Anda di halaman 1dari 34

TUGAS RESUME

NAMA : ANANDA SRI INTAN PERMATA


NIM : 182621537
SEMESTER/KELAS :4A
PRODI : HUKUM KELUARGA ISLAM
MATA KULIAH : HUKUM PERDATA
DOSEN PEMBIMBING : Sri Ika Mulia, MH
PENGANTAR HUKUM PERDATA
1. Definisi Hukum Perdata
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof.
Djojodiguno sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu
burgerlijkrechtWetboek (B.W) pada masa pendudukan Jepang. Di
samping istilah itu, sinonimhukum perdata adalah civielrecht dan
privatrecht. Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut.
Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19
adalah, “Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat
esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik
dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang
minimal bagi kehidupan pribadi” Pendapat lain yaitu Vollmar, dia
mengartikan hukum perdata adalah, “Aturan-aturan atau norma-norma
yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang
tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari
orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai
hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas” Hukum perdata merupakan
salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki
subjek hukum. Subjek adalah pelaku. Subjek hukum ada dua, yaitu
manusia dan badan hukum (PT, firma, yayasan, dan sebagainya).Hukum
perata ada karena kehidupan seseorang didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, bagik hubungan berdasarkan kebendaan atau hubungan yang
lain. Manusia.
Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal:
a) Hukum Perdata Material Pengertian hukum perdata material
adalah menerangkan perbuatanperbuatan apa yang dapat dihukum
serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum
materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan
atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian
ditujukan kepada isi peraturan.
b) Pengertian hukum perdata formil adalah menunjukkan cara
mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan
dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara
menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula hukum
Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan
kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.

2. Bagian-bagian Hukum Perdata


Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata dapat dibagi dalam
empat bagian, yakni:
1. Hukum perorangan: mengatur manusia sebagai subjek hukum, serta hal-
hal tentang kecakapan untuk memiliki hak dan bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum keluarga: mengatur hubungan yang muncul karena kekeluargaan,
seperti perkawinan beserta harta kekayaan antara suami dan istri,
hubungan antara orang tua dan anaknya, hubungan antara wali dan anak,
serta pengampunan.
3. Hukum harta kekayaan: mengatur hubungan hukum yang dapat dinilai
dengan uang. Hukum ini meliputi hak mutlak dan hak perorangan. Hak
mutlak adalah hak yang berlaku pada tiap orang, yang meliputi hak hak
kebendaan dan hak mutlak. Sementara hak perorangan adalah hak yang
hanya berlaku terhadap seorang atau satu pihak tertentu saja.
4. Hukum waris: mengatur tentang harta benda seseorang jika ia meninggal.
Hukum waris mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.

3. Sejarah Hukum Perdata


Sumber pokok hukm perdata (Burgerlijkrecht) iyalah Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (Burgerljk Wetboek), disingkat KUHPer (B.W.)
KUHPer sebagian besar adalah hukum perdata prancis, yaitu Code
Napoleon tahun 1811-1838; akibat penduduk prancis di Belanda, berlaku
di Negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
resmi. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam
penyusunanya mengambil karangan-karanngan pengarang-pengarang
bangsa prancis mengenai hukum Romawi (Corpus Juris Ciivlis), yang
pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Juga
unsure-unsur hukum kanoniek (hukum agama Katolik) dan hukum
kebiasaan setempat mempengaruhinya. Setelah pendudukmPrancis
berakhir, oleh pemerintah Belenda dibentuk suatu panitia yang di ketuai
oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum
perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagaian besar
“Code Napoleon” dan sebagian kecil hukum belanda Kuno. Kemudian
diresmikan pada 1 Oktober 1838 yang mengeluarkan Burgerilijk Wetboek
(KUHPer) dan Wetboek van Koophandel ( KUH Dagang).

HUKUM ORANG
1. Manusia sebagai subjek hukum
Semua manusia pada saat ini merupakan subjek hukum,
pada masa dahulu tidak semua manusia itu sebagai subjek hukum
hal ini ditandai dengan adanya perbudakan. Beberapa ketentuan
yang melarang perbudakan dapat dilihat dalam Magna Charta,
Bill of Right. Di Indonesia terlihat dalam Pasal 27 UUD 1945,
Pasal 7(1) KRIS 1949 dan Pasal 7 (1) UUDS, Pasal 10 KRIS dan
Pasal 10 UUDS. Tidak semua manusia pribadi dapat menjalankan
sendiri hak-haknya. Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa
pada dasamya semua orang cakap kecuali oleh UU dinyatakan
tidak cakap. Orang-orang yang dinyatakan tidak cakap menurut
UU adalah : orang-orang yang belum dewasa, mereka yang
ditaruh di bawah pengampunan serta perempuan yang telah
kawin. Selanjutnya menurut Pasal 330 KUH Perdata ditentukan
bahwa orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum
berumur 21 tahun atau belum menikah. Orang yang ditaruh di
bawah pengampuan menurut ketentuan Pasal 433 dan Pasal 434
KUH Perdata adalah orang yang senantiasa berada dalam keadaan
keborosan, lemah pikiran dan kekurangan daya berpikir seperti
sakit ingatan, dungu, dungu disertai dengan mengamuk.
Sementara itu untuk perempuan yang telah kawin, sejak
dikeluarkannya UU No. I Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka
kedudukannya sama dengan suamiriya, artinya cakap untuk
melakukan perbuatan hukum dalam lapangan hukum harta
kekayaan. Berakhirnya status manusia sebagai subjek hukum
adalah pada saat meninggal dunia. Dulu ada kematian perdata
sekarang tidak ada. Pasal 3 KUHPerdata menyatakan bahwa tidak
ada satu hukumanpun yang mengakibatkan kematian perdata.
2. Badan hukum sebagai subjek hukum
Badan hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai
gejala dalam hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia
berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia
pribadi. Selain manusia yang secara kodrati merupakan subjek hukum,
hukum juga mengakui eksistensi badan hukum atau rechtspersoon
sebagai badan hukum, yang berkedudukan sebagai pendukung hak
dan kewajiban. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat
memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan
perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka
pengadilan. Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan
Badan Hukum (rechtpersoon) yang berarti orang (persoon) yang
diciptakan oleh hukum. Rechtspersoon biasa disebut sebagai badan
hukum yang merupakan persona ficta atau orang yang diciptakan oleh
hukum sebagai persona.
Dalam peraturan di Indonesia, istilah yang resmi digunakan adalah
badan hukum, istilah ini dapat ditemukan dalam peraturan
perundangundangan berikut:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok
Agraria;
b. . Peraturan Pemerintah Peng-ganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1960 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara;
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara;
d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
dan sebagainya.
Pada umumnya, ahli hukum tidak sependapat dengan
menempatkan pengaturan badan hukum di dalam Buku III KUH
Perdata. Badan hukum yang pada dasarnya merupakan subyek hukum
tidaklah tepat dimasukkan dalam hukum perikatan, walau sebagian
dari badan hukum tersebut lahir dari perjanjian. Namun demikian
tidaklah tepat pula bila badan hukum yang merupakan subyek hukum
diatur bersama-sama dengan subyek hukum manusia. Badan hukum
merupakan persoon karena hukum dan struktur badan hukum yang
menopang eksistensi badan hukum adalah struktur hukum, berbeda
dengan manusia yang struktur manusia sama sekali bukan persoalan
hukum.

