Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Hukum Perdata Internasional ( HPI ) seperangkat kaidah-kaidah, asas-asas, dan atau aturan
hukum nasional yang dibuat untuk mengatur peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung
unsur-unsur transnasional (atau unsur-unsur ekstrateritorial)

PENGERTIAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


Seperti bidang kajian ilmu hukum lainnya, kajian tentang hukum perdata internasional pun memiliki
pemahaman dan definisi yang berbeda di antara para tokoh. Adapun pengertian hukum perdata
internasional menurut beberapa ahli dapat disimak sebagai berikut:

1. Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja

Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata melewati batas negara, atau dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antar pelaku
hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda.

2. Menurut R.H Graveson

Hukum Perdata Internasional berkaitan dengan perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta
yang relevan yang berhubungan dengan suatu sistem hukum lain, baik karena teritorialistasnya dapat
menumbulkan permasalahan hukum sendiri atau hukum asing untuk memutuskan perkara atau
menimbulkan masalah pelaksanaan yuridiksi pengadilan sendiri atau asing.

3. Van Btakel

Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk hubungan-
hubungan hukum internasional.
Hukum Perdata Internasional

(Pengertian Secara Umum) :

Keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas Negara
atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing
tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

UNSUR-UNSUR HPI

 Orang Asing

 Tempat Dilakukannya Tindakan

 Tempat Letaknya Barang

 Tempat Dilangsungkannya Perbuatan

HPI dapat disebut juga titik pertalian (atau unsur penting yang menyebabkan diterapkannya
pertalian) POINT OF CONTACT, karena mempertalikan fakta-fakta dan keadaan-keadaan atau
peristiwa dengan suatu system tertentu.

HPI DIBAGI MENJADI 2 BAGIAN

• HPI SUBSTANTIVE yang meliputi :

 Hukum pribadi meliputi status personil

 Kewarganegaraan

 Domisili pribadi hukum

 Hukum harta kekayaan

 Hukum perikatan keluarga, meliputi : Perkawinan, Hubungan antara orang tua dan
anak, Adopsi, Perceraian dan harta Perkawinan, Hukum waris
• HPI OBJECKTIF yang meliputi

 Kualifikasi : Persoalan Pendahuluan, Penyelundupan Hukum, Pengakuan Hak yang


telah diperoleh, Ketertiban Umum, Asas Timbal balik

 Penyesuaian

 Pemakaian hukum asing

 Renvior

 Pelaksanaan keputusan hakim asing

TITIK-TITIK TAUT

• TITIK-TITIK TAUT adalah fakta-fakta dalam sebuah perkara yang mempertautkan


perkara dengan suatu tempat/wilayah negara tertentu.

• TITIK-TITIK TAUT PRIMER adalah sebuah fakta-fakta yang mengindikasi dalam


sebuah perkara HPI yang ditinjau dari kedudukan forum, mempertautkan perkara dengan
tempat atau wilayah suatu negara asing tertentu

• TITIK-TITIK TAUT SEKUNDER adalah sebuat fakta dalam perkara yang berdasarkan
kaidah atau asas HPI yang dianggap bersifat menentukan (dominan) untuk digunakan dalam
menunjuk ke arah tempat hukumnya harus diberlakukan Lex Causae, dalam HPI titik taut
sekunder disebut juga sebagai titik taut penentu

TITIK TAUT DALAM HPI

• TITIK TAUT PRIMER :

Kewarganegaraan

Bendera kapal laut atau pesawat udara

Domisili

Tempat kediaman

Kebangsaan atau tempat kedudukan badan hukum

Pilihan hukum intern

Tempat terjadinya perbuatan hukum

Tempat terletaknya benda


• TITIK TAUT SEKUNDER

Hukum tempat terletaknya benda

Hukum tempat dilaksanakannya perbuatan hukum

Hukum tempat terjadinya perbuatan melawan hukum

Hukum tempat dilaksanakannya pernikahan

Hukum tempat ditandatanganinya kontrak

Pilihan hukum

Hukum kewarganegaraan

Hukum bendera kapan dan pesawat udara

Hukum domisili

Hukum tempat kediaman

Hukum kebangsaan atau kedudukan badan hukum

Hukum Negara tempat diadilinya perkara

 RUANG LINGKUP HPI

 HPI MERUPAKAN BAGIAN DARI SISTEM HUKUM NASIONAL

 DALAM PERKEMBANGANNYA, SUMBER HUKUM HPI DAPAT DITEMUKAN


DALAM SUMBER HUKUM NASIONAL MAUPUN DALAM SUMBER HUKUM
INTERNASIONAL

 PERKARANYA SELALU BERSIFAT INTERNASIONAL


 ADAPUN BEBERAPA ALIRAN RUANG LINGKUP HPI :

1. Aliran yang paling sempit dianut oleh Jerman dan Belanda yaitu mencakup
Techtstoepassingrecht : hukum yang berlaku untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
mengandung unsur asing. Dengan demikian aliran sempit ini berbicara mengenai “Choice of
Law”.
2. Mengatakan bahwa luas bidang HPI : mengenai hakim mana yang harus menyelesaikan
masalah yang memuat unsur asing setelah itu baru dipermasalahkan hukum apa yang
diberlakukan terhadap masalah tersebut. Oleh karenanya pada paham atau aliran ini memuat
“Choice of Law” dan “Choice of Yuridiction”. Paham kedua ini dianut oleh negara-negara
Anglo Saxon.

3. Luas bidang HPI meliputi : hakim mana yang harus menyelesaikan masalah, hukum apa
yang digunakan dan status/ kedudukan orang asing tersebut. Aliran ini dianut oleh Italia dan
Spanyol.
4. Luas bidang HPI meliputi : hakim mana yang harus menyelesaikan masalah, hukum apa
yang digunakan, status/ kedudukan orang asing tersebut dan kewarganegaraan. Aliran ini
dianut oleh Perancis.

Apabila dilihat dari ruang lingkup HPI tersebut maka masalah-masalah pokok yang dihadapi
oleh HPI yaitu : Pertama, mengenai “Choice of Law” untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang mengandung unsur asing (foreign element). Sedangkan masalah Kedua, mengenai
“Choice of Yuridiction” untuk menyelesaikan masalah yang mengandung unsur asing.
Ketiga, sejauh mana keputusan hakim dari suatu negara diakui mengenai hak dan kewajiban
yang timbul dari keputusan tersebut.
Dua kelompok besar peraturan :
1. Hukum Materiel Intern : Sachnormen
2. Hukum Perdata Internasional : Kollisionnormen

4 LANGKAH BERPIKIR UTAMA DALAM HPI

• Hakim/forum menghadapi persoalan/perkara hukum yang berupa sekumpulan fakta hukum


yang mengandung unsur-unsur asing. Adanya unsur-unsur asing mengharuskan forum untuk
menentukan apakah perkara tersebut mengandung persoalan HPI beserta segala
konsekuensinya. Ada 2 kemungkinan yg harus di perhatiana dalam langkah pertama ini
adalah :

a) Pengadilan Asing tertentu (pengadilan mana yg lebih berwenang untuk menangani perkara
tersebut)

b) Lex Fori, adanya kebutuhan untuk menentukan sistem hukum manakah di antara sistem
hukum yang relevan yang seharusnya atau lebih tepat untuk diberlakukan dalam
penyelesaiaan perkara yang dihadapi

c) Penetuan ada atau tidaknya kompetensi/kewenangan yurisdiksional forum yang memeriksa,


mengadili dan memutus perkara yang bersangkutan

d) Menentukan sistem hukum intern negara mana/apa yang harus diberlakukan untuk
menyelesaikan perkara/menjawab persoalan hukum yang mengandung unsur-unsur asing itu.

e) Menyelesaikan perkara dengan menggunakan/memberlakukan kaidah-kaidah hukum intern


dari lex causae

MASALAH DALAM POKOK HPI

• Hakim Atau Badan Peradilan Manakan Yang Berwenang Menyelesaikan Perkara Hukum
Yang Mengandung Unsur Asing

• Hukum Manakah Yang Harus Diberlakukan Untuk Mengatur Dan/Atau Menyelesaikan


Persoalan Hukum Tersebut
• Bagaimana/Sejauh Mana Suatu Pengadilan Harus Memperhatikan Dan Mengakui Putusan-
Putusan Hukum Asing Atau Mengakui Hak-Hak Yang Terbit Berdasarkan Hukum/Putusan
Pengadilan Asing

2 FUNGSI LEMBAGA KETERTIBAN UMUM

• Fungsi Positif : Yaitu menjamin agar aturan-aturan tertentu dari lex fori tetap diberlakukan
(tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuan hukum asing yang ditunjuk kaidah
HPI atau melalui proses pendekatan HPI, terlepas dari persoalan hukum mana yang
seharusnya berlaku, atau apa pun isi kaidah/aturan lex fori yang bersangkutan.

