Disusun Oleh
Tjok Istri Kartika Satya Dewi
D1A017310
KELAS (A1)
(Dr. Eduardus Bayo Sili SH., M.Hum.)
1. Pengertian Hukum Perdata Internasional Menurut Beberapa Ahli
Seperti bidang kajian ilmu hukum lainnya, kajian tentang hukum perdata internasional pun
memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda di antara para tokoh. Adapun pengertian hukum
perdata internasional menurut beberapa ahli dapat disimak sebagai berikut:
1. Menurut Ray August, Hukum Perdata Internasional adalah bagian dari Hukum
Internasional yang pada intinya mengatur hak akan individual dan urusan-urusan yang
bukan bagian dari pemerintah dan intitusi yang berhubungan dengan internasional.
2. Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Perdata Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata melewati batas
negara, atau dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antar pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda.
HPI sebenarnya bukan hukum antar negara, melainkan norma hukum yang ada unsur
internasionalnya (pengaruh hukum asing). Pemberlakuan Hukum Perdata Asing dilakukan oleh
hakim nasional (Lex Fory)
Titik pertalian atau titik taut dalam HPI biasa juga disebut dengan istilah anknopingspunten
(Belanda), connecting factors atau point of contact (Inggris). Titik taut atau titik pertalian adalah
hal-hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel hukum. Titik pertautan dapat
didefinisikan sebagai: “fakta-fakta di dalam sekumpulan fakta perkara (HPI) yang menunjukkan
pertautan antara perkara itu dengan suatu tempat (negara) tertentu, dan karena itu menciptakan
relevansi antara perkara yang bersangkutan dengan sistem hukum dari tempat itu”
Titik Taut Primer
Titik pertalian primer adalah faktor-faktor atau keadaan-keadaan atau sekumpulan fakta yang
melahirkan atau menciptakan hubungan HPI. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam titik
pertautan primer yaitu:
1. Perbedaan Kewarganegaraan
Perbedaan kewarganegaraan di antara para pihak yang melakukan suatu hubungan hukum
akan melahirkan persoalan HPI. Misalnya : seorang warga negara Indonesia menikah
dengan warga negara Belanda, atau seorang warga negara Indonesia melakukan suatu
transaksi jual beli dengan seorang warga negara Jerman.
Titik Pertalian Sekunder adalah factor-factor atau sekumpulan fakta yg menentukan hukum mana
yang harus digunakan atau berlaku dlm suatu hubungan HPI.
1. Pilihan hukum
2. Tempat dilaksakan perjajian/perb hukum
3. Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum
4. Perbedaan Prinsip kewarganegaraan
5. Harta benda dalam perkawinan
6. Syarat Perkawinan
7. Pewarisan
Subjek HI
Objek HPI
Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan / diakui
oleh negara untuk mengamankan dn melindungi Lembaga lembaganya. Status personal ini
meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bersikap tindak dibidang hukum,
yang unsur-unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya. Walaupun terdapat
perbedaan mengenai status personal ini, pada dasarnya status personal adalah kedudukan hukum
seseorang yang umumnya ditentukan oleh hukum dari negara di mana ia dianggap terikat secara
permanen. Prinsip Nasionalitas menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah aturan dari
tempat seseorang berkewarganegaraan. Sedangkan Prinsip domisili (domicile) yang
dimaksudkan disini hendaknya diartikan sesuai dengan konsep yang tumbuh di dalam sistem-
sistem hukum common law, dan yang umumnya diartikan sebagai permanent home atau “tempat
hidup seseorang secara permanen.”
Dalam hal ini terdapat Alasan Negara-Negara yang Pro Prinsip Nasionalitas :
1. Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu , lebih
cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2. Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap
dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah-ubah seperti
domiili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin.
3. Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili seseorang,
karena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara
yang bersangkutan.
b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu Negara
2. Renvoi
Persoalan renvoi erat sekali kaitannya dengan persoalan prinsip nasionalitas atau domisili dalam
menentukan status personal seseorang. Terutama karena adanya perbedaan mengenai prinsip
yang dianut (nasionalitas atau domisili) di berbagai negara. Sunarjati Hartono menambahkan
bahwa persoalan renvoi tidak bisa dilepaskan atau erat sekali kaitannya dengan masalah
“kualifikasi” dan masalah “titik-titik taut”, karena memang sebenarnya ketiga persoalan tersebut
dapat dicakup dalam suatu persoalan, yaitu hukum manakah yang akan berlaku (lex causae)
dalam suatu peristiwa HPI.
