Anda di halaman 1dari 13

HUKUM ACARA DALAM

HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Disusun oleh:
Almi Nibach M. 110110140011
Dio Muhammad Iqbal 110110140027
Andini Fadilla 110110140040
Agung Nugroho 110110140043
Fahreza Nurul Mughni 110110140056
Abizar Ghazali P 110110140071
Raisa 110110140000

Pokok Pembahasan
Apakah yang dimaksud dengan HPI dan Hukum
Acara?
Bagaimanakah hubungan antara HPI dengan
Hukum Acara, beserta contoh kasusnya?

Pengertian HPI
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Perdata
Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata melewati batas negara, atau
dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antar
pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum
perdata (nasional) yang berbeda.
Menurut R.H Graveson, Hukum Perdata Internasional berkaitan
dengan perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta
yang relevan yang berhubungan dengan suatu sistem hukum
lain, baik karena teritorialistasnya dapat menumbulkan
permasalahan hukum sendiri atau hukum asing untuk
memutuskan perkara atau menimbulkan masalah
pelaksanaan yuridiksi pengadilan sendiri atau asing.

Pengertian HPI

Sebenarnya dari peristilahan Hukum Perdata Internasional


saja sudah menjadi suatu kebingungan bagi para ahli dalam
mendefiniskannya. Namun, menurut Sudargo Gautama,
rumusan dari HPI adalah sebagai berikut :

Keseluruhan peraturan dan keputusan-hukum yang


menunjukan stelsel-hukum manakah yang berlaku atau
apakah yang merupakan hukum, Jika hubungan-hubungan dan
peristiwa antara warga (warga) negara pada satu waktu
tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelselstelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara,
yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan kuasa tempat,
(pribadi) dan soal-soal.

Pengertian Hukum Acara Perdata


dalam Hukum Perdata Internasional
Secara garis besar, hukum acara perdata adalah
hukum yang mengatur tentang tata cara
memperoleh hak dan kepastian hukum dalam suatu
sengketa.
Dalam penyelesaian sengketa dalam hukum
perdata internasional, dikenal istilah kualifikasi.
Kualifikasi adalah melakukan penyalinan atau
terjemahan dari fakta-fakta sehari-hari dalam
istilah-istilah hukum.
Fakta-fakta ini kemudian akan dimasukkan ke
dalam kotak-kotak hukum. Salah satu jenis
kualifikasi adalah kualifikasi lex fori.

Prof. Graveson mengatakan bahwa asas-asas HPI


berusaha membentuk aturan-aturan (rules) yang
dapat digunakan, antara lain untuk menjustifikasi
secara internasional mengenai kewenangan
yurisdiksional suatu pengadilan untuk mengadili
perkara-perkara tertentu apapun (choice of
jurisdiction).
Masalah pokok ini mewujudkan diri menjadi topik
permasalahan khusus dalam HPI yang mungkin
dapat dianggap sebagai hukum acara perdata
internasional

Dalam sistem negara-negara Anglo Saxon dikatakan bahwa HPI ini bukan
hanya terdiri dari "conflict of laws", tetapi mencakup pula persoalanpersoalan "conflicts of jurisdiction" atau lebih tepat "choice of jurisdiction",
yakni persoalan tentang kompetensi wewenang hakim.
Jadi bukan saja mengenai "hukum manakah yang berlaku", tetapi juga
mengenai "hakim manakah yang berwenang".

Menurut pandangan Anglo Saxon ini tidak mungkin seorang hakim sampai
pada pertanyaan "hukum mana yang kami harus pergunakan", sebelum ia
menjawab apakah ia sebagai hakim berwenang untuk mengadili peristiwa ini.
Baru setelah itu timbullah pertanyaan kedua, yakni:
"kalau saya anggap diri saya berwenang, hukum manakah yang harus saya
pakai?" Jadi menurut konsepsi ini selalu harus dikaitkan pada HPI ini, disamping
pertanyaan-pertanyaan "choice of law" pilihan hukum juga pertanyaanpertanyaan "conflicts of jurisdiction, choice of jurisdiction" (pilihan hakim).

