2.PENUNTUTAN
Menurut Psl.1 butir 7 KUHAP,Penuntutan ialah tindakan penuntut umum
untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal
dan cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.Wirjono Prodjodikoro juga
memberi definisi tentang penuntutan, bahwa penuntutan ialah menuntut seorang
terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa
dengan berkas perkaranya kepada Hakim dengan permohonan,supaya Hakim
memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.
Dalam penuntutan, Penuntut umum merupakan pihak yang berwenang dalam
melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengedilan yang
berwenang mengadili. ( Psl 137 KUHAP ).
Tentang Langkah melakukan penuntutan sendiri dapat dilihat dalam pasal (Pasal
138, 139 KUHAP ) antara lain :
1.
petunjuk apa-apa saja yang harus dilengkapi, serta menyerahkan kembali ke JPU
dalam 14 hari
3.
2.oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda,akan tetapi
merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dibuat leh mereka
sebelumnya.
3,oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan
dipergunakan untuk melakukan delik lain atau menghindarkan diri dari pemindahan
karena delik lain.
Penuntut umum dapat memecahkan perkara menjadi lebih dari satu.Hal ini
diatur dalam Psl 142 KUHAP.Penjelasan Psl 142 mengatakan cukup jelas,tetapi
Pedoman Pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan bahwa biasanya:splitsing
dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling
menjadi saksi ,sehingga untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan baru,baik terhadap
tersangka maupun saksi. Dilanjutkan oleh Pedoman Pelaksanaan KUHAP sebagai
berikut :Mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam praktek ialah
sehubungan dengan masalah apakah penuntut umum berwenang membuat berkas
perkara baru sehubungan dengan "splitsing" itu? Dalam hubungan ini maka
penyidiklah yang melaksanakan "splitsing" atas petunjuk penuntut umum.. Adapun
yang dijadikan dasar pemikirannya ialah: bahwa masalah "splitsing" ini adalah masih
dalam tahap persiapan tindakan penuntutan dan belum sampai pada tahap
penyidangan perkara di pengadilan. Menurut Prof.Andi Hamzah tidak selalu
perkara yang dipecah (splitsing) harus diperiksa kembali.Mungkin kalau tidak ada
saksi,sedangkan ada beberapa orang tersangka hal demikian benar,artinya
tersangka bergantian menjadi saksi,tetapi takut dikhawatirkan akan terjadi sumpah
palsu.
Menurut Prof Andi Hamzah, tidak seluruhnya tepat yang ditulis oleh pembuat
pedoman pelaksanaan KUHAP,karena tidak selalu dalam memecah perkara perlu
pemeriksaan baru.Kalau ada beberapa tersangka (terdakwa) dan juga ada beberapa
orang saksi,maka dalam memecah perkara tersebut hanya perlu membuat duplikat
saja,dimana daftar nama tersangka (terdakwa) diubah menjadi sendiri-sendiri, dan
pemeriksaan saksi-saksi tetap.Penuntut umum dapat langsung memecah berkas
perkara tersebut menjadi beberapa buah.Yang perlu diminta dari penyidik ialah
duplikat hasil pemeriksaan. Harus dibedakan antara perkara tidak lengkap (kurang
saksi-saksi) sehingga harus dipecah dimana para tersangka saling menjadi saksi
yang harus diselesaikan melalui Psl.138 KUHAP,dengan pemecahan perkara
menjadi lebih dari satu tanpa menambah pemeriksaan yang termasuk bidang
penuntutan,oleh karena itu penuntut umum dapat langsung melakukannya.
Berdasarkan Putusan MA Reg.No.1174/Pid,/1974. Menyatakan bahwa
tidak dibenarkan terdakwa bergantian dijadikan saksi karena para saksi adalah
terdakwa bergantian dalam perkara yang sama dengan dakwaan yang sama yang
dipecah-pecah bertentangan dengan Hukum Acara Pidana yang menjunjung tinggi
HAM. Bergantian menjadi saksi itu bukanlah saksi mahkota (kroongetuige).saksi
mahkota berarti salah seorang terdakwa (biasanya paling ringan kesalahannya)
dijadikan menjadi saksi,jadi seperti diberi mahkota , yang tidak akan dijadikan
terdakwa lagi,hal ini dibolehkan berdasarkan adagiam dominus litis yang dimiliki oleh
Jaksa.
3.SURAT DAKWAAN
Penuntut umum melimpahkan suatu kasus ke pengadilan dengan disertai surat
dakwaan. Adapun isi dari surat dakwaan meliputi :
1.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang