Anda di halaman 1dari 15

HUKUM PERDATA

NAMA : ZAFIRA AZRA A

NIM : 2310111070

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

JEMBER

2023/2024
BAB

HUKUM PERDATA

Sebagai makhluk sosial setiap manusia selalu berhubungan dengan manusia lain, artinya
makhluk hidup sebagai manusia itu dikodratkan untuk selalu hidup bersama melaksanakan
kodrat hidup sebagai proses kehidupan manusia yang terjadi sejak lahir sampai meninggal
dunia dan menimbulkan satu jenis hukum yang ketentuannya mengatur tentang
kehidupan,dinamakan “Hukum Perdata” hukum perdata merujuk pada cabang hukum yang
mengatur hubungan antar individu atau entitas hukum yang bersifat perdata dan mencakup
aturan tentang hak dan kewajiban pribadi,seperti kepemilikan, kontrak, tanggung jawab
hukum, dan ganti rugi. Hukum perdata bertujuan menyeimbangkan hak dan kewajiban para
pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut.

Hubungan perdata di Indonesia terdiri dari hal-hal di bawah ini:

 Hukum perdata adat, mengacu pada norma-norma hukum yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersumber dari adat istiadat, hal ini
mencakup norma-norma yang diterima di kalangan masyarakat tertentu
berdasarkan tradisi dan kebiasaan yang berlaku di wilayah tersebut. Ketentuan-
ketentuan hukum perdata umumnya tidak tertulis dan berlaku dalam kehidupan
masyarakat yang dilakukan secara turun-temurun
 Hukum perdata eropa, ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan
hukum yang menyangkut kepentingan orang-orang Eropa dan orang-orang yang
berlakukan ketentuan itu. Beberapa ciri khas hukum perdata Eropa
meliputi,kodifikasi hukum,prinsip inkuisitorial,peran doktrin, Pemisahan antara
hukum perdata dan hukum pidana, Ketentuan hukum perdata di Eropa mempunyai
bentuk tertulis dan berlakukannya seusai ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945.
 Bagian hukum perdata yang bersifat nasional yaitu bidang-bidang hukum perdata
sebagi hasil produk nasional, ketentuan hukum yang mengatur tentang kepentingan
perorangan yang dibuat berlaku untuk seluruh penghuni Indonesia, hukum perdata
yang berlaku di Indonesia masih menggunakan dasar hukum Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945.

Hukum perdata material yang ketentuannya mengatur tentang kepentingan perseorangan


terdiri dari:

 Hukum pribadi {personenrecht} ketentuan hukum yang mengatur tentang hak dan
kewajiban dan kedudukannya dalam hukum.
 Hukum keluarga {familierecht} ketentuan hukum yang mengatur tentang hubungan
lahir batin antara dua orang yang berlainan kelamin {dalam perkawinan} dan akibat
hukumnya.
 Hukum kekayaan {vermogenscrecht} ketentuan hukum yang mengatur tentang hak
perolehan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai nilai
uang.
 Hukum waris {erfrecht} ketentuan hukum yang mengatur tentang cara pemindahan
hak milik seseorang yang meninggal dunai kepada yang berhak memiliki selanjutnya.

Hukum Eropa dengan bentuk tertulis dikofiikasikan, ketentuannya terdapat dalam


kitab undang-undang perdata {burgerlijk wetbook}, dan kitab undang-undang Hukum
Dagang {wetboek van koophandel}.

Dalam KUHP sistematikanya terdiri dari 4 buku yaitu;

Buku I mengatur “perihal orang” {van personen}

Buku II mengatur “perihal benda” {van zaken}

Buku III mengatur “perihal perikatan {van verbintenissen}

Buku IV mengatur “perihal bukti dan kadaluwarsa” {van bewijsen verjaring}

Penempatan keetntuan-ketentuan hukum perdaat matrial di dalam kitab Undang-


Undang Hukum Perdata sbg berikut:

- Hukum pribadi diatur di dalam buku I bab 1-3 dan buku III bab 9,

- Hukum keluarga diatur dalam buku I bab 4-18,

- Hukum kekayaan diatur dalam buku II bab 1-2, bab 19-21 dan buku III,

- Hukum waris diatur dalam buku II bab 12-18.

- sementara buku IV berisi kentuan-ketentuan hukum perdata formal.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang{KUHD} isinya sejenis “hukum kekayaan” yang


terdiri sebagian besar hukum perjanjian dan sebgian kecil hukum benda. SistematikaKUHD
semula terdiri atas tiga buku, tetapi buku III dihapus oleh S. 1906 : 348 dan diganti dengan
peraturan tersendiri yang telah berlaku sebelumnya berdasarkan S. 1905 : 217 yaitu peraturan
tentang kepailitan. Oleh karena itu isi KUHD terdiri dari:

o Buku I mengatur “ tentang dagang pada umumnya”. {van den koophandel en het
algemeen}.
o Buku II mengatur “ tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari
pelayaran. {rechten en verplinhtingen uit scheep vaart voortspuirtende}
o -Undang-Undang kepailitan {faillissement verordening}.

A. HUKUM PRIBADI

Hukum pribadi, atau yang sering disebut sebagai hukum sipil atau hukum perdata, merujuk
pada cabang hukum yang mengatur hubungan antara individu atau entitas hukum. Ini
mencakup aspek-aspek seperti perkawinan, perceraian, hak asuh anak, warisan, dan kontrak.
Hukum pribadi bertujuan untuk mengatur hak dan kewajiban antara individu atau pihak
swasta, berbeda dengan hukum publik yang berkaitan dengan hubungan antara pemerintah
dan individu.
Penting untuk dicatat bahwa istilah "hukum pribadi" dapat memiliki makna yang berbeda di
berbagai yurisdiksi, tetapi secara umum, itu merujuk pada hukum yang mengatur hubungan
pribadi dan perdata antara individu atau pihak swasta.
Setiap pribadi sebgaai pemilik hak dan kewajiban dapat bertingkah laku seperti yang
dikehendaki tetapi mempunyai akibat hukum, walaupun dapat berbuat skeehndak yang
diinginkan dengan kewajiban menanggung akibat hukumnya,tidak berarti setiap pribadi
mapua atau cakap untuk melaksanakannya sendiri, pribadi yang dinyatakan tidak mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya sendiri karena kedudukan hukum yang mengizinkan,
menurut Pasal 1330 KUH Perdata terdiri dari:
1. anak dibawah umur.
2. Orang sakit ingatan dan keborosan.
3. Wanita yang bersuami.

Terhadap orang-orang ini kecuali “wanita yang bersuami”sudah dihapus oleh MK No.3
Tahun 1963. Kecakapan melakukan tindakan hukum sendiri akan dapat berwujud kalau
pribadi itu telah “dewasa”.
Pengertian dewasa menurut hukum adat pada umunya tergantung pada penilaian masyarakat
adat masiang-masing, pada umumnya suatu perkawinan adat sering dilakukan atas kehendak
orang tua dalam usia sangat muda {remaja}, akibatnya dapat merusak fisik orang-orang itu
saat menginjak usai dewasa, amak untuk menghindarkan akibat yang kurang baik ditentukan
usia minimal yang diperkenankan perkawinan, ketentuannya terdapat di dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam Pasal 7.

Pribada hukum ditimbulkan sebagai berikut:


 Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan tertentu, atas dasar kegiatan
yang dilakukan bersama.
 Adanya tujuan ideal yang perlu dicapai tanpa selalu tergantung kepada pribadi secara
peorangan.

Pribadi hukum sebagai subjek hukum harus mempunyai tujuan dan memiliki kekayaan
sendiri, contoh pribadi hukum ialah negara, perseroan terbatas, yayasan, dan lainnya.

B. HUKUM KELUARGA

Hukum keluarga mencakup aturan dan norma yang yang mengatur hubungan antar anggota
keluarga, seperti pernikahan, perceraian, hak asuh anak, dan warisan. Setiap negara memiliki
sistem hukum keluarga yang berbeda sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakatnya.

Secara luas hukum keluarga mencakup hal hal sebagai berikut:

1. KETURUNAN

Masalah keturunan menurut Undnag-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan dalam pasal
55 bahwa “asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang
otentik,yang dikeluarkan oleh penjabat berwenang.” Apabila akata kelahiran iotu tidak ada,
pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul anak itu. Atas penetapan
pengadilan itu, maka pegawai pencatat kelahiran dapat mengeluarkan akta kelahiran anak itu.
Dalam Pasal 42 dinyatakan bahwa “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebgai akibat perkawinan yang sah. Seorang anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya atau kelaurga ibunya.” Dalam Pasal 44
dinyatakan bahwa “seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina, dan anak itu adalah
karena perbuatan zina. Sahnya penyangkalan itu hanya dapat mempunyai kekuatan hukum
yang pasti kalau telah diputuskan oleh pengadilan atsa permintaan suami.

2. KEKUASAAN ORANG TUA

Masalah kekuasaan orang tua yang berupa hak dan kewajiban menurut Pasal 44 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa “kedua orang tua wajib untuk memelihara
dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya. Kewajiban itu berlaku sampai
anaknya menikah atau dapat berdiri sendiri walaupun hubungan perkawinan antar kedua
orang tuanya telah putus.

Kalau seseorang anak telah dewasa, menurut kemampuannya ia wajib memelihara orang tua
dan keluarga dalam garis lurus ke atas kalau mereka memerlukan bantuan {Pasal 46}.
Seorang anak yang belum mencapai usia delapan belas tahun atau belum menikah, dirinya
berada di bawah kekuasaan orang tua. Orang tua atau mewakili anak mengenai segala
perbuatan hukum yang dilakukan, kecuali perbuatan hukum yang dilakukan, kecuali
perbuatan hukum yang memerlukan penyelesaian di pengadilan. Pasal 48 menyatakan bahwa
“ Orang tua tidak diperbolehkan atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki
anaknya yang belum berumur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu, menghendakinya”. Salah seorang atau
kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap anak atas permintaan:
a. Orang tua yang lain {dalm perceraian};

b. Keluarga anak dalam garis lurus ke atas;

c. Saudara kandung yang telah dewasa;

d. Penjabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan, karena;

1} sangat melalaikan kewajiban terhadaap anak; dan

2} berkelakuan buruk sekali

Walaupun telah dicabut kekuasaannya, maka orang tua masih tetap berkewajiban untuk
memberi biaya pemeliharaan kepada anak-anaknya {Pasal 49}.

3. PERWAKILAN

Maslah perwakilan diatru dalam Pasal 50,51,52,53, dan 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974. Seorang anak yang belum mencapai usia delapan belas tahun atau belum pernah
menikah, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.
Pasal 51 menyatakan hal0hal di bawah ini.

 Wali dapat ditunjuk oleg satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua
sebelum ia meninggal dunia dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan dua
orang saksi.
 Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak atau orang lain yang sudah dewasa,
berpikir sehat, adil, jujur, dan berkelakuan baik.
 Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-
baiknya dnegan menghormati agama dan keprcayaannya anak itu.
 Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaanya pada
waktu mamulai jabatan dan mencatat semua perubahan harta benda atau anak-anak
itu.
 Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di abwah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.

Kekuasaan wali dapat dicabut dengan keputusan pengadilan, karena;

 sangat melalaikan kewajibannya; dan


 berkelakuan buruk sekali

4. PENDEWASAAN

Pendewasaan {handlichting} merupakan suatu pernyataan bahwa seseorang yang belum


mencapai usia dewasa atau untuk bebrapa hal tertentu dipersamakan kedudukan hukumnya
dengan seorang telah dewasa.
5. PENGAMPUNAN {CURATELE}

Seseorang yang telah dewasa dan sakit ingatan,demikian juga bagi seseorang yang terlalu
mengabaikan dirinya, yang berhak meminta seseorang id bawah pengampunankarena gila;

a. seriap anggorta keluarga;

b. suami atau istri;

c. jakasa,kalau orang itu dpat membahayakan umum.

Sementara itu yang berhak meminta pengampunan bagi orang yang kebroosan ialah:

a. anggota keluarga yang sangat dekat:

b. suami atau istri.

6. PERKAWINAN

Perihal perkawinan, keetntuannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batinn antara seseorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga. Sahnya perkawinan
itu kalau memenuhi syarat Pasal 2;

Ayat 1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masiang-masiasng


agamanya dan kepercayaannya itu.

Ayat 2. Tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Suatu perkawinan bukan merupakan bidang hukum perikatan,melainkan hukum keluarga, hal
itu teruwjud jika memang benar-benar atas keehndak yang disetujui oleh kedua belah pihak
yang bersangkutan tanpa campur tangan prang lain. Syaratnay seperti yang di cantumkan
dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Adapun syarat usia perkawinan anatra
lain:

 pihak pria sudah mencapai usai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16
tahun;
 penyimpangan dari ketentuan itu harus mendapat dispensasi pengadilan atau
penjabat lain yang di tunjuk oleh kedua orang tua para pihak;
 kalau orang tunay telah meninggal, kelauarga dekat dari garis keturunan ke atas
yang meminta dispensasinya.
Perkawinan dpat putus, karena:

a. kematian;

b. perceraian;

c. atas keputusan pengadilan.

Selain dari hal-hal tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya “perkawinan
campuran”. Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa “perkawinan
campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan”.

Kalau ditinjau dari “hukum tatanegara”, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini berlaku
sejak diundangkan pada tanggal 1 April 1975. Bagi seorang WNI yang mau melangsungkan
perkawinannya dengan seorang asing, mereka memasuki perkawinan campuran. Adapun
syarat-syarat dalam perkawinan itu sama dengan syarat perkawinan biasa, hanya saja
kedudukan kewarganegaraanya akan dapat berubah seperti yang ditetapkan dlam UU
Kewarganegaraan Nomir 62 Tahun 1958.

C. HUKUM KEKAYAAN

Hukum kekayaan meujuk pada aspek-aspek hukum yang menbatur


kepemilikan,penggunaan,dan transfer harta atau kekayaan. Hal ini mencakup
konsep-konsep seperti kepemilikan properti,hak sewa, dan transaksi keuangan.
Hukum kekayaan dapat melibatkan aspek-aspek seperti hukum perdata, hukum
kontrak,dan hukum perusahaan, tergantung pada konteksnya.

Secara umum, hukum kekayaan menetapkan atuaran-aturan yang mengatur


bagaimana hak-hak dan kewajiban terkait dengan kekayaan atau aset pribadi dan
bisnis diperoleh, dimiliki, dan diatur. Ini juga mencakup hukum perlindungan
konsumen, hukum kepailitan, serta peraturan mengenai hak kekayaan intelektual
seperti paten, hak cipta,dan merek dagang. Oleh karena itu , ruang lingkup hukum
kekayaan terdiri dari hukum benda dan hkum perikatan.
1. HUKUM BENDA

Ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur menegnai hal yang diartikan dengan


benda dan hak-hak yang melekat di atasnya. Hukum perdata Eropa mengenal
pembedaan tentang benda dalam beberapa macam.

a. benda yang dapat tidak diganti.

b. benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan

c. benda yang dapat dibagi dengan benda yang tidak dapat dibagi.

d. benda bergerak dan benda tidak bergerak {tetap}.

Dalam pembagian ini ayng palingpenting adalah mengenai “benda begerak dan
benda tetap}, hukum adat membedakan benda ini anatra “ benda tetap yaitu tanah
dan benda lepas {bukan tanah}”.

Benda tetap yang diatur di dalam Kitab UU Hukum Perdata Buku II tealh diganti oleh
Kitab UU 5 Tahun 1960, tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. UU ini
mengatur mengenai hak-hak atas tanah Indonesia, hak-hak itu diuraikan sbg berikut;

a. Hak milik ialah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dengan mengingat adanya fungsi sosial.
b. Hak guna usaha lain hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 Tahun.
c. Hak guna bangunan ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sedniri dengan jangka waktu
paling lama tiga puluh tahun.
d. Hak pakai ialah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain dengan
memebrikan wewenang dan kewajiban tertentu.
e. Hak sewa untuk bangunan ialah peneywa tanah dari orang lain untuk
keperluan bangunan melalui perjanjian sewa-menyewa tanah.
f. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan dapat dilakukan oleh setiap
warga negara Inodnesia yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah tanpa
dapat memiliki tanahnhya.
g. Hak guna air, pemeliharaan dan penanhkapan ikan.
h. Hak guna ruang angkasa, memebrikan wewenang untuk menggunakan
tenaga dan unsur-unsur lainnya dalam usaha memlihara kepentingan tanah.
i. Hak-hak tanah untuk kepentingan suci dan sosial.

Hukum benda bergerak sebagai benda lepas yang menciptakan hak-hak di atasnya
menurut hukum adat. Hak-hak itu meliputi:

a. hak atas rumah;

b. hak ats tumbuh-tumbuhan;

c. hak atas ternah;

d. hak atas benda gerak lainnya.

2. HUKUM PERIKATAN

Hukum perikatan mengacu pada hukum yang mengatur hubungan hukum antara
pihak-pihak yang terikat oleh suatu perjanjian atau perikatan. Perikatan adalah
hubungan hukum yang timbul karena kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih
untuk emlakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hukum perikatan mencakup
konsep-konsep seperti kontrak, janji, dan perjanjian.

