Anda di halaman 1dari 97

PELAKSANAAN E-COUR T DAN DAMPAKNYA TERHADAP

PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA


JAKARTA PUSAT

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

MUCHAMMAD RAZZY KURNIA


NIM: 11160480000060

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 M / 2020 H
PELAKSANAAN E-COUR T DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA PUSAT

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

MUCHAMMAD RAZZY KURNIA


NIM: 11160480000060

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 M / 2020 H

i
PELAKSANAAN E-COUR T DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA PUSAT

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:
Muchammad Razzy Kurnia
NIM. 11160480000060

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Syahrul Adam, M.Ag. Faris Satria Alam, M.H.


NIP. 19730504 20000 1 002 NIDN. 0325038802

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 M / 2020 H

ii
iii
ABSTRAK

Muchammad Razzy Kurnia.NIM 11160480000060. “PELAKSANAAN


E-COURT DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA
DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT. Program Studi Ilmu Hukum,
Konsentrasi Praktisi Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M. Isi: IX + 71 + 4 Daftar
Pustaka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis, dan memberi
pemahaman mengenai pelaksanaan e-Court serta dampak dan tantangan dalam
pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat .
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan
menggunakan metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2019 tentang administrasi pengadilan secara elektronik dan
pengadilan secara elektronik.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya e-Court sangat
berdampak bagi kemajuan sistem peradilan di Indonesia serta mewujudkan
peradilan yang berasaskan sederhana, cepat dan biaya ringan. Dampak dari adanya
sistem e-Court ini sendiri dalam proses berperadilan dengan semakin
berkembangnya teknologi digital, maka transformasi pengadilan untuk menjadi
pengadilan yang modern yang memanfaatkan teknologi informasi digital secara
maksimal adalah sebuah keniscayaan.

Kata Kunci : E-Court, Dampak, Tantangan.


Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Syahrul Adam M.Ag.
2. Faris Satria Alam, M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1999 Sampai Tahun 2020

v
KATA PENGANTAR

‫الرحيم الرحمن هلال بسم‬

Alhamdulillah Waasyukurillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang senantiasa telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya kepada kita semua.
Peneliti menghaturkan shalawat serta salam yang senantiasa kita curahkan kepada Baginda
Rasul Nabi besar kita Muhammad SAW, kepada segenap keluarga, sahabat serta umatnya
sepanjang zaman, yang Insya Allah kita ada di dalamnya, aamiin Yaa Rabbal’alamin..
Berkat rahmat, nikmat serta anugrah yang telah Allah SWT berikan, peneliti mampu
menyelesaikan penelitian skripsi ini yang berjudul “Pelaksanaan e-Court dan Dampaknya
Terhadap Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat”. Peneliti telah melewati
proses perjalanan yang panjang dan tidak mudah untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini,
banyak hambatan, tekanan jiwa dan raga yang telah dilalui, sampai pada akhirnya berkat
kesungguhan, kerja keras, doa serta Ridho Allah SWT, peneliti telah sampai pada titik akhir
proses penyelesaian skripsi ini.
Dalam penelitian ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang
terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs.
Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang turut berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Syahrul Adam M. Ag. dan Faris Satria Alam, M.H Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta kesabaran dan keikhlasan dalam
membimbing, memberikan arahan, saran dan motivasi yang sangat berharga kepada peneliti,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Ketua Pengadilan Agama
Jakarta Pusat yang telah membantu menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti, guna
mengadakan studi kepustakaan dalam penyelesaian skripsi.

vi
5. Kepada Kedua orang tuaku yang tercinta, ibu Shobariah dan bapak Machmmud Hasbi.
Terimakasih yang sebesar besarnya atas kesabaran, keikhlasan serta ketulusan dalam
mendidik peneliti dari lahir hingga sampai saat ini, yang telah memberikan semangat dan
dukungan baik dari segi moral dan materil serta doa yang tiada henti agar skripsi ini dapat
diselesaikan oleh peneliti.
6. Semua pihak yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar.

Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan
terimakasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 April 2020 M


2 Ramadhan 1441 H

Muchammad Razzy Kurnia

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. ................................................ i


PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR ..........................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................ 7
D. Metode Penelitian .................................................................................. 10
E. Sistematika Pembahasan ....................................................................... 15
BAB II TINJAUAN TEORI TENTANG E-COURT

A. Kerangka Konseptual ............................................................................ 18


1. Pengertian E-Court dan E-Litigasi ...................................................... 18
2. Sejarah E-Court di Dunia .................................................................... 20
3. Sejarah E-Court di Indonesia .............................................................. 24
4. Kebijakan Penerapan E-Court di Indonesia ........................................ 26
B. Kerangka Teori
1. Teori Efektivitas Hukum ................................................................... 28
2. Teori Keadilan. .................................................................................. 30
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu......................................................32
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI E-COURT DI PENGADILAN
AGAMA JAKARTA PUSAT
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Pusat .............................. 33
B. Pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat...................... 39
C. Perbandingan Penyelesaian Kasus Melalui E-Court dan Sidang Biasa . 52
BAB IV Efektivitas dan Keadilan e-Court Pada Penyelesaian Perkara di
PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT
A. Tantangan Penerapan E-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ...... 54

viii
B. Dampak E-Court Dalam Efektifitas Penyelesaian Kasus di Pengadilan
Agama Jakarta Pusat.................................................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan. ............................................................................................ 64
B. Rekomendasi. ....................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72


LAMPIRAN. ........................................................................................................ 66

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di era Globalisasi saat ini sangat berpengaruh pesat terhadap
perkembangan kehidupan manusia yang menekankan pada pola digital
economy, artificial intelligience, big data, robotic, dan lain sebagainya.
Fenomena ini lebih dikenal dengan sebutan disruptive innovation. Menghadapi
fenomena tersebut, dunia hukum juga dituntut untuk melakukan perubahan-
perubahan yang signifikan dalam melakukan tindakan hukum, salah satunya
adalah dengan adanya aplikasi e-Court.1
Dalam beracara di pengadilan agama, sebelum seseorang atau kuasa
hukumnya mengajukan permohonan atau gugatan maka terlebih dahulu
melakukan registrasi atau pendaftaran perkara. Dalam pendaftaran perkara
tersebut, juga dikenal istilah penerimaan berkas-berkas. Penerimaan berkas-
berkas tersebut dilakukan dengan sistem meja yakni meja I sampai dengan meja
III.
Dengan mengetahui tugas dari setiap meja, maka dalam mengajukan
perkara di pengadilan agama dapat langsung menuju meja-meja yang telah
disediakan. Sehingga jangan sampai seorang advokat atau kuasa hukum dalam
pendampingannya dengan klien masih terkendala dalam pendaftaran perkara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman menyebutkan peradilan dilakukan denga de

Dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Untuk


mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan pembaruan guna mengatasi kendala
dan hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan. Maka itu perlu adanya
terobosan baru yang dipadukan dengan kecanggihan teknologi zaman
sekarang.

1
Tarmizi, “Sistem E-Court dalam Peradilan”, diakses pada 28 Mei 2020. Pukul 20.00 WIB.

1
2

Sistem online menjadi terobosan baru dalam penyelenggaraan


peradilan. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi berupa jaringan
internet maka dapat membuat sistem dalam membentuk aplikasi yang disebut
e-Court. Dengan sistem pengoprasian online maka orang yang mencari
keadilan tidak perlu mendaftar dengan datang langsung ke tempat Pengadilan
Agama Jakarta Pusat.
E-Court adalah sebuah instrument pengadilan sebagai bentuk
pelayanan terhadap masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara online,
taksiran panjar biaya secara online, pembayaran panjar biaya secara online,
pemanggilan secara online dan persidangan secara online, mengirim dokumen
persidangan (jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan) 2. Aplikasi e-Court
diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dalam fungsinya menerima
pendaftaran perkara secara online dimana masyarakat akan menghemat waktu
dan biaya saat melakukan pendaftaran perkara.
Pasca Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan MA (PERMA) Nomor
1 Tahun 2019 tentang administrasi di pengadilan secara elektronik pada tanggal
29 Maret 2018, merupakan hal yang dilakukan untuk memenuhi asas peradilan
yaitu sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dengan adanya layanan sistem e-
Court sebagai perangkat yang disediakan untuk membantu masyarakat dalam
proses pendaftaran perkara di pengadilan. Sistem e-Court hanya bisa dilakukan
bagi advokat atau penasihat hukum yang telah mendapatkan validasi dari
Mahkamah Agung RI.
Lahirnya aplikasi e-Court tidak terlepas dari Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019. Aplikasi e-Court merupakan perwujudan dari
implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019 merupakan inovasi sekaligus komitmen bagi
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam mewujudkan reformasi di dunia

2
Mahkamah Agung RI, http://www.pn-purwakarta.go.id/files/ecourt/ecourt_manual_full.pdf
diakses pada 28 Mei 2020. Pukul 20.00 WIB.
3

peradilan Indonesia (Justice reform) yang mensinergikan peran teknologi


informasi (IT) dengan hukum acara (IT for Judiciary).3
Peraturan Mahkamah Agung RI yang dicetuskan pada Maret 2018
tersebut sangat relevan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara
maritim yang memiliki issue utama dalam access to justice. Dengan
disahkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019, hal ini
menjadi tonggak awal dalam revolusi administrasi perkara di pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung ini juga merupakan pondasi dari
implementasi aplikasi e-Court di dunia peradilan Indonesia, sehingga peradilan
berwenang untuk menerima pendaftaran perkara dan menerima pembayaran
panjar biaya perkara secara elektronik. Secara substansial, peraturan
mahkamah agung tersebut tidak menghapus ataupun menganulir norma yang
berlaku, melainkan menambah ataupun menyempurnakannya. Selain mengatur
dalam beracara secara elektronik, eksistensi Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2019 memberikan kewenangan kepada juru sita/juru sita
pengganti di pengadilan untuk menyampaikan relaas
(panggilan/pemberitahuan) secara online.
Persidangan elektronik (e-Litigasi) dapat dilakukan setelah pengguna
mendapatkan panggilan elektronik (e-Summons). Dalam persidangan ini pihak
penggugat/pemohon dan tergugat/termohon telah setuju melakukan
persidangan elektronik dengan mengisi persetujuan prinsipal maka para pihak
bisa melakukannya sesuai dengan e-Summons yang telah dikirimkan.
Acara persidangan secara e-Litigasi oleh para pihak dimulai dari acara
jawaban, replik, duplik dan kesimpulan. Untuk jadwal persidangan sudah
terintegrasi dengan tundaan sidang di sistem informasi penelusuran perkara
(SIPP). Dokumen dikirim setelah terdapat tundaan sidang dan ditutup sesuai

3
Ditjenmiltun Mahkamah Agung RI, E-Court, Era Baru Beracara di Pengadilan
https://www.pt-bengkulu.go.id/berita/e-court-era-baruberacara-di-pengadilan di akses pada tanggal
28 Mei 2020. Pukul 20.00 WIB.
4
Mahkamah Agung RI, E-Court, Era Baru Beracara di Pengadilan,
http://ditjenmiltun.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2816
:e-court-era-baru-beracara-dipengadilan&catid=114:umum diunduh pada tanggal 28 Mei 2020.
Pukul 20.00 WIB.
4

jadwal sidang. Sedangkan untuk mekanisme kontrol (menerima, memeriksa,


meneruskan) dari semua dokumen yang di upload para pihak dilakukan oleh
majelis hakim/hakim yang berarti ketika kedua belah pihak mengirimkan
dokumen dan selama belum diverifikasi oleh majelis hakim/hakim kedua belah
pihak tidak dapat melihat atau mendownload dokumen yang dikirim oleh pihak
lawan.
Seiring dengan perkembangan zaman, turut berkembang berbagai
peristiwa dari kasus dalam masalah ibadah dan kehidupan sehari-hari. Kita juga
telah mengetahui bahwa tidak setiap kejadian atau permasalahan terdapat
keterangannya di dalam ajaran Al Quran maupun Hadits. Bahkan ada peristiwa
atau kejadian-kejadian yang sebelumnya tidak pernah diduga kemunculannya.
Jika ajaran-ajaran yang ada terbatas jumlahnya, sementara peristiwa-peristiwa
yang terjadi tidak terbatas dan sesuatu yang terbatas, tidak dapat dihukumi oleh
sesuatu yang terbatas. Maka, dapat diambil kesimpulan dengan pasti bahwa
ijtihad merupakan sesuatu yang harus ditempuh, sehingga setiap permasalahan
selalu dapat ditemukan solusinya.
Syariat Islam diturunkan bertujuan untuk mengatur kebutuhan manusia.
Kebutuhan umat manusia itu selalu berkembang yang tidak mungkin semuanya
dirinci dalam Alquran dan hadis. Namun secara umum, syariat Islam telah
memberi petunjuk bahwa tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan umat
manusia. Oleh sebab itu, apa-apa yang dianggap maslahat, selama tidak
bertentangan dengan Alquran dan hadis Rasullah saw, sah dijadikan landasan
hukum.
Suatu kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syarak dan tidak pula
terdapat dalil-dalil yang menyeruh untuk mengerjakan atau meninggalkannya.5
Yang mana metode itu menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Jadi
pembentukan hukum dengan cara syariat Islam semata-mata untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti

5
Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), h., 27.
5

untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan dan kerusakan bagi


manusia itu sendiri.
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa masalah peribadatan itu
difokuskan terhadap apa yang tidak terdapat dalam ajaran, baik dalam Alquran
ataupun hadis yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui
suatu I’tibar. Dan juga difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan adanya
ijmak ataupun kias yang berhubungan dengan kejadian tersebut6. Seuai dengan
pembagian masalah peribadatan dari segi tingkatannya maka e-Litigasi yakni
sidang online termasuk tindakan demi mendatangkan kelancaran, kemudahan,
dan kesuksesan bagi manusia secara utuh menyeluruh.7
Aplikasi e-Litigasi itu lebih memudahkan bagi para penegak hukum
dalam hal ini hakim, advokat dan panitera terlebih memudahkan orang-orang
yang beperkara di pengadilan atau para pencari keadilan dalam hal ini
penggugat/tergugat dan pemohon atau termohon bisa melakukan persidangan
atau beracara secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pendaftaran Perkara Online dalam aplikasi e-Court untuk saat ini baru
dibuka jenis pendaftaran untuk perkara gugatan dan akan terus berkembang.
Pendaftaran Perkara Gugatan di Pengadilan adalah jenis perkara yang
didaftarkan di Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan TUN yang
dalam pendaftarannya memerlukan effort atau usaha yang lebih, dan hal ini lah
yang menjadi alasan untuk membuat e-Court salah satunya adalah kemudahan
berusaha.8 Berdampak pada terhambatnya akses keadilan bagi masyarakat. Hal
ini muncul karena ada biaya lebih yang harus dikeluarkan oleh para pencari
keadilan terhadap layanan di pengadilan akibat proses administrasi yang terlalu
panjang dan melibatkan banyak pihak. Praktik semacam ini sebelumnya

6
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1999), h., 122.
7
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah),
h.,205.
8
Buku Panduan E-Court, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/, diakses pada tanggal 13
Desember 2018, pukul 19.00 WIB.
6

melahirkan rentan terhadap praktik pencaloan dan penyimpangan prosedur


lainnya.
Berdasarkan apa yang diuraikan, peneliti merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang efektivitas e-Court dalam perkara perdata
khususnya dalam lingkup Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Untuk itu penulis
mengangkat skripsi dengan judul “PELAKSANAAN E-COURT DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah peneliti paparkan
sebelumnya, peneliti mengidentifikasi masalah antara lain:
a. Pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
b. Dampak adanya e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
c. Faktor penyebab pemberlakuan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat.
d. Dasar hukum undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman.
e. Peraturan MA (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi di
Pengadilan Secara Elektronik.
f. Peradilan Agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1988
tentang Pengadilan Agama sebagaimana telah dirubah dengan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut diatas, agar pembahasan tidak
meluas dan untuk mempermudah penulisan skripsi ini perlu kiranya
peneliti untuk membatasi masalah yang akan menjadi fokus pembahasan
dalam penelitian ini. Pembahasan akan menjadi jelas dan terarah sesuai
dengan yang diharapkan oleh peneliti. Dimana penelitian ini akan
7

memfokuskan kepada Pelaksanaan e-Court dan dampaknya dalam perkara


di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, yakni terkait efektivitas e-
Court dan dampaknya terhadap perkara di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat. Peneliti mempertegas permasalahan penelitian dengan bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan e-Court dalam proses penyelesaian perkara di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat?
b. Bagaimana dampak pelaksanaan e-Court terhadap penyelesaian
perkara dan tantangannya dalam penyelesaian kasus di Pengadilan
Agama Jakarta Pusat?
c. Apa saja tantangan pelaksanaan e-Court dalam penyelesaian perkara di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah peneliti
paparkan, maka peneliti mendalilkan tujuan penelitian sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan e-Court dalam proses perkara di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
b. Untuk mengetahui dampak yang dihadapi dalam pelaksanaan e-Court
dalam proses perkara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
c. Untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapai dalam pelaksanaan
e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari adanya penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni
manfaat teoritis dan mafaat praktis:
a. Manfaat Teoritis
1) Dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang akan datang
terkait masalah yang sama.
8

2) Menjadi bahan pustaka untuk peneliti ataupun praktisi hukum


selanjutnya yang berkaitan dengan pelaksanaan e-Court dan
dampaknya serta mengetahui tantangan apa saja yang terdapat dalam
pelaksanaan e-Court dalam proses perkara di Pengadilan Agama
Jakarta Pusat.
b. Manfaat Praktis
1) Dapat memberikan informasi tentang bagaimana pelaksanaan e-
Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
2) Dapat memberikan informasi mengenai mengenai dampak adanya
sistem e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
3) Untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi seluruh pihak
dengan adanya sistem e-Court tersebut.
4) Sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam penelitian ini.
5) Untuk mengetahui peran apa saja yang dilakukan oleh pihak
pengadilan dalam pelaksanaan sistem e-Court tersebut.
6) Untuk mengetahui faktor penyebab diberlakukannya sistem e-Court
di peradilan Indonesia.
7) Untuk mengetahui efektivitas e-Court apaka sudah sesuai dengan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019.
8) Mewujudkan Peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan
khusunya dalam pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat.
9) Mewujudkan asas keterbukaan informasi dalam proses berperkara di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
10) Adanya transparansi lembaga peradilan dalam memberikan
informasi terkait perkara yang di selsaikan di Pengadilan Agama
Jakarta Pusat.
9

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian normatif empiris.
Dimana penelitian normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan
hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. 9 Pada dasarnya penelitian
normatif menggunakan aturan-aturan dalam ketentuan hukum yang berlaku
seperti pasal-pasal yang ada dalam peraturan perundang-undangan dan
pandangan para ahli (doctrine). Penelitian empiris adalah metode penelitian
yang meneliti hukum dari perspektif eksternal dengan objek penelitiannya
adalah sikap dan perilaku sosial terhadap hukum.10 Serta penelitian tersebut
juga didukung dengan data empiris berupa fakta-fakta yang dibutuhkan dari
lapangan demi mencapai hasil yang diinginkan penulis. Sehingga, penulis
akan mengetahui apakah aturan hukum tersebut sesuai dengan apa yang
diharapkan atau hanya menimbulkan konflik yang justru menimbulkan
ketidaktertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat.
2. Pendekatan Penelitian
Penulis menggunakan beberapa metode pendekatan penelitian
hukum, yaitu:
a. Pendekatan undang-undang (statute approach)
Pendekatan undang-undang adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang ditangani.11 Penulis akan mempelajari

9
Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h., 34.
10
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori
Hukum, … h. 12.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), h., 93.
10

lebih lanjut mengenai Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di
Pengadilan secara Elektronik dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
b. Pendekatan Historis (historical approach)
Penulis menggunakan pendekatan historis, dimana penulis
memahami sejarah atau perjalanan fakta, peristiwa, kejadian, dan
fenomena lainnya pada objek penelitian. Penulis dapat meganalisis
suatu peristiwa masa lalu yang mengalami perubahan. 12 Penelitian
historis menjelaskan bahwa proses beracara perdata secara manual
tidak cukup untuk meminimalisir banyak perkara yang masuk ke
Pengadilan. Oleh sebab itu, proses beracara perdata disesuaikan
dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, yaitu dengan
menggunakan peradilan secara elektronik. Penelitian historis
menggambarkan dan menjelaskan bahan hukum yang ada
mengenai pemanfaatan atas fasilitas yang diberikan dalam proses
beracara perdata di Pengadilan Agama Jakarta Pusat Khusus
elektronik untuk kepentingan Pencari Keadilan dan hambatan-
hambatan yang ditimbulkan dalam proses administrasi perkara dan
persidangan perdata di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
c. Pendekatan Sosiologis (sociological approach)
Pendekatan sosiologis adalah metode pendekatan penelitian hukum
yang berupa pandangan dimana suatu hukum dibuat sebagai alat untuk
mengatur masyarakat.13 Penulis dapat mengetahui bahwa penegakan e-
Court sudah digunakan dengan optimal oleh pencari keadilan.
d. Pendekatan Filosofis (philosophical approach)

12
Made Indra & Ika Cahyaningrum, “Cara Mudah Memahami Metodologi Penelitian”,
(Yogytakarta: Penerbit Deepublish, 2019), h., 30.
13
Sri Warjiyati, “Memahami Dasar Ilmu Hukum: Konsep Dasar Ilmu Hukum”, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), h., 2.
11

Pendekatan filosofis atau sering dikenal dengan pendekatan idealis


adalah metode penelitian berupa pandangan bahwa hukum dibuat
sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang ada di masyarakat.14 Penulis
dapat mengetahui bahwa e-Court diterapkan sesuai dengan kondisi di
lingkungan masyarakat.
3. Sumber Data
Peneliti dalam Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data
antara lain:
a. Sumber data primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan
yang digunakan adalah peraturan peraturan perundang-undangan yang
memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini ada
beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi bahan
penelitian yaitu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Peraturan MA (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019
tentang administrasi di pengadilan secara elektronik, Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
b. Sumber data sekunder biasanya berupa pendapat hukum/doktrin/teori-
teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel
ilmiah, maupun website yang terkait dengan penelitian. Termasuk pula
dalam sumber data sekunder adalah wawancara dengan narasumber.
Pada penelitian hukum normatif, wawancara dengan narasumber dapat
dilakukan dan digunakan sebagai salah satu data sekunder yang
termasuk sebagai bahan hukum sekunder. Hal tersebut karena
wawancara dengan narasumber digunakan sebagai pendukung untuk
memperjelas sumber data primer. Dalam hal ini peneliti menggunakan
metode terjun langsung ke lapangan dengan mewawancarai subjek
yang berkaitan dengan tema penelitian tersebut. Peneliti memilih studi
kasus pada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Oleh karena itu peneliti

14
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bhakti, Cetakan Ketiga, 2000),
h., 19.
12

melakukan observasi ke pengadilan tersebut untuk memperoleh data-


data yang objektif.
c. Sumber data tersier merupakan bahan hukum merupakan bahan hukum
yang memberikan penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Biasanya bahan hukum tersier
diperoleh dari kamus hukum, ensikplopedia hukum , jurnal hukum,
berita hukum, koran dan sebagainya. Dalam hal ini peneliti
menggunaka beberapa media yang khususnya berkaitan dengan sistem
e-Court, kekuasaan kehakiman serta yang berkaitan dengan Pengadilan
Agama.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, yakni :
a. Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan interview secara personal
langsung kepada pihak terkait dalam penelitian ini. Adapun pihak yang
diwawancarai adalah pihak dari pelaku usaha itu sendiri yang dalam hal
ini adalah Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Penulis menggunakan
teknik wawancara terkait bahan hukum primer dalam proses observasi,
yaitu Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Dalam pelaksanaannya,
penulis menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin, yaitu penulis
menyesuaikan narasumber dalam proses wawancara dengan tetap
berpedoman pada topik dan pertanyaanpertanyaan yang sudah dibuat
terlebih dahulu. Yaitu: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang
menangani perkara perdata secara elektronik di Pengadilan Agama
Jakarta Pusat.
b. Dokumentasi
yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri dokumen-dokumen
yang terkait dengan objek penelitian. Adapun dokumen-dokumen yang
terkait yaitu baik berupa:
1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan.
13

2) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019


tentang persidangan secara elektronik.
3) Publikasi tentang hukum dalam bidang sistem administrasi E-
Court serta persidangan secara elektronik (E-Litigasi) yang
meliputi buku-buku teks, jurnal hukum, dan komentar-komentar
atas norma hukum dan lain-lain.

5. Teknik Pengolahan Data


Teknik pengolahan data, adalah cara yang digunakan untuk
membuat data tersebut menjadi mudah untuk disajikan sehingga mudah
untuk dipahami. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik yang
terdiri dari:
a. Mentraskrip data
Data yang didapatkan dari peneliti dari hasil wawancara dengan
narasumber berupa audio serta hasil pengamatan (observasi) peneliti
dilapangan ke dalam bentuk narasi kualitatif
b. Reduksi data
Reduksi data adalah proses memilah dan menelaah data untuk
mendapatkan data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Reduksi
data dilakukan dengan kategorisasi dan penyortiran data.
c. Penyajian data
Setelah data yang dibutuhkan dalam penelitian didapatkan
melalui proses reduksi data maka, peneliti akan menyajikan data
berdasarkan kategori dan sub bab serta akan dituangkan dalam bentuk
narasi kualitatif.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data atau merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu
dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.15 Penelitian ini
menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan pendekatan kualitatif

15
Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h., 183.
14

yang bersifat evaluatif, yaitu suatu cara analisis hasil penelitian yang
menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.16 Bersifat evaluatif artinya
peneliti memberikan justifikasi atas hasil penelitian.17
7. Pedoman Penulisan
Teknik penyusunan dan penulisan skripsi ini berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan pada tahun 2017.
E. Sistematika Pembahasan
Sesuai dengan pedoman, untuk menjelaskan pembahasan skripsi secara
menyeluruh dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika
penulisan yang terdiri dari lima bab adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas tiga sub bab yang pertama memaparka
mengenai latar belakang masalah, kedua identifikasi, pembatasan,
perumusan masalah, ketiga tujuan dan manfaat penelitian, keempat
metode penelitian, dan kelima sistematika pembahasan.
BAB II: KAJIAN TEORI TENTANG E-COURT
Pada bab ini, akan dibahas jenis kajian pustaka, yakni
kerangka konseptual yang membahas mengenai kata-kata atau istila-
istilah yang muncul pada penelitian ini agar tidak terjadi kekaburan
dan kerancuan pemahaman terhadap istila-istilah, lalu kajian teoritis
yang mana membahas teori-teori yang berkaitan dengan
pembahasan terkait penelitian ini.
Pada sub bab selanjutnya di bab ini juga membahas review studi
terdahulu. Pada sub bab ini juga mendeskripsikan hasil penelususran
penulis terhadap studi atau penelitian terdahulu yang serumpun.
Review studi terdahulu, agar tidak terjadinya persamaan terhadap

16
Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h., 159.
17
Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h., 183.
15

materi muatan dan pembahasan yang dibuat antara peneliti dengan


pihak lain.
BAB III: IMPLEMENTASI E-COURT DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA PUSAT
Pada bab ini menjelaskan bahwa peneliti akan membahas dan
menguraikan beberapa data yang berhubungan erat dengan apa yang
menjadi titik fokus pembahasan dalam penelitian ini, yakni penulis
akan menjabarkan tentang gambaran umum Pengadilan Agama
Jakarta Pusat, pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat, serta perbandingan penyelesaian kasus melalui e-Court dan
sidang biasa.
BAB IV: TANTANGAN DAN DAMPAK E-COURT PADA
PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT
Pada bab ini peneliti membahas dan menjawab permasalahan yang
ada pada penelitian ini diantaranya menjelaskan dan menganalisis
serta menjawab permasalahan hukum mengenai tantangan
penerapan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dan dampak
e-Court dalam efektivitas penyelesaian kasus di Pengadilan Agama
Jakarta Pusat.

BAB V: PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dari
peneliti dan rekomendasi. Kesimpulan merupakan penyederhanaan
dari hasil analisis data dan dapat ditarik dari hasil pembuktian atau
dari uraian yang telah dideskripsikan pada bab sebelumnya yang
saling erat dengan pokok masalah.
Bab V diakhiri dengan rekomendasi. Kata rekomendasi terasa lebih
tepat sebagai ganti kata saran. Rekomendasi dibuat berdasarkan hasil
penelitian.
BAB II
TINJAUAN E-COURT PADA PELAKSANAAN PENYELESAIAN
PERKARA DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT

A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian E-Court dan E-Litigasi
Berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menyebutkan peradilan
dilakukan dengan cara sederhana, cepat dan biaya ringan. Untuk
mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan pembaruan guna mengatasi
kendala dan hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan. Maka dari
itu perlu adanya trobosan baru yang dipadukan dengan kecanggihan
teknologi zaman sekarang.
Sistem online inilah menjadi terobosan baru dalam penyelenggaraan
peradilan. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi berupa jaringan
internet maka dapat membuat sistem dalam membentuk aplikasi yang
disebut e-Court. Dengan system pengoprasian online maka orang yang
mencari keadilan tidak perlu mendaftar dengan datang langsung ke
pengadilan agama.
E-Court adalah sebuah instrument pengadilan sebagai bentuk
pelayanan terhadap masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara
online, taksiran panjar biaya secara online, pembayaran panjar biaya secara
online, pemanggilan secara online dan persidangan secara online, mengirim
dokumen persidangan (jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan). 1 Aplikasi
e-Court diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dalam fungsinya
menerima pendaftaran perkara secara online dimana masyarakat akan
menghemat waktu dan biaya saat melakukan pendaftaran perkara.
Lahirnya aplikasi e-Court tidak terlepas dari Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019. Aplikasi e-Court merupakan perwujudan dari
implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.

1
Mahkamah Agung Republik Indonesia,https://ecourt.mahkamahagung.go.id/, Diakses
Pada Tanggal 28 Mei 2020, Pukul 19.00 WIB.

18
19

Maksud adanya peraturan ini tertera pada PERMA RI Nomor 1 Tahun


2019 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik untuk
mendukung terwujudnya tertib administrasi perkara yang professional,
transparan, akuntanbel, efektif, efisien, dan modern.2
Adapun pengertian dari e-Litigasi sendiri sudah tertera di PERMA
Nomor 1 Tahun 2019 dalam pasal (1) ayat (7) di bab ketentuan umum yaitu:
persidangan secara elektronik adalah serangkaian proses memeriksa dan
mengadili perkara oleh pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan
teknologi informasi dan komunikasi.
Dan dalam pasal (4) juga dijelaskan bahwasannya persidangan
secara elektronik dalam peraturan ini berlaku untuk proses dengan cara
penyampaian gugatan/permohonan/keberatan/bantahan/perlawanan atau
intervensi/beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik, pembuktian,
kesimpulan dan pengucapan putusan/penetapan.
Persidangan elektronik (e-Litigasi) dapat dilakukan setelah
pengguna mendapatkan panggilan elektronik (e-Summons). Dalam
persidangan ini pihak penggugat/pemohon dan tergugat/termohon telah
setuju melakukan persidangan elektronik dengan mengisi persetujuan
prinsipal maka para pihak bisa melakukannya sesuai dengan e-Summons
yang telah dikirimkan.
Acara persidangan secara e-Litigasi oleh para pihak dimulai dari
acara jawaban, replik, duplik dan kesimpulan. Untuk jadwal persidangan
sudah terintegrasi dengan tundaan sidang di sistem informasi penelusuran
perkara (SIPP). Dokumen dikirim setelah terdapat tundaan sidang dan
ditutup sesuai jadwal sidang. Sedangkan untuk mekanisme kontrol
(menerima, memeriksa, meneruskan) dari semua dokumen yang diupload
para pihak dilakukan oleh majelis hakim/hakim yang berarti ketika kedua

2
Pasal 2, PERMA No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara
Elektronik, Berita Negara RI, Tahun 2019, No. 894.
.
20

belah pihak mengirimkan dokumen dan selama belum diverifikasi oleh


majelis/hakim kedua belah pihak tidak dapat melihat atau mendownload
dokumen yang dikirim oleh pihak lawan.
2. Sejarah E-Court di Dunia
Kemajuan Teknologi Informasi yang sedemikian cepat dan telah
mempermudah kerja manusia (termasuk tugas peradilan) bukan tanpa efek
samping yang berdampak buruk bagi manusia/masyarakat/Negara.
Informasi yang tidak terkontrol akan berdampak pada chaos of information
pollution, yang memberikan data-data yang tidak bernilai guna. Laju
perkembangan teknologi informasi pada akhirnya menuntut badan- badan
peradilan di berbagai negara tak terkecuali di Indonesia untuk mengadopsi
penggunaan teknologi informasi.
Bila sebelumnya pengadministrasian perkara di pengadilan
dilaksanakan secara manual serta memakan waktu lama dan biaya tinggi
maka penggunaan teknologi informasi berupaya mempercepat,
mempermudah dan mempermurah biaya pengadministrasian perkara. Tren
peradilan di berbagai belahan dunia juga mulai mengarah pada
pembangunan integrated judiciary (i-Judiciary).3Anne Wallace dalam
artikelnya yang berjudul “E-Justice: An Australian Perspective” mencatat
beberapa terobosan yang dilakukan pengadilan Australia, seperti
penggunaan Case Management, Judgment Publication and Distribution,
Litigation Support, Evidence Presentation, Electronic Courtrooms,
Knowledge Management, Video-Conferencing, Transcript, Electronic
Filing, Electronic Search, dan E-court s. Hal yang patut ditiru dalam
pengalaman Australia adalah adanya laman http://www.austlii.org. Laman
tersebut adalah laman penyedia materi dan informasi hukum secara gratis
paling terkenal di Australia yang menyediakan informasi hukum publik yang
bersifat primer seperti peraturan

3
PTUN Yogyakarta, https://ptun-yogyakarta.go.id/index.php/artikel/193-e-court-dan-
masa-depan-sistem-peradilan-modern-di-indonesia.html. . Diakses pada tanggal 29 Mei 2020.
Pukul 19.00 WIB.
21

perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta yang bersifat sekunder


seperti jurnal dan kajian-kajian hukum. Mahkamah Agung Australia (High
Court of Australia) telah mempublikasikan resmi putusan (sejak 1903
sampai sekarang) di laman tersebut. Selain itu disediakan pula Special Leave
Dispositions (sejak 2008), transkrip persidangan (sejak 1994) and High
Court Bulletins (sejak 1996).4
Ide pemanfaatan teknologi informasi untuk memperlancar tugas-
tugas peradilan tersebut saat ini semakin berkembang pesat melalui
peradilan elektronik (e-court ). Terlebih Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengamanatkan
pemerintah untuk mendukung pengembangan teknologi informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi
informasi secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memerhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Keterbukaan informasi di peradilan, adalah salah satu hal yang
seringkali disoroti karena berkaitan dengan hak atas peradilan yang adil.
Prosedur birokrasi yang berbelit-belit berpotensi untuk membuat
masyarakat malas memperjuangkan haknya melalui institusi formal
penegak hukum. Berdasarkan riset masih banyak ditemukan praktik pungli
yang dilakukan oleh oknum pengadilan di Indonesia dalam memberikan
layanan publik kepada masyarakat.
Laporan Ombudsman Republik Indonesia menyebut dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir yaitu 2014-2016, Pengadilan Negeri merupakan
lembaga peradilan yang paling banyak diadukan yaitu sebanyak 394 aduan
dengan jenis mal administrasi yang paling banyak dikeluhkan publik adalah
penundaan perkara yang berlarut-larut sebanyak 215 aduan, tidak kompeten

4
PTUN Yogyakarta, https://ptun-yogyakarta.go.id/index.php/artikel/193-e-court-dan-masa-
depan-sistem-peradilan-modern-di-indonesia.html. Diakses pada 29 Mei 2020. Pukul 19.00 WIB.
22

dalam melaksanakan kinerja dalam sistem peradilan sebanyak 117 aduan,


dan penyimpangan prosedur sebanyak 115 aduan.5
Cetak biru pembaharuan peradilan 2010-2035 telah menetapkan
bahwa salah satu indikator peradilan yang ideal adalah Peradilan yang
modern dengan berbasis Teknologi Informasi terpadu. Adanya kata Terpadu
muncul dari permasalahan bahwa saat penyusunan cetak biru tersebut, yakni
di sekitar sebelum tahun 2010, Mahkamah Agung telah menyadari bahwa
belum terdapat manajemen teknologi informasi yang komprehensif dan
terintegrasi.
Sebagai perbandingan, di Australia sudah terlebih dahulu diterapkan
online dispute resolution, Penggerak utama penyelesaian sengketa online
(ODR) adalah kebutuhan akan akses yang terjangkau ke pengadilan. Dalam
banyak perselisihan dengan nilai yang lebih rendah, apa yang dipertaruhkan
nilainya lebih rendah daripada biaya memulai proses hukum formal, atau
bahkan mencari nasihat hukum. Dan dalam perselisihan yang melibatkan
sejumlah besar uang bagi individu, biaya hukum untuk menyelesaikan
perselisihan juga bisa signifikan dan tidak terjangkau. Akibatnya ODR,
dengan struktur biayanya yang lebih rendah, memberikan peluang untuk
memperluas akses ke keadilan bagi banyak orang.
ODR juga memiliki potensi untuk meningkatkan akses tidak hanya
secara umum, tetapi untuk kelompok yang kurang beruntung khususnya.
Hambatan karena jarak, pengurungan, penglihatan atau gangguan
pendengaran dapat dihilangkan atau dikurangi melalui teknologi. 6 Dimana
pihak berperkara dapat menyelesaikan sengketanya secara online.
ODR dapat dianggap terdiri dari penyelesaian sengketa alternatif
online (OADR) dan pengadilan online. OADR dapat didefinisikan sebagai
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, berdasarkan pada teknologi
informasi dan komunikasi.

5
PTUN Yogyakarta, https://ptun-yogyakarta.go.id/index.php/artikel/193-e-court-dan-masa-
depan-sistem-peradilan-modern-di-indonesia.html. Diakses pada 29 Mei 2020. Pukul 19.00 WIB.
6
Australian Lawyers Alliance, https://www.lawyersalliance.com.au/opinion/online-
alternative-dispute-resolution, Diakses pada 9 Juli 2020. Pukul 20.00 WIB.
23

OADR awalnya muncul pada pertengahan 1990-an sebagai respons


terhadap sengketa yang timbul dari ekspansi e-commerce. Akibatnya, ia
fokus pada penggunaan teknologi untuk menyelesaikan keluhan pelanggan
dan berupaya mendukung negosiasi, mediasi, dan arbitrasi. Saat ini, ia
mungkin melangkah lebih jauh dan memunculkan cara-cara inovatif untuk
menyelesaikan perselisihan di luar kategori tradisional penyelesaian
perselisihan alternatif (ADR). Sebaliknya, pengadilan online merupakan
bagian dari sistem peradilan dan karenanya tunduk pada norma
kelembagaan dan persyaratan hukum yang berasal dari sifat fungsi
peradilan.7
Sebelum memeriksa OADR, harus diingat bahwa langkah dasar atau
pertama dalam teknologi yang membantu penyelesaian sengketa adalah
penyediaan informasi atau diagnosis masalah. Akses ke informasi dapat
membantu menghindari perselisihan serta menyelesaikannya. Ini sering
merupakan panduan langsung ke hukum dan mungkin juga memberikan
panduan ke mana mendapatkan bantuan lebih lanjut. Itu dapat dirancang
untuk beroperasi sebagai halaman web atau sebagai aplikasi untuk ponsel
pintar atau tablet. Ini dapat disediakan dalam format statis atau secara
interaktif, tetapi biasanya tujuannya adalah untuk menggunakan teknologi
untuk memungkinkan orang menemukan informasi yang paling relevan
dengan masalah khusus mereka.
Harus juga diingat bahwa orang mungkin memerlukan informasi
pada tingkat pertama untuk membantu mereka mengidentifikasi bahwa
masalah yang mereka hadapi adalah masalah hukum, dan bahwa masalah
hukum dapat muncul dalam konteks masalah lain; jadi tempat pertama
seseorang mencari informasi mungkin bukan sumber nasihat tradisional
tentang masalah hukum.8

7
Michael Legg, ‘The Future of Dispute Resolution: Online ADR and Online Courts’ (2016)
27 Australasian Dispute Resolution Journal, h., 277.
8
Christine Coumarelos et al, above note 1, 39; American Bar Association – Commission on the
Future of Legal Services, Report on the Future of Legal Services in the United States (2016), h., 14.
24

OADR telah melihat beberapa gelombang atau generasi penggunaan


teknologi. OADR dapat mengadaptasi teknologi yang ada seperti email,
pesan instan, konferensi video dan Skype untuk memungkinkan pihak yang
berselisih untuk berkomunikasi secara langsung dan untuk memungkinkan
fasilitator, mediator atau arbiter untuk dibawa ke dalam proses penyelesaian
sengketa sesuai kebutuhan. Contohnya adalah 'MODRON' CDMC Nasional
yang memfasilitasi mediasi online. Bentuk OADR ini berupaya
menyediakan tempat atau mekanisme untuk menyelesaikan perselisihan
daripada sekadar menyediakan sumber informasi atau langkah-langkah
yang disarankan, tetapi masih ada manusia yang melakukan mediasi atau
pengambilan keputusan.
Mahkamah Agung Indonesia sendiri melalui Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan
Secara Elektronik telah mulai menggunakan teknologi informasi guna
membantu perbaikan kinerja peradilan. Hal ini selaras dengan Visi
Mahkamah Agung menjadi Badan Peradilan Modern dengan berbasis
Teknologi Informasi Terpadu. Penerapan e-court ini sendiri merupakan
lompatan besar dari keseluruhan upaya besar Mahkamah Agung dalam
melakukan perubahan administrasi di pengadilan. Hal tersebut merupakan
upaya mengatasi tiga hambatan yang sering dihadapi lembaga peradilan
yakni penanganan perkara yang lambat, kesulitan mengakses informasi
pengadilan, integritas aparatur pengadilan.
3. Sejarah E-Court di Indonesia
Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar
mengenai penyelenggaran kekuasaan kehakiman, membuat perlunya
dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai
badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas- asas
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan
yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
25

Setelah amandemen Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang


Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004, sistem peradilan hukum di Indonesia telah mengalami perubahan
signifikan. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) adalah lembaga
tertinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara.
Pasca Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan MA (PERMA)
Nomor 1 Tahun 2019 tentang administrasi di pengadilan secara elektronik,
merupakan hal yang dilakukan untuk memenuhi asas peradilan yaitu
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dengan adanya layanan sistem e-court
sebagai perangkat yang disediakan untuk membantu masyarakat dalam
proses pendaftaran perkara di pengadilan. Namun, saat ini sistem layanan e-
court hanya bisa dilakukan bagi advokat atau penasihat hukum yang telah
mendapatkan validasi dari Mahkamah Agung RI.9
Memang tidak dapat dipungkiri, layanan sistem e-court di Indonesia
jauh tertinggal dari Negara-negara maju yang sudah menerapkan sistem
layanan peradilan berbasis elektronik. Seperti negara Singapura yang sudah
menerapakan sistem layanan peradilan berbasis elektronik lebih awal.
Praktik peradilan di Singapura lebih maju dengan mengajukan permohonan
dan mengakses data peradilan, dimana setiap warga negara Singapura yang
telah memiliki SingPass ID bagi individu atau CorpPass ID bagi badan
hukum tentu saja harus menggunakannya apabila akan berperkara di
pengadilan.

9
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB
26

Lahirnya aplikasi e-court tidak terlepas dari Peraturan Mahkamah


Agung Nomor 1 Tahun 2019. Aplikasi e-court merupakan perwujudan dari
implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 merupakan inovasi sekaligus
komitmen bagi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam mewujudkan
reformasi di dunia peradilan Indonesia (Justice reform) yang mensinergikan
peran teknologi informasi (IT) dengan hukum acara (IT for Judiciary).10
Peraturan Mahkamah Agung RI yang dicetuskan pada Maret 2018
tersebut sangat relevan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara
maritim yang memiliki issue utama dalam access to justice. Dengan
disahkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019, hal ini
menjadi tonggak awal dalam revolusi administrasi perkara di pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung ini juga merupakan pondasi dari
implementasi aplikasi e-court di dunia peradilan Indonesia, sehingga
peradilan berwenang untuk menerima pendaftaran perkara dan menerima
pembayaran panjar biaya perkara secara elektronik. Secara substansial,
peraturan mahkamah agung tersebut tidak menghapus ataupun menganulir
norma yang berlaku, melainkan menambah ataupun menyempurnakannya.
Selain mengatur dalam beracara secara elektronik, eksistensi peraturan
mahkamah agung nomor 1 tahun 2019 memberikan kewenangan kepada
juru sita/juru sita pengganti di pengadilan untuk menyampaikan relaas
(panggilan/pemberitahuan) secara online.11
4. Kebijakan Penerapan E-Court di Indonesia
E-Court atau yang lebih akrab dengan istilah peradilan secara
elektronik merupakan terobosan yang diluncurkan oleh Mahkamah Agung
dibidang administrasi pelayanan peradilan berbasis elektronik dengan
memanfaatkan teknologi informasi (TI) dengan berlandaskan pada

10
Pengadilan Tinggi Bengkulu, https://www.pt-bengkulu.go.id/berita/e-court-era-baru-
beracara-di-pengadilan di akses pada tanggal 28 Mei 2020. Pukul 20.00 WIB.
11
Pengadilan Tinggi Bengkulu, https://www.pt-bengkulu.go.id/berita/e-court-era-baru-
beracara-di-pengadilan diakses pada tanggal 28 Mei 20.00 WIB.
27

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi


Perkara di Pengadilan secara Elektronik. Hal tersebut dilakukan untuk
mewujudkan pelayanan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan serta
untuk mengikuti tuntutan dan perkembangan zaman serta pelayanan
administrasi peradilan yang cepat dan efisien.
PERMA Nomor 1 Tahun 2019 sendiri mengatur mengenai
pengguna, pendaftaran perkara, pembayaran panjar biaya perkara,
pemanggilan para pihak yang semuanya dilakukan secara elektronik.
Menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2019, pengguna yang dapat beracara
menggunakan e-Court hanya pengguna terdaftar. Pengguna terdaftar yaitu
advokat yang telah diverifikasi di Pengadilan Tinggi. Dalam PERMA
Nomor 3 Tahun 2018 pun belum mengatur mengenai persidangan secara
elektronik, maka dari itu, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tanggal 9 Agustus 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.
Dampak dari keluarnya peraturan terbaru tersebut, Mahkamah Agung
melakukan terobosan baru dalam aplikasi e-Court dengan menambahkan
menu e-litigation (persidangan secara elektronik).12
Namun, berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung
Nomor 1280/SEK/HM.02.3/8/2019 tanggal 23 Agustus 2019 tentang
Pemberitahuan Implementasi e-Court (e-litigasi) dan Rilis SIPP Tingkat
Pertama Versi 3.3.0 yang menyebutkan bahwa pengadilan yang diwajibkan
untuk mengimplementasikan fitur persidangan secara elektronik melalui
aplikasi e-Court adalah pengadilan sebagaimana yang ditetapkan dalam
Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor :
630/SEK/SK/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 tentang Penunjukan
Pengadilan Percontohan Pelaksanaan Uji Coba Administrasi Perkara dan
Persidangan secara Elektronik. Pengadilan yang tidak ditunjuk sebagai

12
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020,
https://pa-jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.
28

pengadilan percontohan implementasi e-Court (e-litigasi) tidak


diperbolehkan untuk menggunakan dan mengakses menu e-Litigasi dan
fitur putusan elektronik pada aplikasi e-Court akan tetapi fitur lainnya
seperti e-filing, e-payment, dan e-summons tetap diperbolehkan.13
B. Kerangka Teori
1. Teori Efektvitas Hukum
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti
berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna
atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah
sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) dimulai
berlakunya suatu undang-undang atau peraturan. Efektivitas itu sendiri adalah
keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.
Efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk
memantau.14 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini
adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari
kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi
hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.
Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam
pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum,
hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk
mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan
terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam
masyarakat.

13
Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1280/SEK/HM.02.3/8/2019 tanggal 23
Agustus 2019 tentang Pemberitahuan Implementasi e-Court (e-litigasi) dan Rilis SIPP Tingkat
Pertama Versi 3.3.0
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 2002),. h., 284.
29

Hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social


engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam
masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran
masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang
rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan
agar supaya hukum berlaku efektif.
Efektivitas hukum dapat diukur dengan sejauh mana hukum itu ditaati
oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan
mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun
demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap
masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena
seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada
kepentingannya.15
Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka
dapat dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan, banyak
tergantung pada beberapa faktor, antara lain :16
a.Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.
b.Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
c.Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam
masyarakatnya.
d.Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh
dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang
diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-
undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang
banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah

15
Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). (Jakarta. Penerbit Kencana. 20090), h.,
375.
16
Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). (Jakarta. Penerbit Kencana. 2009), h., 375
30

profesional dan optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para
penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri
mereka maupun dalam penegakan perundang-undangan tersebut.17
Teori ini dapat dijelaskan bahwa teori efektivitas ialah bagaimana
dalam hal ini apakah pelaksanaan Undang-Undang tersebut apakah sudah
berjalan dengan baik dan apakah dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan
petunjuk dan teknisnya secara keseluruhan sehingga Undang-Undang e-Court
tersebut dapat dikatakan sudah efektif.
Suatu sistem peradilan modern yang lahir dari produk undang-undang
baru ini dapat berjalan dengan baik dan efisien karena dilihat dari segi hasil
tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu. Dalam hal ini
yaitu sistem e-Court apakah sudah efektif dan berjalan cukup baik atau tidak
dan bagaimana dampaknya terhadap suatu peradilan khususnya di Peradilan
Agama.
2. Teori Keadilan
Titik berangkat prinsip ultilitarianisme adalah cita-cita untuk meraih
yang lebih baik (yang dalam modifikasinya dapat diterjemahkan sebagai
kepuasan, kemanfaatan, dan kesejahteraan). Dalam kerangka besar tersebut,
yang adil adalah yang membawa kepuasan, kemanfaatan, dan kesejahteraan
bagi semakin banyak orang.18 Keadilan sering diartikan sebagai suatu formulasi
yang adil dan dapat membawa kesejahteraan serta kemanfaatan bagi banyak
orang.

Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih,


diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk
menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi
yang lain juga ambigu.

17
Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). (Jakarta. Penerbit Kencana. 2009), h.,
375.
18
Andi Tarigan, Hidup Bersama Seperti Apa Yang Kita Inginkan? Tumpuan Keadilan Rawls,
(Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2018), h., 7.
31

Keadilan menurut Rawls adalah jalan untuk menuju masyarakat yang


tidak hanya menjamin kebebasan setiap anggotanya dalam mengejar tujuan
hidupnya, tetapi juga mengusahakan kesetaraan di anggota-anggotanya;
masyarakat yang didukung oleh kebijakan-kebijakan yang dapat mengurangi
kesenjangan sosial dan ekonomi.19

Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar


sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri
sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai
tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan
sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama
tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang
lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah
nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan
sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.

Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat
luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu
tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun
apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut
menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan
kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.

Di dalam bukunya Rawls sering menegaskna betapa pentingnya


keadilan bagi seorang individu dan sebuah institusi sosial Negara yang wajib
memelihara hak-hak dari setiap warga negara. Negara bertanggung jawab dalam
hal memenuhi kepentingan masyarakatnya dengan demikian maka terciptanya
kesimbangan diantara pemerintah dan masyarakatnya.

Rawls menyatakan terdapat problem-problem sosial yang mendasar


khususnya mengenai kordinasi, efisiensi, dan stabilitas. Untuk mengatasi ketiga

19
Andi Tarigan, Hidup Bersama Seperti Apa Yang Kita Inginkan? Tumpuan Keadilan Rawls,
(Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2018), h., 10.
32

masalah sosial yang mendasar tersebut harus dilakukan upaya pelaksanaan


rencana-rencana yang mengarah pada tujuan sosial yang efisien dan konsisten
pada prinsip keadilan. Yang pada akhirnya kerjasama sosial harus stabil, harus
seusai dengan aturan dasar dan ketika pelanggaran terjadi maka kekuatan-
kekuatan yang menstabilkan pelanggaran tersebut sebelum ada pelanggaran
yang lebih lanjut dan mengembalikan pada tatanan yang semula.1

Menurut pandangan Rawls, menyatakan bahwa subjek dari keadilan


adalah struktur dasar mayarakat atau sederhananya bagaimana sustu institusi
sosial mendistribusikan hak dan kewajiban dan menentukan pembagian
keuntungan dari kerjasama sosial. Keadilan dalam skema sosial secara
mendasar bergantung pada bagaimana hak-hak dan kewajiban diaplikasikan
pada sektor ekonomi, sosial, atau masyarakat.

Dalam hal ini keadilan yang dimaksud adalah keadilan dalam


lingkungan peradilan khususnya di Pengadilan Agama dikarenakan suatu
lembaga peradilan harus selalu mengetahui setiap hak dan kewajiban khususnya
untuk yang berperkara di pengadilan tersebut, pengadilan harus bersifat netral
dan tidak boleh memihak. Dengan adanya sistem e-Court ini nantinya
dimaksudkan akan mewujudkan peradilan yang mudah dan cepat sehingga
nantinya keadilan dapat segera cepat terwujud.

E-Court sejatinya sebuah sistem peradilan dimana dengan hadirnya e-


Court ini akan berdampak pada kemudahan masyarakat mengakses informasi
hukum terkait kendala atau masalah yang dihadapinya sehingga semua pihak
dapat beracara secara mudah tanpa ada pengecualian. Dan e-Court juga
menghilangkan adanya unsur tindak kejahatan dalam berperkara di lembaga
peradilan seperti pungutan liar.
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Tinjauan (review) kajian terdahulu terdiri dari tinjauan yang berisi
terkait penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh orang lain,
baik dalam bentuk buku, skripsi, maupun jurnal. Hal tersebut diperlukan untuk
membuktikan originalitas dari penelitian ini, peneliti perlu untuk melakukan

1
John Rawls, Teori Keadilan Terjemahan, Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h., 3-4.
33

tinjauan kajian studi terdahulu. Berikut ini beberapa penelitian tentang diversi
dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, diantaranya
penelitian-penelitian tersebut yakni:
1. Skripsi ditulis oleh Bangun Seto Dwimurti2
Pada skripsinya yang berjudul Penerapan e-Court Dalam Administrasi
Perkara di Peradilan Agama. Penelitian tersebut meneliti tentang penerapan e-
Court dalam administrasi perkara di Peradilan Agama. Persamaan skripsi ini
dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah sama-sama membahas
mengenai pelaksanaan e-Court di Peradilan Agama. Namun pada skripsi ini
peneliti tidak menjelaskan dampak adanya penerapan e-Court di Peradilan
Agama dan tidak memberikan studi kasus secara spesifik dan hanya
menjabarkan secara umum. Pada penelitian ini peneliti lebih berfokus pada
dampak pelaksanaan e-Court serta tantangan apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan e-court terhadap perkara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
2. Skripsi Ditulis Oleh Ika Atikah3

Pada jurnalnya yang berjudul Implementasi e-Court dan Dampaknya


Terhadap Advokat Dalam Proses Penyelesaian Perkara di Indonesia.
Persamaan jurnal dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas sistem e-
Court dan dampaknya terhadap Advokat. Namun pada jurnal ini penulis pada
skripsi ini peneliti tidak menjelaskan dampak adanya penerapan e- Court di
Peradilan Agama dan tidak memberikan studi kasus secara spesifik dan hanya
menjabarkan secara umum. Pada penelitian ini peneliti lebih berfokus pada
dampak pelaksanaan e-Court serta tantangan apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan e-Court terhadap perkara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat

3. Skripsi ditulis oleh Windi Argiatmoko 4

Pada skripsi yang berjudul sistem e-Court ini dalamperadilan penelitian


tersebut meneliti sistem e-Court di dalam sistem peradilan. Persamaan

2
Bangun Seto Dwimurti, Penerapan E-Court Dalam Administrasi Perkara di Pengadilan Negeri,
Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2018.
3
Ika Atikah, e- Court dan Dampaknya Terhadap Advokat, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018
4
Windi Argiatmoko, Sistem E-Court Dalam Peradilan, Universitas Muhamadiyah Malang, 2018.
34

Skripsi tersebut dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah


sama-sama membahas mengenai sistem e-Court di dalam sistem peradilan.
Persamaan skripsi tersebut dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah
sama- sama membahas mengenai sistem e-Court di dalam lembaga peradilan.
Namun pada skripsi sebelumnya, penulis tidak menjelaskan secara rinci
bagaimana sistem e-Court ini berjalan serta dampaknya pada suatu lembaga
peradilan. Perbedaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah
peneliti tidak hanya meneliti sistem e-Court saja melainkan peneliti juga
membahas pelaksanaan e-Court secara langsung serta dampak dari adanya
sistem e-Court tersebut khususnya dalam penyelesaian perkara di
PengadilanAgamaJakartaPusat.
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI E-COURT DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA PUSAT

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Pusat


1. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Nama Pengadilan Agama Jakarta dalam bentuknya yang pertama sebelum
masuknya kekuasaan VOC belum diketahui hingga kini, mungkin karena
bentuknya yang sangat sederhana atau mungkin masih mengikuti nama
pengadilan surambi sebagai mana sebutannya dipusat pemerintahan kesultanan
Demak dan Mataram tatkala Jakarta masih bernama Jayakarta atau telah
bernama Pengadilan Agama sebagaimana hasil penelitian Departemen Agama
bahwa pada abad ke 17 di Jawa Barat ternyata telah ada pengadilan dengan nama
Pengadilan Agama. Untuk Jakarta yang selalu menjadi Ibu kota sejak berada
dibawah kekuasaan Kolonial Belanda, nama Pengadilan Agama telah
mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan perubahan nama Jakarta
sebagai Ibukota sebagai berikut:1
1. Sebelum tahun 1828 belum diketahui namanya secara resmi
2. Pada tahun 1828 sampai dengan1882 bernama Majlis Distrik.
3. Pada tahun 1882 sampai dengan tahun 1942 bernama Priesterraad atau
Penghoeloegerecht atau Raad Agama berkedudukan di Meester Cornelis
(Jatinegara), Jakarta Timur
4. Pada tahun 1942 sampai dengan 1945 bernama Sooryo Hooin Jakarta,
berkedudukan di Jl Bekasi Timur no. 76, Jatinegara, Jakarta Timur
5. Pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1959 bernama Pengadilan Agama Kota
Jakarta, berkedudukan di Kramat Pulo, Gg. H. Minan, Senen, Jakarta Pusat
(1945 – 1957), kemudian pindah kedudukannya di Jl. Kemakmuran no.24,
Jakarta Pusat(1957 – 1959)

1`
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.

33
34

6. Pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1966 bernama Pengadilan Agama
Istimewa Jakarta berkedudukan di Bidara Cina, no. 64, Kec. Jatinegara, Jakarta
Timur
7. Pada tanggal 17 Januari 1967 dengan Keputusan Menteri Agama No. 4 tahun
1967 tertanggal 17 Januari 1967, bernama Pengadilan Agama Istimewa Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi wilayah
kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan sekaligus sebagai
Pengadilan Agama Jakarta Pusat, berkedudukan di Jl. KH. Mas Mansyur, Gg.
H. Awaludin II/2 Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan yurisdiksi khusus untuk
wilayah Jakarta Pusat dan sebagai Pengadilan induk bagi 4 kantor cabang
Pengadilan Agama dengan wilayah yurisdiksi meliputi wilayah administratif
masing, yakni:2
1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;
2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur;
3. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan; dan
4. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat.
Pada awalnya, dahulu, Pengadilan Agama Jakarta Pusat bernama Majlis
Distrik sebagaimana nama awal pada saat didirikan oleh Kolonial Belanda pada
tahun 1828 yang kemudian bernama Priesterraad atau Penghoeloe gerecht atau
Raad Agama berdasarkan stb 1882 No. 152. Selanjutnya Pengadilan Agama
Jakarta Pusat yang merupakan penerus dan pelanjut bagi Pengadilan Agama
Jakarta sebagaimana tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI No. 4 tahun
1967, maka sejak tanggal 17 Januari 1967 Pengadilan Agama Jakarta Pusat
bernama Pengadilan Agama Istimewa Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya
sebagai pengadilan induk yang memiliki empat kantor cabang Pengadilan. Oleh
karena Majlis Distrik didirikan berdasarkan Ketetapan Komisaris Jendral Hindia

2
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.
35

Belanda No. 17 tanggal 12 Maret 1828, maka selayaknya tanggal tersebut


ditetapkan sebagai hari Kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Pusat. 3

WILAYAH YURISDIKSI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT

Pengadilan Agama Jakarta Pusat memiliki wilayah yurisdiksi yang meliputi


8 kecamatan dan 44 kelurahan antara lain :
1. Kecamatan Gambir
o Kelurahan Gambir
o Kelurahan Kebon Kelapa
o Kelurahan Petojo Selatan
o Kelurahan Duri Pulo
o Kelurahan Cideng
o Kelurahan Petojo Utara
2. Kecamatan Tanah Abang

3
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.
36

o Kelurahan Bendungan Hilir


o Kelurahan Karet Tengsin
o Kelurahan Kebon Melati
o Kelurahan Kebon Kacang
o Kelurahan Kampung Bali
o Kelurahan Petamburan
o Kelurahan Gelora
3. Kecamatan Menteng
o Kelurahan Menteng
o Kelurahan Pegangsaan
o Kelurahan Cikini
o Kelurahan Kebon Sirih
o Kelurahan Gondangdia
4. Kecamatan Senen
o Kelurahan Senen
o Kelurahan Kwitang
o Kelurahan Kenari
o Kelurahan Paseban
o Kelurahan Kramat
o Kelurahan Bungur
5. Kecamatan Cempaka Putih
o Kelurahan Cempaka Putih Timur
o Kelurahan Cempaka Putih Barat
o Kelurahan Rawasari
6. Kecamatan Johar Baru
o Kelurahan Galur
o Kelurahan Tanah Tinggi
o Kelurahan Kampung Rawa
o Kelurahan Johar Baru
7. Kecamatan Kemayoran
o Kelurahan Gunung Sahari Selatan
37

o Kelurahan Kemayoran
o Kelurahan Kebon Kosong
o Kelurahan Harapan Mulya
o Kelurahan Cempaka Baru
o Kelurahan Utan Panjang
o Kelurahan Sumur Batu
o Kelurahan Serdang
8. Kecamatan Sawah Besar
o Kelurahan Pasar Baru
o Kelurahan Gunung Sahari Utara
o Kelurahan Mangga Dua Selatan
o Kelurahan Karang Anyar
o Kelurahan Kartini

Daftar Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat4

1) Dra. Hj. Hafsah S.H.


2) Dra. Hj. Sa'diati, S.H., M.H.
3) Drs. Wawan Iskandar
4) Drs. Jajat Sudrajat S.H., M.H.
5) Drs.Suyuti S.H., M.H.
6) Drs. Khairil Jamal
7) Dr Tamah S.H., M.H.
8) Drs. H. Abdul Hadi M.H.I
9) Dra.Hj. Harmala Harahap S.H., M.H
10) Dra. Hj. Ernawati M.H.I.
11) Dr. H. Jarkasih M.H.
12) Dr. Drs. H. Suryadi Hs S.H., M.H.
13) H. M. Arief, S.H., M.H.

4
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.
38

2. Tugas Dan Fungsi Pengadilan Agama Jakarta Pusat


Tugas pokok Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo.
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang:5
a. Perkawinan,
b. Waris,
c. Wasiat,
d. Hibah,
e. Wakaf,
f. Zakat,
g. Infaq,
h. Shadaqah,
i. Ekonomi syari’ah.
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama Jakarta
Pusat mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut: Fungsi mengadili (judicial
power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-
perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama
(vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009).
Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik
menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi
umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : Pasal
53 ayat (1, 2, 4 dan 5) Undang-undang Nomor No. 50 Tahun 2009 jo. KMA
Nomor KMA/080/VIII/2006).6

5
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB
6
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB
39

Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas


pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera
Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1, 2, 4
dan 5) Undang-undang Nomor No. 50 Tahun 2009) dan terhadap pelaksanaan
administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).7
Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang
hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
(vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 50 Tahun 2009).
Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis
dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan
umum/perlengakapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006).
Fungsi Lainnya :
Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan
instansi lain yang terkait, seperti Kemenag, MUI, Ormas Islam dan lain-lain
(vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009). Pelayanan
penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi
akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan
transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor: 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman
Pelayanan Informasi di Pengadilan sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor: 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan
Informasi di Pengadilan.8

B. Pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat


Pemanfaatan teknologi informasi oleh Mahkamah Agung bertujuan
mendorong peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelesaian perkara yang salah

7
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.
8
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020, https://pa-
jakartapusat.go.id/, Diakses Pada Tanggal 28 April 2020 Pukul 17.00 WIB.
40

satunya diindikasikan dengan pengikisan tunggak perkara. Namun ternyata


penggunaan teknologi informasi masih masih menitikberatkan upaya pencatatan
elektronik saja. Teknologi belum di optimalkan secara maksimal untuk
menitikberatkan kinerja badan peradilan.

Dengan adanya sistem e-Court ini diharapkan adanya terobosan dari


lembaga peradilan di Indonesia yang nantinya dapat mengefisiensikan serta lebih
efektifnya lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang ada.
Manfaat dari adanya sistem e-Court ini sendiri selain berguna untuk lembaga
peradilan juga sangat berguna bagi masyarakat yang ingin memyelesaikan
masalahnya lewat lembaga peradilan. Sehingga masyarakat akan mendapatkan
manfaat dengan adanya e-Court ini agar lebih mudah melaporkan perkaranya ke
pengadilan serta dapat mendapat informasi secara menyeluruh dari pengadilan
tersebut.

E-Court sendiri juga menjadi langkah maju bagi kalangan advokat di


Indonesia dikarenakan bagi advokat yang sudah terverifikasi di Mahkamah Agung
akan lebih mudah mendaftarkan berkas perkaranya, dikarenakan para advokat bisa
lebih mudah kapan saja memasukan berkas perkara dan perkara yang ia tangani.
Dalam hal pembiayaan pendaftaran perkara akan lebih ringan dikarenakan agenda-
agenda dalamproses berperkara sebagian besar dilaksanakan secara online dan tidak
perlu hadir ke tempat pengadilan tersebut.

Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia Ketua Umum DPN


Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Juniver Girsang menjelaskan, program
terbaru Mahkamah Agung (MA) berupa aplikasi layanan elektronik pengadilan atau
e-Court sangat penting bagi advokat. Aplikasi tersebut akan memudahkan advokat
dalam beracara di pengadilan.9

"Pemberlakuan e-Court bisa menjadi keuntungan bagi advokat. Asas


peradilan dapat dicapai yakni cepat, murah, sederhana," kata Juniver dalam acara

9
Berita Satu, https://www.beritasatu.com/nasional/502133-peradi-sistem-ecourt-untungkan-
advokat, Diakses Pada Tanggal 9 Juli 2020 Pukul 07.00 WIB.
41

sosialisasi E-Court yang digelar Mahkamah Agung (MA) bersama Peradi di


Jakarta, Jumat (20/6).10

Dalam pelaksanaan seluruhnya e-Court sangat membantu dalam hal


perbaikan secara administratif, tidak perlu lagi para Advokat datang ke Pengadilan
untuk menyerahkan berkas-berkas yang ingin dilaporkan. Cukup dengan membuka
aplikasi e-Court pada pengadilan tersebut dan memasukan ID Advokat maka
pendaftaran perkara sudah bisa dilakukan.11

Apabila para pihak tidak ingin menggunakan jasa pengacara maka pihak
principal tersebut bisa langsung datang atau hadir ke pengadilan tersebut dengan
membawa berkas-berkas yang diperlukan, lalu melapor ke petugas pengadilan
maka para pihak prinsipal akan diarahkan dan diberi petunjuk langsung oleh
petugas pengadilan dengan tetap menggunakan sistem e-Court pada acara sidang-
sidang selanjutnya.

e-Court ini sangat membantu dalam beracara di Pengadilan khususnya di


Pengadilan Agama Jakarta Pusat, “dalam hal kasus perceraian yang saya alami,
ketika saya mendaftarkan perkara saya ke pengadilan, saya tidak merasa kesulitan
dalam mendaftarkan perkara yang saya alami, dengan pelayanan dan bimbingan
petugas pengadilan saya di bantu sampai dengan prses akhir dengan sistem e-Court
dimana sistem ini sangat bermanfaat bagi saya dan seluruh masyarakat yang
mendaftarkan perkaranya. Proses peradilan menjadi lebih mudah dan saya sebagai
pihak yang berperkara tidak perlu takut dan merasa kesulitan dikarenakan
pelayanan yang sederahana, cepat dan biaya ringan, sehingga perkara saya bisa
terselsaikan dengan waktu yang cepat” ujar Ibu Erva selaku pencari keadilan di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat12.

10
Berita Satu, https://www.beritasatu.com/nasional/502133-peradi-sistem-ecourt-
untungkan-advokat, Diakses Pada Tanggal 9 Juli 2020 Pukul 07.00 WIB.
11
Interviewed dengan H. M. Sirot, Selaku Advokat Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
Jakarta, Rabu, 16 Juli 2020.
12
Interviewed dengan Erva, Selaku Pencari Keadilan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
Jakarta, Rabu, 16 Juli 2020.
42

Dengan adanya sistem e-Court ini tidak serta merta para pencari keadilan
tidak hadir dalam persidangan langsung hanya saja berkas-berkas persidangan yang
berlangsung akan dikirim melalui file yang akan dikirim ke pengadilan, untuk
agenda saksi serta pembuktian para pihak diwajibkan untuk hadir di persidangan
dikarenakan agar adanya objektifitas dari penyelesaian perkara.

e-Court sejatinya hadir untuk menghilangkan hal-hal yang tidak diinginkan


dalam beracara di pengadilan sejatinya e-Court bertujuan agar terciptanya prinsip
sederhana, cepat dan biaya ringan dalam seluruh proses berperkara dan menghindari
adanya resiko seperti pungutan liar banyaknya pintu dalam proses beracara hal ini
yang dapat diberi penilaian serta evaluasi dari seluruh badan peradilan di
Indonesia.13

Adapun prosedur atau tata cara menggunakan e-Court menurut salah satu
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat H. Jarkasih menyatakan aplikasi e-
Litigasi yakni sidang online sudah dijelaskan dalam PERMA Nomor 1 Tahun
2019 pada bab lima (5) tentang persidangan secara elektronik mulai dari pasal
19 sampai pada pasal 28.
Persidangan secara elektronik menghendaki proses persidangan dilakukan
secara lebih sederhana, cepat dan biaya ringan. Seperti halnya transaksi bisnis,
yang tidak memerlukan tatap muka dan dipertemukan dalam dunia maya,
persidangan secara elektronik mendekati proses-proses yang terjadi pada dunia
maya. Namun demikian, meskipun nomenklaturnya dikatakan sebagai
persidangan elektronik, tetapi senyatanya terdapat titik acara tertentu misalnya
dalam bentuk pembuktian yang secara hukum harus dihadiri oleh para pihak
beperkara, “ucap H. Jarkasih selaku Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
Rabu (10/6).14
Pada nyatanya Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagai salah satu pillot
project menempati peringkat terbaik ke dua dalam pelaksanaan e-Court setelah

13
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
14
Interviewed dengan H. M. Sirot, Selaku Advokat Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
Jakarta, Rabu, 16 Juli 2020.
43

Pengadilan Negeri Surabaya. Maka dengan demikian Pengadilan Agama Jakarta


Pusat ini menjadi pusat barometer pengadilan agama lainnya khususnya di ruang
lingkup pengadilan negeri dan pengadilan agama di DKI jakarta. Namun
sejatinya dalam pelaksanaan e-Court itu sendiri tentu mempunyai beberapa
kendala seperti akses untuk jaringan dari Mahkamah Agung ke pengadilan-
pengadilan lainnya.
Pengadilan Agama Jakarta Pusat sejatinya sudah dapat melaksanakan
seluruh perkara yang di selsaikan di Pengadilan Agama dengan menggunakan
layanan berbasis sistem e-Court tersebut. Sistem e-Court ini juga sudah menjadi
proses wajib bagi para pihak dengan dibantu oleh para advokat agar
menggunakan e-Court dalam proses berperkara di pengadilan. Namun untuk
para principal yang ingin menyelesaikan dengan cara e-Court ditanyakan
terlebih dahulu apakah ingin menggunakan melalui e-Court atau tidak dan pada
pelaksanaanya juga seperti biasa tetap harus adanya persetujuan dari para pihak
apabila perkara tersebut ingin dilanjutkan ke tahap pengadilan dan akan
dibuatkan Court Calender.
Hakim tersebut juga menjelaskan, pada sidang pertama, penggugat dan
tergugat dipanggil masuk keruang sidang. Pada tahap ini oleh majelis hakim
dilaksanakan pemeriksaan dokumen-dokumen. Pihak penggugat/pemohon akan
diminta oleh ketua majelis untuk menyerahkan asli surat gugatan, asli surat kuasa
yang telah diunggah dari aplikasi e-Court dan asli surat persetujuan prinsipal.15
Pada tahapan sidang ini, ketua majelis memberikan penjelasan kepada pihak
beperkara tentang hal ihwal, hak dan kewajiban terkait persidangan secara
elektronik (PERMA Nomor 1 Tahun 2019). Dan kepada tergugat ditawarkan
dengan menyampaikan bahwa ia dapat bersidang secara elektronik. Mengenai
persetujuan sidang secara elektronik kepada tergugat, telah disebutkan dalam
keputusan ketua Mahkamah Agung RI Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019, bahwa

15
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
44

hakim/ketua majelis meminta persetujuan sidang secara elektronik kepada


tergugat, kecuali dalam perkara tata usaha Negara (TUN) adalah pada proses
persidangan awal.
Dan pada Pasal 20 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2019, disebutkan
bahwa persidangan secara elektronik dilaksanakan atas persetujuan penggugat
dan tergugat setelah proses mediasi dinyatakan tidak berhasil. Dalam keadaan
tertentu, jika persidangan dengan menggunakan kuasa, majelis hakim dapat
memerintahkan kuasa penggugat atau tergugat untuk menghadirkan prinsipal
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Pasal 123 HIR).
Apabila pada persidangan pertama tergugat tidak hadir, hakim dapat
menunda persidangan untuk memanggil tergugat yang kedua kalinya. Jika pada
persidangan yang kedua, tergugat hadir (juga berlaku jika pada persidangan
termohon hadir), majelis hakim akan mendamaikan pihak beperkara agar dapat
menyelesaikanperkara secara damai seperti proses persidangan biasa. Upaya
perdamaian yang tidak menghasilkan kesepakatan akan dilanjutkan pada tahap
selanjutnya yaitu proses mediasi sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2019.
Laporan hasil mediasi kepada majelis hakim yang menerangkan bahwa
mediasi tidak berhasil, akan ditindaklanjuti dengan memerintahkan
jurusita/jurusita pengganti untuk memanggil pihak beperkara. Penggugat akan
dipanggil melalui domisili elektronik sedangkan tergugat/termohon dipanggil
secara langsung (secara manual). Mengenai pemanggilan untuk sidang
berikutnya setelah mediasi, pemanggilan pihak beperkara dapat juga dilakukan
melalui perintah ketua majelis dalam persidangan terdahulu sesuai hari yang
telah ditentukan.16
Dalam prakteknya, pada tahap persidangan berikutnya (setelah mediasi),
majelis hakim akan mempertegas penawaran kepada tergugat untuk beracara
secara elektronik. Pihak tergugat yang bukan advokat, bila telah menyetujui
untuk beracara secara elektronik, maka tergugat sebagai pengguna lainakan

16
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
45

diminta persetujuan secara tertulis untuk beracara secara elektronik dan tergugat
akan menandatangani surat persetujuan untuk beperkara secara elektronik
seperti yang telah dilakukan oleh penggugat. Dengan surat persetujuan tersebut,
maka proses persidangan selanjutnya dilakukan secara elektronik.
Apabila tergugat menyatakan tidak akan melakukan persidangan secara
elektronik, maka persidangan secara elektronik tidak dapat dilanjutkan dan
persidangan selanjutnya dilaksanakan secara manual dan untuk hal tersebut
ketua makelis akan membuat penetapan. Dalam hal perkara-perkara yang
menempatkan pihak lawan dengan nama “termohon” seperi pada perkara
permohonan cerai talak atau izin poligami.
Pada saat pelaksanaan sidang tersebut apabila kedua pihak telah hadir maka
hakim wajib terlebih dahulu memberitahu bahwa sidang ini menggunakan sistem
e-Court. Dan hakim akan menjelaskan bagaimana teknisnya tersebut, kemudian
setelah dijelaskan hakim akan melakukan mediasi terlebih dahulu, apabila
mediasi berhasil maka putusan tersebut akan disampaikan secara e- Court. Kalau
putusan dalam bentuk akta maka akan disampaikan melalui akta van dadding,
apabila mediasi tidak berhasil maka hakim akan membuat court calender dan
membuat agenda-agenda sidang secara online.
Termohon akan diminta persetujuannya untuk beracara secara elektronik
seperti yang telah dilaukan oleh pemohon. Jika termohon menyetujuinya,
temohon akan menandatangani surat persetujuan untuk beperkara secara
elektronik. Berikut urutan yang dilalui dalam e-Litigasi yaitu:

1. Court Calender17
Secara bahasa court calender adalah kalender peradilan. Dalam
proses acara manual, court calender sering diposisikan sebagai tatan hakim
terhadap penerimaan perkara. Court calender ditulis sesuai dengan nomor
perkara yang diterima oleh hakim, didalamnya merekam segala proses dan
jadwal persidangan yang akan datang. Dalam SIPP juga terdapat fitur court

17
Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik Di Pengadilan Agama, (Sidoarjo:
Nizamia Learning Center, November 2019), h., 133-135.
46

calender, fasilitas ini dapat digunakan sebagai pengingat ataupun jadwal dan
agenda persidangan perkara tersebut.
Dalam sistem e-Court ini tidak jauh berbeda dengan sistem pada
biasanya, sebelum ditetetapkannya court calender dalam Perma Nomor 1
Tahun 2019 Pasal 15 Ayat 1 dan 2 pemanggilan atau pemberitahuan sidang
secara elektronik disampaikan apabila penggugat secara resmi telah
melakukan pendaftaran secara elektronik dan tergugat atau pihak lain yang
yang telah menyatakan persetujuan untuk dipanggil secara elektronik.
Ketika proses itu sudah dilaksanakan oleh salah satu pihak dan
disetujui oleh kedua belah pihak maka pihak pengadilan akan memanggil
kedua pihak tersebut dan hakim berhak menentukan agenda penjadwalan
sidang dengan dilakukan secara elektronik atau e-Court.
Dalam sistem persidangan elektronik, court calender lebih dimaknai
sebagai jadwal dan agenda persidangan. Ketua majelis akan membuat dan
membacakan court calender di hadapan para pihak beperkara. Para pihak
memperhatikan terhadap court calender tersebut yang kemudian
menyampaikan persetujuannya, persetujuan tersebut dituangkan dalam
bentuk kesepakatan court calender. Memang pembuatan kesepakatan ini
tidaklah diatur di dalam PERMA, namun kesepakatan court calender yang
secara formil telah disetujui pihak-pihak beperkara, akan membantu
kelancaran persidangan.
Ketua majelis mengeluarkan penetapan tentang court calender dan
membacakannya sebagai jadwal dan tahapan persidangan. Persidangan
elektronik senyatanya akan memberikan efektifitas waktu, sehingga pihak
beperkara tidak membuang waktu untuk menunggu jadwal sidang, dan
menunggu kapan sidang akan dibuka kembali. Oleh karenanya dalam
persidangan elektronik, penundaan sidang dapat dilakukan lebih 2 (dua) hari
kerja. Jika hari Senin adalah agenda sidang pembacaan gugatan, maka hari
Rabu sudah dapat dibuka sidang kembali dengan agenda jawaban dari piha
tergugat.
47

2. Menjawab Dalam Sistem Informasi Pengadilan18


Dalam tahap jawab-jinawab di mana persidangan dilakukan secara
elektronik, persidangan tidak dihadiri oleh pihak beperkara. Walaupun para
pihak tidak menghadiri persidangan, majelis hakim tetap menjalankan
persidangan sebagaimana mestinya di ruang sidang yang telah disediakan.
Persidangan secara elektronik dengan acara penyampaian gugatan, jawaban,
replik, duplik dan kesimpulan dilakukan dengan prosedur diantaranya
adalah para pihak wajib menyampaikan dokumen elektronik paling lambat
pada hari dan jam sidang sesuai dengan jadwal yang ditetapkan hal itu sudah
diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 pada Pasal
22. Pada persidangan, setelah penetapan ketua majelis tentang court
calender dibacakan, langkah selanjutnya adalah pembacaan gugatan
penggugat. Kemudian ketua majelis menunda persidangan sampai dengan
sidang jawaban dari pihak tergugat (kecuali pada saat sidang tersebut
tergugat telah siap dengan jawabannya maka sidang berikutnya adalah
replik penggugat).19
Pada persidangan yang telah ditentukan untuk agenda sidang
jawaban dari pihak tergugat, ketua majelis membuka persidangan dan
menyatakan agenda sidang hari ini adalah jawaban dari tergugat. Ketua
majelis kemudian membuka aplikasi e-Court sesuai dengan akunnya dan
membuka nomor perkara dengan melihat fitur persidangan elektronik.
Tergugat dapat mengajukan dokumen jawaban atas gugatan penggugat
sebelum hari sidang atau sebelum sidang dibuka. Bagi pengguna lain yang
belum terbiasa dengan e-court, dapat mengajukan jawaban dengan
menyampaikan dokumen pada meja e-Court.
Kemudian petugas meja e-Court men-scan dokumen, mengupload
dokumen atas nama akun tergugat/termohon. Ketua majelis mempunyai

18
Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik Di Pengadilan Agama, (Sidoarjo:
Nizamia Learning Center, November 2019), h., 135-138.
19
Interviewed dengan Syamsul, Selaku Pegawai Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
48

peranan penting dalam proses persidangan elektronik. Jawaban yang telah


diterima oleh majelis hakim harus dinyatakan secara elektronik dengan
meng-klik fasilitas yang ada sebagai tanda dokumen telah diterima majelis
hakim. Apabila jawaban diajukan oleh tergugat satu hari sebelum sidang
dibuka, secara otomatis jawaban tersebut akan ter-upload pada sistem.
Ketua majelis tidak dapat mengakses jawaban tersebut dan baru dapat
mengakses pada saat persidangan.
Ketua majelis kemudian meneruskan jawaban tersebut kepada pihak
penggugat atau pemohon melalui aplikasi e-Court. Jika pihak penggugat
atau pemohon lebih dari satu dan tidak memberikan kuasa kepada seorang
kuasa, jawaban tersebut harus diteruskan kepada sejumlah penggugat atau
pemohon. Pada persidangan di pengadilan agama, jumlah penggugat yang
lebih dari satu, salah satunya terjadi pada perkara kebendaan seperti gugatan
kewarisan. Setelahnya ketua majelis mem-forward jawaban kepada pihak
penggugat/pemohon, kemudian ketua majelis menyatakan sidang terbuka
untuk umum menunda persidangan sampai dengan hari berikutnya yang
telah ditetapkan dalam court calender (bisa tidak lebih dari 2 hari kerja).
Panitera sidang mempunyai tugas mengunduh jawaban yang diajukan
tergugat/termohon. Kemudian menyertakan jawaban tersebut pada berkas
yang sudah disediakan.20
Pada persidangan berikutnya, ketua majelis membuka persidangan
dan menyatakan agenda sidang hari ini adalah replik dari penggugat
pemohon. Kemudian ketua majelis membuka aplikasi e-Court tepat di
nomor perkara yang telah tersedia untuk persidangan tersebut. Ketua majelis
meng-klik fitur yang ada sebagai tanda bahwa replik yang diajukan oleh
penggugat/pemohon sudah diterima oleh majelis hakim.

20
Interviewed dengan Syamsul, Selaku Pegawai Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
49

Replik yang sudah diterima oleh ketua majelis kemudian di-


forward kepada pihak tergugat/termohon sesuai dengan domosili elektronik
yang tertera pada aplikasi e-Court. Ketua majelis menyatakan sidang
terbuka dan menunda persidangan untuk sidang berikutnya sesuai agenda
sidang yang telah ditetapkan pada court calender dengan agenda duplik dari
tergugat. Panitera pengganti mempunyai tugas untuk mengunduh replik
yang diajukan oleh penggugat/pemohon.
Pada persidangan berikutnya, ketua majelis membuka persidangan
dan menyatakan agenda sidang hari ini adalah duplik dari
tergugat/termohon. Kemudian ketua majelis membuka aplikasi e-Court
tepat di nomor perkara yang telah tersedia untuk persidangan tersebut.
Ketua majelis meng-klik fitur yang ada sebagai tanda bahwa duplik yang
diajukan oleh tergugat/termohon sudah diterima oleh majelis hakim.
Duplik yang sudah diterima oleh ketua majelis kemudian di forward
kepada pihak penggugat/pemohon sesuai dengan domisili elektronik yang
tertera pada sistem aplikasi e-Court. Ketua majelis menyatakan sidang
terbuka dan menunda persidangan untuk sidang berikutnya sesuai agenda
sidang yang telah ditetapkan pada court calender dengan agenda
pembuktian dari pihak penggugat. Panitera pengganti mempunyai tugas
untuk mengunduh terhadap duplik yang diajukan oleh tergugat/termohon.
Dalam persidangan dengan agenda sidang pembuktian, para pihak
beperkara harus hadir. Alat bukti tertulis yang diajukan oleh pihak
beperkara terlebih dahulu diupload pada fitur yang telah disediakan oleh
aplikasi e-Court. Pengguna lain dapat meminta bantuan kepada petugas
meja e-Court untuk menscan dan mengunduh dokumen bukti tertulis sesuai
dengan akunnya.
pembuktian adalah sebagai sarana untuk memperlihatkan akurasi
dokumen Pada sidang pembuktian, pihak beperkara diharuskan
menyampaikan terlebih dahulu dokumen asli jinawab yang telah dilalui.
50

Setelah proses ini selesai, kemudian dilanjutkan pada agenda sidang


pembuktian. Urgensi kehadiran para pihak beperkara dalam sidang. 21
Akurasi alat bukti tersebut tidak hanya sebagai kebutuhan
pemeriksaan bagi majelis hakim, tetapi pihak lawan juga berkepentingan
untuk melihat ada tidaknya asli dari alat bukti. Proses persidangan untuk
pengajuan alat bukti sering kali tidak cukup satu kali, sehingga ketua majelis
dalam court calendernya harus dapat memperhitungkan, berapa kali sidang
yang diberikan kepada pihak penggugat/pemohon atau kepada pihak
tergugat/termohon dalam membuktikan dalilnya.

3. Pemeriksaan Saksi/Ahli Melalui Media Komunikasi Audio Visual22


Kehadiran para pihak juga diperlukan saat pemeriksaan sidang saksi.
Ketua majelis akan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
bertanya kepada saksi melalui majelis. Kesempatan ini tidak akan
didapatkan jika pihak beperkara tidak hadir. Berkenaan dengan pemeriksaan
saksi, jika saksi tersebut berada di luar wilayah hukum pengadilan
pemeriksa, maka pemeriksaan saksi tersebut dapat dilakukan melalui
teleconference. 23
Untuk melakukan pemeriksaan saksi melalui teleconference, ketua
pengadilan harus meminta bantuan pada ketua pengadilan yang mewilayahi
tempt tinggal saksi, agar menunjuk hakim dan panitera. Kemudian
pengadilan yang mewilayahi saksi tersebut harus menunjuk hakim dan
panitera yang akan mengangkat sumpah dan melihat langsung pada tempat
dimana dilakukan teleconference.

21
Interviewed dengan Syamsul, Selaku Pegawai Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
22
Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik Di Pengadilan Agama, (Sidoarjo:
Nizamia Learning Center, November 2019), h., 138-139.
23
Interviewed dengan Syamsul, Selaku Pegawai Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020
51

Ketentuan teleconference sangat berbeda dengan ketentuan hukum


acara selama ini. Dalam pemeriksaan dengan saksi yang berada di luar
daerah wilayah yuridiksi, saksi tersebut dapat diajukan di persidangan
pengadilan yang mewilayahinya.
Hasil pemeriksaan sidang tersebut berupa berita acara sidang dikirim
kepada pengadilan yang meminta bantuan. Berdasarkan sistem peradilan e-
Court, pemeriksaan tetap dilakukan oleh pengadilan semula, pengadilan
yang diminta bantuan hanya menyaksikan pemeriksaan tersebut. Artinya,
kehadiran hakim dan panitera hanya sebatas memastikan tentang
pemeriksaan tersebut secara fisik.

4. Salinan Putusan Elektronik24


Sistem e-Court tidak mengubah dan tidak bertentangan dengan
hukum acara, sehingga hal-hal yang tidak diatur dalam e-Court berjalan
sesuai dengan hukum acara. Demikian halnya dengan proses musyawarah
dan pembacaan putusan. Tahapan musyawarah dan pembacaan putusan
harus menjadi bagian dari perjalanan persidangan e-Court. Pada hari yang
telah ditetapkan untuk menjatuhkan putusan, majelis hakim bersidang dan
membuka jalannya persidangan. Kemudian membacakan putusan seperti
biasanya. Ketua majelis mempunyai tanggung jawab untuk mengupload
putusan tersebut pada data SIPP, kemudian panitera pengganti mempunyai
tugas mencetak salinan putusan untuk ditandatangani oleh panitera,
kemudian salinan putusan tersebut diupload ke e-Court dan selanjutnya
salinan putusan dikirim dalam bentuk pdf kepada para pihak beperkara,
sesuai alamat domisili elektroniknya.
Penyampaian salinan putusan pada domisili elektronik menjadi
dokumen resmi bahwa putusan telah disampaikan kepada para pihak. Para

24
Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik Di Pengadilan Agama, (Sidoarjo:
Nizamia Learning Center, November 2019), h., 139-140.
52

pihak mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum selama 14 (empat


belas hari) sejak salinan tersebut disampaikan.25
Jika para pihak yang beperkara setuju menggunakan e-Litigasi,
maka ini tata cara persidangan secara elektronik adalah sebagai berikut:
1. Pada sidang pertama, penggugat menyerahkan asli surat kuasa, surat
gugatan & persetujuan prinsipal
2. Hakim menawarkan Tergugat untuk beracara secara elektronik setelah
mediasi tidak berhasil
3. Hakim menetapkan jadwal persidangan
4. Para pihak melakukan jawab-menjawab secara elektronik (Jawaban,
Replik,Duplik & Kesimpulan)
5. Para pihak mengirim bukti-bukti tertulis secara elektronik sebelum
diperiksa di persidangan
6. Hakim memeriksa saksi & ahli secara elektronik
7. Para pihak menyampaikan kesimpulan secara elektronik
8. Para pihak menyampaika n kesimpulan secara elektronik

C. Perbandingan Penyelesaian Kasus Melalui E-Court dan Sidang Biasa


Sistem e-Court tidak mengubah dan tidak bertentangan dengan
hukum acara biasa, sehingga hal-hal yang tidak diatur dalam e-Court
berjalan sesuai dengan hukum acara biasa. Begitu juga dalam hal proses
berperkaranya apabila hukum acara biasa dilakukan dengan menghadirkan
para pihak lain hal dengan sistem E-Court ini para pihak tidak perlu
menhadiri ruang sidang apabila sedang berperkara melainkan dapat
mengikuti prosesnya secara online di website pengadilan terkait. 26

25
Interviewed dengan Syamsul, Selaku Pegawai Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
26
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
53

Dalam hal putusan apabila hukum acara biasa akan dikeluarkan


salinan putusan oleh hakim dan demikian pula apabila putusan tersebut
berujung damai maka akan diterbitkan akta perdamaian oleh majelis hakim.
Demikian halnya dengan proses e-Court musyawarah dan pembacaan
putusan. Tahapan musyawarah dan pembacaan putusan harus menjadi
bagian dari perjalanan persidangan e-Court. Pada hari yang telah ditetapkan
untuk menjatuhkan putusan, majelis hakim bersidang dan membuka
jalannya persidangan. Kemudian membacakan putusan seperti biasanya.
Ketua majelis mempunyai tanggung jawab untuk mengupload putusan
tersebut pada data SIPP, kemudian panitera pengganti mempunyai tugas
mencetak salinan putusan untuk ditandatangani oleh panitera.
BAB IV
EFEKTIVITAS DAN KEADILAN E-COURT PADA PENYELESAIAN
PERKARA DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT

A. Tantangan Penerapan E-Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat


Dalam mengkaji antara pemenuhan keadilan dan kemajuan teknologi, hal
yang menjadi landasan adalah asas penyelenggaraan peradilan sederhana, cepat,
dan biaya ringan serta persoalan infrastruktur.1 Pertama, penegakan hukum pada
proses peradilan haruslah sederhana dan dapat diikuti oleh para justitiabellen.
Namun, di era mobilitas masyarakat yang tinggi saat ini, implementasi sederhana
justru cenderung rumit. Jumlah perkara yang banyak hingga jadwal sidang yang
tidak tepat waktu menjadi persoalan serius bagi tidak terlaksananya tertib
administratif peradilan.
Kedua, proses peradilan pada prinsipnya dilaksanakan secara cepat. Akan
tetapi asas tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini terlihat
pada salah satu tindakan Mahkamah Agung dalam mempercepat penyelesaian
perkara adalah melalui pembacaan serentak oleh majelis yang sudah dimulai
sejak tahun 2013. Apabila hal tersebut terus dilakukan tentu akan semakin
menambah tenaga mengingat jumlah perkara hukum tidaklah sedikit.
Ketiga, peradilan harus di selenggarakan dengan biaya yang ringan. Masalah
biaya pada nyatanya masih menjadi penghambat bagi penegakan keadilan
hukum di masyarakat. Merilis catatan Ombudsman pada periode 2014-2015,
laporan pungli di pengadilan ini menempati urutan ke-6 terbanyak yang
diadukan masuk ke Ombudsman.
Keempat, adalah problematika infrastruktur yang belum memadai bagi
pelaksanaan pemenuhan keadilan hukum bagi masyarakat di era kemajuan
teknologi. Persoalan infrastruktur yang dimaksud dalam hal ini meliputi:
minimnya akses penyelesaian perkara di pengadilan, jarak dan jangkauan dalam

1
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018, h., 20.

54
55

mencapai lembaga peradilan, serta terbatasnya jumlah peradilan dalam setiap


wilayah di Indonesia.
Ada beberapa tantangan dan permasalahan yang sering terjadi dalam proses
pelaksanaan e-Court khususnya di lembaga peradilan agama adalah:

1. Pergeseran Hukum Acara


Problematika lainnya yang muncul pasca-berlakunya Perma Nomor 1 Tahun
2019 ialah adanya pergeseran hukum acara di pengadilan. Terkait hukum
pemanggilan, misalnya, umumnya pemanggilan dilakukan oleh jurusita/ jurusita
pengganti dengan suatu surat panggilan resmi yang disampaikan langsung
kepada para pihak, apabila tidak bertemu langsung maka disampaikan melalui
kantor desa/ kelurahan sebagai pejabat yang berwenang (Pasal 121 ayat 1 dan 2,
Pasal 122, 124, 126, 390 HIR/Pasal 145 ayat 1 dan 2, Pasal 146, 148, 150, 718
R.Bg.).2
Namun, Perma Nomor 1 Tahun 2019 secara fundamental mengubah hukum
pemanggilan dengan cukup menyampaikan panggilan resmi via elektronik
melalui sistem informasi pengadilan (Pasal 13 ayat 1). Ketentuan tersebut
mengandaikan bahwa surat panggilan yang disampaikan jurusita secara
elektronik sudah dianggap bertemu langsung dengan pihak berperkara dan
dianggap sah.
Penerapan e-Court juga bersinggungan dengan persoalan intensitas upaya
perdamaian oleh majelis hakim yang hanya terbatas pada persidangan pertama
dan pada saat pembuktian. Maksudnya, pada tahapan persidangan selain yang
disebutkan tersebut, tak ada lagi upaya penasihatan karena pihak berperkara
tidak perlu hadir di saat persidangan.
Dengan adanya proses seperti itu maka dapat mempercepat proses
penyelesaian dalam berperkara di pengadilan. Dikarenakan dapat menghemat
waktu serta dalam baiaya perkara tidak dibebankan lagi terhadap para pihak

2
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018, h., 20.
56

dapat menghemat baiaya karena tidak perlu menghadiri ke pengadilan dan


tinggal menunggu informasi dari pengadilan untuk penjadwalan atau Court
Calendar untuk agenda-agenda sidang selanjutnya.
menurut hakim, bahwa pelaksanaan e-Court dan litigasi memiliki persamaan
dalam upaya perdamaian secara umum.3 Dalam hal ini upaya persidangan yang
hanya dilakukan pada tahapan sidang pertama dan pada tahapan pembuktian
saja. Dikarenakan adanya e-Court ini sejatinya tidak menghilangkan prosedur
tahapan yang ada pada persidangan yang dilakukan persidangan biasa, hanya
saja e-Court ini menyempurnakan serta memudahkan pada tahap-tahap tertentu
di dalam proses berjalannya persidangan yang dilakukan secara online.
Persoalan lainnya terkait perbedaan payung hukum tata kelola administrasi
perkara yang sudah biasa dipraktikkan di pengadilan dengan tata kelola secara
elektronik. Adanya dua payung hukum terkait tata kelola administrasi tersebut
perlu disikapi agar tidak menimbulkan disparitas pemahaman bahwa payung
hukum yang satu lebih tinggi kedudukannya, sehingga menegasikan payung
hukum lain di bawahnya.
Secara normatif-yuridis HIR/R.Bg. memang memiliki kedudukan berbeda
dengan Perma dalam konteks hirarki perundang-undangan. Sehingga berlaku
asas lex superior derogat legi inferior (menerapkan hukum yang lebih tinggi
ketimbang yang rendah). Namun, kedudukan antara Perma Nomor 1 Tahun 2019
dengan HIR/R.Bg. tidak perlu dipertentangkan karena sifatnya saling mengisi
dan kedudukannya tidak mengganti atau menganulir sepenuhnya ketentuan
dalam HIR/R.Bg. Justru Perma Nomor 1 Tahun 2019 dirancang sebagai aturan
yang dapat diaplikasikan karena kelahirannya merupakan pengejawantahan
spirit Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang menjunjung tinggi asas sederhana, cepat, biaya ringan.
Pelaksanaan e-Court ini seolah tidak mengubah apapun dalam proses
beracara di pengadilan sama halnya dengan proses pengadilan seperti biasa.
Hanya saja e-Court membantu memudahkan para pencari keadilan guna

3
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
4
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018, h., 20.
57

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat sangat merugikan kedua
belah pihak.
Menurut hakim, e-Court sebagai sarana penunjang diharapakan dapat
menjadi solusi disaat kondisi seperti ini dimana jikalau dilihat fakta dilapangan
masih banyak masyarakat yang tidak tahu akan peran dan fungsi lembaga
peradilan dalam menyelesaikan semua masalah hukum. “ ujar Jarkasih selaku
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat.”
Adanya e-Court ini maka akan terbuka semua informasi yang dibutuhkan
masyarakat agar dapat peka terhadap peran lembaga peradilan dalam memberi
jalan dalam menyelesaikan suatu masalah hukum, jadi masyarakat tidak perlu
ragu untuk melimpahkan kasus dan masalahnya kepada pengadilan yang ada
dalam hal ini khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

2. Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia


Problem berikutnya terkait penerapan e-Court ialah minimnya ketersediaan
infrastruktur berupa perangkat keras (hardware) teknologi informasi sebagai
penunjang kelancaran administrasi perkara secara elektronik. Namun demikian,
keterbatasan tersebut bukan menjadi alasan untuk tidak menyambut baik inovasi
yang dilakukan MA karena e-Court juga menjadi salah satu poin penilaian dalam
Sistem Akreditasi Penjaminan Mutu di Pengadilan Agama.5
E-Court ini tentunya pada awal tahap pelaksanaanya menemukan kendala
yang tentunya semaksimal mungkin akan dapat diatasi oleh lembaga-lembaga
terkait misalkan dalam hal ini infrastruktur yaitu bermanfaat sebagai penunjang
dalam proses beracara menggunakan e-Court tersebut.
Oleh karenanya sejalan dengan itu untuk seluruh lembaga peradilan yang ada
di Indonesia akan memaksimalkan seluruh infrastruktur yang ada guna
mendukung proses berjalannya pengadilan secara elektronik. Diakrenakan di
targetkan pada Tahun 2021 yang akan datang akan diberlakukan sistem
elektronik dalam berperadilan di seluruh pengadilan di Indonesia. 6

5
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018., h. 21.
6
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
58

Infrastruktur sangat diperlukan dalam sarana prasarana penunjang


pelaksanaan e-Court sehingga dengan adanya sarana infrastruktur yang ada
dapat memaksimalkan berjalannya sistem e-Court tersebut. Dengan
kelengkapan infrastruktur yang di miliki di setiap pengaadilan diharapkan
nantinya akan memudahkan seluruh agenda proses berperkara secara e-Court
dan dapat mempercepat penyelesaian berperkara di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat.7
Masalah lainnya ialah sumber daya manusia yang menguasai teknologi
informasi di pengadilan masih terbatas. Sehingga kesulitan menempatkan
personel yang khusus menangani aplikasi e-Court secara penuh selama jam
kerja. Padahal, tenaga ahli yang menangani e-Court harus bekerja full time,
mengingat pengguna peradilan elektronik bisa mendaftarkan perkara kapan saja
selama jam kerja, termasuk pada saat jam istirahat.
Di samping itu, masih ada problem penempatan tenaga pegawai yang belum
merata sesuai kebutuhan dan analisis beban kerja. Akibatnya, ada kalanya satu
pengadilan dengan volume kerja sedikit, tapi memiliki sumber daya manusia
yang melimpah. Sebaliknya, ada juga pengadilan dengan tingkat volume
pekerjaan sangat berat, namun jumlah pegawainya tidak sebanding dengan
beban kerjanya. Kondisi demikian menimbulkan ketimpangan dan mengganggu
kelancaran penerapan e-Court.8
Selain jumlah pegawai yang tidak merata, sumber daya manusia yang
mengurusi teknologi informasi di pengadilan juga banyak diisi oleh tenaga
honorer. Adapun pegawai pegadilan yang bergelar sarjana komputer menduduki
jabatan lain lantaran kekuarangan pegawai. Kondisi pengembangan teknologi
informasi yang ditangani tenaga honorer tersebut sangat rawan karena bisa jadi
dengan keahliannya yang mumpuni, tenaga honorer tersebut “dilamar” dan
pindah ke instansi lain.

7
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
8
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018, h., 21.
59

E-Court dalam pelaksanaanya walaupun berbasis teknologi dan informasi


tentu tidak serta merta hanya mengandalkan teknologi saja harus didukung
dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu mengatasi
dan menguasai sistem pengoperasian e-Cort tersebut. Karena dengan dibantu
oleh Sumber Daya Manusia yang memadai maka akan terciptanya suatu inovasi
yang lebih baik lagi dan memudahkan dalam proses cara kerja yanng lebih
mudah dari sebelumnya.
Menurut hakim, dalam pelaksanaan sistem e-Court ini tentunya memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya, sistem e-Court ini sendiri
tidak bisa dibilang mudah dan juga tidak bisa dibilang sulit perlu adanya
dukungan satu sama lain dari para jajaran pegawai pengadilan. Karena adanya
sistem baru tersebut maka satu sama lain harus terlebih dahulu mengenal dan
beradaptasi dengan sistem baru tersebut.9
Pengenalan sistem e-Court tersebut bisa dilakukan dengan berbagai macam
cara salah satunya adalah dengan mengikuti seminar-seminar yang diadakan
oleh lembaga tertinggi pengadilan yaitu Mahkamah Agung yang akan selalu
mengadakan seminar-seminar untuk seluruh pengadilan-pengadilan umum
lainnya. Dengan sering diadakan seminar tersebut maka bagi pengadilan yang
aktif yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung akan dapat kepercayaan untuk bisa
mengadkan seminar mandiri yang diadakan oleh pengadilan tersebut. Maka
pengadilan tersebut akan dipercaya oleh Mahkamah Agung guna sebagai Pillot
Project e-Court guna mengenalkan sistem e-Court ke pengadilan-pengadilan
lainnya dan saling bekerja sama satu sama lain untuk mewujudkan peradilan
yang modern dan efisien.

3. Konektivitas Data
Pemanfaatan data sangat diperlukan dalam sebuah data kependudukan.
Integrasi data menjadi kata kunci untuk mempermudah pemanfaatan data
tersebut. Sejak dimulainya E-KTP di tahap awal pada tahun 2011 sampai 2012,
pihak perbankan merupakan instansi non-pemerintah yang pertama kali
melakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri.

9
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020
60

Penggunaan data kependudukan oleh MA pada saat ini merupakan sebuah


keniscayaan sebagai pendukung dari E-Court (Perma Nomor 1 Tahun 2019).
Meskipun pada dasarnya e-Court cenderung kepada aplikasi TI terhadap proses
peradilan. Integrasi data kependudukan dengan sistem e-Court lebih bersifat
sebagai GSB (Government Service Bus) yang merupakan suatu sistem yang
mengelola integrasi informasi dari beberapa Web API (Application
Programming Interface).10
Pada tahap awal, pengelolaan integrasi data sudah dilakukan antara
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri dan menyusul beberapa
lembaga lainnya. Bagi lembaga peradilan, integrasi data dapat dilakukan dengan
berbagai instansi. Kementerian Dalam Negeri untuk validasi data
kependudukan, kepolisian dan kejaksaan untuk perkara pidana, kementerian
agama untuk status perkawinan.11
Bagi lembaga peradilan, integrasi data dapat dilakukan dengan berbagai
instansi. Kementerian Dalam Negeri untuk validasi data kependudukan,
kepolisia Hal yang mendesak dalam pembangunan peradilan dengan sistem e-
Court adalah integrasi data kependudukan dengan Kementerian Luar Negeri.
Integrasi data kependudukan akan berimplikasi pada validasi data seorang
Penggugat/Pemohon yang merupakan proses awal dalam hukum acara, baik
perdata maupun pidana. Di sisi lain data kependudukan juga dapat memberikan
informasi yang jelas mengenai identitas pihak-pihak dalam berperkara. Secara
teknis, validasi data memudahkan dalam input data, karena hanya dengan
memasukkan NIK, data akan tersaji secara otomatis.
Konektivitas data sangat penting dalam proses pelaksanaan e-Court itu
sendiri selain untuk keperluan administrasi data juga perlu untuk memudahkan
itegrasi di seluruh lembaga peradilan. Dengan adanya kevalidan data akan

10
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018, h., 21.
11
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court. Majalah
Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018, h., 21.
61

memudahkan para pegawai guna mencari informasi yang diperlukan dalam


pelaksanaan peradilan yang berbasis e-Court tersebut.
Sehingga para pihak tidak harus repot-repot melampirkan banyak dokumen-
dokumen hanya terkait untuk keperluan administrasi saja dan tidak perlu hadir
ke pengadilan untuk meyerahkan dokumen syarat-syarat pendaftaran ketika
ingin berperkara di pengadilan melainkan hanya memasukan data-data yang bisa
langsun diisi di laman website pengadilan yang dituju. Maka secepatnya akan
mendapatkan respon yang baik dari para anngota pengadilan yang
bersangkutan.12
Dengan adanya tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan e-Court itu
sendiri seperti adanya pergeseran hukum acara, infrastruktur dan sumber daya
mansusia, serta konektivitas data. Maka dapat dikatakan efektivitas hukum dari
adanya sistem e-Court tersebut dapat dilakukan dengan cara mengkaji terhadap
unsur-unsur yang ada di dalamnya serta menganalisis, kegagalan dari faktor-
faktor yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan e-Court itu sendiri.
Bila dikaitkan dengan teori efektivitas hukum Soerjono Soekanto maka
efektivitas e-Court itu sendiri terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, meliputi:
1. Keberhasilan dalam pelaksanaan e-Court;
2. Kegagalan di dalam pelaksanaan e-Court; dan
3. Faktor yang mempengaruhi adanya e-Court tersebut.

Dengan adanya e-Court ini dapat dikaitkan dengan teori keadilan yang
diutarakan John Rawls yaitu:

1. Memberikan kesempatan yang sama sebesar-besarnya bagi para pencari


keadilan untuk beracara di muka hukum.
2. Tidak ada perbedaan di kalangan masyarakat dalam memperoleh
keadilan hukum.

12
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020
62

3. Persamaan yang adil serta kesempatan yang sama untuk seluruh pencari
keadilan dalam menyelesaikan perkaranya secara sederhana, cepat dan
biaya ringan.

E-Court ini sejatinya dalam pelaksanaannya sanagat menjunjung tinggi


prinsip keadilan bagi seluruh masyarakat, dengan adanya e-Court para pihak
yang ingin menyelesaikan perkaranya di lembaga peradilan mempunyai hak
yang sama dimata hukum, serta mendapatkan pelayanan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan dalam setiap proses penyelesaian perkara khususnya di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Sama halnya dengan prinsip ultilitarianisme, e-Court hadir dari cita-cita
modifikasi sistem hukum yang lebih baik dari sistem hukum yang sebelumnya.
Serta yang paling utama dengan adanya e-Court maka tercipta kepuasan,
kemanfaatan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat sebagai pencari
keadilan.13
Didalam dunia peradilan prinsip keadilan sangat penting sejalan dengan
kemajuan di era digital saat ini, oleh karena itu e-Court sendiri sebagai wadah
aspirasi masyarakat dengan permasalahan-permasalahan di dunia peradilan saat
ini maka perlu adanya terobosan yang mampu memberikan keadilan serta
kepuasan oleh lembaga peradilan terhadap para pihak yang ingin menyelesaikan
perkaranya di tingkat pengadilan.
e-Court dalam pelaksanaannya sangat menjunjung tinggi nilai sosial yang
ada di masyarakat, dengan adanya e-Court diharapkan tidak ada lagi resiko yang
bertentangan dengan tujuan hukum itu sendiri, seperti adanya pungutan liar
ketika ingin berperkara di lembaga peradilan serta terbukanya informasi bagi
setiap masyarakat yang ingin menyelesaikan perkaranya di lembaga peradilan
karna adanya e-Court tentu akan memaksimalkan transparansi atau ketebukaan
informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui perkembangan kasus

13
John Rawls, Teori Keadilan Terjemahan, Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h., 3-4.
63

hukumyang dialaminya serta masyarakat lebih peka terhadap masalah hukum


yang ada di sekelilingnya.