3. Pengertian, Teori, Pembagian Peraturan, Syarat-syarat dan


Perbuatan Badan Hukum
Pengertian Badan Hukum
Badan hukum adalah perkumpulan/organisasi yang oleh hukum
diperlakukan seperti manusia sebagai pengemban hak dan kewajiban
atau organisasi/kelornpok manusia yang mempunyai tujuan terlentu
yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Disamping manusia
sebagai pembawa hak (subjek hukum), di dalam hukum terdapat pula
badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki
hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti layaknya
seorang manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu
mempunyai kekayaan sendiri,ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan
perantaraan pengurusnya,dapat digugat dan dapat juga menggugat di
muka hakim. Badan atau perkumpulan yang demikian itu dinamakan
badan hukum atau rechtspersoon, yang berarti orang yang diciptakan
oleh hukum.
Teori Badan Hukum
a. Teori Fiksi, Teori ini dikemukakan oleh Frederich Carl von
Savigny pada permulaan abad 19. Teori ini menyatakan
bahwa badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan
merupakan sesuatu yang konkrit. Hukum memberikan
kepada subjek hukum hak-hak suatu kekuasaan dan
menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacht). Adapun
badan hukum hanyalah buatan negara yang sebenarnya
tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam
bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal. Adapun
yang menjadi wakil-wakil dalam melakukan perbuatan
adalah manusia yang ada dalam badan hukum tersebut.
Oleh sebab itu teori ini dikenal sebagai teori fiksi.
b. Teori organ,Teori ini dikemukakan oleh Otto von Gierke
(1841-1921). Badan hukum itu seperti manusia, menjadi
penjelmaan yang benarbenar dalam pergaulan hukum.
Teori organ memandang teori organ badan hukum
merupakan een bestaan, dat hun realiteit dari konstruksi
yuridis seolah-olah sebagai manusia yang sesungguhnya
dalam lalu lintas hukum yang juga mempunyai kehendak
sendiri yang dibentuk melalui alat-alat kelengkapannya
yaitu pengurus dan anggotanya dan sebagainya.
c. Teori Kekayaan,Badan hukum menurut teori kekayaan
bertujuan bukanlah terdiri dari anggota-anggota yang
merupakan subjek hukum, namun badan hukum ini terdiri
atas harta kekayaan tertentu yang terlepas dari yang
memegangnya atau onpersoonlijk. Sehingga dapat
dijelaskan teori harta kekayaan bertujuan ini melihat
bahwa pemisahan kekayaan badan hukum dengan
kekayaan anggotanya dimaksudkan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Harta kekayaan ini menjadi milik dari
perkumpulan yang bersangkutan, yang menyebabkan
perkumpulan ini menjadi subjek hukum.
d. Teori tentang harta kekayaan,Teori ini mengajarkan
tentang harta kekayaan yang dimiliki seseorang dalam
jabatannya (ambtelijk vermogen) yaitu suatu hak yang
melekat pada suatu kualitas.50Teori zweck vermogen
ataupun doel vermogens theorie mengembangkan pendapat
bahwa badan hukum merupakan badan yang mempunyai
hak atas harta kekayaan tertentu yang dibentuk untuk
tujuan melayani kepentingan tertentu.
e. Teori kekayaan bersama,Teori Kekayaan Bersama ini
adalah suatu konstruksi yuridis dari
kepentingankepentingan anggota, dengan demikian hak
dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban
serta tanggung jawab hukum dari anggota secara bersama-
sama. Konsekuensi yuridisnya bahwa harta kekayaan
badan hukum adalah milik bersama seluruh anggota.
f. Teori Kenyataan Yuridis atau Juridische
Realiteitsleer,menurut teori ini,badan hukum merupakan
kelompok yang kegiatan dan aktivitasnya diakui hukum
(seperate legal recognition) dari kegiatan dan aktivitas
individu kelompok yang terlibat dalam badan hukum.
Mengenai bertindaknya badan hukum ini dilakukan dengan
per-antaraan orang. Ciri yang ditemukan dalam badan
hukum berdasarkan teori ini adalah:
a. Memiliki kepribadian hukum atau personalitas hukum
(legal personality) yang berbeda dan terpisah (distinct and
separate) dari kepribadian hukum individu personnya;
b. Hukum memperbolehkan penerapan tanggung jawab
terbatas (limited liability) hanya sebatas harta kekayaan
badan hukum, serta dalam hal melakukan gugatan ataupun
digugat atas nama badan hukum;
c. Memiliki pengurus yang bertindak mengurusi kegiatan
(management) badan hukum, serta mewakili
(representative) badan hukum di muka hukum.

Pembagian Peraturan Badan Hukum

a. Badan Hukum Publik ( Publiek rechtspersoon)


Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan oleh negara
untuk kepentingan publik atau negara.badan-badan hukum ini merupakan
badan-badan negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.
b. Badan Hukum Privat (privaat rechtspersoon)
Badan hukum privat/badan hukum keperdataan adalah badan hukum yang
didirikan untuk kepentingan individu. Badan hukum ini merupakan badan
hukum milik swasta yang didirikan oleh individu-individu untuk tujuan
tertentu dan seusai menurut hukum yang berlaku secara sah.

Syarat-syarat Badan Hukum


Wirjono Prodjodikoro mensyaratkan dua hal, yaitu: kebutuhan
masyarakat dan ketentuan undang-undang. Soenawar Soekowati merujuk
pada pendapat Meijers dari Juridische Realiteitsleer untuk menetapkan
suatu badan sebagai badan hukum maka harus memenuhi kriteria berikut:

1) harus ada harta kekayaan yang terpisah, lepas dari kekayaan


anggotaanggotanya;
2) harus ada kepentingan yang diakui dan dilindungii oleh hukum;

3) kepentingan tersebut harus stabil untuk jangka waktu yang panjang;

4) harus ada tujuan untuk mencapai kepentingan-kepentingannya yang terpisah


dari kepentingan para anggotanya.

