Anda di halaman 1dari 7

UAS HUKUM PERDATA

Nama : Nurul Hikmah


NPM : 2008010180
Kelas : Non Reg BJM A
Mata Kuliah : Hukum Perdata
Hari/Tgl/Thn : Sabtu, 10-07-2021

1. Jelaskan apa yang suadara ketahui tentang hukum perdata! Serta sebutkan sumber-sumber
hukum perdata! Serta sebutkan sistematika hukum perdata menurut KUH Perdata yang berlaku
di Indonesia!
Jawab:
• Hukum merupakan alat atau seperangkat kaidah. Perdata merupakan pengaturan hak, harta
benda dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum. Hukum perdata
adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam
masyarakat. Istilah hukum perdata ini berasal dari bahasa Belanda ‘Burgerlijk Recht’.
Hukum perdata juga sering dikenal dengan sebutan hukum privat atau hukum sipil. Namun,
istilah hukum perdata lebih umum digunakan saat ini. Menurut Profesor Subekti, hukum
perdata adalah semua hukum privat materiil berupa hukum pokok yang mengatur
kepentingan individu. Menurut Profesor Sudikno, hukum perdata adalah keseluruhan
peraturan yang mempelajari tentang hubungan antara individu yang satu dengan individu
lainnya, baik dalam hubungan keluarga atau hubungan masyarakat luas. Sedangkan
menurut Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan warga perseorangan yang satu dengan yang lainnya. Hukum perdata di
Indonesia terdiri dari:
a. Hukum perdata adat. Ketentuan hukum yang mengatur hubungan individu dalam
masyarakat adat yang berkaitan dengan kepentingan perseorangan. ketentuan-
ketentuan adat ini umumnya tidak tertulis dan berlaku turun temurun dalam kehidupan
masyarakat adat tersebut.
b. Hukum perdata eropa. Ketentuan atau hukum-hukum yang mengatur hubungan hukum
mengenai kepentingan orang-orang Eropa.
c. Hukum perdata nasional. Bidang-bidang hukum sebagai hasil produk nasional. salah
satu bagian hukum perdata nasional adalah hukum perkawinan dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Agraria dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960.
• Ada dua sumber hukum perdata yakni hukum perdata tertulis dan tidak tertulis atau
kebiasaan. Berikut ini adalah contoh sumber hukum perdata tertulis:
a. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB).
b. Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketetapan
produk hukum dari Hindia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan asas
concordantie.
c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel (WvK).
d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Keberadaan UU ini
mencabut berlakunya Buku II KUHP yang berkaitan dengan hak atas tanah, kecuali
hipotek. Undang-undang Agraria secara umum mengatur mengenai hukum pertanahan
yang berlandaskan hukum adat.
e. UU Nomor 16 Tahun 2019 jo No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
f. UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan terhadap tanah dan benda
berhubungan dengan tanah.
g. UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
h. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan.
i. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
• Berdasarkan KUH Perdata, sistematika hukum perdata terdiri dari empat buku yaitu:
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
a. Bab I – Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan (Pasal 1-3)
b. Bab II – Tentang akta-akta catatan sipil (Pasal 4-16)
c. Bab III – Tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal 17-25)
d. Bab IV – Tentang perkawinan (Pasal 26-102)
e. Bab V – Tentang hak dan kewajiban suami-istri (Pasal 103-118)
f. Bab VI – Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya (Pasal
119- 138)
g. Bab VII – Tentang perjanjian kawin (Pasal 139-179)
h. Bab VIII – Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan
kedua atau selanjutnya (Pasal 180-186)
i. Bab IX – Tentang pemisahan harta-benda (Pasal 187-198)
j. Bab X – Tentang pembubaran perkawinan (Pasal 199-232a)
k. Bab XI – Tentang pisah meja dan ranjang (Pasal 233-249)
l. Bab XII – Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak (Pasal 250-289)
m. Bab XIII – Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda (Pasal 290-297)
n. Bab XIV – Tentang kekuasaan orang tua (Pasal 298-329)
o. Bab XIVA – Tentang penentuan, perubahan dan pencabutan tunjangan nafkah (Pasal
329a-329b)
p. Bab XV – Tentang kebelumdewasaan dan perwalian (Pasal 330-418a)
q. Bab XVI – Tentang pendewasaan (Pasal 419-432)
r. Bab XVII – Tentang pengampuan (Pasal 433-462)
s. Bab XVIII – Tentang ketidakhadiran (Pasal 463-465)

2. Jelaskan disertai argumentasi hukum saudara kenapa KUH Perdata (BW) masih berlaku dalam
sistem hukum di Indonesia!
Jawab:
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian
berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie
(disingkat BW) atau dise but sebagai KUH Perdata. BW sebenarnya merupakan suatu aturan
hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan
warga negara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa, dan timur asing. Namun, berdasarkan
kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat
oleh pemerintah Hindia Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia (asas konkordasi).
Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah atau
tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak
tanggungan, dan fidusia. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

3. Apa yang saudara pahami tentang cakap bertindak (Cakap Hukum) dalam hukum perdata!
Jawab:
Cakap Hukum secara perdata berarti kecakapan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum
dan karenanya mampu mempertanggungjawabkan akibat hukumnya. Semua orang dalam
keadaan cakap (bewenang) bertindak kecuali mereka yang diatur dalam undang-undang.
Kecakapan bertindak merupakan kewenangan umum untuk melakukan tindakan hukum.
Setelah manusia dinyatakan mempunyai kewenangan hukum maka selanjutnya kepada
mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya oleh karenanya
diberikan kecakapan bertindak. Terkait dengan hak terdapat kewenangan untuk menerima,
sedangkan terkait dengan kewajiban terdapat kewenangan untuk bertindak (disebut juga
kewenangan bertindak). Kewenangan hukum dimiliki oleh semua manusia sebagai subyek
hukum, sedangkan kewenangan bertindak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
faktor usia, status (menikah atau belum), status sebagai ahli waris, dan lain-lain.

4. Jelaskan apa yang saudara pahami tentang definisi perkawinan menurut pasal 1 Undang-
undang Nomor Tahun 1974 Tentang Perkawinan!
Jawab:
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa sebagai Negara yang
berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah ke Tuhanan Yang Mahaesa, maka
perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga
perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga
mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan
keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi
hak dan kewajiban orang tua. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
memiliki prinsip-prinsip atau azas-azas perkawinan yang telah disesuaikan dengan
perkembangan dan tuntutan zaman. Azas-azas atau prinsip-prinsip dalam UU 1 tahun 1974
tentang Perkawinan adalah:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami
isteri perlu saling membantu dan melengkapi, aear masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan
materiil.
b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan
disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian
yang dinyatakan dalam Surat- surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam
daftar pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya,
seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang
suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu
dan diputuskan oleh Pengadilan.
d. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami-isteri itu harus telah masak jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik
dan sehat.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan
sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya
perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus
dilakukan didepan Sidang Pengadilan.
f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah-tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-
isteri.

5. Jelaskan dengan argumentasi hukum saudara tentang kedudukan pencatatan perkawinan di


Indonesia!
Jawab:
Pemerintah telah mewajibkan pencatatan perkawinan bagi seluruh warga negara Indonesia
yang telah melangsungkan perkawinan. Dengan adanya “kewajiban” pencatatan perkawinan
tersebut apakah kewajiban tersebut setara dengan syarat dan rukun nikah yang telah ada
sebelumnya di dalam ketentuan Agama Islam? Bila dikatakan tidak setara dengan rukun dan
syarat nikah yang ada di Agama Islam, lantas bagaimana kedudukan pencatatan perkawinan
dalam Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia? Jenis penelitian ini merupakan penelitian
hukum yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
Adapun bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
dengan menggunakan analisis kepustakaan. Hasil penelitian ini yaitu: 1) kedudukan pencatatan
perkawinan dalam hukum positif merupakan kewajiban administratif yang tidak dapat
dijadikan sebagai syarat sah atau rukun perkawinan. 2) Di dalam Hukum Islam, pencatatan
perkawinan harus dilakukan untuk mendapatkan keabsahan secara hukum (normatif-yuridis)
akan tetapi bukan bagian syarat untuk mendapatkan keabsahan secara agama (normatif-
teologis).

