PENDAHULUAN
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan
jurisprudence, atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah ilmu hukum,
sebagaimana diketahui bahwa untuk menyebut ilmu hukum tidak dipergunakan istilah
the science of law. Megenai penggunaan istilah jurisprudence tersebut, maka perlu
dilihat penjelasan Peter Mahmud Marzuki:
Untuk menghindari ketidaktepatan, dalam bahasa Inggris digunakanlah istilah jurisprudence
dan bukan the science of law untuk suatu disiplin yang pokok bahasannya adalah hukum.
Istilah jurisprudence berasal dari bahasa latin iuris, yang merupakan bentuk jamak dari ius,
yang artinya hukum yang dibuat oleh masyarakat dan kebiasan dan bukan perundangundangan dan prudentia, yang artinya kebijaksanaan atau pengetahuan. Jurisprudence,
dengan demikian berarti kebijaksanaan yang berkaitan dengan hukum atau pengetahuan
hukum. 1
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, maka dalam tulisan ini akan dibahas mengenai
apa sebenarnya ilmu hukum tersebut, meliputi pengertian umum ilmu hukum, .
PEMBAHASAN
A. Pengertian Umum Ilmu Hukum
Ilmu hukum melibatkan pembelajaran atas pertanyaan-pernyataan teoretis umum
tentang keadaan sebenarnya dari hukum dan sistem hukum, tentang hubunganhubungan hukum terhadap keadilan dan moralitas dan keadaan sosial dari hukum.2
1
2
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), hal 12.
S.n., Nature of Jurisprudence (S.l.: S.n., S.t.), hal 5.
Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki menjelaskan bahwa jurisprudence (1) dapat
didefinisikan secara luas sebagai semua yang bersifat teoretis tentang hukum dan (2)
metode studi hukum dalam arti umum.3
B. Sifat Ilmu Hukum sebagai sebuah Disiplin
Dalam menjadi sebuah ilmu pengetahuan, metodologi ilmu hukum pernah
dibandingkan dengan metodologi dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan
sosial, di mana dalam kedua kelompok bidang ilmu pengetahuan tersebut sangat
dipentingkan bahwa untuk mendapatkan status ilmiah, sebuah ilmu pengetahuan
haruslah dapat menciptakan pengetahuan yang bersifat empiris. Terhadap
perbandingan metodologi tersebut kemudian muncul pandangan terhadap ilmu
hukum antara lain: (1) ilmu pengetahuan sosial naturalistik dan (2) ilmu hukum
empiris (yang kemudian oleh Meuwissen disebut sebagai kaum positivis4).
Jadi sebenarnya dimana letak ilmu hukum? Ilmu hukum tidak mempelajari materi
sebagaimana ilmu pengetahuan alam. Ada pun ilmu pengetahuan sosial mempelajari
manusia, namun bidang kajiannya adalah kebenaran empiris (nyata, dapat dihitung,
dan dapat dianalisis secara ilmiah), ilmu sosial tidak memberikan ruang untuk
menciptakan konsep hukum5, sementara dalam ilmu hukum dikenal adanya
dogmatik hukum. Ilmu hukum juga tidak dapat dimasukkan dalam bidang
humaniora yang tidak memberikan tempat untuk mempelajari hukum sebagai aturan
tingkah laku sosial, dan hanya terkait dengan etika dan moralitas. Ilmu hukum tidak
pula dapat dimasukkan dalam ruang lingkup filsafat, walau pun keadilan (yang
merupakan unsur esensial dalam hukum) termasuk dalam ruang lingkup filsafat,
tetapi filsafat tidak berkaitan dengan pelaksanaan keadilan. Dengan demikian ilmu
hukum merupakan ilmu yang berdiri sendiri, sebagaimana Peter Mahmud Marzuki
sependapat dengan Meuwissen, bahwa ilmu hukum merupakan disiplin sui generis.
3
4
5
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA