Anda di halaman 1dari 3

Gabriella Tiku Sarungu

Reguler – 1706977361 - Filsafat Hukum B


Rangkuman Historical and Anthropological Jurisprudence

Pada abad ke 18 terdapat gerakann besar yang lahir sebagai reaksi terhadap pemikira
hukum kodrad. Awal mula hadirnya gerakan ini dipelopori oleh Herder dan Hegel. Herder
sebagaitokoh utama romantisme menentang universalisasi pemikirian yang diusung oleh filsuf
Perancis. Herder menekankan bahwa ada hal yang unik dari setiap perode sejarah. Sementara
Hegel menyatakan bahwa Negara merupakan transendensi dari kepentingan yang individualistis.
Kedua gagasan inilah yang menjadi fondasi dari aliran pemikiran filsafat hukum historis. Tesis
utama dalam aliran pemikiran filsafat hukum historis adalah bahwa studi mengenai sistem
hukum yang ada memerlukan pemahaman mengenai akar sejarah dan pemahaman tentang pola-
pola evolusi dari sistem hukum tersebut1.

Memiliki arti kata sejarah hukum yang memandang hukum sebagai sesuatu yang
berkembang seiring dengan perkembangan budaya suatu masyarakat tertentuu. Memiliki daya
berlaku relative, bernilai romantisme dan bersifat konkrit. Historical jurisprudence
membicarakan isu hukum berdasarkan mazhab bagaimana hukum itu dilihat sebagai perwujudan
perkembangan budaya masyarakat. Adapun hubungan historical jurisprudence dengan moral
yaitu hukum terlepas dari moral. Ahli hukum yang membahas mengenai historical jurisprudence
salah satunya Karl von Savigny yang berpendapat bahwa hukum merupakan hasil proses yang
bersifat internal dan otonom yang secara diam-diam ada dalam diri masyarkat. Ia menentang
usaha kodidikasi pada tahun 1814 yang kembali direncanakan oleh Negara Jerman. Ia
mengemukakan dua alasan mengenai penolakan tersebut yaitu pertama, kelalaian yang
dilakukan oleh para generasi juris terdahulu tidak dapat secara instan diperbaiki begitu saja
karena membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menata kembali, dan kedua, ia melihat
bahwa pemikiran yang sedemikian didominasi oleh asumsi-asumsi aliran hukum kodrat, sangat
berbahaya bagi usaha kodifikasi tersebut. Savigny menganggap asumsi-asumsi hukum kodrat
mempunyai arogansi yang tidak terbatas dan oleh karena itu memunculkan kedangkalan cara

1
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, (Jakarta: Prenada, 2010),
hlm. 125.

1
pandang filosofis dalam melakukan kodifikasi2. Menurutnya, hukum tidak dapat dibuat namun
tumbuh dan berkembang bersama masyakat. Ia melihat sisi romantic yang dapat dicermati
dengan istilah yaitu: (i) rakyat, merupakan kesatuan individu yang beraneka raga,. (ii) hukum
positif, hukum yang hidup dalam masyarakat, (iii) hukum kebiasaan, symbol dari adanya hukum
positif yang diakui oleh masyarakat, (iv) legilasi, sebagai bagian dari organ hukum positif yang
ada, (v) hukum yang dihasilkan yuris, (vi) peran legislasi dan ilmu hukum.

Sedangkan menurut Sir Henry Maine, hukum berbeda di masyarakat yang sederhana dan
sudah maju. Terdapat korelasi evolutif diantara masyarat-masyarakat yang berbeda secara
geografis, waktu, dan tempat tersebut. Misalnya hukum pada zaman feudal Inggris dan Romawi.
Ia melihat laju perkembangan hukum dan pembuatan hukum, dimana terhadap lima tahap
perkembangan, antara lain3:

1. Tahap pertama: hukum dibuat dalam budaya yang patriarkis dan mendasarkan dirinya
pada perintah penguasa yang dipandang sebagai perintah yang tertinggi.
2. Tahap kedua: hukum dimonopoli oleh sekelompok aristocrat dan sekelompok elite
masyrakat yang memiliki hak istimewa.
3. Tahap ketiga, hukum-hukum adat ada yang dicoba untuk dikodifikasikan karena
konflik yang terjadi di antara beberapa masyarakat pendukung hukum adat yang
bersangkutan.
4. Tahap keempat, hukum adat mulai ingin disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan
kondisi zaman yang mulai maju dan berkembang. Hal ini bertujuan untuk
mengharmonisasikan hukum dengan perkembangan masyarakat saat itu.
5. Tahap kelima, ilmu hukum atau jurisprudence memegang peranan yang besar untuk
membentuk hukum sehingga terbentuk semakin sistematis, konsisten, dan ilmiah.

Historical dan Anthropological Jurisprudence saling berhubungan dalam hal studi


hukum, dimana antropologi mempelajari bagaimana hukum bermula pada masyarakat-
masyarakat sederhana di seluruh dunia dan secara historis, dapat dipelajari dari masyarakat
sederhana itu bagaimana hukum bermula dan berkembang menjadi hukum seperti sekarang ini 4.
Historical Jurisprudence dapat disimpulkan bahwa hukum hanya dapat dihubungkan melalui
2
Ibid, hlm. 127-128.
3
Ibid, hlm. 147 -148.

2
sejarah karena dari perkembangannya, awal mula pembentuk hukum yaitu custom pada
perkembangannya malah sedikit demi sedikit dihilangkan. Anthropological Jurisprudence dapat
disimpulkan bahwa perkembangan hukum dapat dilihat sebagai dokumen antropologi mengenai
manusia dan perkembangan aturan sosialnya5.

4
Historical and Anthropological Jurisprudence, https://dokumen.tips/documents/historical-and-
anthropological-jurisprudence.html, diakses pada 29 Februrari 2020.
5
Ibid, hlm. 9.

Anda mungkin juga menyukai