• Fungsi negatif : Yaitu untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hukum asing jika
pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar lex fori

TEORI-TEORI HPI TENTANG KUALIFIKASI

• Dari perkara Anton vs Bartolo tampak bahwa dalam HPI, yang menjadi pertanyaan adalah :
Kualifikasi di dalam suatu perkara HPI harus dilakukan berdasarkan sistem hukum apa ?
Pertanyaan ini pula yang mendorong tumbuhnya pelbagai Teori Kualifikasi. Yang akan
disinggung pada pembahasan ini adalah teori-teori :
1. Kualifikasi berdasarkan Lex Fori
2. Kualifikasi berdasarkan Lex Causae
3. Kualifikasi secara bertahap
4. Kualifikasi Analitik/Otonom
5. Kualifikasi Hukum Perdata Internasional
Teori Kualifikasi Lex Fori

• Franz Kahn (Jerman) dan Bartin (Prancis) : Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum
dari pengadilan yang mengadili perkara (Lex Fori), sebab kualifikasi adalah bagian dari
hukum intern forum.
Franz Kahn lebih lanjut beranggapan bahwa kualifikasi dilakukan berdasarkan Lex Fori
karena alasan-alasan :
a. Kesederhanaan (simplicity), sebab bila kualifikasi dilakukan berdasarkan Lex Fori maka
pengertian/ batasan tentang hukum yang digunakan adalah pengertian-pengertian yang telah
dikenal oleh hakim.
b. Kepastian (certainty ), sebab orang-orang yang berkepentingan dalam suatu perkara akan
telah mengetahui terlebih dahulu sebagai peristiwa hukum apa suatu peristiwa hukum akan
dikualifikasikan oleh hakim, beserta segala konsekuensinya.

Teori Kualifikasi Lex Causae

• Teori ini beranggapan bahwa : Setiap kualifikasi sebaiknya dilakukan sesuai dengan sistem
serta ukuran dari keseluruhan hukum yang bersangkutan dengan perkara.

• Tindakan kualifikasi dimaksudkan untuk : Menentukan kaidah HPI mana dari lex fori yang
erat kaitannya dengan kaidah hukum asing yang seharusnya berlaku.
Penentuan ini dilakukan dengan mendasarkan diri pada hasil kualifikasi yang telah dilakukan
berdasarkan sistem hukum asing yang bersangkutan. Setelah lembaga hukum tersebut
ditetapkan barulah ditetapkan kaidah-kaidah hukum apa diantara kaidah-kaidah HPI lex fori
yang harus digunakan untuk menyelesaikan perkara

Teori Kualifikasi Bertahap

• Teori ini bertitik tolak dari keberatan-keberatan terhadap teori kualifikasi Lex Causae.
Kualifikasi tidak mungkin dilakukan berdasarkan Lex Causae saja, sebab sistem hukum apa/
mana yang hendak ditetapkan sebagai Lex Causae masih harus ditetapkan terlebih dahulu.
Hal ini hanya dapat dilakukan melalui proses kualifikasi pula (dengan dibantu titik-titik taut).
Karena itu untuk menentukan Lex Causae, mau tidak mau kualifikasi harus dilakukan
berdasarkan lex fori terlebih dahulu.

Teori Kualifikasi Analitis/Otonom

• tindakan kualifikasi terhadap sekumpulan fakta harus dilakukan secara terlepas dari kaitannya
terhadap suatu system hukum lokal/ nasional tertentu (Otonom). Artinya, dalam HPI
seharusnya ada pengertian-pengertian hukum yang khas dan berlaku umum serta mempunyai
makna yang sama di manapun di dunia.
Untuk mewujudkan hal tersebut, menurut Rabel haruslah digunakan metode Perbandingan
Hukum dalam rangka mencari pengertian-pengertian HPI yang dapat diberlakukan di mana-
mana.

• Tujuannya : menciptakan suatu Sistem HPI yang utuh dan sempurna serta yang berisi konsep-
konsep dasar yang bersifat mutlak.
Teori Kualifikasi Hukum Perdata Internasional

 Teori ini bertitik tolak dari pandangan bahwa : Setiap kaidah HPI harus dianggap memiliki
suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh suatu
kaidah HPI haruslah diletakan di dalam konteks kepentingan-kepentingan HPI yaitu :
– keadilan dalam pergaulan internasional
– kepastian hukum dalam pergaulan internasional
– ketertiban dalam pergaulan internasional
– kelancaran lalu lintas pergaulan internasional
UTS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Analisis kasus kualifikasi hukum perdata internasional
Kasus kualifikasi Kasus IPB dan Amerika serikat Fakta IPB melakukan perjanjian untuk mengirim
800 kera ke Amerika, Kera tersebut hanya akan diambil anaknya saja dan babonnya akan
dikembalikan ke Indonesia. Harga perekor disepakati sebesar 80 (delapan puluh) juta dan pihak
amerika serikat hanya membutuhkan anaknya saja dan harus beranak di Amerika serikat. Ketika
posisi pesawat masih di swiss, seekor monyet stress dan lepas,melahirkan anaknya. Karena induknya
telah dilumpuhkan dan mati, maka dokter hewan IPB menyuntik mati anak monyet tersebut karena
pertimbangan rasa kasihan . Lawyer Amerika serikat menuntut IPB atas dasar perlindungan satwa dan
dianggap tak memenuhi prestasi dengan sempurna serta membunuh seekor anak monyet. Disati sisi,
Kera di Indonesia tidak lebih sebagai hama, sedangkan bagi Amerika serikat merupakan satwa yang
harus mendapat perlindungan. Jawab )
Forum yang berwenang
Pengadilan mana yang berwenang mengadili kasus ini? Yaitu pengadilan bogor karena sesuai dengan
prinsip actor sequitor forum rei yaitu gugatan diajukan ke pengadilan, tempat dimana tergugat
bertempat tinggal. Karena tergugat (IPB) bertenpat tinggal di Bogor, maka forum yang berwenang
harus di tempat tinggal tergugat
Titik taut primer adalah factor-faktor/keadaan yang menciptakan hubungan HPI dalam kasus ini yang
merupakan titik taut primer harus dilihat/ditinjau dari pengadilan yang berwenang menyelesaikan
sengketa ini. Menurut pandangan PN bogor perkara ini adalah perkara HPI karena ada unsure
asingnya yaitu pihak penggugat berkewarganegaraan Amerika.
Kasus ini termasuk kualifikasi hukum perjanjian dan perbuatan melawan hukum.
Kualifikasi hukum perjanjian karena mengenai wanprestasi dari pihak IPB (jumlah kera yang dikirim
menjadi berkurang satu adalah yang seharusnya 800 ekor kera.)
Kualifikasi perbuatan melawan hukum, karena pihak IPB menyuntik anak monyet sampai mati, kera
menurut amerika serikat merupakan satwa yang harus/mendpat perlindungan.
Sehingga perbuatan IPB menyuntik mati anak kera diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan
hukum. 2)
Titik taut sekunder yaitu titik taut/factor-faktor/keadaan-keadaan yang menentukan hukummana yang
harus diberlakukan
Dalam kasus ini, titik taut sekunder untuk klasifikasi perjanjian karena dalam perjanjian yang dibuat
oleh IPB dengan amerika serikat tidak ada pilihan hokum maupun pilihan forum, maka yang menjadi
titik taut sekundernya bisa ada beberapa antara lain
Lex loci contractus
Lex loci solusionis
The proper law of the contract , Digunakan untuk mengedepankan apa yang dinamakan
“intention of the parties” hokum yang ingin diberlakukan untuk perjanjian tersebut karena
dikehendaki oleh para pihak ybs. Hukum yang dikehendaki itu bisa dinyatakan secara tegas yaitu
dicantumkan dalam perjanjian, bisa pula tidak dinyatakan secara tegas
apabila ditegaskan keinginan para pihak,maka hukum yang diberlakukan adalah yang ditegaskan
apabila tidak ditegaskan,maka harus disimpulkan oleh pengadilan dengan melihat pada isi perjanjian,
bentuknya unsure-unsur perjanjian maupun kejadian-kejadian/peristiwa-peristiwa disekelilingnya
yang relevan dengan perjanjian tersebut.
The most characteristic connection adalah untuk menentukan hokum mana yang berlaku adalah
hokum dari Negara dengan mana kontrak bersangkutan mempunyai prestasi yang paling kuat )
LEX CAUSE HUKUM YANG DIPAKAI UNTUK MENYELESAIKAN PERKARA
Apabila perjanjian dibuat di Indonesia maka berdasarkan lex loci contractus, maka hokum Indonesia yang
dipakai. Tetapi kalau perjanjian dibuat di Amerika serikat, maka hokum amerika serikat yang dipakai.
Berdasarkan lex loci solusionis. Apabila isi perjanjian dilaksanakan di Indonesia, maka hokum Indonesia yang
dipakai, apabila isi perjanjian dilaksanakan di Amerika serikat,maka hokum AS yang dipakai.

Berdasarkan the most characteristic connection, aka hokum yang berlaku adalah Hukum Indonesia karena yang
melakukan prestasi paling kuat/paling dominan adalah IPB sebagai penjual kera, karena IPB yang harus
menyerahkan kera,merawat dan menjaga kera dengan baik sampai nanti kera diserahkan kepada pihak amerika
serikat.

Anda mungkin juga menyukai