Hubungan Hukum Perdata Internasional


dengan
Hubungan
Hukum
Perdata Internasional dengan
Hukum
Acara

Bidang Hukum acara


dapat dilihat di dalam HATAH, sebab HATAH disini
memiliki poin terbesar dalam beracara, karena Hukum
Perdata Internasional sendiri akan menghasilkan suatu
pemilihan bahwa hukum mana yang akan digunakan
untuk menyelesaikan konflik pada setiap kasusnya.
HATAH adalah keseluruhan hukum yang
menunjukkan hukum mana yang berlaku atau apa
yang merupakan hukum dari dua sistem hukum yang
berbeda. Jadi, HATAH merupakan sistem hukum yang
digunakan untuk menyelesaikan perkara yang terkait
dengan dua sistem hukum atau peraturan yang
berbeda.

Kedudukan HATAH
Hukum perdata internasional sendiri memiliki kedudukan dalam
HATAH sebagai berikut:
Intern
Hukum antar waktu;
Hukum antar tempat;
Hukum antar golongan
Ekstern Choice Law (HPI)
Kewarganegaraan hukum;
Domisili;
Pilihan hukum;
Penyelundupan.
Openbare Orde;
Renvoi;
Vested Right.

Penyelesaian Hukum
Ada beberapa langkah dalam menyelesaikan suatu persoalan hukum
yang mengandung unsur asing:
1. Menentukan apakah suatu perkara HPI/ bukan ,dengan menggunakan Titik
Pertalian Primer (TPP);
2. Menentukan kewenangan yuridiksional forum ;
3. Menentukan titik pertalian sekunder;
4. Kualifikasi hukum;
5. Menentukan kaidah mandiri/ kaidah penunjuk untuk menentukan lex
causae;
6. Memeriksa kembali fakta-fakta dalam perkara dan mencarititik taut
sekunder yang digunakan ke arah lex causae;
7. Menyelesaikan perkara dengan menggunakan lex causae

Kualifikasi fakta/kualifikasi hukum


Kualifkasi yaitu melakukan translasi atau penyalinan dari fakta-fakta sehari-hari kedalam
istilah-istilah hukum. Kualifikasi terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Kualifikasi hukum: Yaitu penetapan tentang penggolongan atau pembagian seluruh kardah
hukum dalam sebuah sistem hukum kedalam pembidangan, pengelompokan dan kategori
hukum tertentu;
2.
Kualifikasi fakta: Yaitu penggolongan sekumpulan fakta-fakta menjadi satu atau beberapa
peristiwa hukum, berdasarkan kaedah hukum yang bersangkutan.
Dalam
.

kualifikasi

dikenal

beberapa

bentuk

teori,

yaitu

sebagai

berikut:

Teori
.
lex fori : Kualfikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan yang mengadili
perkara (lex fori) karena sistem kualifikasi adalah bagian dari hukum intern lex fori tersebut;
Teori
.
lex cause: Bahwa proses kualifikasi dalam perkara HPI dijalankan sesuai dengan sistem
serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara.

Contoh Kasus

Pemohon mengajukan gugatan antara lain perceraian, pengalihan hak asuh anak
dan perlindungan atas Pemohon, Anak, dan kedua orang tua Pemohon. Namun
menurut Termohon gugatan dari Pemohon tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan di
Indonesia dikarenakan si Pemohon hanya berbekal marriage certificate yang
dikeluarkan oleh pemerintah Philadelphia, marriage certificate mereka belum di
daftarkan di dalam Catatan Sipil Indonesia.
Jadi hukum Indonesia tidak mengakui perkawinan antara keduanya. Dan menurut
hukum Indonesia jika ingin mengajukan gugatan perceraian, pernikahan tersebut
harus diakui oleh hukum Indonesia.

Jadi Pemohon akhirnya hanya mengajukan gugatan mengenai peralihan hak asuh
anak dan perlindungan terhadap Pemohon, Anak, dan kedua orang tua Pemohon.
Sementara itu jika gugatan peceraian ini juga tidak bisa diajukan di Philadelphia,
karena di Philadelphia menganut asas Bona fide Resident yaitu asas dimana suatu
permohonan gugatan perceraian hanya dapat diajukan apabila yang bersangkutan
berdomisili sekurang-kurangnya enam bulan berturut-turut sebelum gugatan
diajukan.

Sehingga disini berlaku teori renvoi yang berarti pengadilan dan hukum yang

Hatur Nuhun

Anda mungkin juga menyukai