesia yang selama ini dilaksanakan oleh perusahaan asuransi
yang tergabung dalam konsorsium asuransi dengan program perlindungan
meliputi perlindungan prapenempatan, masa penempatan, dan purna penempatan.
Peran perlindungan tersebut saat ini dialihkan dan dilaksanakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Untuk risiko tertentu yang tidak tercakup
dalam program Jaminan Sosial, BPJS dapat bekerja sama dengan lembaga
pemerintah atau swasta.

11
BAB III
KESIMPULAN

Perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia/Tenaga Kerja


Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri menurut UU No. 18 Tahun 2017
tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia merupakan suatu bentuk
kemajuan apabila dibandingkan dengan UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Kemajuan
tersebut dapat dilihat dari adanya Bab dan Pasal-pasal spesifik mengenai
Perlindungan Buruh Migran, Hak-hak Buruh Migran, Jaminan Sosial, Tugas dan
Tanggungjawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Layanan Terpadu
Satu Atap Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Artikel

Adharinalti. Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar


Negeri (Protection of Irregular Indonesian Workers in Overseas). Jurnal
RechtsVinding: Media Pembinaan Hukum. 2012. 1(1): 157-173.

Baharudin E. Perlindungan Hukum Terhadap TKI di Luar Negeri Pra


Pemberangkatan, Penempatan, dan Purna Penempatan. Lex Jurnalica.
2007. 4(3): 168-176.

Judge Z. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Lex
Jurnalica. 2012. 9(3): 171-175.

Loso. Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pandecta.


2010. 5(2): 210-217.

Banu L. Implementasi Hukum Pasal 35 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004


dalam Program Recognised Seasonal Employment. Jurnal Magister
Hukum Udayana. 2018. 7(1): 91-99.

Nizar M, Inayah A, & Dwijono AT. Penguatan Peran Pemerintah Melalui


Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Migran Indonesia. Jurnal
Sosiologi. 2018. 20(2): 95-111.

Ratihtiari AAT & Parsa IW. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Migran
Indonesia di Luar Negeri. Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum. 2019. 7(7):
1-16.

Sumiyati. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri


Akibat Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak. Sigma-Mu. 2013. 5(1): 50-
66.

Toiskandar 2017. “Wasni TKI Asal Cirebon Kerap Disiksa dan Tak Digaji
Selama 45 Bulan”, URL: https://daerah.sindonews.com/read/1251784/21/
wasni-tki-asal-cirebon-kerap-disiksa-dan-tak-digaji-selama-45-bulan-
15089874 46, diakses tanggal 12 Oktober 2021.

Vijayantera IWA. Pengaturan Tunjangan Hari Raya Keagamaan sebagai Hak


Pekerja Setelah Diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6
Tahun 2016. Jurnal Hukum Kertha Patrika. 2016. 38(2): 143-155.

Buku

Asikin Z. 2012. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: Rajawali Pers.

13
Hadjon PM. 1987. Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: PT. Bina
Ilmu.

Husni L. 2007. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Kertonegoro S. 2000. Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta:


Mutiara.

Soekanto S. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Internet

BBC News Indonedia. 2018. “Adelina: TKI yang meninggal di Malaysia akibat
kurang gizi dan luka-luka membuat 'marah bangsa'”,
https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-43044843, diakses tanggal 12
Oktober 2021.

Nugroho PDP. 2018, “Kisah Sumiyati, TKI dari Grobogan yang Tewas Dianiaya
Majikannya di Arab Saudi”, URL:
https://regional.kompas.com/read/2018/01/11/09060501/kisah-sumiyati-
tkidari-grobogan-yang-tewas-dianiaya-majikannya-di-arab?page=all,
diakses tanggal 12 Oktober 2021.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan


dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan


Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor


KEP.104A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja di luar negeri.

14

Anda mungkin juga menyukai