Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Singkat HPI adalah dimulai dari zaman Romawi,Masa Kekaisaran Romawi (Abad ke-2 hingga

abad ke-6 Masehi

Pada masa ini pola hubungan internasional masih berwujud sederhana tetapi sudah mulai tampak
dengan adanya hubungan-hubungan antara (i) warga Romawi dengan penduduk provinsi-provinsi yang
menjadi bagian dari wilayah kekaisaran karena pendudukan di mana penduduk asli provinsi-provinsi
tersebut dianggap sebagai orang asing dan ditundukkan pada hukum mereka sendiri dan (ii) penduduk
provinsi yang berhubungan satu sama lain di dalam

wilayah kekaisaran Romawi, sehingga masing-masing pihak dapat dianggap sebagai subjek hukum dari
beberapa yurisdiksi yang berbeda.

Masalah-masalah hukum yang timbul diselesaikan melalui sebuah peradilan khusus bernama Praetor
Peregirinis dengan Ius Civile yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pergaulan antarabangsa sebagai
dasar hukumnya. Ius Civile tersebut kemudian berkembang menjadi Ius Gentium dan terdiri atas hukum
privat dan hukum publik. Ius Gentium inilah cikal bakal baik hukum perdata internasional maupun
hukum internasional publik.

Terdapat tiga asas hukum perdata internasional yang lahir pada masa ini yakni (i) asas lex rei sitae atau
lex situs, mengatur tentang benda-benda tidak bergerak di tempat benda tersebut berada; (ii) asas lex
domicili, mengatur tentang hak dan kewajiban subjek hukum berdasarkan tempat tinggalnya; dan (iii)
asas lex loci contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian mengikuti hukum di mana tempat
pembuatannya.

- Teori Universal (Abad ke-19)

Ahli hukum Jerman C. G. von Wächter menilai teori statuta Italia menimbulkan ketidakpastian hukum
oleh karena sifat ekstrateritorialnya yang mengakibatkan timbulnya kewajiban hukum di negara asing.
Titik tolak penentuan hukum yang seharusnya diberlakukan dalam suatu perkara hukum perdata
internasional adalah hukum dari tempat yang merupakan tempat kedudukan dari dimulainya suatu
hubungan hukum tertentu. Dengan demikian lex fori (hukum di mana pengadilan berada) yang
seharusnya diberlakukan sebagai hukum yang berwenang dalam perkara hukum perdata internasional.

C. von Savigny kemudian mengembangkan gagasan von Wächter dengan mengasumsikan bahwa setiap
jenis hubungan hukum dapat ditentukan tempat kedudukan hukumnya dengan melihat pada hakikat
dari hubungan hukum tersebut. Bila seseorang hendak menentukan aturan hukum apa yang seharusnya
berlaku dalam suatu perkara dalam suatu hubungan hukum, hakim berkewajiban untuk menentukan
tempat kedudukan hukum dari hubungan hukum itu dengan melokalisasi tempat kedudukan hukum dari
hubungan hukum itu dengan bantuan titik-titik taut. Inilah awal mula pengembangan teori lex causae.

- Teori statuta sendiri muncul akibat meningkatnya pertumbuhan kota-kota perdagangan (stadstaten)
yang awalnya terjadi di Italia (abad 11-12 M, terutama abad 13 M) sehigga menimbulkan bergesernya
sistem personalitas daripada hukum. Berdasarkan tulisan Prof. Sudargo Gautama, hingga akhir abad 10
M dikatakan bahwa telah berlangsung sistem personalitas terutama di negara-negara eropa.
- Menurut Ulrik Huber, berdasarkan prinsip sopan santun antarnegara (comitas gentium) suatu hukum
yang harus berlaku di negara asalnya tetap memiliki kekuatan berlaku di mana-mana, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara pemberi pengakuan dan asas teritorial
adalah statuta yang dimaksud adalah hukum negara yang berlaku di dalam teritorial suatu negara.
Sehingga teori statuta Belanda ini menyatakan bahwa satuta yang berlaku adalah statuta negara itu
sendiri di wilayahnya.

2 Pengertian Kualifikasi dalam HPI

Di dalam hukum internasional, kualifikasi merupakan sebuah proses berfikir yang logisguna
menempatkan konsepsi asas-asas dan kaidah-kaidah hukum ke dalam sistem hukumyang berlaku. Di
dalam Hukum Perdata Internasional (HPI), kualifikasi lebih penting lagi,karena untuk menyelesaikan
suatu kasus, diharuskan memilih salah satu sistem hukumtertentu. Istilah kualifikasi yaituqualification,
classification, qualificatie, dll.Kualifikasi ialah kegiatan melakukan penyalinan atau menggolongkan fakta-
fakta atau peristiwa atau hubungan hukum ke dalam kotak kotak hukum yang sudah tersedia

- Di dalam HPI, masalah kualifikasi merupakan salah satu masalah yang sangat penting, karena dalam
suatu perkara HPI selalu terjadi kemungkinan pemberlakuan lebihdari satu sistem hukum untuk
mengatur sekumpulan fakta tertentu.

Kenyataan inimenimbulkan masalah utama, yaitu dalam suatu perkara HPI, tindakan kualifikasi
harusdilakukan berdasarkan sistem hukum mana dan apa di antara berbagai sistem hukum yangrelevan.
Masalah kualifikasi dalam HPI menjadi lebih rumit dibandingkan dengan proseskualifikasi dalam
persoalan-persoalan hukum intern nasional lainnya, karena:Berbagai sistem hukum seringkali
menggunakan terminologi serupa, tetapi untukmenyatakan hal yang berbeda. Misalnya, istilah domisili
dalam hukum Indonesia berarti tempat kediaman tetap

(habita residence), sedangkan dalam hukum Inggris,domisili dapat berati domisili of origin ataudomicile
of choice.

- Teori kualifikasi menurut Lex Fori

- Teori kualifikasi menurut Lex Cause

- Teori Kualifikasi Otonom

Titik taut adalah hal atau kondisi yang membuat berlakunya suatu stelsel hukum dan dibagi menjadi
dua, yaitu primer dan sekunder. Titik taut primer adalah segi dan kondisi atau sekumpulan fakta yang
melahirkan atau menciptakan pertalian Hukum Perdata Internasional, namun titik taut sekunder adalah
segi atau sekumpulan fakta yang memilih hukum mana yang b digunakan atau berlaku dalam suatu
pertalian Hukum Perdata Internasional (titik taut penentu).

3 renvoi atau yang dikenal juga sebagai doktrin penunjukan kembali merupakan suatu doktrin yang
dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya
berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara
normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae yang ditunjuk tadi Oleh karena itu,
renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem
hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan.

- Remission adalah penunjukan kembali sedangkan transmission penunjukan lebih lanjut.

4 Ketertiban umum dikenal dengan berbagai istilah seperti orde public (prancis), public policy (Anglo
Saxon), begitu juga pengertian mengenai makna dan isinnya tidak sama diberbagi negara. Prof. Sudargo
Gautama mengibaratkan lembaga ketertiban umum ini sebagai “rem darurat” yang kita ketemukan pada
setiap kereta api. Pemakainya harus secara hati-hati dan seirit mungkin karena apabila kita terlampau
lekas menarik rem darurat ini, maka kereta HPI tidak dapat berjalan dengan baik.

Lembaga ketertiban umum ini digunakan jika pemakaian dari hukum asing berarti suatu pelanggaran
yang sangat daripada sendi-sendi azasi hukum nasional hakim. Maka dalam hal-hal pengecualian, hakim
dapat menyampingkan hukum asing ini.[1]

Adanya lembaga ketertiban umum sesungguhnya tidak sesuai dengan pendirian internasionalistis
tentang hPI yang menganggap HPI bersifat supra nasional. Konsepsi ketertiban umm adalah berlainan di
masing-masing negara. Jika situasi dan konidisi berlainan, paham-paham ketertiban umum juga
berubah-ubah.

- Konsep Anglo Saxon tentang public policy ini sangat tergantung kepada kebijakan eksekutif. Contoh
perkara yang terkenal Luther v. Sagor, suatu cause célèbre yang menjadi tulang punggung bagi act of
state, doktrin Inggris berkenaan dengan pencabutan hak milik perseorangan. Dalam hal ini, pihak
yudikatif merasa dirinya terikat kepada sikap dan pendirian pihak eksekutif. Apabila perbuatan dari
suatu negara dalam melakukan pencabutan hak milik dianggap demikian biadab adanya hingga
melanggar asas hukum antar negara, maka pemerintah Inggris tidak mengakui hukum negara tersebut.
Oleh karena itu, pihak judikatif mudah untuk juga tidak mengakui tindakan-tindakan Negara tersebut
sebagai suatu yang sah. Akan tetapi, bila pihak eksekutif masih mengakui pemerintah suatu negara
tersebut dalam melakukan pencabutan hak milik tanpa ganti rugi, maka pihak judikatif akan merasa
terikat pula dengan sikap eksekutif ini, dan akan tetap menganggap pencabutan hak milik ini sebagai
suatu yang sah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menentukan apakah kaidah asing
dianggap bertentangan dengan public policy atau tidak, dipandang oleh pihak judikatif atau pun para
hakim Inggris sebagai tugas yang harus dijalankan oleh pihak eksekutif, bukan oleh hakim. Dari sini,
tampak bahwa unsur politik selalu memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kaidah
asing melanggar ketertiban umum atau tidak.Pengadilan Inggris akan menolak untuk melaksnakan hak
yang dituntut oleh hukum asing.

5 Titik Taut atau Pertalian Primer adalah faktor-faktor dan keadaan- keadaan yang menciptakan
persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI). Faktor-faktor yang menimbulkan isu HPI yaitu: 1)
kewarganegaraan, 2) domisili (de jure) atau tempat kediaman (de facto), dan 3) tempat kedudukan
badan hukum.
- Pengadilan Prancis maka menggunakan titik taut primer untuk menyelesaikannya

Anda mungkin juga menyukai