Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nicholas Glenn Dimas

NPM : 1806219482
Prodi : Reguler
Filsafat Hukum – The Role of Nusantara

Kontribusi telah diberikan Indonesia dalam perjalanan awal terbentuk hukum


internasional awal abad ke – 17 melalui doktrin hukum mare liberum milik Hugo Grotius
mengenai perdagangan bebas yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan hukum
maritim internasional dan perdagangan internasional. Perlawanan penduduk Indonesia
terhadap regulasi WTO menunjukkan bahwa adanya praktik perdagangan bebas
memunculkan ketidasamaan nilai dan prinsip dengan nilai di Indonesia.
Perselisihan antara doktrin Grotius tentang mare liberum dan mare clausum Freitas
dalam perkembangan hukum internasional modern di awal abad ketujuh belas sangat
ditentukan oleh posisi kebebasan dan keberadaan kedaulatan di antara komunitas India
Timur. Grotius menyatakan dalam perjanjiannya bahwa ada entitas politik terorganisir di
Hindia Timur yang dia anggap merdeka dan berdaulat. Doktrin dominan, mare liberum,
membuka jalan bagi pembentukan kebebasan navigasi dan perdagangan, serta penggabungan
praktik perdagangan bebas ke dalam doktrin hukum. Jelas bahwa Grotius tidak menciptakan
rezim perdagangan bebas; melainkan, itu adalah pernyataannya tentang keadaan budaya
nyata di wilayah Hindia Timur.
Grotus lebih menyukai individualisme daripada komunalisme. Filsafat dipengaruhi
oleh kebajikan Protestan yang dinilai dari materialisme suatu aspek bukan cita – cita moral.
Landasan liberalisme, menurut Max Weber, adalah etika protestan yang merupakan sumber
utama budaya hukum barat. Kapitalisme adalah mekanisme eksploitasi. Hubungan sosial dan
hukum di antara penduduk - yang diikat oleh hukum adat -, telah dilakukan berdasarkan
keharmonisan sosial. Menurut Soepomo, keharmonisan antara hukum adat Indonesia ada
dalam budaya hukum yang lebih menghargai komunalisme daripada nilai-nilai
individualisme, bahwa hukum adat lebih melekat pada romantisme daripada nilai-nilai
rasionalisme.
Tradisi budaya mereka terdiri dari cita-cita seperti komunalisme, romantisme, dan
spiritualisme. Bagi masyarakat Indonesia, bertindak dengan cara yang bertentangan dengan
budaya hukumnya sangatlah menantang. Tidak mengherankan bahwa masyarakat telah
disosialisasikan, jika tidak dilembagakan, selama beberapa dekade. Dengan adanya
kriminalisasi dalam peraturan perdagangan multilateral berbasis WTO, maka terdapat
beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut, antara lain adalah memperjuangkannya
untuk hukum perdagangan multilateral yang lebih adil. Hukum internasional yang adil harus
dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat barat dan timur. Jika hukum internasional
yang adil, perdagangan bebas ingin dicapai, normanya harus mampu menyerap nilai-nilai
budaya hukum asli Indonesia, dari mana lembaga perdagangan bebas asli dan praktik sehari-
hari berasal.

Anda mungkin juga menyukai