B. Dampak E-Court Dalam Efektifitas Penyelesaian Kasus di Pengadilan


Agama Jakarta Pusat
1. Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan
Dampak penerapan e-Court bagi proses beracara di pengadilan dan Tata
Perilaku Penegak Hukum seiring dengan semakin berkembangnya teknologi
digital, maka transformasi pengadilan untuk menjadi pengadilan yang modern
yang memanfaatkan teknologi informasi digital secara maksimal adalah sebuah
keniscayaan.
Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan merupakan asas yang menjadi
acuan dalam pelaksanaan proses peradilan baik perdata maupun pidana.
Sebagaimana telah dijabarkan diatas bahwa asas tersebut membawa konsekunsi
bahwa jalannya prosedur beracara di pengadilan dilakukan secara efektif,
efisien, dan tidak berbelit-belit; tidak memakan waktu yang lama, dan biaya
perkara yang harus dibayar para pihak dapat ditanggung oleh pihak yang
berperkara.14
Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan merupakan asas yang menjadi
acuan dalam pelaksanaan proses peradilan baik perdata maupun pidana.
Sebagaimana telah dijabarkan diatas bahwa asas tersebut membawa konsekunsi
bahwa jalannya prosedur beracara di pengadilan dilakukan secara efektif,
efisien, dan tidak berbelit-belit; tidak memakan waktu yang lama, dan biaya
perkara yang harus dibayar para pihak dapat ditanggung oleh pihak yang
berperkar. Secara luas sebagaimana dimaksud oleh Amir Hamzah bahwa
peradilan tersebut dipandang mulai dari pengaturan, kelembagaan, dan prosedur
beracara sehingga dalam hal ini prosedur beracara di pengadilan juga tidak bisa
dipandang hanya dimulai ketika hakim memeriksa perkara hingga dijatuhkan
putusan, melainkan harus dilihat dari gugatan didaftarkan di kepanitraan

14
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
64

pengadilan negeri yang bersangkutan hingga putusan tersebut dijalankan baik


secara sukarela maupun dengan paksaan.15
Penerapan administrasi perkara di Pengadilan secara elektronik tersebut
juga selaras dengan Asas-Asas Umum Peradilan Yang Baik. Asas Peradilan
Yang Terbuka Untuk Umum, dimana dengan penerapan administrasi perkara
secara elektronik maka dokumen-dokumen tersebut tidak hanya dapat di akses
oleh pihak-pihak yang berpekara, namun masyarakat umum dapat mengakses
dan mengontrolnya.
Tuntutan publik terhadap layanan lembaga peradilan semakin meningkat
seiring dengan makin masifnya penggunaan teknologi informasi serta berbagai
regulasi yang membuka ruang kepada publik untuk mengakses informasi dan
mendapatkan layanan yang prima dari lembaga-lembaga publik. Pada kondisi
demikian, aparatur peradilan harus semakin membuka diri terhadap perubahan
serta adaptif terhadap perkembangan yang ada di sekitarnya.
E-Court pada hakikatnya hadir untuk menjawab persoalan pemenuhan
keadilan bagi masyarakat di era kemajuan teknologi. Hal tersebut di dasarkan
pada kontribusi atas eksistensi e-Court dari awal pertama diimplementasikan.
Pertama, e-Court menyediakan layanan berbasis elektronik seperti pendaftaran
perkara online (e-Filing), pembayaran panjar biaya perkara online (e-Payment),
pemanggilan pihak secara online (e-Summons), persidangan secara elektronik (e-
Litigation), serta putusan secara online.16
Kedua, e-Court sebagai kolaborasi pemenuhan keadilan dan teknologi pada
realitasnya perlu di optimalkan. Pernyataan tersebut didasarkan pada belum
meratanya implementasi e-Court di Indonesia. Peradilan umum, peradilan
agama, dan tata usaha negara Artinya, sejauh ini pelayanan e-Court hanya dapat
diakses bagi perkara tertentu saja dan terdapat beberapa pearadilan yang belum
terintegrasi dalam pelayanan e-Court.

15
Ni Putu Riyani Kartika Sari, Eksistensi E-Court Mewujudkan Asas Sederhana, Cepat,
dan Biaya Ringan, Jurnal Yustisia, Vol 13 No. 1, 0ktober 2019.
16
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
65

Ketiga, penggunaan layanan e-Court untuk saat ini hanya terbatas untuk
kalangan advokat saja. Kondisi ini berbeda dengan singapura yang sudah
menerapkan sistem layanan peradilan berbasis elektronik (e-Court) lebih awal.
Praktik peradilan di Singapura lebih maju dengan mengajukan permohonan dan
mengakses data peradilan, dimana setiap warga negara Singapura yang telah
memiliki Singpass ID bagi individu atau CorpPass ID bagi badan hukum tentu
saja harus menggunakannya apabila akan berperkara di pengadilan.
Eksistensi e-Court baru diterapkan satu tahun lalu tentunya membawa
kemajuan bagi sistem peradilan Indonesia. e-Court sendiri hadir sebagai
pengejawantahan asas penyelenggaraan peradilan di era kemajuan teknologi.
Terlepas dari hal tersebut responsivitas lembaga peradilan masih diperlukan
dalam upaya perbaikan dalam penyempurnaan e-Court. Hal ini semata-mata
bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat.
E-Court dalam tujuannya merupakan inovasi bagi perbaikan sektor hukum
dan politik di era kemajuan teknologi guna memperjuangkan pemenuhan
keadilan masyarakat. Di dalam persoalan keadilan era kemajuan teknologi saat
ini realitasnya belum bisa dihindari terlebih belum terpenuhinya asas
penyelenggaraan peradilan dan minimnya infrastruktur penunjang pelaksanaan
peradilan. Eksistensi lembaga peradilan sejatinya harus dapat menjawab
problematika tersebut dituntut untuk melakukan perbaikan baik dari registrasi
dan administrasi melalui perbaikan dan penyempurnaan e-Court.17
Mahkamah Agung sendiri dalam cetak biru pembaharuan peradilan 2010 –
2035, telah menuangkan upaya perbaikan untuk mewujudkan Badan Peradilan
Indonesia yang Agung, yang salah satu upayanya adalah berorientasi pada
pelayanan publik yang prima dengan memberikan pelayanan hukum yang
berkeadilan kepada pencari keadilan. Badan Peradilan dituntut untuk selalu
meningkatkan pelayanan publik dan memberikan jaminan proses peradilan yang
adil. Sementara terkait asas kesempatan untuk membela diri (audi et alteram
partem) penerapan e-court memberikan akses yang luas kepada Para Pihak untuk

17
Interviewed dengan H. M. Sirot, Selaku Advokat di Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
Jakarta, Rabu, 10 Juni 2020.
66

mengajukan pembelaannya sehingga lebih memberikan perlindungan bagi para


pihak. Demikian juga dengan Asas Akuntabilitas, maka penerapan administrasi
perkara secara elektronik akan meninggalkan jejak digital yang tersimpan
selamanya sehingga selain dapat dikontrol oleh publik juga dapat mencegah
berkas hilang atau rusak.18
2. Keterbukaan dan Transparansi Sistem Peradilan
Transparansi yang diterapkan pengadilan juga diharapkan perlahan akan
dapat mengurangi praktik pungli di pengadilan yang marak terjadi sebelumnya.
praktik Sebagaimana diketahui praktik pungutan liar berdampak pada
terhambatnya akses keadilan bagi masyarakat. Hal ini muncul karena ada biaya
lebih yang harus dikeluarkan oleh para pencari keadilan terhadap layanan di
pengadilan akibat proses administrasi yang terlalu panjang dan melibatkan banyak
pihak. Praktik semacam ini sebelumnya melahirkan rentan terhadap praktik
pencaloan dan penyimpangan prosedur lainnya.
Laporan Ombudsman Republik Indonesia misalnya menyebut dalam kurun
waktu 2014-2016, Pengadilan Negeri merupakan lembaga peradilan yang paling
banyak diadukan yaitu sebanyak 394 aduan dengan jenis mal administrasi yang
paling banyak dikeluhkan publik adalah penundaan perkara yang berlarut-larut
sebanyak 215 aduan, tidak kompeten dalam melaksanakan kinerja dalam sistem
peradilan sebanyak 117 aduan, dan penyimpangan prosedur sebanyak 115
aduan. Hampir senada hasil penelitian MaPPI FHUI pada tahun 2017, praktik
koruptif dalam lembaga peradilan juga terjadi dalam bentuk pungutan liar
(pungli).19
Salah satu prasyarat terwujudnya pengadilan yang unggul adalah adanya
transparansi dari pengadilan kepada masyarakat khususnya para pencari
keadilan. Transparansi menjadi standar apakah lembaga pengadilan sudah benar-
benar membuka dirinya untuk dinilai oleh masyarakat dalam segala hal

18
Mahkamah Agung Republik Indonesia, E-Court dan Masa Depan Sistem Peradilan
Modern di Indonesia, www.ptun.yogyakarta.go.id diakses Pada Rabu, 06 Mei 2020 Pukul 20.00
WIB.
19
Mahkamah Agung Republik Indonesia, E-Court dan Masa Depan Sistem Peradilan
Modern di Indonesia, www.ptun.yogyakarta.go.id diakses Pada Rabu, 06 Mei 2020 Pukul 20.00
WIB.
67

termasuk di dalamnya adalah terkait proses dan mekanisme peradilan. Melalui


pembenahan pembenahan sistem administrasi pengadilan yang lebih transparan
diharapkan lembaga peradilan sebagai benteng utama dan terdepan dalam
penegakan hukum dapat terhindar dari praktik-praktik koruptif. keterbukaan
proses penegakan hukum juga dapat mendorong tingkat kepuasaan masyarakat
atas kinerja aparat penegak hukum, yang pada gilirannya meningkatkan
kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan itu sendiri.
Efektivitas sebagai suatu atau kondisi dimana telah sesuai dengan target atau
tujuan yang akan ditempuh atau diharapkan. Ada pula yang menyatakan suatu
hukum itu dikatakan efektif apabila warga masyarakat berperilaku sesuai yang
diharapkan atau dikehendaki oleh hukum.
Pelaksanaan E-Court ini sudah diterapkan di sebagian pengadilan di
Indonesia, guna dapat menyesuaikan perkembangan zaman di era digital saat ini
dapat memudahkan para pihak dalam mencari keadilan dengan prinsip yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.

Sistem peradilan yang berfungsi dengan baik harus memberikan kepada setiap
orang kesempatan untuk melancarkan keberatan atas pelanggaran hak-hak
mereka. Informasi hukum yang dibuat untuk memberitahu masyarakat umum
tentang hak-hak mereka, membantu mereka menyelesaikan perselisihan atau
memberi tahu tentang bagaimana membawa suatu perkara ke pengadilan,
penyelesaian secara damai di luar Pengadilan, oleh karenanya kemampuan
menyebarluaskan informasi hukum dengan biaya melalui teknologi informasi
khususnya internet, dipandang sebagai sebuah cara penting untuk meningkatkan
akses keadilan.

mereka. Informasi hukum yang dibuat untuk memberitahu masyarakat umum


tentang hak-hak mereka, membantu mereka menyelesaikan perselisihan atau
memberi tahu tentang bagaimana membawa suatu perkara ke pengadilan,

20
Mahkamah Agung Republik Indonesia, E-Court dan Masa Depan Sistem Peradilan
Modern di Indonesia, www.ptun.yogyakarta.go.id diakses Pada Rabu, 06 Mei 2020 Pukul 20.00
WIB.
68

mereka. Informasi hukum yang dibuat untuk memberitahu masyarakat umum


tentang hak-hak mereka, membantu mereka menyelesaikan perselisihan atau
memberi tahu tentang bagaimana membawa suatu perkara ke pengadilan,
penyelesaian secara damai di luar Pengadilan, oleh karenanya kemampuan
menyebarluaskan informasi hukum dengan biaya melalui teknologi informasi
khususnya internet, dipandang sebagai sebuah cara penting untuk meningkatkan
akses keadilan.
Pada hakikatnya e-Court yang merupakan sistem aturan baru peradilan
hadir atas dasar keluhan serta kebutuhan masyarakatnya. Konsepsi mengenai
keadilan ini adalah memahami kebutuhan akan prinsip untuk memberikan hak-
hak dasar dan kewajiban-kewajiban dasar serta kebutuhan untuk menentukan
bagaimana keuntungan dan beban masyarakat didistribusikan, jika demikian
kepentingan individu berbenturan dengan institusi-institusi yang mendapat
keadilan pula, dikatakan adil jika sebuah institusi tersebut tidak ada pembeda
yang sewenang-wenang antara orang dalam memberikan hak dan kewajiban, dan
ketika aturan menentukan keseimbangan yang pas antara sengketa demi
kemaslahatan kehidupan sosial.21
e-Court sendiri diharapkan agar terciptanya suatu sistem hukum yang adil
dan terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat, agar tidak ada keraguan untuk
menuntut hak-haknya dalam menyelesaikan perkaranya di lembaga peradilan.
Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi
dalam beracara di pengadilan khususnya, dikarenakan lembaga peradilan
memberikan fasilitas yang sangat luas seluas-luasnya bagi masyarakat yang
ingin menyelesaikan perkaranya.22

21
John Rawls, Teori Keadilan Terjemahan, Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h., 3-4.
22
Interviewed dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jakarta,
Rabu, 10 Juni 2020.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu dari hasil penelitian yang
dilakukan, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. E-Court sebagai instrumen penting dalam terobosan modernisasi lembaga
peradilan di Indonesia, dalam pelaksanaannya sudah bejalan dengan baik,
di dalam pelaksanaannya bahwa e-Court sendiri yang tidak
menghilangkan aspek-aspek yang ada pada sistem peradilan sebelumnya.
Hanya saja e-Court dihadirkan untuk memaksimalkan potensi yang ada di
pengadilan. Dengan adanya sistem e-Court maka dapat menjawab hampir
seluruh permasalahan yang ada khususnya di lembaga peradilan di
Indonesia, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat. E-Court sendiri
juga sebagai penyempurna implementasi pengadilan yang sebelumnya
yang menerapkan asas atau prinsip pengadilan yang sederhana, cepat, dan
biaya ringan. E-Court juga sangat dapat dirasakan kemanfaatannya
terhadap masyarakat. Dengan adanya e-Court ini masyarakat akan lebih
peka terhadap permasalahan hukum dan dapat mempelajarinya secara
menyeluruh dikerenaka tujuan adanya e-Court itu sendiri ialah agar
lembaga peradilan menjadi lembaga yang lebih bersifat transparan dan
akuntabel dalam menyelesaikan suatu perkara.
2. Adanya sistem e-Court ini sendiri memiliki dampak yang baik bagi
kemajuan peradilan di Indonesia. Karena pada hakikatnya e-Court hadir
atas dasar kebutuhan masyarakat dalam mencari keadilan, dengan adanya
e-Court akan terjadi kemudahan dalam mencari informasi terkait
masyarakat yang ingin menyelesaikan perkaranya di suatu lembaga
peradilan serta menjawab persoalan keadilan bagi masyarakat di era
kemajuan teknologi secara efektif dan efisien. Dengan adanya sistem e-
Court ini perlu adanya persiapan yang matang selain kelengkapan
infrastruktur juga harus dapat melatih kualitas Sumber Daya Manusia

69
70

(SDM) nya agar lebih siap menghadapi era teknologi tersebut. Respon
masyarakatlah yang sangat dibutuhkan pada saat ini karena masyarakat
mampu mendorong lembaga peradilan untuk dapat memberi penilaian
serta memberikan saran kepada pengadilan yang nantinya akan menjadi
penilaian khusus terhadap lembaga peradilan tersebut. Oleh karena itu
masyarakat tidak perlu khawatir lagi akan sulitnya keterbukaan informasi
ketika ingin mengetahui perihal informasi-informasi terkait penyelesaian
kasus hukum. Bukan hanya masyarakat saja yang dapat merasakan
dampaknya saja melainkan dari lingkungan pendidikan yang ingin
mengetahui lebih jauh perihal apa itu lembaga peradilan serta bagaimana
lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di
kehidupan masyarakat. Serta mengurangi adanya tindakan-tindakan
beresiko timbulnya mal praktik seperti adanya pungutan liar dalam proses
berperkara di pengadilan.
3. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan e-Court ini sendiri ialah E-
Court adalah sebuah sistem terobosan baru di dunia peradilan Indonesia
dengan adanya e-Court tidak mengubah struktur beracara di Indonesia
hanya saja ada perubahan dalam proses beracara dilakukan dengan
teknologi digital secara online, yang dibutuhkan adalah kelengkapan
infrastruktur yang mendukung pelaksanaan e-Court serta keahlian sumber
daya manusia dengan menggunakan teknologi informasi guna
terhubungnya jaringan atau koneksi yang baik dari lembaga pusat, serta e-
Court memudahkan seluruh petugas peradilan guna terciptanya sistem
administrasi yang baik.
C. Rekomendasi
Berdasarka kesimpulan yang telah dirumuskan diatas, maka peneliti
memberikan saran kepada pihak yang terkait sebagai berikut.
1. Peneliti berharap agar setiap pengadilan yang ingin menggunakan
sistem e-Court harus siap dalam segi sarana infrastruktur yang
dibutuhkan. Serta dalam pelaksanaan e-Court pengadilan harus bisa
menyediakan pelayanan e-Court di tempat pengadilan secara langsung
71

dikarenakan tidak semua pihak yang ingin atau menggunakan advokat.


Jadi apabila bagi prinsipal yang ingin menggunakan e-Court dalam
proses berperkara pihak pengadilan bisa langsung membantu secara
langsung bisa mengarahkan prinsipal dalam menggunakan sistem e-
Court itu sendiri.
2. Dalam pelaksanaan e-Court harus lebih tegasnya aturan mengenai para
advokat apabila sudah terlisensi atau terdaftar untuk bisa mengakses
atau menggunakan e-Court tersebut diwajibkan menggunakan e-Court
agar tidak ada lagi berkas tumpukan perkara yang dapat menghambat
proses jalannya peradilan. Serta diberlakukan aturan sanksi hukum bagi
advokat yang melanggarnya.
3. Dalam pelaksanaannya e-Court masih terkendala dengan sistem
pembuktian secara teleconfrence atau pembuktian secara online
diharapkan agar setiap pengadilan harus menyiapkan ruangan yang
memadai untuk proses berjalannya pembuktian secara online tersebut
karena nyatanya masih banyak yang belum menyediakan saran dan
prasarana dalam agenda pembuktian secara elektronik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Andi Tarigan, Hidup Bersama Seperti Apa Yang Kita Inginka? Tumpuan
Keadilan Rawls, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2018)
Deliar Noer, 1997, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Cetakan II Edisi Revisi,
Bandung, Pustaka Mizan
Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam


Justifikasi Teori Hukum, …

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka

Kusnardi, Moh dan Harmaily. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,


(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983)

Made Indra & Ika Cahyaningrum, “Cara Mudah Memahami Metodologi


Penelitian”, (Yogytakarta: Penerbit Deepublish, 2019)

Muhamad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti, 2004)

Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008)

Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1999)

72
73

Riduan Syahrani, rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Penerbit Citra Aditya


Bakti, Bandung,1999)

Rosyid, A. Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 2007)

Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, Rajawali Pres, (Bandung,


1996)

Suyanto, Hapusnya Hak Atas Tanah Akibat Penitipan Ganti Kerugian Dalam
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Surabaya, Penerbit, CV
Jakad Publishing, 2020)

Sri Warjiyati, “Memahami Dasar Ilmu Hukum: Konsep Dasar Ilmu Hukum”,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018)

Suteki dan Taufani, Galang. Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), (Depok: Rajawali Pers, 2018)

Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2001)

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta:
Amzah)

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan


Secara Elektronik.