Dalam konteks hukum perikatan, setiap pihak yang terlibat memiliki hak dan
kewajiban tertentu yang diakui oleh hukum. Hukum perikatan mencakup berbagai
aspek, termasuk pembentukan perjanjian, pelaksanaan kewajiban, dan akibat-akibat
hukum jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Hukum perikatan sering kali berkaitan erat dengan hukum perdata dan berfungdi
sebagai dasar untuk mengatur banyak transaksi dan hubungan hukum di
masyarakat.

Setiap orang dapat melakukan perjanjian, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan
Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat-syarat itu antara lain:

a. kata sepakat antara mereka yang mengikat dirinya;

b. kecakapn untuk membuat suatu perikatan;

c. suatu hal tertentu;

d. suatu sebab yang halal.


Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, berarti bahwa setiap orang bebas
mengdakan perjanjian asal memenuhi syarat, maka perjanjian otu mempunyao
“sistem terbuka”.

Menurut hukum perdata adat, bentuk-bentuk hukum perjanjian {Purnadi, Soerjono


Soekanto, 1979} diuraikan dibawah ini.

a. Perjanjian kredit, meminjam uang dengan atau tanpa bunga, atau barang-
barang tertentu yang harus dikembalikan sesuai dengan nilai masing-
masing pada saat yang telah disepakati.
b. Perjanjian kempitan, merupakan perjnajian yang menitipkan barang untuk
dijual yang setelah jangka waktu tertntu dikembalikan dalam bentuk
uang/barang.
c. Perjanjian tebasan, utuk membli hasil tumbuh-tumbuhan kelak pada saat
panen.
d. Perjanjian perburuhan yang mencakup perjanjian kerja dengan upaj atau
tanpa upah.
e. Perjanjian panjer yaitu perjanjian untuk melakukan sikap tindakan hukum
tertentu kelak dikemudian hari.
f. Perjanjian pemegangkan merupakan perjanjian dengan penyerahan
benda-benada tertentu sebagai jaminna “gadai”.
g. Perjanjian pemeliharaan yang merupakan suatu kontrak berupa pihak
wajib mengurus pihak lain pada hari tuanya.
h. Perjanjian pertanggungan kerabat, yaitu perjanjian untuk menanggung
utang seorang kerabat.
i. Perjanjian tolong-menolong yang mencakup “gugur gunung” dan “sambat
sinambat”.
j. Perjanjian serikat yaitu perjanjian antar kelompok-kelompok tertentu
untuk mengerjakan sesuatu atau tukar-menukar barang.
k. Transaksi yang bersangkutan dengan tanah.
l. “Delwinning” yaitu perjanjian untuk memelihara ternah dan hasilnya.

D. HUKUM WARIS

Hukum waris adalah cabang hukum yang mengatur transfer hak-hak dan kewajiban
seseorang setelah meninggal kepada pihak-pihak lain, yang biasanya adalah ahli waris.
Hukum waris menentukan bagaimana harta benda dan kewajiban yang dimiliki oleh individu
akan dibagi atau diwariskan setelah kematiannya.
Beberapa konsep kunci dalam hukum waris melibatkan pewarisan secara hukum (intestat)
jika tidak ada wasiat, dan pewarisan berdasarkan wasiat jika ada. Faktor-faktor seperti
hubungan keluarga, jenis harta, dan keberadaan atau tidaknya wasiat akan mempengaruhi
bagaimana hukum waris diterapkan.
Setiap yurisdiksi memiliki aturan dan ketentuan hukum warisnya sendiri. Hukum waris juga
sering kali memperhitungkan hak-hak ahli waris yang melibatkan perbandingan proporsional
dan distribusi harta berdasarkan derajat kekerabatan. Peran hukum waris penting dalam
memberikan kepastian hukum terkait penyelesaian keuangan dan harta setelah seseorang
meninggal. Ada empat golongan dalam keluarga sedarah.
Golongan I : Keturunan dari yang meninggal dunia ialah anak, suami atau istri yang hidup
terlama dan cucu sebagai ahli waris pengganti.
Golongan II : Orang tua, saudara-saudara sekandung dan keturunannya dari yang meninggal
dunia.
Golongan III : Leluhur dari yang meninggal dunia, baik dari pihak suami maupun istri
Golongan IV : Keluarga sedarah sampai derajat keenam.
Hak mewaris dari golongan-golongan ini tergantung dari tidak adanya golongan sebelumnya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan “harta peninggalan menjadi milik negara” yaitu kalau
dari golongan IV tidak ada atau dari yanh meninggal dunia tidak mempunyai sanak keluarga
sedarah sampai derajat keenam.

Hukum waris wasiat mengatur bagaimana cara membuat wasiat bagi seseorang sebelum
meninggal dunia dan akibat-akibat hukum dari pembuatan wasiat itu. Ada empat jenis wasiat.
1. Wasiat umum ialah surat wasiat yang dibuat dihadapan seorang notaris dan dihadari
oleh dua orang saksi.
2. Wasiat olographie ialah surat wasiat yang ditulis sendiri kemudian diismpan di kantor
notaris sampai pembuatnya meninggal dunia.
3. Wasiat rahasia ialah surat wasiat yang dibuat sendiri atau orang lain dan
disegel,kemudian disimpan di kantor notaris sampai pembuatnya meninggal.
4. Codisil ialah suatu akta di abwah tangan yang iisnya kurang penting merupakan
pesan seseorang setelah meninggal dunia.
Isi surat wasiat umum, wasiat olographie dan wasiat rahasia menentukan pembagian warisan
bagi keturunannya sebagai kehendak pembuat, dapat juga menetapkan seseorang sebagai ahi
waris walaupun bukan keturunannya.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam bukunya {1979} menerangkan bahwa
hukum adat waris mengenal adanya tida sistem kewarisan
1. Sistem kewarisan individual yang merupakan sistem kewarisan bagi para ahli waris
yang mewarisi seorang perseorangan harta peninggalan yang dapat dibagi-bagikan
prmiliknya secara individual kepada {pra} ahli waris.
2. Sistem kewarisan kolektif, para ahli waris secara bersama mewarisi harta peninggalan
yang tidak dapat dibagi pemiliknya kepada masing-masing ahli waris.
3. Sistem kewarisan mayorat:
a. mayorat laki-laki yaitu apabila anak laki-laki tertua pada saat pewaris meninggal
atau anak laki-laki sulung {atau keturunan laki-laki} merupakan hali waris
tunggal, seperti dilampung.
b. mayorat perempuan yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat pearis
meninggal adalah ahli waris tunggal, misalnya pada masyarakat di Tanah
Semendo.

Dalam hukum adat, untuk menentukan ahli waris pada umumnya digunakan dua
macam garis keturunan pokok,yaitu:

1. Garis keturunan pokok utama, adalah garis hukum yang menentukan urutan-
urutan utama dari golongan-golongan keluarga pewaris. Golongan-golongan itu
terdiri dari:

I : keturunan pewaris;

II : Orang tua pewaris;

III : Saudara-saudara pewaris dan keturunannya

IV : Kakek dan nenek pewaris;

V : Leluhur pewaris

2. Garis keturunan pokok pengganti adalah garis hukum yang bertujuan untuk
menentukan orang-orang dalam golongan-golongan pokok utama yang akan menajdi
ahli waris, pelaksanaanya tergantung kepada garis keturunan laki-laki, wanita atau
laki-laki dan wanita yang dianut.

Pewaris menurut islam menegnal adanya subjek hukum sbg pewaris dan ahli waris
dan objek hukumnya adalah harta warisan. Orang yang berhak itu terdiri dari:

1. keluarfa sedarah yang beragama islam

2. perkawinan yang sah menurut hukum islam

3. ada hubunagn kesamaan agama islam.

Dari para ahli waris ini dikelompokkan dalam arti berikut ini.

A. dzawil furudh, ialah ahli waris yang memperoleh bagian harta warisan tertntu
dan dalam keadaan tertentu.
B. asobah, ialah ahli waris yang berhak menghabiskan harta warisan seetlah
dikurangi hak-hak yang didahulukan kalau tidak ada dzawil furudh.
C. dzawil arham,ialah ahli waris dalam hubungan nasab {sedarah dari pewaris}
yang tidak termasuk dzawil furudh atau asobah.

Mengenai obejk hukumnya yang disebut harta warisan ialah harta peninggalan
setelah dikurangi hak-hak yang didahulukan. Hak-hak yang didahulukan itu terdiri
atas:

1. hak yang bersangkutan dengan harta peninggalan seperti zakat dan sewanya;

2. biaya untuk keperluan jenazah;

3. utang yang belum sempat dibayarkan;

4. wasiat yang ditujukan kepada orang diluar ahli waris.

Pembagian warisan berdasarkan hukum Islam ini di Indonesia tidak berlaku mutlak
bagi orang-orang yang beragma islam. Hal ini disebabkan maish berlakunya hukum
adat dan hukum perdata Eropa. Kepastiannya dinytakan dalam Pasal 49 Ayat {1} b
dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.

Anda mungkin juga menyukai