NRP : 120117026
KP: H
1
b. Asas yang menyatakan bahwa kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang ditentukan
oleh hukum personal orang tersebut. Kapasitas para pihak dalam suatu perjanjian harus ditentukan oleh
hukum personal dari masing-masing pihak.
c. Asa yang menyatakan bahwa masalah pewarisan harus diatur berdasarkan hukum personal si pewaris.
d. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum personal sang suami.
2
territorial hukum itu. Ia membedakan statuta ke dalam statua yang mengijinkan sesuatu dan yang melarang
sesuatu.
· Statuta personalia, statuta yang mempunyai lingkungan kuasa berlaku secara personal. Bahwa
statuta itu mengikuti orang (person) dimanapun dia berada.
· Statuta realia, Statuta yang mempunyai lingkungan kuasa secara terotorial. Hanya benda-benda
yang terletak di dalam wilayah pembentuk undang-undang tunduk di bawah statuta- statutanya.
· Statuta mixta, yang berlaku bagi semua perjanjian yang diadakan di tempat berlakunya Statuta
itu denga segala akibat hukumnya. Sedangkan mengenai wanprestasi dengan segala akibat
hukumnya diatur menurut Statuta di tempat perjanjian itu seharusnya dilaksanakan.
Berdasarkan doktrin Statuta tersebut kemudian dikembangkan metode berfikir HPI sebagai berikut :
1. Apabila persoalan HPI yang dihadapi menyangkut persoalan status benda, maka kedudukan
hukum benda itu harus diatur berdasarkan statuta realia dari tempat diman benada itu berada.
Dalam perkembanganya, cara berfikir realia semacam ini hanya berlaku terhadap benda tetap saja
sedang terhadap benda bergerak berlaku asas mobilia sequntuur personam.
2. Apabila persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status personal
orang tersebut harus diatur berdasarkan statute personlia dari tempat diman orang tersebut
berkediaman tetap (lex domicilii).
3. Apabila persoalan HPI ysng dihadapi berkenaan dengan bentuk dan atu akibat dari suatu
perbuatan hukum, maka bentuk dan akibat perbuatan hukum itu harus tunduk pada kaidah-kaidah
mixta dari tempat dimana perbuatan itu dilakukan.
3
E. Teori Statuta Di Belanda (Abad 17)
Teori Argentre ternyata diikuti para sarjana hukum Belanda setelah pembebasan dari penjajahan
Spanyol. Pada saat itu segi kedaulatan sangat ditekankan. Hukum yang dbuat Negara berlaku secara mutlak
di dalam wilayah Negara tersebut. Prinsip dasar yang digunakan penganut teori statuta di negeri belanda
adalah kedaulatan eksklusif Negara.
Berdasarkan ajaran D’Argentre, Ulrik Huber mengajkan tiga prisip dasar yang dapat digunakan untk
menyeesaikan perkara-perkara HPI sebgai berikut :
1. Hukum dari suatu Negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di dalam batas-batas wilayah
kedaulatannya saja
2. Sremua orang baik yang menetap maupun sementara yang berada di dalam wilayah suatu Negara
berdaulat harus menjadi subyek hukum dari Negara itu
3. Berdasarkan alas an sopan santun antar Negara (asas komitas=comity) diakui pula bahwa setiap
pemeritah Negara yang berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah berlaku di Negara asalnya akan tetap
memiliki kekuatan berlaku dimana-mana sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan subyek hukum dari
Negara yang memberikan pengakuan itu.
Selanjutnya Urik Huber menegaskan bahwa dalam menafsirkan ketiga hal tersebut harus pula
diperhatikan prinsip semua perbuatan/transakasi yuridis yang dianggap sah berdasarkan hukum dari suatu
Negara tertentu, akan diakui sah pula ditempat lain yang system hukumnya sebenarnya mengganggap
perbuatan/transaksi semacam itu batal. Tetapi perbuatan/transaksi yang dilaksanakan disuatu tempat
tetentu yang menganggapnya batal demi hukum juga dianggap batal dimanapun.
4
2. Kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat territorial dan berlaku bagi setiap orang
yang ada dalam wilayah kekuasaan suatu Negara (prinsip terotorial)
3. Asas kebebasan, yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih hukum manakah
yang akan berlaku terhadap transakasi diantara mereka (pilihan hukum)
Cita-cita Machini adalah mencapai unifikasi HPI melalui persetujuan- persetujuan internasional
swedangkan Von Savigny ingin mencapainya dalam wujud suatu HPI supra nasional.
Dalam kenyataannya hingga kini, belum dapat diadakan asas HPI yang berlaku umum. Setiap
hubungan hukum selama ini harus diselesaikan menurut caranya sendiri dan inipun bergantung pada
kebiasaan, undang-undang putusan-putusan pengadilan di dalam masing-masing masyarakat hukum.
Walaupun demikian dapat disaksikan makin bertambah banyaknya perjanjian internasional yang berusaha
menyeragamkan kaidah-kaidah HPI seperti perjanjian-perjanjian HPI Den Haag.
Pendapat selanjutnya yang dapat kita bahas adalah pendapat dari Pasquae Stanislao Manchini.
Manchini berpendapat bahwa hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya. Pendapat
Manchini menjadi dasar mazhab Italia yang berkembang kemudian. Menurut mazhab Italia ini ada dua
macam kaidah dalam setiap sistem hukum, yaitu :
a. Kaidah hukum yang menyangkut kepentingan perseorangan;
b. Kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga ketertiban umum (public order).
Berdasarkan pembagian kaidah hukum tersebut Manchini mengemukakan tiga asas
HPI, yaitu :
a. Kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warganegara dimanapun dan
kapanpun juga (prinsip personil);
b. Kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat teritorial dan berlaku bagi setiap orang
yang ada dalam wilayah kekuasaan suatu negara (prinsip teritorial);
c. Asas kebebasan, yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih hukum
manakah yang akan berlaku terhadap transaksi diantara mereka
(pilihan hukum).