PERMA No. 1 Tahun 2019, tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Di


Pengadilan Secara Elektronik, pada bab 5 tentang persidangan secara
elektronik.

Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1280/SEK/HM.02.3/8/2019


tanggal 23 Agustus 2019 tentang Pemberitahuan Implementasi e-Court
(e-litigasi) dan Rilis SIPP Tingkat Pertama Versi 3.3.0
C. JURNAL
74

Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik Di Pengadilan Agama,
Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 11 Oktober 2019.
Andi Kurniawan dan Aco Nur. Prospek dan Tantangan Implementasi E-Court.
Majalah Peradilan Agama. Edisi 14 November 2018.
Christine Coumarelos et al, above note 1, 39; American Bar Association –
Commission on the Future of Legal Services, Report on the Future of
Legal Services in the United States (2016)
Michael Legg, ‘The Future of Dispute Resolution: Online ADR and Online
Courts’ (2016) 27 Australasian Dispute Resolution Journal 277.
Muhammad Riduansyah, Mewujudkan Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan
Hukum Dalam Qanun Bendera dan Lambang Aceh, Jurnal Konstitusi,
Vol. 13 No. 3, Juni 2016.

D. INTERNET
Argiatmoko, Windi. E-Court Dalam Peradilan, (Fakultas Agama Islam
Universitas Muhamadiyah Malang 2018).
Atikah, Ika. Implementasi E-Court dan Dampaknya Terhadap Advokat Dalam
Proses Penyelesaian Perkara di Indonesia, (Di Jurnal Academia Vol. 1
Nomor. 2 2018).
Australian Lawyers Alliance, https://www.lawyersalliance.com.au/opinion/online-
alternative-dispute-resolution,
Buku Panduan E-Court, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/.
Ditjenmiltun Mahkamah Agung RI, E-Court, Era Baru Beracara di Pengadilan
https://www.pt-bengkulu.go.id/berita/e-court-era-baruberacara-di-
pengadilan.
Dwimurti, Seto Bangun. Penerapan E-Court dalam Administrasi Perkara di
Pengadilan Agama, (Fakultas Syariah Jurusan Ekonomi Syariah IAIN
Surakarta 2018) .
Mahkamah Agung RI, E-Court, Era Baru Beracara di Pengadilan,
http://ditjenmiltun.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_con
75

tent&view=article&id=2816:e-court-era-
baruberacaradipengadilan&catid=114:umum.
Tarmizi, “Sistem E-Court Dalam Peradilan”,
https://www.academia.edu/37052506.
Mahkamah Agung RI, https://ptun-yogyakarta.go.id/index.php/artikel/193-e-
court-dan-masa-depan-sistem-peradilan-modern-di-indonesia.html.
Mahkamah Agung Republik indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2020,
https://pa-jakartapusat.go.id/,.

E. INTERVIEW

Interviewed Dengan H. Jarkasih, Selaku Hakim di Pengadilan Agama Jakarta


Pusat, Jakarta, Rabu 10 Juni 2020.

Interviewed Dengan Syamsul, Selaku Petugas Pengadilan di Pengadilan


Agama Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu 10 Juni 2020.

Interviewed Dengan H. M. Sirot, Selaku Hakim di Pengadilan Agama Jakarta


Pusat, Jakarta, Rabu 10 Juni 2020.

Interviewed Dengan Erva, Selaku Pencari Keadilan di Pengadilan Agama


Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu 10 Juni 2020.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat


Nama : H. Jarkasih
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Razzy : Apa yang melatarbelakangi pelaksanaan sistem e-
Court di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ?
Narasumber : E- court sebagai implementasi dari terobosan
lembaga peradilan yang bertujuan untuk mewujudkan
peradilan yang sederhana cepat dan biaya ringan. E-
court sendiri dihardirkan bukan hanya atas kemauan
dari dari lembaga peradilan saja melainkan e-Court
hadir untuk mendengar aspirasi dari masyarakat serta
keluhan-keluhan yang terkait dengan proses beracara
di pengadilan itu sendiri. Tujuaannya agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, oleh karena itu
e-Court berfungsi untuk memudahkan masyarakat
dalam mengakses semua informasi terkait bagaimana
dan apa saja yang dilakukan oleh pengadilan dalam
proses beracara secara e-Court.
Razzy : Bagaimana pelaksanaan e-Court ini sendiri
khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ?
Narasumber : Dalam pelaksanaannya e-Court sendiri di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat sejauh ini tidsk
mengalami kendala yang sangat berarti sistem e-
Court ini berjalan dengan baik dalam
pelaksanaannya, dikarenakan dalam pelaksanaannya
seluruh hakim maupun pegawai-pegawai yang ada di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat ini sudah di
perkenalkan terlebih dahulu serta dilakukan seminar
serta penyuluhan-penyuluhan serta pelatihan yang

76
77

diadakan rutin oleh Mahkamah Agung (MA)


diharapkan sistem e-Court ini sebagai problem
solving untuk kemajuan peradilan di Indonesia.
Razzy : Dalam pelaksanaannya e-Court ini sendiri bila
dikaitkan dengan efektivitas hukum, apakah sudah
sesuai denga aturan hukum e-Court itu sendiri ?
Narasumber : Sejatinya e-Court sudah tertera pada Peratauraran
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019
Tentang pengadilan secara elektronik. E-Court ini
bisa dikatakan sebagai pembaharuan sistem hukum
dimana e-Court pada saat ini menjadi role model bagi
pengadilan di seluruh dunia. Dengan era teknologi
seperti ini sudah semestinya proses peradilan sudah
mendorong adanya sistem yang berbasis teknologi
yang mampu memudahkan masyarakat dalam proses
mencari keadilan.
Razzy : Bagaimana dengan respon masyarakat itu sendiri
apakah sistem e-Court ini sudah bisa dibilang dapat
menjujung tinggi nilai-nilai keadilan dalam hukum
bagi seluruh aspek masyarakat ?
Narasumber : Dalam kaitannya dengan nilai-nilai keadilan hukum,
sesungguhnya e-Court ini sendiri bertujuan untuk
memudahkan masyarakat untuk menerima seluruh
informasi pengadilan serta memberi akses seluas
luasnya untuk masyarakat guna mengetahui
perkembangan yang ada di pengadilan secara
transparan dan terbuka untuk umum.
Razzy : Apa manfaat dari adanya e-court ini sendiri
khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ?
78

Narasumber : Dengan adanya e-Court ini sendiri sesungguhnya


sebagai penyempurnaan tujuan dari peradilan yang
sederhana cepat dan biaya ringan.
Razzy : Bagaimana dengan dampak adanya e-Court ini
sendiri di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ?
Narasumber : Dampak adanya e-Court ini sendiri dalam
penyelesaian perkara di Pengdilan Agama Jakarta
Pusat, memberikan dampak yang baik di dalam
sistem peradilan di Indonesia. Dengan adanya e-
Court ini masyarakat khususnya dapat lebih mudah
mendaftarkan perkara serta mendapatkan informasi
secara langsung secara digital. Serta dapat mengakses
seluruh informasi seluruh informasi yang dikeluarkan
dari pengadilan. Tidak hanya itu dengan adanya e-
Court masyarakat yang ingin berperkara di
pengadilan memiliki beberapa kemudahan,
diantaranya proses yang lebih sederhana dari
biasanya, tidak memakan waktu yang lama, serta
menghemat biaya dalam proses beracara di
pengadilan. dikarenakan para pihak tidak harus
muluk-muluk hadir di pengadilan untuk memenuhi
agenda sidang melainkan para pihak hanya menunggu
informasi dari pihak pengadilan secara digital atau
online. Dalam hal replik dan duplik atau jawab
jinawab dalam perihal ini bisa dilakukan melalui
dokumen dengan format berbentuk file lalu
dikirimkan ke email pengadilan. E-Court sendiri
menyediakan layanan berbasis online, seperti
pendaftaran perkara secara online (e-filling), panjar
biaya perkara secara online (e-payment),
pemanggilan perkara secara online (e-summons),
79

persidangan secara elektronik (e-litigation).jadi


sebagian proses berperkara akan berlangsung secara
online. Dari pendaftaran sampai dikeluarkanya
putusan oleh hakim. Dalam hal ini adanya e-Court
yang lebih penting ialah efisiensi dalam segala hal
serta lebih terbukannyaserta transparansi dari seluruh
proses berperkara.
Razzy : Bagaimana dengan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan e-Court di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat ?
Narasumber : Pelaksanaan e-Court tidak serta merta berjalan
dengan mulus, ada beberapa kendala yang dihadapi
oleh seluruh anggota pengadilan. Tentu saja dalam
era digital saat ini harus mempunyai persiapan yang
sangat matang menghadapi zaman globalisasi ini
dengan adanya teknologi memang memudahkan
untuk segala hal namun tentu ada resiko yang harus
dihadapi, misalnya dengan adanya e-Court ini tentu
adanya pergeseran hukum acara yang pada
sebelumnya dilakukan dengan cara biasa dengan
hadir dalam agenda persidangan. Namun untuk kali
ini apabila ingin berperkara di pengadilan khususnya
di Pengadilan Agama Jakarta Pusat para pihak yang
ingin mengajukan gugatan tidak perlu lagi datang
melampirkan dokumen-dokumen secara manual
melainkan hanya melampirkan dokumen dalam
bentuk file dan dikirim ke pengadilan yang dituju.
Lalu akan diproses oleh pengadilan dan akan di
informasikan kembali ke pihak-pihak yang
berperkara sampai dengan dikeluarkan putusan oleh
hakim itupun secara online. Hanya saja dalam proses
80

pembuktian harus dilakukan secara langsung belum


ada aturan yang mengatur tentang hal itu secara
online. Berikut adalah Sumber Daya Manusia (SDM)
yang relatif harus lebih disiapkan lagi, dikarenakan
walaupun adanya teknologi tetap saja manusialah
yang mengoprasionalkannya. Jadi harus di perlukan
penguasaan teknologi secara baik dan matang guna
menghadapi era digital ini. Untuk fasilitas hal ini
sangat perlu untuk menunjang proses
pelaksanaanperadilan berbasis digital ini seperti saran
infrastruktur yang memadai serat tercukupi
dikarenakan tidak sedikitnya perkara yang dihadpai
oleh setiap pengadilan perlu adanya support yang
lebih baik dari infrastruktur dan manusia itu sendiri.
Serat tidak cukup dengan itu harus ada
penyempurnaan konektivitas data jaringan data
internet agar tidak menghambat proses berjalannya
perkara karen hal itu sangat penting agar tercipta
kelancaran konektivitas khususnya dari lembaga
peradilan pusat yaitu Mahkamah Agung.
B. Hasil Wawancara Dengan Advokat
Nama : H. M. Sirot, SH, S.IP
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Razzy : Bagaimana pengaruh e-Court terhadap para Advokat di
Indonesia ?
Narasumber : Pengaruh e-Court sejatinya sangat memudahkan untuk para
kalangan Advokat dikarenakan para Advokat yang diberi
kuasa untuk membantu menyelesaikan perkara-perkara yang
ditangani dapat lebih menghemat biaya, tenaga , dan waktu
dalam mengurusi semua proses berperkara di Pengadilan.
Advokat tidak perlu lagi datang langsung ke Pengadilan
81

untuk mengurus administrasi perkara, hanya memasukan


data-data yang ada ke laman web pengadilan yang dituju
dengan menyertakan ID atau identitas pengacara.
Razzy : Apakah ada kesulitan dengan adanya sistem e-Court
tersebut ?
Narasumber : Untuk sampai saat ini tidak ada kendala terkait penggunaan
e-Court justru dengan adanya e-Court ini membantu Advokat
untuk agar lebih mudah memasukan berkas perkara yang
ditangani serta menghemat biaya dan waktu.
Razzy : Apakah dampak yang diterima oleh para Advokat dengan
adanya sistemk e-Court tersebut?
Narasumber : Dengan adanya e-Court para Advokat lebih bisa
mengefisienkan waktunya serta serta menghemat biaya
karena tidak perlu sering pergi ke pengadilan untuk
melampirkan berkas-berkas perkara hanya perlu memasukan
berkas menggunakan ID Advokat tersebut.
Razzy : Bagaimana para Advokat dalam menangani perkara secara
e-Court?
Narasumber : Tidak seperti dahulu pengacara datang langsung untuk
membawa laporan serta gugatan ke Pengadilan , dengan
adanya e-Court pengacara hanya melampirkan berkas-berkas
melalui file dan dikirim ke website pengadilan yang dituju
dengan memasukan ID pengacara.
Razzy : Tantangan apa saja yang dihadapi oleh para advokat dengan
adanya sistem e-court?
Narasumber : Dengan adanya sistem e-Court ini maka seluruh Advokat
diwajibkan menggunakan ID nya dalam menangani perkara
secara e-Court guna menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan dengan adanya para calo yang berkeliaran di
sekitar pengadilan yang menganggap bisa membantu
persoalan di pengadilan, serta para pengacara dituntut untuk
82

wajib menguasai teknologi khususnya untuk menggunakan


sistem e-Court tersebut. e-Court juga membantu pengacara
dalam menangani beberapa perkara sekaligus, tidak ada batas
minimal pengacara menggunakan sistem e-Court ini.
Razzy : Sudah efektifkah sistem e-Court diterapkan di Indonesia?
Narasumber : e-Court sangat efektif dalam membantu beberapa agenda
dalam berperkara sehingga berusaha menjunjung tinggi
prinsip sederhana, cepat dan biaya ringan.

C. Wawancara dengan Pegawai Pengadilan


Nama : Syamsul
Jenis Kelamin : Laki-laki
Razzy : Bagaimana pengaruh e-Court dalam proses beracara di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat?
Narasumber : Dengan adanya e-Court ini proses beracara di Pengadilan
Agama Jakarta Pusat sejatinya lebih efektif dan efisien,
proses beracara di pengadilan menjadi lebih sederhana, Cepat
dan Biaya ringan?
Razzy : Adakah perbedaan dengan proses beracara pada
sebelumnya?
Narasumber : Sejatinya tidak ada perubahan dalam aturan beracara dengan
sistem e-Court tersebut dengan beracara pada sebelumnya
dan tidak menghilangkan unsur-unsur yang ada pada
peradilan sebelumnya hanya saja denan adanya e-Court ini
tidak memakan waktu yang lama dan juga tidak memakan
biaya yang banyak dikarenakan sebagian proses beracara
sudah di wakilkan dengan adanya e-Court tersebut, jadi para
pihak hanya menunggu infrmasi dari pengadilan tentang
agenda yang akan dilaksanakan pada waktu yang sudah
ditentukan.
Razzy : Bagaimana tata cara beracara secara e-Court?
83

Narasumber : Beracara dengan e-Court ialah beracara secara online dengan


para pengacara bisa langsung mengakses web yang sudah
disediakan oleh pengadilan. Untuk para prinsipal
dipersilahkan untuk hadir langsung dan mendaftar
perkaranya dengan dibantu oleh petugas pengadilan, lalu
pihak prinsipal akan diarahkan berperkara secara e-Court.
Mulai dari pendaftaran sampai dengan putusan hakim para
pihak akan menerima lapran tersebut dalam bentuk file yang
nanti akan dikirim oleh pihak pengadilan tersebut.
Razzy : Efektifkah dengan adanya e-Court ini dalam beracara
khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat?
Narasumber : Dengan adanya e-Court ini sanagat efektif untuk para pihak
dalam mencari keadilan dikarenakan para pihak tidak perlu
repot untuk beracara, tidak memakan waktu yang lama
jadwal sidang jadi lebih fleksibel, dan tidak memakan biaya
yang sangat mahal. Sejauh ini sistem e-Court sangat
bermanfaat bagi seluruh masyarakat dikarenakan adanya
ketransparanan informasi serta masyarakat dapat lebih
mudah mencari informasi terkait perkara yang ingin
ditangani oleh pihak pengadilan.

D. Hasil Wawancara Dengan Pencari Keadilan Prinsipal


Nama : Erva
Jenis Kelamin : Perempuan
Razzy : Jenis perkara apa yang Ibu daftarkan di Pengadilan Agama
Jakarta Pusat?
Narasumber : Jenis perkara yang saya daftarkan mengenai perceraian.
Razzy : Bagaimana dengan adanya sistem e-Court ini, adakah
pengaruh yang di dapat oleh Ibu Khususnya dalam hal
perceraian?
84

Erva : Dengan adanya sisten e-Court ini khususnya bagi saya yang
ingin beracara di Pengadilan Agama jadi lebih mudah dan
waktu pengurusannya bisa dihitung sangat cepat. Untuk
pembiayaan perkara di sini terhitung lebih murah dan sangat
terjangkau, dengan adanya e-Court saya tidak perlu harus
sering ke pengadilan cukup hadir untuk mendaftar dan
selebihnya agenda akan diinfokan oleh petugas pengadilan
sampai dengan adanya putusan hakim yang nantinya akan
diberikan secara online kepada pihak yang terkait.
Razzy : Bagaimana dengan pandangan Ibu, efektifkah dengan
hadirnya sistem e-Court ini bagi masyarakat pencari
keadilan?
Narasumber : Sangat efektif dikarenakan dalam beracara seperti ini tentu
tidak memakan waktu sedikit belum lagi dengan
pemanggilan pihak terkait belum tentu mereka bersedia
datang ke pengadilan, maka dari itu e-Court hadir senantiasa
memudahkan para pencari keadilan untuk tidak perlu
khawatir lagi dalam menyelesaikan perkaranya dan menuntut
hak-haknya sebagai pencari keadilan hukum serta
masyarakat tidak perlu khawatir dengan biaya untuk
mengajukan perkara karena untuk biaya lebih terjangkau bagi
pihak yang ingin beracara di Pengadilan Agama Jakarta
Pusat.
85

E. Dokumentasi Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat

1. Bersama Hakim H. Jarkasih Pengadilan Agama Jakarta Pusat


86

2. Surat Keterangan Wawancara Dari Pengadilan Agama Jakarta


Pusat
87

3. Surat Keterangan Wawancara Dengan Advokat Muhammad


Sirot, S.H., S.IP.

Anda mungkin juga menyukai