HATAH - UTS
Disusun Oleh: Dominique Virgil & Tim (FH UI 2015)
1. Pengantar HATAH
a. Pluralisme Sistem Hukum di Indonesia
b. Pengertian HATAH Intern dan HATAH Ekstern
c. Ruang Lingkup HATAH
2. Pluralisme Hukum di Indonesia
a. Aneka Golongan Penduduk sebelum kemerdekaan
b. Hukum yang berlaku bagi Golongan Penduduk
c. Golongan Penduduk setelah Proklamasi
3. Titik Pertalian
a. Pengertian
b. Titik Pertalian Primer
c. Titik Pertalian Sekunder
d. Titik Pertalian Lebih Lanjut
4. Status Personal
a. Status Personal Pribadi Kodrati (Prinsip Nasionalitas dan Prinsip
Domisili)
b. Pro-Kontra Prinsip Nasionalitas dan Prinsip Domisili
c. Status Personal Badan Hukum
5. Renvoi
a. Pengertian Renvoi
b. Macam-macam Renvoi
c. Pro-kontra Renvoi
d. Pembahasan cause celebre
6. Kualifikasi
a. Pengertian Kualifikasi
b. Macam-Macam Kualifikasi
c. Pembahasan Cause Celebre
7. Ketertiban Umum dan Penyelundupan Hukum
a. Pengertian Ketertiban Umum
b. Penerapan Ketertiban Umum
c. Pengertian Penyelundupan Hukum
d. Akibat dari Penyelundupan Hukum
2
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
PENGANTAR HATAH
Peristilahan HATAH:
• Hukum Perselisihan (Bld: Conflictenrecht, Pr: conflits de lois, conflits des
statuts)
• Hukum Collisie (Bld: Collisierecht),
• Hukum Intergentiel, Hukum Antar Golongan (Bld: Intergentielrecht)
• Marginal Law (Ing), Grenzrecht (Jer)
• Hukum Antar Tempat (Bld: Interlocaalrecht), Hukum Antar Adat
• Hukum Antar Waktu (Bld: Intertemporaalrecht)
• Hukum Antar Tata Hukum (Ing: Interlegal Law, Bld: Interrechtsordenrecht,
Tussensrechtsordening)
• Hukum Antar Tata Hukum Intern (Bld: Intern conflictenrecht, Intern
interrechtsordenrecht)
• Hukum Antar Tata Hukum Ekstern, Hukum Perdata Internasional (Ing: Conflict
of Laws, Private International Law, International Private Law)
HATAH Intern, meliputi Hukum Antar Waktu, Hukum Antar Tempat, Hukum Antar
Golongan.
• Pengertian: Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan
stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum,
jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga dalam satu
negara, memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-
kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa waktu, tempat, pribadi
dan soal-soal
Sifat “intern” dari HATAH : hubungan dan peristiwa yang terjadi hanya antara
sesama warga negara, tidak ada unsur asing.
3
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Penguraian definisi:
- Terdapat 2 atau lebih stelsel hukum yang bertemu, apakah itu hukum perdata
Barat, atau hukum Islam
- Pertemuan stelsel-stelsel hukum tersebut ditandai dengan adanya titik-titik
pertalian (hal-hal dan keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu
tata hukum)
- HATAH menentukan stelsel hukum yang berlaku
- HATAH intern tidak memiliki unsur asing
- Stelsel-stelsel hukum yang bertemu memiliki kedudukan yang sama satu
terhadap lainnya, misalnya hukum adat bertemu dengan hukum perdata barat
- Keberlakuan stelsel hukum A, bukan karena stelsel hukum lainnya bersifat
inferior, tetapi karena stelsel hukum A-lah stelsel hukum yang tepat untuk
diberlakukan.
Dalam suatu perkawinan campuran, si perempuan akan mengikuti status
suami. Artinya, kalau misalnya perempuan Eropa menikah dengan laki-laki
yang tunduk pada hukum adat, maka statusnya akan berubah menjadi
pribumi.
Istilah Hukum Antar Tata Hukum diajukan oleh Prof. Sudargo Gautama,
4
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
5
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Contoh:
- perkawinan antara perempuan Bumiputera dengan laki-laki Eropa
- seorang dari golongan Timur Asing Tionghoa menyewa rumah milik seorang
Bumiputera
menggambarkan berlakunya penggolongan penduduk di Indonesia berdasarkan
Pasal 131 jo 163 IS.
HATAH yang sifatnya intern di Indonesia masih relevan untuk dipelajari karena
HATAH Intern mencakup hukum antar agama.
6
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
- Prinsip nasionalitas (dianut oleh negara Eropa continental à Civil Law) dan
domisili (dianut oleh negara common law, misalnya Inggris)
- Renvoi: penunjukkan kembali à WN Inggris ingin menikah di Indonesia.
Indonesia menganut prinsip nasionalitas, maka dalam hal tersebut hukum
7
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
yang berlaku adalah hukum nasional WNA tersebut. Namun, Inggris menganut
prinsip domisili (berdasarkan tempat dimana pernikahan dilaksanakan,
makanya berlaku renvoi)
- Pilihan hukum / choice of law: berdasarkan prinsip utama daripada suatu
perjanjian baik nasional maupun internasional.
SKEMA:
W: lingkungan-kuasa-waktu (tijdsgebied)
T: lingkungan-kuasa-tempat (ruimtegebied)
P: lingkungan-kuasa-pribadi (personengebied)
S: lingkungan-kuasa-soal-soal (zakengebied)
8
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
9
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
10
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
11
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
§ Non-Tionghoa
• 1924: Sebagian hukum perdata Eropa berlaku bagi Golongan Timur Asing
Non-Tionghoa, S. 1924-556.
• 1942: Jepang masuk, dan menyederhanakan sistem peradilan.
• 1945: Indonesia Merdeka.
12
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
13
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Pengecualian:
• Secara sukarela mentaati peraturan hukum perdata dan hukum dagang
yang berlaku bagi golongan hukum Eropa
• Karena keperluan hukum mereka memerlukannya, tunduk pada hukum
perdata dan hukum dagang bagi golongan hukum Eropa
• Karena keperluan hukum mereka memerlukannya, tunduk pada hukum
lain
Pasal 11 AB juga menyatakan bahwa hakim harus menggunakan hukum
perdata Eropa (BW) bagi golongan penduduk Eropa dan hukum perdata adat
bagi golongan lain.
1839: dibentuk panitia yang bertugas menyesuaikan Undang-Undang yang
berlaku di Negeri Belanda dengan keadaan istimewa di Indonesia, diketuai
oleh Mr. C. J. Scholten van Oud Haarlem. Kemudian oleh Wichers dibuat
Overgangsbepalingen (Peraturan Peralihan) à kodifikasi hukum privat Eropa
menjadi berlaku pada tahun 1848. à Pasal I Overgangsbepalingen
menerangkan bahwa setelah kodifikasi hukum Eropa berlaku, maka hukum
Belanda yang kuno, hukum Romawi dan semua statuta secara otomatis
diganti oleh peraturan baru tersebut; namun hal itu tidak berlaku bagi hukum
pidana. (hukum pidana VOC masih berlaku)
Tahun 1848: pembedaan golongan rakyat ditetapkan dalam Pasal 6-10 dari
“Algemene Bepalingen van Wetgeving”, yaitu:
a. Orang Eropa
b. Bumiputera
Tidak ada penjelasan siapa orang Eropa dan siapa Bumiputera. Untuk orang
bukan Eropa dan bukan bumiputera, ukuran yang dipakai: agama à yang tidak
beragama Kristen dipersamakan dengan Bumiputera.
Gubernur Jenderal menentukan dalam Pasal 3 “Bepalingen Omtrent de
Invoering van en de overgang tot de nieuwe wetgeving” (S. 1848 No 10) : orang
Indonesia Kristen tetap dianggap sebagai Bumiputera dan tidak dimasukkan
dalam golongan “yang dipersamakan dengan orang Eropa”.
14
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
1866: Dibuat kodifikasi hukum pidana bagi golongan hukum Eropa à dengan
Staatsblaad 1866:55 diundangkan KUHP bagi golongan Eropa yang
merupakan terjemahan Code Penal Belanda, yang juga merupakan saduran
Code Penal Perancis.
1872: Dibuat kodifikasi hukum pidana bagi golongan hukum Indonesia asli dan
golongan hukum Timur asing
• Bagi golongan hukum Eropa, sampai tanggal 1 Januari 1867 masih berlaku
hukum pidana VOC, hukum pidana Belanda, dan asas-asas hukum pidana
Romawi.
• Bagi golongan hukum bukan-Eropa, sampai tanggal 1 Januari 1873, masih
berlaku hukum pidana menurut adat
1915: Kodifikasi baru hukum pidana Hindia Belanda à Wetboek van Strafrecht
à mewujudkan unifikasi, yaitu satu hukum pidana bagi semua golongan
rakyat dan golongan hukum dalam wilayah Hindia-Belanda dulu. Berlaku sejak
1918.
1920: Terdapat perubahan dalam RR, yakni membagi penduduk menjadi tiga
golongan, yaitu Eropa, Pribumi dan Timur Asing (Pasal 109 RR)
15
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
16
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Semenjak tanggal 1 Januari 1920, tidak ada lagi 4 golongan (orang Eropa,
orang yang dipersamakan dengan orang Eropa, bumiputera dan orang yang
dipersamakan dengan bumiputera), melainkan hanya 3.
Menurut Pasal 3 ayat 2 dari UU tanggal 31 Desember 1906 S 1907 No. 205:
semua orang, yang bertempat tinggal tetap di Indonesia dan sebelum 1
Januari 1920 termasuk golongan yang dipersamakan dengan Eropa à
sesudah tanggal itu tetap tunduk kepada ketentuan untuk orang Eropa,
selama mereka tidak mencampurkan diri dengan rakyat Indonesia asli à
terjadi diskriminasi.
17
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
1
C.S.T. Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, hlm. 126
2
Ibid.
18
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
19
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
20
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
kekuasaan militer Jepang. Hukum yang berlaku saat itu adalah Indische Staatregeling
(IS). Dengan demikian Pasal 131 IS sebagai politik hukum dan menegani
penggolongan penduduk menurut Pasal 163 IS masih berlaku. Untuk golongan
Eropa, golongan Timur Asing Cina, golongan Bumiputera, Timur Asing bukan Cina
yang tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku baginya BW
dan WvK serta aturan yang tidak dikodifikasikan. Sementara bagi golongan
Bumiputera dan golongan Timur Asing bukan Cina yang tidak tunduk secara sukarela
kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku aturan-aturan hukum perdata adatnya.
Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan Jepang
menggunakan undang-undangnya yang disebut “Gunseirei” melalui “Osamu Seirei”.
Osamu Seirei mengatur segala hal yang diperlukan untuk melaksanakan
pemerintahaan melalui peraturan pelaksana “Osamu Kanrei”. “Tomi Kenrei” adalah
sebagai undang-undang darurat atau seperti Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
Setelah Kemerdekaan
1946: di wilayah Republik Indonesia Proklamasi à WvS tahun 1915 disesuaikan
sebanyak mungkin dengan keadaan yang seharusnya à mencabut beberapa
ketentuan yang bersifat kolonial. Berlaku 2 kitab undang-undang hukum pidana:
• Di wilayah RI Proklamasi (di pulau Jawa, Madura, Sumatera) yang
merupakan bekas negara RIS dan wilayah bekas Daerah-Pulihan à
berlaku KUHPidana tahun 1946
• Di wilayah RI Proklamasi yang bukan merupakan bekas negara RIS dan
wilayah bekas Daerah-Pulihan à berlaku WvS tahun 1915.
Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk, sekaligus WNI secara konstitusional
tercantum di dalam pasal 26 UUD 1945. Penduduk Negara Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu golongan warga negara Indonesia (WNI) dan
golongan warga negara asing (WNA). Semua orang baik yang memang berasal dari
Negara Indonesia asli dan orang bangsa asing yang telah disahkan dengan UU
secara sah dikatakan sebagai warga negara Republik Indonesia
21
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Pasal 26 (1) UUD 1945: “Yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga
negara”
UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara, ditetapkan di
Yogyakarta pada tanggal 10 April 1946.
UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI.
Instruksi Presidium Kabinet Ampera tanggal 27 Desember 1966 no. 31/1966
menginstruksikan, sambil menunggu dikeluarkannya Undang-Undang Catatan Sipil
yang bersifat Nasional, untuk tidak menggunakan penggolongan-penggolongan
penduduk Indonesia berdasarkan pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling
pada kantor-kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dan menyatakan kantor-
kantor tersebut terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia, sedangkan hanya
dibedakan antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing atau Warga Negara
Asing (WNA).
UU 23/2006 jo. UU No. 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan
UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI
22
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
o “Berlaku bagi Golongan Timur Asing, lain daripada Tionghoa, dan bagi
Golongan Tionghoa.”
- Buku I, Bab Kedua: Tentang akta-akta catatan sipil
o “Tak berlaku bagi Golongan Timur Asing, lain daripada Tionghoa, dan
Golongan Tionghoa.”
- Buku I, Bab Keempat, Bagian Keempat: Tentang melangsungkan perkawinan
o “Tidak berlaku bagi Golongan Timur Asing lain drpd Tionghoa, dan berlaku
bagi Golongan Tionghoa, kecuali pasal 71 No. 6, 74, dan 75.”
TITIK-TITIK PERTALIAN
23
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Titik Pertalian Primer: alat-alat pertama bagi pelaksana hukum untuk mengetahui
apakah suatu perselisihan hukum merupakan soal HATAH. Disebut juga titik taut
pembeda (yang diajukan oleh Nyonya Mr. Sukahar-gadis Rohana Badwi).
Titik Pertalian Sekunder: hal-hal atau keadaan-keadaan yang menentukan stelsel
hukum mana yang akan berlaku atau dipilih apabila terdapat dua atau lebih stelsel
hukum yang bertaut atau bertemu. Tidak mungkin ada TPS apabila tidak ada TPP,
karena orang tidak perlu mencari tahu hukum apa yang berlaku apabila tidak ada
suatu persoalan hukum antar-golongan. Disebut juga titik taut penentu.
PENJELASAN:
TITIK PERTALIAN PRIMER HATAH INTERN
1. Para pihak / subyek hukum
Adanya hubungan hukum yang terjadi antara orang-orang dari golongan
berlainan yang tunduk pada hukum perdata yang berlainan pula, membuat
timbulnya masalah hukum antargolongan. Merupakan tanda pertama bagi
pelaksana hukum akan adanya persoalan hukum antargolongan.
24
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
2. Tanah
Hukum atas tanah terlepas dari hukum orang yang memegangnya.
(Intergentiele grondenregel)
Sebelum UU Pokok Agraria, tidak semua tanah berada di bawah satu macam
sistem hukum, tetapi bermacam-macam sistem hukum. Tanah memiliki status
tersendiri yang terlepas daripada status hukum orang yang mempunyai
hubungan dengan tanah itu.
Atas tanah Indonesia hanya dapat diletakkan hak-hak Indonesia, atas tanah
Eropa (yaitu tanah yang terdaftar menurut Ordonansi Balik Nama S.1834/27)
maka hanya dapat diletakkan hak-hak Barat. Bagi tanah-tanah Barat, ada
sistem Kadaster di kota-kota besar, di mana tanah-tanah didaftarkan di
Kadaster, maka tanah tersebut termasuk lingkungan hukum Barat, maka
hukum perdata (BW) dan WvK yang berlaku. Titel-titel pembuktian atas tanah
ini adalah akte eigendom, akte erfpacht, akte postal, dan sebagainya, yang
dikeluarkan oleh Kadaster.
Apabila para pihak tergolong golongan rakyat yang sama, hubungan
antargolongan pun timbul dikarenakan tanah yang hak-hak atasnya pun
berbeda.
Contoh: dua orang Indonesia memiliki hubungan mengenai sebidang tanah
eigendom, atau seorang Tionghoa memegang sebidang tanah Indonesia.
Dulu Bumiputera boleh memiliki hak Eropa, tapi hukum daripada tanah
tersebut tidak mengikuti bumiputeraà tanah tetap tunduk pada hukum Eropa.
Sehingga dulu ada namanya hukum tanah antar golongan, karena
permasalahan perbedaan ketundukan hukum antara tanah dengan orang yang
mempunyai tanah tersebut.
25
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
26
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
27
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Yurisprudensi lainnya:
- Putusan Landraad Padang 1930 à kontrak jual beli dengan hak
membeli kembali oleh Nyi Djemaih (penjual) dan Gouw Kim Tong
(pembeli)
- Putusan Landraad Penyabungan 1922
- Perkara Jual Beli MA 1956
- Putusan Landraad Yogyakarta 1929
3. Milieu
Keputusan Landraad Makassar 1925: seorang bumiputera bertempat tinggal
di dalam lingkungan Eropa di tengah-tengah orang Eropa dan Timur Asing,
menyewa rumah dari seorang Eropa membuat kontrak dengan orang Eropa
dan Tionghoa, maka peraturan yang berlaku baginya berkenaan dengan
eksekusi dan hubungan sewa menyewa adalah hukum Eropa.
Milieu merupakan suatu faktor yang dapat menentukan keberlakuan suatu
hukum à surroundings atau environment.
Suasana tempat dilakukannya suatu perbuatan hukum dapat
menentukan hukum yang berlaku untuk perbuatan hukum tersebut.
Contoh yurisprudensi lain: Keputusan dari Residentiegerecht di Bandung
tahun 1940 à hukum adat digunakan untuk kontrak borongan pembuatan
suatu istal kuda oleh seorang pengusaha susu Eropa bernama Stekkinger
kepada seorang pemborong Indonesia, yang bernama Kanta. Hukum adat
digunakan karena Stekkinger hidup di desa di tengah-tengah rakyat petani
Indonesia.
Faktor milieu ini seringkali dipergunakan dalam kombinasi dengan faktor lain
yang merupakan titik taut penentu. Faktor milieu ini juga dapat jalan
bergandengan dengan maksud dari para pihak atau dengan konstruksi masuk
dalam suasana hukum pihak yang lain.
Yurisprudensi lain:
- Keputusan Landraad Makassar 1925
- Landraad Jatinegara 1932
28
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
29
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
30
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
2. Domisili
Mengandung pengertian bahwa yang mengatur status personal dari
seseorang ditentukan dan diatur oleh hukum dari negara tempat ia berdomisili.
Ciri utama dari domisili adalah hukum dari negara yang dianggap sebagai
pusat kehidupan dari seseorang. Dengan demikian, domisili merupakan titik
taut yang didasarkan pada prinsip territorial. Ciri utama dalam prinsip domisili:
- Setiap orang memiliki domisili
- Satu domisili untuk satu waktu tertentu bagi seseorang
- Perihal penentuan domisili menurut HPI Inggris, ditentukan oleh hukum
Inggris, HPI Australia dengan hukum Australia dan seterusnya.
Contoh: 2 orang Singapura menikah di Indonesia. Domisilinya yang
menentukan bahwa ini adalah kasus HPI.