6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perikatan! Serta sebutkan sumber-sumber perikatan!
Jawab:
Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam
harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib
memenuhi prestasi itu. Menurut Profesor Subekti perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Sumber Perikatan ada dua yaitu:
a. Perjanjian
b. Undang-Undang

7. Jelaskan tentang perikatan dapat ditimbulkan/dilahirkan oleh Undang-Undang dan Perikatan


yang ditimbulkan/dilahirkan oleh Perjanjian! Berikan contoh lahirnya perikatan karena
Undang-Undang dan Lahirnya Perikatan karena perjanjian!
Jawab:
a. Perjanjian
Dalam Perikatan yang timbul karena Perjanjian, kedua pihak debitur dan kreditur dengan
sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam Perikatan mana kedua pihak mempunyai
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak debitur wajib memenuhi prestasi dan pihak
kreditur berhak atas prestasi. Perikatan yang lahir karena perjanjian misalnya perjanjian jual
beli, sewa-menyewa, tukar menukar, dan perjanjian pijam meminjam.
b. Undang-Undang
Dalam Perikatan yang timbul karena Undang-Undang, hak dan kewajiban debitur dan
kreditur ditetapkan oleh Undang-Undang. Pihak debitur dan kreditur wajib memenuhi
ketentuan Undang-Undang. Undang-Undang mewajibkan debitur berprestasi dan kreditur
berhak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban Undang-Undang. Jika kewajiban tidak
dipenuhi, berarti pelanggaran Undang-Undang. Menurut Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan
yang timbul karena undang-undang diperinci menjadi dua, yaitu:
• Perikatan semata-mata ditentukan Undang-Undang
• Perikatan yang timbul karena perbuatan orang, dibagi menjadi:
- Perbuatan menurut Hukum (Rechtmatigdaad)
- Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatigdaad)
Perikatan yang lahir karena undang-undang saja misalnya kewajiban bagi orang tua untuk
saling memberikan nafkah bagi anaknya.
8. Sebutkan dan jelaskan asas-asas perjanjian!
Jawab:
Terdapat 5 asas perjanjian yang dikenal menurut ilmu hukum perdata, yaitu:
a. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of contract)
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan para pihak untuk:
- Membuat atau tidak membuat perjanjian
- Mengadakan perjanjian dengan siapapun
- Menentukan isi perjanjian ,pelaksanaan, dan persyaratannya.
- Menentukan bentuk perjanjiannya , apakah berbentuk tulis atau lisan
Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya
perjanjian dan tidak melanggar hukum,kesusilaan ,serta ketertiban umum.
b. Asas Konsensualisme (Concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Dalam pasal
tersebut salah satu syarat sahnya perjanjian antara kedua belah pihak. Perjanjian sudah lahir
sejak tercapainya kata sepakat. perjanjian telah mengikat ketika kata sepakat dinyatakan
atau diucapakan, sehingga tidak perlu lagi formalitas tertentu. Kecuali dalam hal undang-
undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian yang
mensyaratkan harus tertulis.
c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Jika terjadi sengketa
dalam pelaksanaan perjanjian ,maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar
pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
perjanjian,bahkan hakim dapat meminta pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan
pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
memiliki kepastian hukum ,sehingga secara pasti memiliki perlindungan hukum.
d. Asas Itikad baik (Good Faith)
Asas ini tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, ”Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik”. Dalam asas ini para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh
maupun kemauan baik dari para pihak. Dengan itikad baik berarti keadaan batin para pihak
dalam membuat dan melaksanaan perjanjian haruslah jujur, terbuka dan saling percaya .
Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud untuk melakukan tipu daya
atau menutup-tutupi keadaan sebenarnya.
e. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal dan
tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepekatanannya. Seseorang
hanya dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian yang dibuat oleh para pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

9. Sebutkan syarat sahnya perjanjian!


Jawab:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
c. Suatu pokok persoalan tertentu.
d. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Anda mungkin juga menyukai