Bilamana kita hanya menunjuk pada hukum intern saja, orang Jerman menyebutnya sebagai
sachnormen, penunjukkannya dinamakan sachnormverweisung. Bilamana yang dimaksud
dengan hukum asing itu adalah seluruh sistem hukum (jadi termasuk ketentuan HPI-nya) disebut
kollisionsnormen, penunjukkannya dinamakan gesamtverweisung.
Dalam setiap proses pengambilan keputusan hukum, tindakan “kualifikasi” adalah bagian dari
proses yang hampir pasti dilalui, karena dengan kualifikasi, orang mencoba untuk menata
sekumpulan fakta yang dihadapinya (sebagai persoalan hukum), mendefinisikannya, dan
kemudian menempatkannya kedalam suatu kategori yuridik tertentu. Melalui proses kualifikasi
inilah orang akan menata sekumpulan fakta dalam peristiwa hukum tersebut untuk kemudian
didefinisikan dan ditempatkan dalam suatu kategori yuridik tertentu dalam kaitannya dengan
pengambilan keputusan hukum atas persoalan hukum tersebut.
Dalam HPI, masalah kualifikasi yang merupakan masalah (classification of the cause of action)
ini ditangani secara lebih khusus, karena dalam perkara-perkara HPI orang selalu berurusan
dengan kemungkinan berlakunya lebih dari satu sistem atau aturan hukum dari 2 (dua) negara
atau lebih yang berbeda untuk mengatur sekumpulan fakta tertentu.
MACAM-MACAM KWALIFIKASI
Hukum materiil dari sang hakim adalah yang harus dipergunakan dalam kualifikasi ini. Sebagai
contoh misalnya dihadapkan pada istilah “perjanjian perkawinan”, “domisili” dan “tort”, maka
istilah tersebut didefinisikan dan diinterpretasikan berdasarkan hukum materiil dari Hakim itu
sendiri.
Pada dasarnya berdasar teori ini kualifikasi harus dilaksanakan sesuai dengan ukuran dari
keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara. Maksud dari teori ini adalah guna
menentukan kaidah HPI mana dari lex fori yang paling erat kaitannya dengan kaidah hukum
asing yang mungkin diberlakukan.
KETERTIBAN UMUM
Ketertiban umum ini menjadi bagian yang penting dalam HPI karena dalam memberlakukan
hukum asing, suatu negara terikat dengan kepentingan nasional negaranya, sehingga hukum
asing tersebut tidak harus diberlakukan oleh suatu negara, ketika dianggap bertentangan dengan
ketertiban umum. Jadi, ketertiban umum ini merupakan filter terhadap pemberlakuan hukum
asing di suatu Negara.
PENYULUDUPAN HUKUM
Ketertiban umum dan penyelundupan hukum mempunyai hubungan yang erat. Kedua-keduanya
bertujuan agar supaya hukum nasional dipakai dengan mengenyampingkan hukum asing. Hukum
asing dinyatakan tidak berlaku jika dipandang sebagai penyelundupan hukum. Kedua-keduanya
hendak mempertahankan hukum nasional terhadap kaidah-kaidah hukum asing. Perbedaan antara
ketertiban umum dan penyelundupan hukum adalah bahwa pada yang pertama kita saksikan
bahwa pada umumnya suatu hukum nasional dianggap tetap berlaku, sedangkan dalam
penyelundupan hukum kita, hukum nasional tetap berlaku itu dan dianggap tepat pada suatu
periwtiwa tertentu saja, yaitu ada seseorang yang untuk mendapatkan berlakunya hukum asing
telah melakukan tindakan yang bersifat menghindarkan pemakaian hukum nasional itu. Jadi
hukum asing dikesampingkan karena penyelundupan hukum, akan mengakibatkan bahwa untuk
hal-hal lainnya akan selalu boleh dipergunakan hukum asing itu. Dalam hal-hal khusus, kaidah
asing tidak akan dipergnakan karena hal ini dimungkinkan (pemakaian hukum asing ini) oleh
cara yang tidak dapat dibenarkan.