HUKUM PERIKATAN

A. Pengertian Perikatan
Kesepakatan 2 pihak/lebih perjanjian. Kesepakatan tidak boleh
dilakukan secaara paksa atau ada paksaan.

Pengertian Perikatan Menurut Para Ahli:

1. Hofmann
Perikatan adalah merupakan suatu hubungan hukum antara sejumlah
subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara
tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
2. Pitlo
Perikatan adalah merupakan suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi.
3. Vollmar
Memberikan penjelasan bahwa perikatan itu akan ada selama seseorang itu
(debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan
terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
Jadi perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau
dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan
kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan
debitur atau si berhutang.

B. Pengaturan hukum perikatan


Hukum Perikatan diatur dalam Buku KUH Perdata. Aturan mengenai
perikatan meliputi bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum meliputi
aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353),
dan Bab IV KUH Perdata yang belaku bagi perikatan umum. Adapun
bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V
sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi perjanjian-
perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab
bersangkutan. Pengaturan nama didasarkan pada “sistem terbuka”,
maksudnya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja, baik yang
sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam
Undang-Undang.
C. Sumber-sumber hukum perikatan
Menurut KUH Perdata, dasar hukum perikatan berasal dari tiga sumber
sebagai berikut :
a. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
Kedua pihak debitur dan kreditur dengan sengaja bersepakat saling
mengikatkan diri, dalam perikatan mana kedua pihak mempunyai hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak debitur wajib memenuhi
prestasi dan pihak kreditur berhak atas prestasi.
b. Perikatan yang timbul dari undang-undang.
Hak dan kewajiban debitur dan kreditur ditetapkan oleh Undang-
Undang. Pihak debitur dan kreditur wajib memenuhi ketentuan
Undang-Undang. Undang-Undang mewajibkan debitur berprestasi dan
kreditur berhak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban
Undang-Undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi, berarti pelanggaran
Undang-Undang.
c. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrecht matigedaad) dan perwakilan sukarela (zaak
waarneming).
D. syarat-syarat perikatan
dalam perikatan,ada beberapa syarat perikatan:
1) kesepakatan: tidak ada paksaan,tidak ada penipuan,kesilapan
2) kecakapan hukum: 21 th atau sudah menikah
3) suatu hal tertentu: objek harus jelas
4) suatu sebab yang halal bukan haram
halal yang dimaksud disini bukan menurut islam melainkun
menurut UU,kesusilaan, ketertiban umum.
Syarat 1 dan 2 adalah subjektif
Syarat 3 dan 4 adalah objektif
1 dan 2 tidak terpenuhi bisa diminta pembatalan
3 dan 4 tidak terpenihi batal demi hukum.

WANPRESTASI
A. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara
kreditur dengan debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji
dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Seorang
debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau
terlambat memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.
Kata lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji
yang dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan
isiperjanjian, isi ataupun melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan
apa yang sesungguhnya tidak boleh dilakukannya.
B. Akibat Wanprestasi
Penetapan debitur diselesaikan dalam KUHPerdata pasal 1238 yang
berbunyi sebagai berikut:
"Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis telah dinyatakan lalai, atau derni perikatannya
sendiri jika lID menetapkan bahwa SI berutang akan harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Istilah "akibat hukum" mengacu pada setiap tindakan yang diambil
untuk menangani suatu akibat yang telah disetujui oleh hukum dan
telah disepakati oleh pelaku serta pengatur hukum. Dapat juga berarti
akibat hukum adalah segala akibat yang tersebut dalam berbagai
perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek
hukum atau akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian
tertentu oleh hukum yang ditentukan ataupun dianggap sebagai akibat
hukum.

C. Cara penyelesaian Wanprestasi


Jika wanprestasi telah terjadi, satu-satunya pilihan adalah melakukan
somasi/teguran pada tindakan ingkar janji tersebut. Pernyataan/teguran
ini berguna untuk berkomunikasi dengan organisasi yang telah
membuat komitmen mengenai kewajiban yang harus dipenuhi sesuai
jadwal.
Kewajiban kontrak yang tidak dilaksanakan tidak mengakibatkan
debitur tercipta atau otomatis letak merta di dalam kawasan
wanprestasi. Kreditur harus melakukan proses pendahuluan metodis
yang melibatkan penyampaian pesan tertulis (somasi) kepada debitur
untuk membawa subjek ke ranah wanprestasi. Dalam bidang doktrin
dan yurisprudensi, surat peringatan ini dikenal dengan istilah somasi.
somasi biasanya diberikan tiga kali, yaitu: Somasi I, Somasi II, dan
Somasi III. Namun, Somasi I dan Somasi II juga dapat diberikan
(Terakhir). Somasi pertama umumnya berupa peringatan yang masih
bersifat lunak, cara kredit biasanya masih mempertahankan bahwa
peringatan debitur akan dengan sukarela melaksanakan isi somasi.
Somasi paling sedikit tiga kali dilakukan oleh kreditur. Jika jumlah ini
tidak dibayar, kreditur berkewajiban untuk mengirimkan korespondensi
terkait kepada pemroses pembayaran. Dan itu akan tergantung pada
apakah debitur itu wanprestasi atau bukan, menurut pengadilanlah.
Somasi adalah janji yang dibuat oleh satu pihak (kreditur) kepada pihak
lain (debitur) agar mereka dapat memenuhi kewajibannya sesuai
dengan syarat-syarat perjanjian. Kalimat ini tertulis dalam Pasal 1238
KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

HUKUM BENDA

A. Pengertian Benda
Dalam KUH Perdata, pengertian benda sebagai objek hukum tidak hanya
meliputi barang yang berwujud, namun juga barang yang tidak berwujud,
meskipun sebagian besar pasal-pasal dalamBuku II KUH Perdata mengatur
mengenai benda dalam arti berwujud. Sistem hukum benda adalah sistem tertutup,
artinya orang tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan yang baru selain yang
sudah ditetapkan dalam undang-undang. Jadi hanya dapat mengadakan hak
kebendaan terbatas pada yang sudah ditetapkan dalam undang-undang saja.Ini
berlawanan dengan sistem hukum perjanjian atau perikatan, yang menganut
sistem terbuka, artinya orang dapat mengadakan perikatan atau perjanjian
mengenai apapun juga, baik yang sudah ada aturannya dalam undang-undang
(KUH Perdata, KUH Dagang, peraturan khusus), maupun yang belum ada
pengaturannya sama sekali. Hukum benda adalah peraturan yang mengatur
tentang hak-hak kebendaan dan barang-barang tak terwujud (immaterial).

