Anda di halaman 1dari 7

MATERI KULIAH HUKUM PERDATA

A. Pengantar Hukum Perdata

1. Pengertian Hukum Perdata


Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perseorangan yang
memiliki karakter mengatur dengan tujuan melindungi kepentingan individu (individual
interest). Secara yuridis formal, KUHPerdata terdiri dari 4(empat) buku, yaitu buku I
mengatur tentang orang (van Perrsonen) mulai Pasal 1 s/d 498, buku II mengatur tentang
benda (van Zaken) mulai Pasal 499 s/d 1232, buku III mengatur tentang perikatan (van
Verbintenissen) mulai Pasal 1233 s/d 1864, dan buku IV mengatur tentang pembuktian
dan Kadaluwarsa (van Bewijs en Verjaring) mulai Pasal 1865 s/d 1993. Namun
berdasarkan sistematika ilmu hukum, sistematika hukum perdata terbagi atas hukum
perorangan (Personenrecht), bagian kedua tentang hukum keluarga (Familierecht), bagian
ketiga tentang hukum harta kekayaan (Vermogenrecht), dan bagian keempat tentang
hukum waris (Erfrecht) (Tan Kamelo,2011:11). Berlakunya hukum perdata di Indonesia
tidak terlepas dari banyaknya pengaruh kekuatan politik liberal di Belanda yang mencoba
berupaya melakukan perubahan-perubahan yang mendasar di dalam tata hukum kolonial,
kebijakan ini dikenal dengan sebutan de bewiste rechtspolitiek.
Berdasarkan asas konkordansi, maka kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi
contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi mengenai Hukum
Perdata disahkan melalui Koninklijk Besuit tanggal 10 April 1838 dengan Staatsblad
1838 Nomor 12 yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1838, dan melalui
pengumuman Gubernur jendral Hindia Belanda tanggal 3 Desember 1847, dinyatakan
bahwa sejak Tanggal 1 Mei 1848 B.W berlaku di Indonesia (PN Simanjuntak, 2014:5).
Eksistensi hukum acara perdata sebagai hukum formil, mempunyai kedudukan penting
dan strategis dalam upaya menegakkan hukum perdata (materiil) di lembaga peradilan.
Sebelum memahami hukum perdata lebih jauh lagi, maka perlu dijelaskan terlebih
dahulu pengertian hukum perdata, ruang lingkup pengaturan, dan sejarah pengaturannya
di Indonesia. Hal ini disebabkan sampai dengan saat ini masih berlaku pluralisme di
bidang hukum perdata yang menjadi sumber pengaturan hukum perdata.
Pluralisme hukum perdata disebabkan pengaturan hukum perdata selain
bersumber pada KUH Perdata, juga bersumber pada Hukum Islam dan Hukum adat
sepanjang belum diatur dalam ketentuan baru yang merupakan produk legislasi nasional
dan berlaku secara nasional. Ketentuan hukum perdata yang merupakan produk legislasi
nasional antara lain Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-
Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Adapun ketentuan hukum yang masih bersifat plural disebabkan belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan nasional adalah hukum waris. Hukum waris
pengaturannya masih bersifat plural yang bersumber pada hukum waris perdata yang
diatur dalam KUH Perdata, hukum waris Islam yang diatur dalam hukum Islam, dan
hukum waris adat yang diatur dalam hukum adat. Pemberlakuan hukum perdata yang
bersifat plural tersebut berlaku hingga saat ini tergantung dari golongan penduduk yang
tunduk pada peraturan tersebut. Untuk golongan penduduk Eropa dan Timur Asing
Tionghoa, tunduk pada ketentuan KUH Perdata. Untuk mereka yang beragama Islam
tunduk pada Hukum Islam. Sedangkan pribumi yang bukan beragama Islam dan masih
terikat pada hukum adat maka berlaku hukum adat setempat. Untuk mengetahui ruang
lingkup hukum perdata maka dapat mengacu pada pendapat para ahli hukum (doktrin)
maupun sistematika pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata). Dalam modul ini dijelaskan perbandingan ruang lingkup hukum perdata
menurut doktrin dan menurut KUH Perdata. Dijelaskan pula kedudukan KUH perdata,
pasca Indonesia merdeka, baik berdasarkan Konstitusi UUD 1945, maupun pendapat para
ahli hukum.
2. Sistematika Hukum Perdata
Hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum sekarang ini dibagi menjadi
empat bagian, yaitu hukum:
a. Tentang diri seseorang (hukum perorangan);
Hukum perorangan memuat peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum,
peraturan perihal percakapan untuk memiliki hak dan percakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal yang mempengaruhi
kecakapan. Merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur mengenai
kedudukan orang mengenai manusia sebagai subjek hukum, kecakapan
bertindak dalam lalu lintas hukum, catatan sipil, ketidakhadiran, dan domisili.
Termasuk kedudukan badan hukum sebagai subjek hukum perdata.
b. Kekeluargaan;
Hukum keluarga merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur
hubungan hukum bersumber pada pertalian keluarga, misalnya perkawinan,
kekuasaan orang tua, perwalian, dan pengampuan.
c. Kekayaan terbagi atas hukum kekayaan yang absolut, hukum kekayaan yang
relatif;
Hukum kekayaan merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur
antara subjek hukum dan harta kekayaannya atau mengatur mengenai hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hukum kekayaan yang absolut
berisi hak kebendaan, yaitu hak yang memberi kekuasaan langsung atas suatu
benda dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Hukum kekayaan yang
relatif berisi hak perorangan, yaitu hak yang timbul dari suatu perikatan dan
hanya dapat dipertahankan terhadap pihak-pihak tertentu saja.
d. Waris.
Hukum waris merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur peralihan
hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan dari si pewaris kepada sekalian
ahli warisnya beserta akibat-akibatnya.
3. Hakekat, Sifat, Tujuan dan Fungsi Hukum Perdata
- Hakekat:
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu atau
badan hukum yang satu dengan yang lainnya dalam kegiatan yang bersifat
pribadi dan sukarela. Hukum Perdata juga mengatur tentang kepemilikan, hak
milik, dan hak-hak lain atas benda-benda yang dapat dikuasai.
- Sifat:
Hukum Perdata bersifat privat, artinya hukum ini mengatur hubungan antara
individu atau badan hukum yang satu dengan yang lainnya dalam kegiatan
yang bersifat pribadi dan sukarela. Hukum Perdata juga bersifat formal,
artinya hukum ini mengatur hubungan antara individu atau badan hukum yang
satu dengan yang lainnya berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
- Tujuan:
Tujuan dari Hukum Perdata adalah untuk melindungi hak-hak individu atau
badan hukum dalam kegiatan yang bersifat pribadi dan sukarela. Hukum
Perdata juga bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara individu atau
badan hukum yang satu dengan yang lainnya.
- Fungsi:
- Fungsi dari Hukum Perdata adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi
individu atau badan hukum dalam kegiatan yang bersifat pribadi dan sukarela.
Hukum Perdata juga berfungsi untuk menyelesaikan sengketa antara individu
atau badan hukum yang satu dengan yang lainnya.

B. Sejarah Terbentuknya KUHPerdata.


Keberlakuan dan keberadaan hukum perdata di Indonesia sebenarnya tidak terlepas dari
sejarah bangsa Indonesia. Sebelum bangsa penjajah atau Kolonial Belanda masuk ke Indonesia,
Bangsa Indonesia yang ketika itu terdiri dari kerajaan besar dan kecil telah memiliki sistem
hukumnya sendiri-sendiri. Sistem hukum tersebut dikenal dengan hukum adat yang umumnya
berupa hukum tidak tertulis. Di beberapa daerah yang mayoritas penduduknya Islam ketika itu
tidak dapat dipungkiri terdapat ketentuan hukum adat yang berlaku banyak diwarnai oleh
ketentuan hukum Islam. Di Wajo, misalnya hukum waris menggunakan hukum Islam dan hukum
adat, keduanya menyatu dan hukum adat menyesuaikan diri dengan hukum Islam. Pada waktu
itu untuk daerah tertentu Aceh misalnya atau pada zaman pemerintahan Sultan Agung hukum
Islam diberlakukan sebagai hukum resmi Negara. Dengan demikian, sebelum Belanda
menginjakkan kakinya di Bumi Indonesia telah berlaku dua sistem hukum, yaitu hukum adat dan
hukum Islam. Ketika Belanda menginjakkan kaki dan menjajah Indonesia keberlakuan hukum
adat dan hukum Islam di Indonesia tetap dipertahankan, hal tersebut tercermin dari politik
hukum pemerintah Kolonial Belanda ketika itu yang tertuang dalam Pasal 131 I.S.
Ketentuan tersebut memuat berikut ini:
1. Hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana,
harus diletakkan dalam Kitab UU atau kodifikasi.
2. Terhadap golongan Eropa harus diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ada di Negeri Belanda dalam hukum perdata sebagai penerapan asas Konkordansi.
3. Bagi orang Indonesia Asli dan Timur Asing, ketentuan perundang-undangan Eropa dalam
bidang hukum perdata dan hukum dagang dapat diberlakukan, apabila kebutuhan mereka
menghendaki.
4. Orang Indonesia Asli dan Timur Asing diperbolehkan menundukkan dirinya kepada hukum
yang berlaku bagi orang Eropa, baik sebagian maupun seluruhnya.
5. Hukum adat yang masih berlaku untuk orang Indonesia asli dan Timur Asing tetap berlaku
sepanjang belum ditulis dalam UU.
Berdasarkan hal tersebut jelas pemberlakuan ketentuan Hukum Belanda di Indonesia
tidaklah menghapus sistem hukum yang telah ada sebelumnya. Hal ini sebenarnya berkaitan
dengan politik adu domba “device et ampera” yang dijalankan Pemerintah Kolonial Belanda.
Dengan pemberlakuan politik Hukum Belanda tersebut maka terjadi pengotak-ngotakan hukum
dan golongan penduduk di Indonesia. Hal ini tercermin dengan pemberlakuan Pasal 163 IS yang
berasal dari Pasal 109 RR baru yang menyatakan bahwa dalam hubungan berlakunya BW di
Indonesia, penduduk di Hindia Belanda dibagi dalam 3 golongan berikut ini . 1. Eropa. 2. Timur
Asing. 3. Bumi Putera.
Termasuk dalam golongan Eropa adalah orang-orang Belanda dan orang-orang yang
berasal dari Eropa dan orang Jepang beserta keturunannya. Masuknya orang Jepang ke dalam
golongan Eropa didasarkan adanya perjanjian antara Nederlands dan Jepang dalam lapangan
perdagangan dan perkapalan, yang memberikan harapan kepada Jepang bahwa bangsa Jepang
akan dipersamakan dengan orang Eropa di Hindia Belanda. Termasuk dalam golongan Eropa
juga adalah mereka yang memiliki asas-asas hukum yang sama sebagaimana diatur dalam BW,
yaitu Amerika, Kanada, Afrika Selatan, dan Australia berikut keturunannya baik yang sah
maupun yang disahkan berdasarkan UU.
Yang termasuk dalam golongan timur asing adalah golongan Tionghoa dan orang Asia
lainnya termasuk pada India, Pakistan, dll. Bagi mereka berlaku KUHPerdata yang berkaitan
dengan hukum kekayaan diatur dalam Staat Blad No. 79 Tahun 1855. Dengan Staat Blad No.
129 Tahun 1917, bagi golongan timur asing Tionghoa berlaku seluruh KUHPerdata kecuali
bagian 2 dan 3 titel IV Buku I KUHPerdata mengenai upacara-upacara yang mendahului
perkawinan. Untuk golongan timur asing non-Tionghoa tetap berlaku ketentuan tersebut di atas.
Bagi golongan pribumi yaitu orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku
hukum adat sementara dalam hal dikehendaki golongan pribumi tersebut dapat menundukkan
diri kepada KUHPerdata berdasarkan Staat Blad 1917 No. 12. Pada masa pemerintahan Jepang
KUHPerdata tetap berlaku hal tersebut dimungkinkan atas dasar ketentuan UU No. 1 Tahun
1842, karena ketentuan KUHPerdata tersebut tidak bertentangan dengan pemerintah bala tentara
Jepang.
C. Sumber-sumber Hukum Perdata
Sumber-sumber Hukum Perdata adalah asal mula atau tempat di mana Hukum Perdata
ditemukan. Sumber hukum perdata dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber hukum materiil dan
sumber hukum formil. Berikut adalah beberapa sumber-sumber Hukum Perdata:

1. Sumber hukum materiil adalah tempat di mana materi hukum itu diambil. Sumber dalam
arti materiil adalah sumber dalam arti "tempat" di mana hukum materiil berasal.
Beberapa contoh sumber hukum materiil di Indonesia antara lain:
- Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB): Merupakan sumber hukum yang
mengatur prinsip-prinsip dasar dalam pembentukan dan penerapan hukum di
Indonesia
- Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
Merupakan sumber hukum yang mengatur hubungan antara individu-individu
dalam masyarakat, termasuk mengenai hak dan kewajiban, perjanjian, dan
tanggung jawab hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Werboek van Koopandel):
Merupakan sumber hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang
timbul dalam kegiatan perdagangan
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: Merupakan sumber hukum yang mengatur
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia
- Pancasila: Menurut Fais Yonas Bo’a, Pancasila juga termasuk salah satu
sumber hukum materiil di Indonesia, karena merupakan situasi sosial
ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), perkembangan
internasional, dan keadaan geografis
Sumber hukum materiil ini menentukan isi hukum, yakni tempat di mana hukum materiil
berasal. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum,
kondisi sosial-ekonomi, sejarah, sosiologi, hasil penelitian ilmiah, filsafat tradisi, agama, moral,
perkembangan internasional, geografis, politik hukum, dan lain-lain.
2. Sumber Hukum Formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan
dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Sumber
hukum formal meliputi beberapa jenis, yaitu:
- Undang-Undang: Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
lembaga legislatif, yaitu DPR dan DPRD. Undang-undang memiliki kekuatan
hukum yang sangat kuat dan mengikat seluruh warga negara Indonesia
- Peraturan Pemerintah: Merupakan peraturan yang dibuat oleh Presiden
bersama-sama dengan Menteri Kabinet. Peraturan Pemerintah memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, namun lebih spesifik dan
terbatas pada bidang tertentu
- Peraturan Presiden: Merupakan peraturan yang dibuat oleh Presiden untuk
mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan administratif. Peraturan Presiden
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan peraturan pemerintah
- Peraturan Daerah: Merupakan peraturan yang dibuat oleh DPRD Provinsi atau
DPRD Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah memiliki kekuatan hukum yang
sama dengan peraturan pemerintah, namun hanya berlaku di wilayah provinsi
atau kabupaten/kota tertentu
- Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, dan Keputusan
Bupati/Walikota: Merupakan peraturan yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang dalam lingkup tugas dan wewenangnya. Keputusan ini memiliki
kekuatan hukum yang lebih rendah dibandingkan dengan undang-undang,
peraturan pemerintah, dan peraturan daerah
Sumber hukum formal ini menentukan kekuatan hukum dari suatu peraturan hukum.
Sumber hukum formal ini juga dapat digunakan oleh hakim dalam memutuskan sebuah perkara.
Namun, doktrin yang belum digunakan oleh hakim belum dapat dianggap sebagai sumber hukum
formal. Doktrin harus memenuhi syarat tertentu, yaitu doktrin yang telah menjadi putusan hakim.
D. Subjek Hukum Perdata
Subjek hukum perdata adalah segala sesuatu yang kepadanya dapat menanggung hak dan
kewajiban. Kemampuannya dalam menanggung hak dan kewajiban ini, maka hanya subjek
hukum saja yang dapat melakukan perbuatan hukum. Di Indonesia, terdapat dua subjek hukum
perdata, yaitu manusia dan badan hukum.

- Manusia: Seseorang dianggap sebagai subjek hukum sejak lahir hingga


meninggal dunia, bahkan terdapat perluasan hak subjek hukum bagi orang
yang belum lahir. Namun, dalam peraturan perundang-undangan Indonesia,
terdapat berbagai ketentuan usia minimal seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan hukum atau memperoleh hak.
- Badan Hukum: Badan hukum adalah suatu badan yang memiliki kekayaan
sendiri dan dapat melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan
tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan.
Badan hukum dapat berupa badan hukum perdata atau badan hukum publik.
Badan hukum perdata adalah badan hukum yang didirikan oleh orang atau
beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan badan hukum
publik adalah badan hukum yang didirikan oleh negara atau pemerintah
daerah
Sumber hukum perdata yang mengatur mengenai subjek hukum perdata di Indonesia
antara lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, terdapat juga hukum perdata Islam
di Indonesia yang mengatur mengenai waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf,
zakat, dan infak.

Anda mungkin juga menyukai