Anda di halaman 1dari 3

Noel Joshua Makarios Simbolon 3 Maret 2020

1706977651
Filsafat Hukum – Kelas Reguler (B)

Review Materi:
Historical and Anthropological Jurisprudence

Masyarakat sejatinya telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Perkembangan


tersebut telah dimulai dari masa prasejarah hingga masa sekarang, yang didukung pula dengan
kemajuan teknologi di masyarakat. Demikian pula suatu pemikiran hukum yang ada dalam
masyarakat. Berbagai ahli telah mencurahkan pikirannya mengenai hukum, seperti aliran yang
berdasarkan mistisme dan perkembangan organis hubungan antarmanusia (aliran romantisme;
dipelopori oleh para filsuf Jerman, terutama Herder dan Hegel). Herder sebagai tokoh utama
gerakan atau aliran romantisme menekankan bahwa ada hal yang unik dari setiap periode
sejarah, peradaban, maupun bangsa. Sementara itu, Hegel menyatakan bahwa negara adalah
sama dengan alat untuk melindungi kepentingan kemerdekaan suatu bangsa, individu, atau
kelompok. Kedua gagasan Herder dan Hegel demikian yang menjadi dasar dari aliran pemikiran
filsafat hukum historis, dimana tesis utamanya adalah bahwa studi mengenai sistem hukum yang
ada memerlukan pemahaman mengenai akar sejarah dan pola-pola evolusi dari sistem hukum
tersebut.

Aliran pemikiran tersebut kemudian berkembang di Eropa, terutama di Jerman dan


Inggris. Tokoh pemikiran filsafat hukum historis asal Jerman adalah Friedrich Karl von Savigny.
Ia melihat bahwa suatu masyarakat dapat berkembang dengan menggunakan metode historical
jurisprudence. Awalnya, masyarakat adalah suatu kumpulan manusia atau individu yang hidup
berkumpul secara bersama-sama (men live together). Dari tahap tersebut, akibat masyarakat yang
hidup bersama itu mulailah berkembang suatu persekutuan intelektual (intellectual communion)
di antara mereka yang semakin meningkat kualitasnya dengan adanya bantuan bahasa
(speech/language). Kemudian, dari tahap tersebut berkembang lagi menjadi satu kesatuan
masyarakat yang merdeka (the unity of people independence) dan setelah tercapainya tahap
tersebut, satu hukum (one law) yang mengatur masyarakat telah terbentuk.

Mengenai perkembangan hukum dalam masyarakat, Savigny memberikan tiga tahap


perkembangannya secara evolutif dari hukum positif. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai
berikut. Pertama merupakan tahap ketika hukum positif masih dalam bentuk aslinya, yang dapat
diidentifikasi langsung dari sumbernya yaitu volkgeist. Di volkgeist terdapat keyakinan
masyarakat, simbol-simbol yang sifatnya relasional dalam masyarakat, ada semangat untuk
menata kehidupan dalam keteraturan, kedamaian dan bercita-cita untuk mencapai keadilan.
Tahap kedua adalah ketika sebuah bangsa telah lebih matang dalam berbangsa. Elemen politis
tetap bertahan akan tetapi kemudian diformat dalam lembaga legislasi dan ilmu hukum dan
menjadi hukum positif yang terartikulasi secara tertulis. Tahap kedua inilah tercapai suatu
puncak dari hukum rakyat. Tahap ketiga adalah tahap ketika hukum tak lagi mendapat dukungan
dari rakyat. Hukum menjadi monopoli bagi kelompok tertentu saja yang elitis dan menjadi alat
legitimasinya.

Tokoh pemikiran filsafat hukum historis asal Inggris adalah Sir Henry James Sumner
Maine. Ia melihat bahwa suatu masyarakat berkembang secara evolusioner, dimulai dari tipenya
yang tradisional yang dikonstruksikan sebagai satuan-satuan kehidupan yang berupa keluarga-
keluarga sedarah atau ikatan kerabat, ke tipe yang modern (bersifat sekular dan teritorial). Di
dalam ikatan kerabat, satuan kerabat dipimpin oleh seorang kepala suku dengan seorang laki-laki
(susunan patriarkial). Persoalan-persoalan yang sering muncul adalah bagaimana menjaga
keseimbangan antara para kepala suku yang masing-masing mempunyai kekuasaannya sendiri-
sendiri yang dilakukan berdasarkan norma-norma tradisional (hukum adat dan agama menjadi
satu). Ia juga merumuskan perkembangan tersebut sebagai perubahan dari status ke kontrak,
sebagai pencerminan perubahan dari ikatan tradisional ke arah kebebasan perorangan.

Maine juga memberikan pemikirannya mengenai pergerakan evolutif hukum. Ada lima
tahap laju perkembangan dan pembuatan hukum. Tahap pertama adalah hukum dibuat dalam
budaya yang sedemikian patriarkis dan mendasarkan dirinya pada perintah personal sang
penguasa. Tahap kedua adalah tahap di mana hukum dimonopoli oleh sekelompok aristokrat dan
elit masyarakat yang memiliki hak istimewa tertentu, yang disebutkan olehnya sebagai
customary law (hukum adat/kebiasaan). Tahap ketiga adalah tahap ketika customary law yang
ada coba dikodifikasikan karena konflik yang terjadi di antara beberapa masyarakat pelindung
hukum adat yang bersangkutan. Tahap keempat adalah tahap di mana hukum adat mulai ingin
dikontekstualisasikan dengan kondisi masyarakat dam zaman yang mulai berkembang, dengan
pertolongan fiksi hukum, prinsip kesamaan, dan lembaga legislasi. Tahap kelima adalah tahap
ketika ilmu hukum memegang peranan yang besar untuk membentuk hukum.

Anda mungkin juga menyukai