Prinsip Domisili di Inggris:
- Domicile of Origin: negara dimana ayahnya berdomisili pada saat ia
dilahirkan. Jadi merupakan domisili asal yang diperoleh pada saat ia
lahir, yang mengikuti orang tuanya.
- Domicile of Choice: Domisili yang bisa diperoleh seseorang untuk waktu
tidak tertentu / tidak terbatas, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu
31
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
3. Tempat Kediaman
Tempat kediaman disebut juga residence, atau tempat sesungguhnya
seseorang berada (place of sojurn). Tempat kediaman adalah tempat di mana
sehari-hari yang bersangkutan dianggap mempunyai kediamannya, di mana
rumahnya, di mana ia bekerja. Contoh: 2 orang WN Singapura yang
berkediaman di Indonesia untuk sementara, telah melangsungkan perkawinan
di Indonesia. Karena adanya kediaman mereka di suatu negara yang berbeda
dengan kewarganegaraan mereka, timbullah masalah HPI.
Sama halnya dengan domisili, tempat kediaman ini merupakan kelompok titik-
titik pertalian yang bersifat territorial.
kita, bukan tempat kediaman. Hal ini karena tempat kediaman bersifat
diketahui.
32
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
4. Tempat Kedudukan
Apabila tempat kediaman berlaku untuk perseorangan, maka tepat kedudukan
berlaku bagi badan hukum (legal person, corporation).
Contoh: suatu badan hukum X melakukan kegiatan bisnis di Indonesia, tetapi
badan hukum tersebut didirikan di negara Y.
Teori-teori untuk badan hukum dalam HPI:
- Teori inkorporasi
- Toeri Statutair
- Teori Manajemen Efektif
- Remote / Foreign Control Theory
5. Bendera Kapal
Bendera kapal diibaratkan sebagai kewarganegaraan seseorang. Sebagai
contoh: sebuah kapal berbendera Panama mengangkut penumpang yang
berkewarganegaraan Indonesia. Hubungan yang terjadi antara kapal dan
penumpangnya itu merupakan suatu hubungan HPI.
Prinsip: setiap kapal harus didaftarkan di suatu negara berdasarkan hukum
negara tempat pendaftaran dilakukan. Pendaftaran ini ditunjukkan melalui
keberadaan bendera kapal yang adalah bendera dari negara tempat
pendaftaran dilakukan. Hukum dari negara tempat kapal tersebut didaftarkan
adalah hukum yang mengatur mengenai segala sesuatu terkait kapal tersebut.
Contoh kasus: USS Mercy melakukan kegiatan kemanusiaan di NAD; Kapal
dengan nama MV Callisto berbendera Liberia melakukan pengisian bahan
bakar minyak di Pelabuhan Tanjung Priok
33
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
34
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
35
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
2. Domisili
Contoh: dua orang WN Inggris berdomisili di Jakarta, ingin melakukan kontrak
jual beli atau melangsungkan perkawinan di Jakarta. Dalam hal ini,
kemampuannya untuk bertindak di dalam hukum kontrak maupun menikah
ditentukan oleh hukum dimana dia berdomisili.
Perkembangan bentuk domisili:
- Domisili bersama: berlaku bagi pasangan suami-istri
- Habituelle residence à digunakan terutama dalam persoalan adopsi
dan perwalian anak. Diperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dalam
persoalan adopsi.
Contoh: suami istri berWN jerman yang diputus cerai oleh Pengadilan
Indonesia. Pasal 16 AB yang ditafsirkan secara analogis terhadap WNA
à berlaku hukum jerman terhadap suami istri tersebut, termasuk
mengenai pemeliharaan anak
3. Bendera Kapal
Contoh: sebuah kapal milik WNI, dinakhodai oleh WNI, dan berlayar di perairan
Indonesia dengan memakai bendera Panama.
Hukum Bendera Kapal yang akan digunakan.
36
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
37
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Hukum yang berlaku bagi suatu kontrak adalah hukum dari negara tempat
kontrak dilaksanakan / dieksekusi.
Contoh: kontrak pemasangan PLTA antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Perancis. Kontrak dibuat di Paris, tetapi pelaksanaannya dilakukan
di Indonesia, yaitu di Sigura-gura, Medan atau di Jatiluhur, Jawa Barat. Dalam
hal tidak dilakukan Pilihan Hukum oleh para pihak dalam kontrak tersebut,
hukum yang berlaku untuk kontrak itu menurut teori ini adalah hukum
Indonesia.
38
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
39
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Terdapat lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum
yang berlaku. Salah satu dari faktor-faktor yang ada dapat dipilih menjadi
faktor yang menentukan hukum yang berlaku.
• Pengganti / Subsider
Titik pertalian yang dapat digunakan untuk menentukan hukum yang
berlaku bagi suatu peristiwa HPI, bilamana tidak ditemukan titik pertalian
yang dibutuhkan. Contoh: Indonesia menganut prinsip nasionalitas, lalu
kita berhadapan dengan orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, maka
di sini dia dapat memilih faktor domisili/tempat kediaman.
• Tambahan
Merupakan titik pertalian yang diperlukan apabila titik-titik pertalian yang
telah ada dalam suatu peristiwa HATAH tidak cukup untuk menentukan
hukum yang berlaku bagi peristiwa HATAH tersebut. Contoh: Terdapat
kasus bipatride: X adalah WN Perancis dan Kanada, hukum yang berlaku
bagi X? Nah di sini perlu tambahan, maka bisa saja muncul konsep domisili.
• Accessoir
Penempatan suatu hubungan hukum di bawah satu stelsel hukum yang
sudah berlaku untuk lain hubungan hukum yang lebih utama.
STATUS PERSONAL
40
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
b. Prinsip Domisili
c. Tempat Kediaman
2. Pribadi Hukum
a. Teori Inkorporasi
b. Teori Statutair
c. Teori Kantor Pusat
d. Teori Kontrol Asing
2. Prinsip Domisili
Domisili adalah juga merupakan salah satu prinsip yang digunakan untuk
menentukan hukum yang berlaku bagi status personal seorang pribadi kodrati.
41
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
42
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
maka domisili Udny adalah Skotlandia. Dan hukum Skotlandia ini memang
mengenal lembaga pengesahan karena perkawinan susulan. Dalam hal ini
tidak ada kesulitan. Yang merupakan persoalan ialah: apakah yang
merupakan domisili dari Udny pada waku sang anak dilahirkan pada tahun
1853? Domisili ini tentunya bukan di Perancis, karena ia ini hanya bertempat
tinggal disana. Yang harus dipilih ialah: salah satu antara domicile of origin
Skotlandia-nya atau domicile of choice Inggrisnya. Jika yang pertama yang
berlaku, maka anak tersebut tidak sah adanya dan karenanya ia tidak dapat
mewarisi.
Menurut House of Lords, maka Kolonel Udny ini, tatkala naik kapal pergi ke
Perancis, telah melepaskan domicile of choice Inggris-nya, karena ia ini telah
meninggalkan Inggris secara animo and facto. Boleh dikatakan bahwa
kemudian, domicile of origin Skotlandia-nya telah hidup kembali, setelah
”tertidur” untuk 32 tahun lamanya.
- Domicile of choice
Untuk memperoleh domicile of choice, diperlukan 3 syarat, yaitu:
o Kemampuan
Orang yang tidak mampu bertindak dalam hukum, seperti anak
belum dewasa orang di bawah pengampuan, atau perempuan
dalam perkawinan tidak dapat memperoleh domicile of choice-
nya sendiri.
o Residence
Kediaman sehari-hari.
o Hasrat (intention) untuk “permanent residence” (animus semper
manendi)
Dalam konsepsi Eropa Kontinental, tidak dibutuhkan adanya
hasrat untuk permanent residence untuk memperoleh domisili;
hanya kemampuan dan residence saja.
Orang bersangkutan harus hendak hidup di dalam negara baru
yang dipilihnya itu untuk waktu yang tidak tertentu dan tidak
terbatas.
- Domicile by operation of law
43
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
NASIONALITAS DOMISILI
PRO 1. Paling cocok dengan 1. Hukum dimana seseorang sesungguhnya
perasaan hukum hidup
seseorang à karena 2. Prinsip nasionalitas seringkali
kemanapun perginya membutuhkan prinsip domisili à karena
untuk orang yang stateless, hukum domisili
44
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
45
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
46
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Pro-Kontra:
Pro Prinsip Pro Prinsip Tempat Kedudukan yang Efektif
Inkorporasi
- Sesuai dengan - Kepentingan para pihak & kepentingan lalu lintas
logika hukum - The brain of an enterprise à real, not fictitious
- Praktis à - Can easily check, since the main administration centre
kepastian hukum can hardly be kept secret
- Kebebasan pilihan hukum
- Stabil à permanen dan tidak berubah-ubah
47
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Renvoi terjadi karena adanya aneka macam sistem hukum perdata internasional
dalam status personal seseorang (prinsip nasionalitas dan prinsip domisili). Renvoi
timbul apabila hukum asing yang ditunjuk oleh lex fori (hukum dari pengadilan yang
mengadili perkara), menunjuk kembali ke arah lex fori itu, atau kepada sistem hukum
asing yang lain. Renvoi disebabkan adanya perbedaan prinsip nasionalitas dan
prinsip domisili yang dianut antara negara yang ditunjuk dengan negara yang
menunjuk dalam menentukan sistem hukum mana yang berlaku terhadap suatu
persoalan hukum. Dapat dikatakan pula bahwa renvoi muncul karena bertemunya
prinsip nasionalitas dan prinsip domisili untuk menentukan status personal
(penunjukkan atas prinsip manakah yang akan digunakan untuk menentukan status
personal seseorang).
Renvoi hanya ada di bidang hukum keluarga, namun tidak ada di bidang hukum
kontrak. Mengapa? Karena hukum kontrak punya rezim pilihan hukum yang dijamin
menurut Pasal 1338 BW.
Kalau Indonesia dengan Belanda à tidak akan terjadi renvoi, karena prinsip yang
dianut sama, yaitu asas nasionalitas.
Penunjukan kepada hukum asing:
- Gesamtverweisung: jika menunjuk pada seluruh hukum asing termasuk
di dalamnya kaedah HPI dan hukum materiilnya (hukum intern) à
penerimaan renvoi
48
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
49
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Inggris; menurut Hukum Inggris, berdasarkan kaedah-kaedah HPI nya, untuk status
personil yang dipakai adalah hukum dimana domisilinya di Indonesia, maka yang
berlaku adalah hukum Indonesia. Maka, dalam contoh itu, hukum Indonesia
menunjuk hukum Inggris, dan hukum Inggris menunjuk kembali hukum Indonesia.
50
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Perancis. Menurut hukum Perancis pada waktu itu Forgo dianggap belum
mempunyai domisili di Perancis, ia masih dianggap mempunyai domisili asalnya
(domicile of origin) dimana ia dilahirkan. Forgo tidak meninggalkan surat wasiat,
sehingga warisannya akan jatuh kepada ahli waris ab intestate.
Saudara-saudara kandung Forgo menklaim harta warisan tersebut berdasarkan
ketentuan hukum Bavaria, di lain pihak Pemerintah Perancis berdasarkan hukum
intern (nasional) Perancis yang tidak mengenal warisan anak luar kawin, sehingga
warisan Forgo dianggap harus jatuh kepada Pemerintah Perancis;
Menurut HPI Perancis warisan benda-benda bergerak berlaku hukum domisili asal
(domicile of origin), dhi HPI Perancis menunjuk hukum Bavaria, tetapi HPI Bavaria
menentukan bahwa warisan benda-benda bergerak akan berlaku hukum tempat
tinggal sebenarnya dari si Pewaris, dalam hal ini Hukum Perancis.
Persoalan: apakah penunjukan HPI Perancis kepada Hukum Bavaria, apakah
seluruh hukumnya (termasuk HPI), atau hanya kepada Hukum Intern Bavaria?
- Jika seluruhnya, maka ada penunjukan kembali kepada Hukum
Perancis dan renvoi akan diterima dengan memberlakukan hukum
intern Perancis
- jika hanya kepada hukum Intern Bavaria, maka hukum warisan Bavaria
yang diberlakukan
COUR DE CASSATION dalam putusannya tahun 1878, telah menerima penunjukan
kembali hukum Perancis dan menggunakan hukum Intern Perancis. Warisan Forgo
jatuh ketangan Pemerintah Perancis.
Dalam kasus tersebut:
- menurut hukum Perancis, tidak dikenal adanya pembagian warisan
kepada saudara alamiah anak ALK. Dalam hal ini HPI menunjuk hukum
Bavaria.
- HPI Bavaria à penunjukkan kepada hukum Perancis.
Bavaria: untuk benda bergerak, berdasarkan hukum domisili faktual si
Pewaris.
Penunjukkan pertama bersifat Gesamtverweisung, dan penunjukkan yang kedua
bersifat Sachsnormverweisung. Sehingga yang berlaku hukum intern Perancis.
Hukum prancis Hukum Bavaria
51
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Double Renvoi à foreign court theory. Konsep yang dianut pengadilan Inggris.
Ketika kasus renvoi masuk ke pengadilan Inggris, maka hakim Inggris akan menjadi
seolah-olah hakim di pengadilan negara lain.
1. Penunjukan I: X à Y
2. Penunjukan II: Y à X (untuk lanjut ke penunjukan III, negara Y harus menjadi
negara yang menerima Renvoi. Yang tidak menerima Renvoi adalah
contohnya Italia.)
3. Penunjukan III: X à Y
Pada penunjukan II bisa terjadi sachnorm-verweisung atau gesamtverweisung.
Apabila Y adalah negara yang menerima Renvoi, maka akan gesamtverweisung.
Apabila Y adalah negara yang menolak Renvoi, maka akan sachnormverweisung.
5 negara yang menolak renvoi: Belanda, Italia, Yunani, Austria, Mesir.
Jika dalam satu kasus HPI, salah satu negara domisili berhadapan dengan 5 negara
tersebut, maka penunjukkan ke negara tersebut sifatnya: sachnormverweisung à
tidak ada penunjukkan kembali, tapi langsung penunjukkan kepada kaidah hukum
intern.
Kalau menerima renvoi à skemanya single renvoi, gesamtverweisung baru
sachnormverweisung
Kalau menolak renvoi à langsung sachnormverweisung.
Contoh kasus:
Re ANNESLEY (Renvoi diterima)
Ny. Annesley WN Inggris, domisili dan meninggal (1942) di Perancis, membuat
testament / wasiat dlm bentuk hukum Inggris, yang mengakibatkan anak laki-lakinya
tidak mendapatkan warisan.
(HPI Inggris Vs HPI Perancis):
52
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
HPI Inggris wasiat syah, sedangkan HPI Perancis mengenal adanya “legitima forci”
yang memberikan hak pada sang anak sekurangnya sepertiga bagian harta warisan
dalam kasus ini:
1. Hakim Inggris menggunakan FCD, bertindak seolah hakim Perancis;
2. HPI Perancis (prinsip nasionalitas) menunjuk hukum Inggris;
3. HPI Inggris (prinsip Domisili) menunjuk Hukum Perancis;
dengan menggunakan hukum intern Perancis wewenang Ny. Annesley dalam
membuat surat wasiat dibatasi, maka anak lelakinya mendapatkan warisan
berdasarkan “legitima forci”.
Ross vs Waterfield
Ross (WN Inggris berdomisili di Italia) membuat testamen yang mana anak nya tidak
mendapatkan apa apa. Dimana seluruh warisannya diserahkan kepada Ny. Caroline
Lucy Waterfield (sepupunya). Kemudian anaknya tersebut menggugat ke PN Inggris,
ia meminta legitimate portie sesuai hukum Italia.
Hakim Inggris kembali berkhayal bahwa dia akan duduk sebagaimana hakim Italia.
Karena Italia menolak renvoi, sehingga dia tidak mau ditunjuk kembali, maka bersifat
sachnormverweisung. Sehingga hakim memakai hukum intern Inggris.
PRO-RENVOI KONTRA-RENVOI
1. Memberi keuntungan praktis 1. Renvoi tidak logis: karena dengan
2. Penunjukkan secara keseluruhan menerimanya akan terjadi suatu
penunjukan kembali secara ad
infinitim (berputar saja)
53
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Renvoi di Indonesia
Dalam hukum positif Indonesia belum ada peraturan mengenai Renvoi.
Indonesia menerima renvoi: buktinya? Praktek pengadilan / yurisprudensi, ada 2:
- British – India
- Armenia Nasrani
KUALIFIKASI
Pokok persoalan:
1. Apakah yang diartikan oleh suatu istilah atau terminologi hukum?
2. Bagaimanakan suatu istilah harus dikualifikasikan? Diklasifikasikan?
3. Untuk itu, fakta-fakta harus dimasukkan ke dalam pengertian-pengertian
hukum yang berlaku. à menentukan sistem hokum manakah yang
mendefinisikan pengertian-pengertian yang terdapat dalam kaidah HPI atau
kualifikasi mana yang berlaku.
Permasalahan timbul karena:
1. Polysemy: suatu istilah yang memilik banyak makna atau konsep didalamnya
à a term may express several concepts depending on the contexts which is
used. Contoh: Jus Civile sebagai civil law yang berarti private law atau roman
law yang berlaku bagi roman citizen.
2. Synonymy: beberapa istilah yang memiliki satu makna yang sama.
a. Binomial expressions or legal doublets
Contoh: acknowledge and confess; act and deed; will and testament;
terms and conditions; law and order; null and void
b. Trinomial expressions or legal triplets
54
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Contoh: cancel, annul and set aside; convey, transfer, and set over;
name, constitute and appoint.
55
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Contoh:
1. Persetujuan Orang Tua untuk Menikah
Apakah persetujuan orang tua merupakan:
a. Bentuk perbuatan hukum/formalities; atau
b. Masalah substantif?
Izin orang tua bagi mereka yang berusia di bawah:
c. Pasal 6 ayat (2) UU No. 1/1974: di bawah 21 tahun
d. Pasal 42 BW: di bawah 30 tahun.
2. Dewasa (1): Hukum Indonesia
• Pasal 830 BW: di atas 21 tahun;
• Pasal 7 UU No. 1/1974: 16 tahun untuk Perempuan, dan 19 tahun untuk
laki-laki;
• Pasal 1 angka 1 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 1
angka 26 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: di atas 18 tahun.
• Pasal 81 ayat 2 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:
a. SIM A, B dan D: 17 tahun
b. SIM B1: 20 tahun
c. SIM B2: 21 tahun
3. Dewasa (2) Hukum Asing
Article 233 Ned. BW: Registered partnership.
Article 14 Switzerland Civil Code: has reached the age of 18.
Article 11 People’s Republic of Chine Civil Code: 18 or over shall bea n adult.
4. Perkawinan (2)
Indonesia: Membuat keluarga yang bahagia
Article 30 & 31 Ned. BW:
a. Marriage may be entered into by two persons of a different or of the same
gender.
b. The law consideres a marriage only in its legal civil relationships
56
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
c. Man and woman must both have reached the age ot eighteen years in order to
be allowed to enter into a marriage.
5. Perjanjian Perkawinan / Nuptial Agreement / Premptial Agreement / Marital
Agreement
Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974: Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan
kedua pihak atas perjanjian bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang
disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
Section 1.8.1 Ned. BW: A nuptial agreement may be concluded by the prospective
spouses before their marriage (prenuptial agreement) or during their marriage
(postnuptial agreemnt). A Nuptial agreement must entered into force with a notarial
deed.
The Switzerland Civil Code (Chapter 2): A marital agreement may be concluded before
or after the wedding. The marital agreement must be executed as a public deed and
signed by the parties and, where applicable, by the legal representative.
6. Harta Bersama / Marital Property
Pasal 35 UU Perkawinan: Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama
Section 1.7.1. Ned BW: By operation of law a marital community of property (sama
kaya Indonesia)
Switzerland Civil Code (Chapter 2)
The marital property regime of participation inacquired property comprises the
property acquired during the maariage and the individual property of each spouse.
Under a marital agreement, spises may declare acquired property to be individual
property set aside for professional or business use
7. Locus Contractus
Contract between persons (pihak tidak ada di tempat):
a. Mailbox theory: biasa dipakai oleh negara Anglo Saxon. Jika ada
kontrak yang dilakukan namun para pihak tidak bertemu secara
muka/beda tempat. Contoh: ada seorang pengusaha di Singapura (A)
menawarkan barang dagangannya ke seorang pengusaha yang ada di
London (B). Penawaran yang disampaikan A akhirnya diterima oleh B.
Kemudian B mengirimkan surat penerimaan penawaran ke Singapura.
Berdasarkan Mailbox Theory, Locus Contractus-nya adalah tempat
57
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
58
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Tidak dilakukan menurut hukum dari forum hakim. Menentukan siapa yang
merupakan warga negara dari suatu negara harus ditentukan secara
khusus dan mutlak oleh negara yang bersangkutan sendiri. Dengan kata
lain, Lex Causae yang dipergunakan.
• Kualifikasi mengenai Benda-benda yang bergerak dan tidak bergerak à
ditentukan oleh “lex rei sitae”
• Kualifikasi terhadap maksud para pihak di bidang kontrak à pihak-pihak
bebas menentukan sendiri hukum yang mereka kehendaki
• Jika ada persetujuan-persetujuan antara negara “berupa kovensi-konvensi
mengenai kaidah-kaidah HPI”
• Kualifikasi dari Perbuatan Melanggar Hukum
• Kualifikasi pengertian-pengertian yang digunakan oleh Mahkamah
Internasional
Cara kerja kualifikasi Lex Fori:
• Kualifikasi primer dilakukan menurut Lex Fori
Kualifikasi Primer adalah kualifikasi yang perlukan untuk dapat menemukan
hukum mana yang harus dipergunakan. Untuk dapat menentukan Hukum Asing
manakah yang dipergunakan, harus dipakai kaidah-kaidah HPI Lex Fori.
Memberikan kepastian tentang pengertian-pengertian, i.e. “domisili”, “pewarisan”,
atau “Locus Contractus”
• Kualifikasi Sekunder dilakukan menurut Lex Causae
Kualifikasi Sekunder adalah kualifikasi lebih jauh menurut Hukum Asing yang
sudah ditentukan oleh Kualifikasi primer. Jika ada perbedaan antara Kualifikasi Lex
Causae dengan Kualifikasi lex fori, tidak dapat diubah karena hukum yang sudah
ditentukan sebagai hukum sudah berlaku. Kualifikasi Sekunder tidak dapat
mengurangi penentuan hukum yang harus diberlakukan
2. Kualifikasi menurut Lex Causae
Kualifikasi dilakukan menurut sistem hukum dari mana pengertian ini berasal.
Materinya berdasarkan hukum yang dipilih. Dengan kata lain, kualifikasi
menurut lex causae menyatakan bahwa kualifikasi harus dilakukan sesuai
dengan sistem serta ukuran dari keseluruhan hukum yang bersangkutan
dengan perkara.
3. Kualifikasi secara Otonom
59
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
60
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
61
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
62
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
63
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
KETERTIBAN UMUM
Beberapa definisi:
1. Gautama: “Kaidah-kaidah hukum asing yang sebenarnya harus diperlakukan
menurut ketentuan-ketentuan hukum perdata internasional Indonesia, tidak
akan dipergunakan, bilamana kaidah-kaidah tersebut bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan baik.”
2. Wirjono Prodjodikoro: “Bahwa sukar sekali untuk mengadakan suatu ukuran
bagi pengertian ketertiban umum. penentuan suatu ukuran ini juga amat
dipersukar oleh kenyataan bahwa pengertian ketertiban umum kini
mengandung anasir-anasir mengenai perasaan, sedangkan penentuan
ukuran adalah hasil pekerjaan pikiran belaka.
3. Goodrich: “Public policy is an extremely vague and general term and it is
well to distuingish the connotation of that phrase as it applies to the purely
internal affairs of a State and it should be used in the Conflict of Laws”
64
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Ketertiban umum: lembaga dalam HPI yang memungkinkan sang Hakim untuk
mengenyampingkan hukum asing yang seharusnya diberlakukan sesuai dengan apa
yang diatur dalam ketentuan HPI, karena dianggap bertentangan dengan sendi-sendi
asasi Hukum Nasional sang Hakim.
à lembaga ketertiban umum merupakan penyimpangan atas apa yang seharusnya
terjadi berdasarkan penerapan HPI suatu negara.
Lembaga ketertiban umum hanya dipakai sebagai tameng dan bukan sebagai
suatu pedang untuk menusuk hukum asing. Dengan kata lain, fungsinya hanya
defensif, hanya sebagai perlindungan, tidak supaya secara aktif kita meniadakan
hukum asing.
65
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
*dari Bu Mutiara:
Ketertiban umum di negara sosialis tidak relevan à menggunakan dualisme:
- Italia – Perancis: ketertiban umum as a sword, not as a shield. à negara
sosialis menggunakan konsep ini.
- Jerman dan Indonesia : ketertiban umum sebagai ‘rem darurat’ à dipakai
seirit mungkin.
- Inggris: act of state doctrine à pihak yudikatif dalam menilai satu tindakan
negara sebagai ketertiban umum atau tidak à melihat eksekutifnya.