Menurut Van ApelDoorn, hukum kebendaan adalah peraturan mengenai


hak-hak kebendaan. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan
ruang lingkup hukum benda itu yang mengatur pengertian benda, pembedaan
macam-macam benda dan macam-macam hak kebendaan.menguasai sesuatu
benda di dalam tangan siapapun benda itu.

B. Pembedaan macam-macam benda


a. Benda bergerak (roerende zaken). dapat dibedakan atas:
1) Benda bergerak karena sifatnya (Pasal 509 KUH Perdata) ialah
benda yang dapat dipindahkan. Misalnya: meja, kursi dll., atau
dapat dipindah dengan sendirinya, misalnya: ternak.
2) Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511
KUH Perdata) ialah hak-hak atas benda yang bergerak misalnya,
hakmemungut hasil atas benda bergerak, hak pemakaian atas
benda bergerak, hak atas surat surat berharga.
b. Benda tak bergerak (on roerende zaken).dapat dibedakan atas:
1) Benda tak bergerak menurut sifatnya: tanah dan segala sesuatu
yang melekat di atasnya misalnya: pohonpohon, tumbuh-
tumbuhan.
2) Benda tak bergerak menurut tujuannya harus bersatu dengan
benda tak bergerak, misalnya: pada pabrik: segala sesuatu yang
menyatu dengan pabrik (mesin dan pabrik), pada perkebunan:
segala sesuatu yang digunakan sebagai pemanfaatan perkebunan
atau perikanan (ikan dalam kolam), pada rumah kediaman:
seperti kaca dan paku-paku yang yang bersatu dengan dinding.
3) Benda tak bergerak menurut ketentuan undang-undang:
berwujud hak-hak atas benda-benda yang tak bergerak,
misalnya: hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak
memakai atas benda tak bergerak dll.
C. Pembedaan Hak Kebendaan
Dari berbagai-bagai bentuk hak–hak kebendaan maka dapat
menggolongkannya atas :
1. Hak Kebendaan yang sempurna, yaitu hak milik Hak Milik
menurut Undang-undang adalah merupakan hak yang terkuat
dan terpenuh serta merupakan hak yang turun menurun.
2. Hak Kebendaan yang terbatas yaitu hak kebendaan lain selain
hak milik seperti hak guna usaha/ erfpacht,hak guna
bangunan/opstal,hak pakai, hak membuka tanah,hak sewa dsb
3. Hak kebendaan yang memberikan jaminan (tentang jaminan bila
dengan sistem fidusia untuk benda bergerak maka telah diatur
lebih lanjut dalam UU No. 42 Tahun 1999 dan tentang jaminan
benda tidak bergerak diatur dalam UU. No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan, dan gadai/pand.
4. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan, yaitu hak milik
dan bezit.

HUKUM PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Dalam Bahasa Indonesia, “Perkawinan” berasal dari kata “Kawin” yang
menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut
juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya
mengumpulkan, saling memasukan, dan digunakan arti bersetubuh
(wathi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti bersetubuh
(coitus), juga untuk arti akad nikah. Pengertian Perkawinan Menurut
Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dalam Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Perkawinan menurut syara‟ nikah adalah akad serah terima antara laki-
laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama
lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang
sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Para ahli fiqih berkata,
zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan di dalamnya
mengandung kata; inkah atau tazwij.
B. Syarat-syarat Perkawian
Syarat nikah menjadi proses yang harus dilalui oleh calon pengantin
sebelum melangsungkan pernikahan secara legal. Di Indonesia telah
terdapat beberapa syarat nikah yang harus dilengkapi oleh calon
mempelai baik pria maupun perempuan, termasuk di antaranya
biaya pernikahan. Masalah biaya sebagai salah satu syarat nikah,
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2014 Tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2004 tentang
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Agama (Depag), menikah di KUA tidak dipungut
biaya.
Perlu diperhatikan bahwa proses melengkapi syarat nikah ini dapat
berbeda tergantung dengan agama yang Anda anut, status
kenegaraan, rumah ibadah atau lokasi pernikahan dilaksanakan, dan
ketentuan dari kantor kelurahan di mana Anda akan menumpang
nikah. Perhatikan baik-baik setiap syarat nikah yang ditetapkan,
seperti dokumen kependudukan, dan segeralah melengkapinya,
bahkan jika memungkinkan, lakukan sebelum merencanakan detail
pernikahan lainnya.

C. Akibat hukum Perkawinan


Anak yang lahir dari perkawinan,adalah anak sah (Pasal 42 UU nomor
1 tahun 1974). Suami menjadi waris dari istri dan sebaliknya istri
menjadi waris bagi suaminya,apabila salah seorang meninggal dalam
perkawinan.Dilarang jual beli antara suami istri (Pasal 1464 KUH
Perdata).Dilarang mengadakan perjanjian perburuhan antara suami istri
(Pasal 1601 KUH Perdata).Dilarang memberikan (hibah) benda-benda
atas nama antara suami istri (Pasal 1678 KUH Perdata). Suami tidak
boleh menjadi saksi dalam perkara istrinya atau sebaliknya.
Suami tidak dapat dituntut atas beberapa kejahatan terhadap istrinya
atau sebaliknya (Pasal 370,376,394,404 ayat (2) dan pasal 411 KUH
Pidana).

Perkawinan yang tidak dicatatkan sangat merugikan bagi istri dan, baik
secara hukum maupun sosial. Secara hukum, perempuan tidak dianggap
sebagai istri sah. Ia tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami
jika ditinggal meninggal dunia. Selain itu sang istri tidak berhak atas
harta gono-gini jika terjadi perceraian, karena secara hukum
perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Secara sosial,
Perempuan yang perkawinan yang tidak dicatatkan sering dianggap
menjadi istri simpanan. Selain itu status anak yang dilahirkan dianggap
sebagai anak tidak sah.

D. Putusnya Perkawinan
Putusnya pernikahan adalah istilah hukum yang digunakan dalam
UU Perkawinan untuk menjelaskan "perceraian" atau berakhirnya
hubungan perkawinan antara seorang laki-laki degan perempuan
yang selama ini hidup sebagai suami istri. Untuk maksud perceraian
itu fiqh menggunakan istilah furqah. Penggunaan istilah ''putusnya
perkawinan" ini harus dilakukan secara hati-hati, karena untuk
pengertian perkawinan yang putus itu dalam istilah fiqh digunakan
kata "ba-in", yaitu satu bentuk perceraian yang suami tidak boleh
kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad
nikah yang baru. Ba-in itu merupakan satu bagian atau bentuk dari
perceraian, sebagai lawan pengertian dari perceraian dalam bentuk
raf'iy, yaitu bercerainya suami dengan istrinya namun belum dalam
bentuknya yang tuntas, karena dia masih mungkin kembali kepada
mantan istrinya itu tanpa akad nikah baru selama istrinya masih
berada dalam iddah atau masa tunggu. Setelah habis masa tunggu
itu ternyata dia tidak kembali kepada mantan istrinya, baru
perkawinannya dikatakan putus dalam arti sebenamya, atau yang
disebut ba-in.

HUKUM KELUARGA
A. Keturunan

UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,Lebih menitik beratkan pada


hubungan darah yang menutamakan garis keturunan dari ayah dan ibu (parental,
bilateral). Hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan dari ayah dan
kedudukan suami lebih utama daripada istri(parental),Dalam perkawinan Anak
yang belum 21 tahun bila ingin menikah harus mendaopat ijin ortu (ayah dan ibu )
ps 6 ayat 2,larangan adanya perkawinan yang mempunyai hubungan
darah,perkawinan sisyim jujur,rumah kediaman ditentukan oleh bersama suami
dan istri. Dalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) mengartikan
perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqa
ghaliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.

Pengertian Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,


Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Kekuassan Orang Tua (Ourdelijkemacht)


Kekuasaan orang tua terhadap anak adalah kekuasaan orang tua terhadap
pribadi anak, harta kekayaan anak dan kewajiban memelihara dan memberikan
bimbingan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. Dalam hukum, terutama
perdata barat, terhadap anak yang belum dewasa terdapat 2 kemungkinan :

1. Anak dibawah kekuasaan orang tua


2. Anak dibawah perwalian
Kekuasaan orang tua menurut UU no. 1 tahun 1974 pasal 47
menetapkan:
1. Anak belum berumur 18 tahun
2. Belum pernah kawin.

Ada kemungkinan seorang anak baru 16 tahun, namun sudah kawin


(melakukan perbuatan hukum) berarti ia cakap melakukan perbuatan hukum
meskipun ia tidak termasuk dewasa. Terhadap kekuasaan orang tua ini, B.W.
masih berlaku sepanjang tidak / belum diatur ( pasal 66 UU No.1 tahun 1974 ).
Kekuasaan orang tua tidak hanya sebatas pada diri anak-anak, tetapi juga terhadap
harta benda yang dimiliki oleh anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan sebagai
seorang subjek hukum perdata, seorang manusia, bahkan seorang anak yang
masih dibawah umur maupun yang masih di dalam kandungan, dimungkinkan
sudah memiliki harta kekayaan sebagaimana yang diatr dalam Pasal 48 UU No. 1
Tahun 1974, entah karena warisan atau karena adanya hibah untuk anak tersebut
dan sebagainya.

Kekuasaan orang tua menurut B.W. terjadi kekuasaan orang tua sepanjang
perkawinanbapak dan ibu ( pasal 299 B.W. ) . Jadi apabila orang tua cerai, tidak
ada kekuasaan orang tua, melainkan di bawah perwalian. Demikian pula, apabila
salah satu dari oarang tua meninggal dunia, maka anak di bawah perwalian.
Tegasnya, menurut B.W. kekuasaan orang tua berada di tangan orang tua, sedang
yang melaksanakan adalah bapak ( pasal 300 B.W. ) .Disamping kekuasaan orang
tua terjadi sepanjang perkawinan bapak dan ibu, ketentuan lainnya adalah sampai
dewasa dan tidak dibebaskan / dipecat dari kekuasaan orang tua.Isi kekuasaan:
1. Terhadap diri anak (orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak)
2. Terhadap harta benda anak
Berdasarkan SEMA Nomor 07 Tahun 2012, tentang akibat perceraian,
berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 UUP, dengan adanya perceraian tidak
menjadikan kekuasaan orang tua berakhir dan tidak memunculkan Perwalian
(bandingkan dengan Pasal 299 KUHPerd), Hakim harus menunjuk salah satu dari
kedua orang tua sebagai pihak yang memelihara dan mendidik anak tersebut
(Pasal 41 UUP).

C. Perwalian (Voogdji)

Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak
berada dibawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak
tersebut diatur walian.

Perwalian menurut KUH Perdata yaitu pada Pasal 330 ayat (3) menyatakan:
“Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua,
berada dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana teratur dalam
bagian ketiga,keempat, kelima dan keenam bab ini”.

Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan perwalian itu ada beberapa


pengertian diantaranya:

Menurut Prof. Subekti S.H mengatakan Perwalian (voogdij) adalah


pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur
oleh undang-undang.

Menurut Riduan Syahrani bahwa perwalian itu sama halnya seperti orang-
orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan
(curatele) dalam melakukan perbuatan – perbuatan hukum diwakili oleh orang
tuanya, kecuali atau pengampunya sedangkan penyelesain hutang – hutang
piutang orang-orang yang dinyatakan pailit dilakukan oleh balai harta
peninggalan.

Anak yang berada di bawah perwalian adalah :

a. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai
orang tua
b. Anak sah yang orang tuanya sudah bercerai
c. Anak yang lahir diluar perkawinan (natuurlijk kind).

Pada umumnya dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali saja.
Kecuali, apabila seorang wali-ibu (moedervoogdes) kawin lagi, dalam hal mana
suaminya menjadi medevoogd. Seorang yang oleh hakim diangkat menjadi wali,
harus menerima pengangkatan itu, kecuali jika ia seorang isteri yang kawin atau
jika ia mempunyai alasan-alasan menurut undang-undang untuk minta dibebaskan
dari pengangkatan itu

Alasan-alasan itu antara lain jika ia, untuk kepentingan Negara harus
berada di luar Negeri, jika ia adalah seorang anggota Tentara dalam dinas aktif,
jika ia sudah berusia 60 tahun, jika ia sudah menjadi wali untuk seorang anak lain
atau jika ia sudah mempunyai lima orang anak sah atau lebih.

Ada golongan orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali. Mereka itu,
ialah orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang di bawah
curatele, orang yang telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua, jika
pengangkatan sebagai wali itu untuk anak yang menyebabkan pencabutan
tersebut. Lain dari itu, Kepala dan anggota-anggota Balai Harta Peninggalan
(weeskamer) juga tak dapat diangkat menjadi wali, kecuali dari anak-anaknya
sendiri.

Seorang wali diwajibkan mengurus kekayaan anak yang berada dibawah


pengawasannya dengan sebaik-baiknya dan ia bertanggungjawab tentang
kerugian-kerugian yang ditimbulkan karena pengurusan yang buruk. Dalam
kekuasaannya, ia dibatasi oleh Pasal 393 B.W. yang melarang seorang wali
meminjam uang untuk si anak. Ia tak diperkenankan pula menjual, menggadaikan
benda-benda yang bergerak, surat-surat sero dan surat-surat penagihan dengan
tidak mendapat izin lebih dahulu dari hakim. Selanjutnya seorang wali,
diwajibkan, apabila tugasnya telah berakhir, memberikan suatu penutupan
pertanggungjawaban ini dilakukan pada si anak, apabila ia telah menjadi dewasa
atau pada warisnya jika anak itu telah meninggal.

D. Pendewasaan(handliching)
Pendewasaan atau perlunakan adalah suatu upaya hukum yang digunakan
untuk meniadakan keadaan minderjarigheid, baik untuk keseluruhannya,
maupun untuk hal-hal tertentu. dengan kata lain pendewasaan adalah suatu
daya upaya hukum untuk menempatkan seorang yang belum dewasa
(minderjarigheid) menjadi sama dengan orang yang telah dewasa
(meerderjarigheid), baik untuk tindakan tertentu maupun untuk semua
tindakan. Sehingga ia memiliki kedudukan yang sama dengan orang dewasa.
Ada dua macam pendewasaan, yaitu
1. Pendewasaan sempurna, adalah pendewasaan yang meniadakan keadaan
minderjarigheid untuk keseluruhan. Pendewasaan yang sempurna
diperoleh melalui surat pernyataan sudah meerderjarig (venia aetatis) dari
presiden setelah mendapat pertimbangan dari mahkamah agung.
Permohonan untuk mendapatkan venia aetatis dapat diajukan apabila yang
bersangkutan paling tidak sudah berumur 20 tahun. Melalui pendewasaan
yang sempurna ini ia diperkenankan untuk bertindak sendiri dalam lalu
lintas hukum seolah-olah ia sudah meerderjarig (pasal 424 burgerlijk
wetboek).
2. Pendewasaan terbatas, merupakan pendewasaan yang diberikan hanya
untuk hal-hal tertentu (pasal 426 burgerlijk wetboek). Sesuai dengan
ketentuan pasal 426 burgerlijk wetboek, pendewasaan terbatas hanya
diberikan kepada anak-anak yang sudah genap berumur 18 tahun.
Sebelum memberikan pendewasaan, pengadilan akan terlebih
dahulu mendengar orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau
wali, dan wali pengawas bila anak tersebut berada di bawah
perwalian.pendewasaan terbatas diberikan untuk memberikan hak-hak
tertentu seperti yang dimiliki oleh orang-orang yang sudah meerderjarig.

E. Pengampunan (curatele)
Pengampuan atau dikenal juga dengan istilah Curatele
adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya
lantas dianggap tidak cakap dalam berbagai hal untuk bertindak di
dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna
menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenankan
seseorang agar dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang
berada dibawah pengampuan.Pengampuan dalam Pasal 433 Kitab
UndangUndang Hukum Perdata ialah: “Setiap orang dewasa, yang
selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap
harus ditaruh dibawah pengampuan, pun jika ia kadangkadang
cakap mempergunakan pikirannya.
Karena diatur dalam satu bagian dengan kekuasaan orang
tua dan perwalian maka pengampuan memiliki persamaan dan
perbedaan antara satu dengan yang lain. Persamaannya ialah bahwa
kesemua itu mengawasi dan menyelenggarakan hubunganhukum
orang-orang yang dinyatakan tidak cukup bertindak, sedangkan
perbedaannya adalah pada kekuasaan orang tua, kekuasaan asli
dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri yang masih dalam ikatan
perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa; pada
perwalian pemeliharaan dan bimbingan dilaksanakan oleh wali,
dapat salah satu ibunya atau bapaknya yang tidak dalam ikatan
perkawinan lagi atau orang lain terhadap orangorang dewasa,
sedangkan pada pengampuan bimbingan dilaksanakan oleh kurator
(yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk) terhadap orang-
orang dewasa yang karena suatu sebab diyatakan tidak cakap
bertindak dalam lalu lintas hukum.

HUKUM WARISAN

A. Pengertian warisan pada umumnya

Dalam literatur hukum Indonesia sering digunakan kata “waris” atau


warisan. Kata tersebut berasal dari bahasa Arab akan tetapi dalam praktek lebih
lazim disebut “Pusaka”. Bentuk kata kerjanya Warastra Yasiru dan kata
masdarnya Miras. Masdar yang lain menurut ilmu sasaf masih ada tiga yaitu
wirsan, wirasatan dan irsan. Sedangkan kata waris adalah orang yang mendapat
warisan atau pusaka.

Dalam KUH Perdata (BW) menurut Pasal 830 “Pewarisan hanya terjadi
karena apabila ada kematian”. Apabila belum ada kematian maka belum terjadi
warisan. Wiryono Prodjodikoro mengatakan:“warisan adalah soal apakah dan
bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang
masih hidup.”

Di sini dapat diartikan bahwa pewarisan akan berlangsung apabila pewaris


sudah meninggal dunia dan pewaris meninggalkan harta warisan.Menurut pakar
hukum Indonesia, Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris diartikan
sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan
itu kepada orang lain (ahli waris).

B. Hak mewarisi menurut undang-undang dan Pembagiannya


Hukum waris adalah peraturan Hukum yang mengatur perpindahan
harta kekayaan dari pewaris kepada para ahli waris. Dalam hal pembahagian
warisan terlihat sangat sederhana sekali dan hal yang biasa, dalam benak
kebanyakan masyarakat bila ada kematian maka yang terpikir yaitu warisan
atau harta yang ditingalkan. Namun pembahagian harta warisan tidak semudah
yang kita bayangkan, sebab banyak hal yang harus diperhatikan agar tidak
terjadi masalah Hukum. Ketidak tauan semua para ahli waris dalam masalah
Hukum waris membuat banyak nya terjadi ketidak adilan dalam pembahagian
warisan. Ada pula sebahagian masyarakat tidak mengetahui Hukum mana yang
mengatur tentang pembahagian warisan mereka. Sehingga sering warisan
menjadi seperti ada defenisi yang berkembang di masyarakat yaitu bagi rata
saja kan adil. Hal ini penulis melihat kebiasaan yang tertib dalam hal
pembahagian warisan yang dilakukan oleh golongan Tionghoa sehingga yang
sering di ingat masyarakat pembahagian warisan itu adalah secara Hukum
perdata. Untuk itu Penulis ingin menguraikan tentang apakah itu Hukum waris
perdata.

C. Menerima atau menolak warisan


Menurut Kompilasi Hukum Islam. (KHI) pada pasal 171 Huruf (a).
Yang dimaksud hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan berapa
bagiannya masing-masing.
Hukum kewarisan Islam sebagai bagian dari hukum Islam,
mempunyai sumber hukum yang sama dengan sumber hukum. Islam.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu.
Dalam kepustakaan hukum Islam, sumber hukum Islam, kadang-kadang
disebut dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum
Islam. Menurut Imam Syafi’i dalam kitab Al-Risalah fi Ushul Al-Figh
sumber hukum Islam ada empat yaitu: (1) Al-Qur’an: (2) As-Sunnah atau
Al-Hadis, (3)Al-Ijma dan (4) Al-Qiyas Al-lima dan Al-Qiyas itu
sesungguhnya adalah jalan atau metode atau cara yang dipergunakan oleh
akal pikiran manusia baik sendiri-sendiri dalam melakukan analisa (qiyas)
maupun secara bersama-sama mencapai suatu konsensus (ima) dalam
usaha menemukan atau menentukan kaidah hukum, dan akal pikiran
manusia dalam kepustakaan disebut arra ‘yu atau ijtihad, Menurut
Arijulmanan, sumber hukum Islam terdiri dari: (1) Al-Qur'an, (2) Sunnah
Rasul, dan (3) ijtihad."

D. Harta peninggalan yang tidak terurus

Berdasarkan pasal 1126, 1127, 1128 KUH Perdata, maka istilah Harta Tak
Terurus berarti “Jika suatu suatu warisan terbuka, tiada seorangpun menuntutnya
ataupun semua ahli waris yang terkenal menolaknya, maka dianggaplah warisan
itu sebagai tak terurus”

Bila batasan pengertian harta peninggalan tak terurus tersebut di atas di analisa
dengan cermat, dapat diketahui beberapa unsur yang membentuk pengertian harta
tak terurus, yaitu:

1. Adanya orang yang meninggal dunia

2. Adanya harta yang ditinggal oleh almarhum

3. Tidak ada ahli waris, atau jika ada, para ahli waris menolak warisan
tersebut

4. Tidak terdapat bukti otentik yang berisikan pengurusan harta peninggalan


itu.

Pada dasarnya proses pengurusan harta peninggalan tidak terurus tidak jauh beda
dengan proses pengurusan harta yang dinyatakan tidak hadir berawal dari
Penetapan Pengadilan tentang Ketidakhadiran orang tersebut, maka pengurusan
harta peninggalan tak terurus bertolak dari proses pemeriksaan harta peninggalan
seseorang yang telah meninggal dunia yang akta kematiannya diperoleh dari
Kantor Catatan SIpil.

Apabila dalam pemeriksaan terdapat unsur seperti tersebut di atas, maka demi
hukum Balai Harta Peninggalan berkewajiban untuk mengurus harta tersebut
antara lain dengan melakukan pendaftaran budel. Bila dirasa perlu, maka Balai
Harta Peninggalan dapat melakukan penyegelan atas harta tersebut.

Pembuktian dan Lewat Waktu


A. Pengertian Pembuktian
Pasal 1865 menjelaskan pembuktian pada umumnya ialah setiap orang
yang mengaku mempunyai suatu hak,atau menunjuk suatu peristiwa untuk
meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain,wajib
membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
pembuktian merupaka tindakan yang dilakuakn oleh para pihak dalam
suatu sengketa.pembuktian ini bertujuan untuk menetapkan hukum
diantata kedua belah pihak yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh
suatu kebenaran yang memiliki nilai kepastian,keadilan,dan kepastian
hukum.
Hukum pembukian merupakan salah satu bidang hukum yang cukup tua
umurnya.hal ini karena manusia dan masyarakat seprimitif apapun
dia,pada hakikatnya memiliki rasa keadilan,di mana rasa keadilan tersebut
akan tersentuh jika ada putusan hakim yang menghukum orang yang tidak
berhak dalam suatu persengketaan.agar tidak sampai di putuskan secara
keliru seperti itu,dalam suatu proses peradilan di perlukan pembuktian-
pembuktian.pembuktian dalam ilmu hukum merupakan suatu proses baik
dalam acara perdata,acara pidana maupun secara acara lannya,dimana
dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah,di lakukan tindakan dengan
prosedur khusus untuk mengetahui apakah suatu fakta atau
pernyataan,khususnya fakta atau pernyataan yang di persengketakan di
pengadilan yang di ajukan dan di nyatakan oleh salah satu pihak dalam
prose pengadilan itu benar atau tidak seperti yang di nyatakan itu.
B. Alat-alat pembuktian
Pembuktian dalam tataran hukum memilki tingkat urgensi yang
utama.ketika bersengketa di depan hakim,keyakinan hakim terbangun dari
alat-alat bukti yangdiajukan di depan persidangan.alat-alat bukti itu harus
kuat,cukup syarat,validitasnya tidak di ragukan.
Pasal 1866 KUH Perdata menyatakan alat dan pembuktian meliputi :
1. Bukti tertulis
Pengertian alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang
memuat tandatanda baca dimaksud mencurahkan isi hati dan buah
pikiran di pergunakan sebagai pembuktian. Jenis-jenis “ bukti tertulis “
atau surat atau akta yang telah diatur di dalam hukum acara perdata
membagi ke dalam tiga jenis dan memiliki nilai pembuktian yang
berbeda,jenis-jenisnya yakni:

a. Akta otentik
Pengertian Akta Otentik telah ditentukan di dalam pasal
1868 KHUPerdata,yakni “ suatu akta otentik ialah suatu akta
yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau di hadapan pejabat umumm yang berwenang untuk itu di
tempa akta itu dibuat.” Contoh akta otentik diantarana sertifikat
hak atas tanah yang diterbitkan oleh BPN,putusan hakim,akta
jual beli (AJB) yang diterbitkan oleh pejabat pembuat akta tanah
(PPAT) dan lain-lain.
b. Surat dibawah tangan
Pengertian akta dibawah tangan dapat dilihat di dalam pasal
1869 KHUPerdata,yakni “suatu akta yang tidak dapat
diperlakukan sebagai akta otentik,baik karena tidak berwenang
atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun
karena cacat dalam bentuknya,mempunyai kekuatan sebagai
tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para
pihak.”surat di bawah tangan ini memiliki ciri atau kekhasan
tersendiri,berupa:
1. Bentuknya bebas
2. Pembuatannya tidak harus dihadpan pejabat umum.
3. Tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama tidak
disangkal oleh pembuatnya,artinya bahwa isi dari akta
tersebut tidak perlu dibuktikan lagi kecuali ada yang
bisa membuktikan sebaliknya (menyangkal isinya).
4. Dalam hal harus dibuktikan,maka pembuktian tersebut
harus dilengkapi juga dengan saksi-saksi & bukti
lainnya.oleh karena itu,biasanya dalam akta di bawah
tangan,sebaiknya dimasukkan 2 orang sanksi yang
sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian.
c. Surat biasa
Surat biasa ini dalam beberapa literatur diterangkan sebagai
surat yang dalam penulisannya tidak diniatkan atau tidak
ditujukan akan dijadikan bukti baik di depan maupun di luar
persidangan,tetapi jika suatu saat surat itu digunakan sebagai
bukti maka itu bersifat kebetulan saja.contoh surat menyurat
antara dua sahabat yang dipisahka oleh jarak,surat seorang anak
di perantauan kepada orang tuanya untuk menginformasikan
tentang keadaan dan lain-lain.
2. Bukti saksi
Menurut darwan prinst saksi adalah “orang yang memberikan
keterangan/kesaksian di depan persidangan mengenai apa yang mereka
ketahui,lihat sendiri,dengar sendiri atau alami sendiri yang dengan
kesaksia itu akan menjadi jelas suatu perkara.” Saksi yang di hadirkan
di hadapan hakim bertujuan untuk menguatkan peristiwa yang
didalilkan di depan persidangan.jumlah saksi yang dihadirkan dapat
minimal dua orang dewasa dan cakap hukum,keterangan satu saksi di
depan persidangan tidak dapat dipercaya sepanjang tidak didukung
dengan alat bukti yang lain,sesuai ketentuan pasal 1905 KUH Perdata
yang menyatakan “keterangan seorang saksi saja tanpa alat
pembuktian lain,dalam pengadilan tidak boleh dipercaya.”
3. Persangkaan
Alat bukti yang diakui di dalam hukum adalah “persangkaan” yang
dalam pasal1915 KUH Perdata diberi pengertian yakni “persangkaan
ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik
dari suatu peristiwa yangdiketahui umum ke arah suatu peristiwa yang
tidak diketahui umum.ada dua persangkaan,yaitu persangkaan yang
berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan
undang-undang.”dalam berbagai leteratur,ketentuan pasal di atas
dimaknai bahwa persangkaan ini terbagi dua jenis yakni persangkaan
undang-undang dan persangkaan hakim.
Persangkaan hakim adalah kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari
suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang
tidak diketahui umum,seperti fakta-fakta yang terungkap di
persidangan yang dijadikan dasar hakim untuk menyusun
pertimbangan hukum di dalam putusannya,dari fakta itu hakim akan
meletakan hukumnya dan menjatuhkan putusan.sedangkan
persangkaan undang-undang telah dimaksudkan di dalam pasal 1916
KUH perdata yang menerangkan bahwa persangkaan undang-undang
ialah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus untuk
undang-undang,dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau
peristiwa-peristiwa tertentu
4. Pengakuan
pengakuan itu ada di utarakan di depan hakim dan ada yang tidak
di hadapan hakim atau di luar persidangan.pengakuan di depan hakim
adalah persidangan mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna,baik diungkapkan sendiri maupun melalui seorang kuasa.hal
itu seperti dinyatakan di dalam ketentuan pasal 1925 KUH perdata
yang isinya menyatakan “pengakuan yang diberikan di hadapan
hakim,merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang
telah memberikannya,baik sendiri maupun dengan perantaraan
seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu.”
Pengakuan seperti yang dimaksud di dalam pasal 176 HIR
mengandung asas “onsplitbaar aveu” atau pengakuan yang tidak boleh
dipisah-pisah,yaitu tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya dan
hakim tidak bebas akan menerima bagiannya saja dan menolak bagian
yang lain sehingga menjadi kerugian kepada orang yang mengaku itu
melainkan jika orang yang berutang untuk melepaskan dirinya
menyebutkan bersama pengakuan itu beberapa perbuatan yang nyata
palsu.
5. Sumpah
Pengertian sumpah sebagai alat bukti,adalah suatu keterangan atau
pernyataan yang dikuatkan atas nama tuhan,dengan tujuan:
a. Agar orang yang bersumpah dalam meberi keterangan atau
pernyataan itu,takut atas murka tuhan,apabila dia berbohong
b. Takut kepada murka atau hukuman tuhan,dianggap sebagai daya
pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang
sebenarnya

Sedangkan menurut ahli hukum M.Yahya Harahap dalam bukunya


berjudul “hukum acara perdata tentang
gugatan,persidangan,penyitaan,pembuktian dan putusan pengadilan”,halaman
745,menjelaskan bahwa sumpah sebagai alat butki adalah suatu keterangan atau
pernyataan yang dikuatkan atas nama tuhan dengan tujuan agar orang yang
bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu,takut atas murka tuhan
apabila dia berbohong,dan takut kepada murka atau hukuman tuhan dianggap
sebagai daya pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang
sebenarnya.
C. Lewat waktu(daluarsa)

ketentuan dalam pasal 1963 KUH Perdata merumuskan mengenai daluwarsa


sebagao suatu alat untuk memperoleh sesuatu, yaitu “Siapa yang itikad baik,dan
berdasarkan suatu alas hak yang sah,memperoleh suatu benda tak bergerak,suatu
bunga,atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk,memperoleh
hak milik atasnya,dengan jalan daluwarsa,dengan suatu pengawasan selama dua
puluh tahun.siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh
tahun,memperoleh hak milil,dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan
alas haknya.”

Daluwarsa merupakan batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau


melepaskan sesuatu hak secara sah.batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau
melepaskan sesuatu hak adalah batasan waktu akhir tersebut telah lewat,maka
batasan untuk memperoleh dan atau melepaskan suatu hak tidak menggunakan
batasan waktu yang telah disediakan oleh hukum sebagaimana mestinya.sehingga
hak yang ada padanya telah hilang secara sah.jadi dengan lewatnya waktu batas
kadaluwarsa yang ditentukan,secara yuridis seseorang yang seharusnya
mempunyai hak untuk memperoleh sesuatu hak tidak dapat dipergunakan
haknya,begitu juga dengan seseorang yang seharusnya mempunyai hak untuk
melepaskan sesuatu hak tidak dapat mempergunakan haknya karena batasan
waktu yang diberikan oleh hukum telah lewat,sehingga kadaluwarsa telah
berjalan.

Anda mungkin juga menyukai