Kebenaran adalah salah satu tema yang menjadi perdebatan panajang dalam sejarah pemikiran, filsafat. Hingga zaman inipun orang masih bisa memperdebatkan tentang apa yang benar. Makna kebenaran menjadi sangat beragam tergantung titik tolak atau paradigma yang dipakai seseorang. Memang akhirnya terkesan relativisme jika semua mempunyai makna dan kebenarannya masing-masing. Sesungguhnya apa itu kebenaran? Pada tulisan ini saya akan membahas tentang tema kebenaran menurut Georg Wilhelm Hegel. Hegel dikenal sebagai salah satu filsuf Idealisme Jerman terbesar. Secara umum, terasa Hegel hendak membuat sebuah system filsafat yang ingin menjelaskan segala hal. Dalam pemaparan penjelasan nanti saya akan menyajikan pemikiran Hegel tentang fenomenologi Roh dan metode dialektika yang ia pakai dalam menjelaskan realitas. Dari pemikiran Hegel nanti akan ditemukan bahwa kebenaran adalah “Roh”, “Idea”, atau “Rasio” yang terus bergerak dan dinamis. Gerak Roh itulah yang menentukan jalannya sejarah dan realitas. Kritik atas Kebenaran Hegel - K. Marx (1843) Karena birokrasi menurut esensinya adalah negara sebagai formalisme, demikian pula sesuai dengan akhirnya. Akhir dari negara dengan demikian nampak bagi birokrasi sebagai tujuan yang menentang negara. Pikiran birokrasi adalah pikiran formal negara. Karena itu ia membuat pikiran formal negara, atau mindlessness negara yang sebenarnya, menjadi keharusan kategoris. Birokrasi menyatakan dirinya sebagai tujuan akhir negara. Karena birokrasi membuat konten formal bertujuan isinya, birokrasi menjadi konflik di mana-mana dengan tujuan sebenarnya. Oleh karena itu wajib untuk menyajikan apa yang formal untuk konten dan konten untuk apa yang formal. Tujuan negara ditransformasikan menjadi tujuan biro, atau tujuan biro menjadi tujuan negara. Birokrasi adalah lingkaran tempat tidak ada yang bisa melarikan diri. Hirarki adalah hierarki pengetahuan. Titik tertinggi mempercayakan pemahaman khusus pada eselon-eselon bawah, sedangkan ini, di sisi lain, menghargai yang tertinggi dengan pemahaman sehubungan dengan universal; dan dengan demikian mereka saling menipu. Dalam memikirkan perubahan yang demikian, harus selalu dibedakan antara perubahan materiel dari kondisi-kondisi ekonomi bagi produksi yang dapat ditentukan dengan kecermatan ilmu pengetahuan alam, dan bentuk-bentuk hukum, politik, keagamaan, estetika, atau filsafat- pendek kata, bentuk-bentuk ideologis-dalam bentuk-bentuk mana orang menjadi sadar tentang konflik ini dan berjuang untuk menyelesaikannya. Seperti pun kita tidak mendasarkan pendapat kita tentang individu atas apa yang dipikirkannya tentang dirinya, demikian pula kita tidak dapat menilai masa perubahan seperti itu atas dasar kesadarannya sendiri; bahkan sebaliknya, kesadaran ini harus lebih dijelaskan dari segi kontradiksi-kontradiksi kehidupan materiel, dari segi konflik yang ada antara kekuatan-kekuatan sosial yang berproduksi dan hubungan-hubungan produksi.