Kalau negara tersebut adalah negara merdeka dan berdaulat, maka itu
tidak melanggar ketertiban umum.
Kasus Luther v. Sagor, Kasus Princess Paley Olga v. Weiss
66
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
67
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Italia (Mancini): Ordre Public merupakan salah satu dari 3 pilar bangunan HPI:
a. Prinsip Nasionalitas;
b. Ketertiban Umum;
c. Pilihan Hukum.
2. Konsepsi Jerman
Konsepsi Vorbehaltklausel dipandang sebagai suatu pengecualian. Pasal 30 EGBGB
(lama):
Pemakaian dari peraturan asing tidak dimungkinkan apabila pemakaian itu akan
bertentangan dengan kesusilaan baik (Guten Sitten) atau dengan maksud tujuan lain
dari perundang-undangan Jerman”
Pasal 6 Public Policy EGBGB 2015: A provision of the law of another country shall
not be applied where its application would lead to a result which is manifestly
incompatible with the fundamental principles of German law. In particular,
inapplicability ensues, if its application would be incompatible with civil rights.
• Pelanggaran terhadap Gutten Sitten hanya akan dianggap terpenuhi bila kaidah
asing bersangkutan benar-benar secara sangat keras dianggap menusuk perasaan
kesusilaan yang berlaku bagi rakyat Jerman.
• Akan tetapi, sekali-kali tidak dapat orang menganggap ketidaksamaan belaka,
sebagai bertentangan dengan Gutten Sitten.
3. Konsepsi Anglo-Saxon.
Dipergunakan istilah Public Policy;
Politik memegang peranan penting untuk menentukan apakah penggunaan suatu
kaidah/hukum asing akan melanggar Ketertiban Umum
Act of State Doctrine: adalah lebih baik untuk menyerahkan penentuan apakah sesuatu
kaidah asing adalah melanggar paham keadilan kita atau tidak kepada Eksekutif dan
kiranya Yudikatif tidak banyak campur tangan.
a. Luther v. Sagor
b. Princess Paley Olga v. Wiess
4. Konsepsi Sosialis
Lembaga Ketertiban Umum dipandang sebagai “ein polistitshces Korrektiv” untuk
dapat mengesampingkan kaidah-kaidah hukum Soviet yang dipandang merugikan
kepentingan-kepentingan negara-negara kapitalis
68
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
Tetapi, bagi hakim Soviet, hanya atas alasan-alasan tertentu dapat dikesampingkan
pemakaian hukum asing, karena dianggap bertentangan dengan Ketertiban Umum
Soviet
Apabila ada kaidah-kaidah asing yang bertentangan dengan prinsip-prinsip utama yang
termaktub dalam UUD Soviet, maka tidak akan dipergunakan oleh hakim Soviet
Art 123 of the Constitution of the Union of Soviet Socialist Republics.
Prinsip Ko-Eksistensi: HPI Soviet selalu berpegangan pada pengakuan kenyataan
bahwa sistem ekonomis kapitalis dan sosialis dapat hidup berdampingan dengan damai.
KESIMPULAN
Gautama: Kaidah-kaidah hukum asing yang sebenarnya harus diperlakukan
menurut ketentuan-ketentuan hukum perdata internasional Indonesia, akan
dikesampingkan bilamana kaidah-kaidah tersebut bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan baik.
PENYELUNDUPAN HUKUM
69
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
70
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
71
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
2. Perceraian
Kasus Estlandse Naturalisatie (Van A) : Van A (WN Belanda) menikah dengan seorang
perempuan di Cirebon. Ia kemudian mengajukan gugatan cerai. dalam
perceraiannya maka van A tunduk pada ketentuan dalam BW. Namun, dalam
ketentuan BW tidak ada alasan yang sah untuk Van A bisa cerai dengan istrinya,
maksimal hanya pisah meja dan tempat tidur. Maka Van A pergi ke Eslandia dan
menaturalisasi diri menjadi warga Negara Eslandia. Maka sebagai WN Eslandia, ia
mengajukan gugatan cerai di pengadilan Eslandia menggunakan alasan bahwa ia
telah berpisah 3 tahun. Kemudian setelah dinyatakan cerai oleh pengadilan di
Eslandia, Van A menikah lagi di belanda. Oleh karena itu, perceraiannya terjadi secara
sah dluar sepengetahuan istrinya. Istrinya kemudian mengajukan permohonan ggatan
di pengadilan belanda, ia meminta agar kewarganegaraan Eslandia nya dibatalkan,
selanjutnya perkawinan Van A dengan istrinya yang sekarang di batalkan dan dihapus
dari daftar perkawinan di belanda.
Hakim Belanda memutuskan bahwa cara Van A memperoleh kewarganegaraan
Eslandianya dengan cara penyelundupan hokum. Namun, hakim belanda (pengadilan
rechtbang amsterbang) tidak memiliki kewenagnan untuk membatalkan
kewarganegaraan Van A. Putusan ini dikritik oleh Meyers, bahwa harusnya diterima
karena sudah diketahui secara jelas kalo memperoleh WN Eslandia itu dengan cara
penyelundupan hokum. Kemudian menurut hakim, permasalahan ini tidak bisa di
selesaikan dengan lex fori. Dengan demikian, begitu juga dengan perkawinannya,
hakim tidak bisa membatalkannya karena perkawinannya dilakukan berdasarkan Van
A sebagai WN Eslandia.
Dalam kasus kedua terkait dengan sengketa warisan (istri kedua dan anaknya lawan
anak dari istri pertama), hakim belanda dalam memutus perkara, memang Van A
bukan WN Belanda. Walaupun telah dinyatakan bahwa berdasarkan prinsip
nasionalitas di atur oleh WN Eslandia. Namun kemudian hakim belanda melihat
bahwa Van A tidak pernah kembali ke Eslandia, dia tidak pernah mengerti Bahasa
Eslandia. Oleh karena hal tersebut, maka hakim belanda mengatakan hukum yang
berlaku adalah hokum belanda. Walaupun pernikahan sudah secara sah, dan
dicatatkan dalam catatan sipil belanda, namun anaknya terkena dalam ketentuan BW
yagn mengatakan bahwa “anak yang lahir pada waktu ayahnya masih terikat dengan
perkawinan lain, maka anak tersebut berstatus anak zinah dan tidak bisa di ubah
menjadi anak sah. Dengan demikian, anak tersebut tidak bisa mendapatkan waris
dari Van A”.
72
Disusun oleh Dominique Virgil & tim (FH UI 2015)
73