Anda di halaman 1dari 5

HUKUM ACARA PIDANA

RESUME TENTANG PENUNTUTAN


1.PRA PENUNTUTAN
Istilah Pra penuntutan terdapat dalam Psl 14 butir b KUHAP yang
berbunyi ,mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Psl 110 ayat(3) dan ayat(4),dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. Istilah tersebut
memberi maksud bahwa PraPenuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik.
Prof.Andi Hamzah berpendapat bahwa,petunjuk untuk menyempurnakan
penyidikan pada hakikatnya merupakan bagian dari penyidikan lanjutan.Penyidikan
dan Penuntutan itu tidak dapat dipisahkan secara tajam. Lanjut menurutNya,
KUHAP mengatur tentang wewenang Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa
yang didampingi Penasihat Hukumnya) untuk mendengarkan pembacaan atau
penjelasan tentang surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum,kemudian
pentut umum mencatat apakah terdakwa telah mengerti dakwaan tersebut dan
pasal-pasal undang-undang pidana yang menjadi dasarnya sebelum penetapan hari
sidang oleh hakim,barulah hal itu sesuai untuk disebut pra penuntutan.
Menurut Prof.Andi Hamzah, Pedoman pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan
Menteri Kehakiman menunjuk Psl.14 KUHAP tersebut dengan kaitannya oleh
Psl.110 ayat (3) dan (4) serta Pasal 138 KUHAP sebagai praprenuntutan adalah
kurang tepat.Pasal tersebut bertautan dengan Psl.138 KUHAP .Perbedaannya ialah
Psl.110 KUHAP terletak dibagian wewenang penyidik,sedangkan Pasal 138 di
bagian wewenang penuntut umum.Kedua pasal tersebut dapat disatukan kalai
sistematik KUHAP berbentuk lain. Bila penyidik tidak tepat mencantumkan pasal UU
Pidana yang didakwakan,Penuntut umum berwenang mengubah pasal tersebut
dengan pasal yang lebih sesuai hal ini memiliki kaitannya dengan Dominus Litis
yang dimiliki oleh penuntut umum.Artinya,penuntut umum bebas menetapkan
peraturan pidana mana yang akan didakwakan dan mana yang tidak.
Dengan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1)butir e UU Kejaksaan terdapat
sedikit perubahan terhadap ketentuan di dalam KUHAP yang tidak memungkinkan
pemeriksaan tambahan oleh Jaksa.Pasal tersebut berbunyi
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
Dua batasan dalam ketentuan ini,yakni
1.berkas perkara tertentu
2.dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik,Penjelasan pasal ini
mengatakan:untuk melengkapi berkas perkara pemeriksaan tambahan dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.tidak dilakukan terhadap tersangka

b.hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan/atau dapat


meresahkan masyarakat dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara
c.harus dapat diselesaikan dalam wakti 14 hari setelah dilaksanakan ketentuan
Psl.110 dan Psl.138 ayat 2 KUHAP
d.prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik

2.PENUNTUTAN
Menurut Psl.1 butir 7 KUHAP,Penuntutan ialah tindakan penuntut umum
untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal
dan cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.Wirjono Prodjodikoro juga
memberi definisi tentang penuntutan, bahwa penuntutan ialah menuntut seorang
terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa
dengan berkas perkaranya kepada Hakim dengan permohonan,supaya Hakim
memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.
Dalam penuntutan, Penuntut umum merupakan pihak yang berwenang dalam
melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengedilan yang
berwenang mengadili. ( Psl 137 KUHAP ).
Tentang Langkah melakukan penuntutan sendiri dapat dilihat dalam pasal (Pasal
138, 139 KUHAP ) antara lain :
1.

setelah menerima hasil penyidikan , penuntut umum segera mempelajari dan

meneliti, dan memberitahu tentang kelengkapan penyidikan tersebut kepada


penyidik dalam 7 hari ke depan
2.

jika belum lengkap, maka kembali diserahkan kepada penyidik disertai

petunjuk apa-apa saja yang harus dilengkapi, serta menyerahkan kembali ke JPU
dalam 14 hari
3.

Setelah 14 hari , maka JPU menentukan apakah berkas tersebut sudah

lengkap dan memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan.


Mengenai kebijakan penuntut,penuntut umumlah yang menentukan suatu
perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap ataukah tidak untuk suatu perkara
hasil penyidikan apakah sudah lengkap ataukah tidak untuk dilimpahkan ke
pengadilan negeri untuk diadili (Psl 139 KUHAP).Jika menurut penuntut umum

suatu perkara tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke pengadilan ataukah


perkara tersebut bukan merupakan suatu delik,maka penuntut umum membuat
suatu ketetapan mengenai hal itu (Psl 140 ayat (2) butir a KUHAP).Isi surat
ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan ,wajib
dibebaskan (Psl 140 ayat 2 butir b). Selanjutnya bahwa turunan ketetapan tersebut
wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum ,pejabat
rumah tahanan negara,penyidik,dan hakim (Psl 140 ayat (2) butir c KUHAP).Ini
disebut Surat Perintah Penghentian Penuntutan.
Mengenai wewenang penuntut umum untuk menutup perkara demi hukum
seperti seperti tersebut dalam Psl.140 ayat (2) butir a pedoman pelaksanaan
KUHAP memberi penjelasan bahwa perkaranya ditutup demi hukum diartikan
sesuai dengan Buku I KUHP Bab VIII tentang hapusnya hak menuntut tersebut
dalam Pasal 76,77, dan 78 KUHP,(non bis in idem terdakwa meninggal,dan lewat
waktu). Hal yang perlu diperhatikan ialah ketentuan bahwa jika kemudian ternyata
ada alasan baru untuk menuntut perkara yang telah dikesampingkan karena kurang
bukti-bukti,maka penuntut umum dapat menuntut tersangka (Psl 140 ayat(2) butir d
KUHAP). Ketetapan penuntut umum untuk menyampingkan suatu perkara (yang
tidak didasarkan kepada asas oportunitas),tidak berlaku asas non bis in idem.
Menurut Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan Departemen
Kehakiman RI,yang melakukan penyidikan dalam hal diketemukannya alasan baru
tersebut ialah penyidik. Dalam Pasal 141 KUHAP,penuntut umum dapat melakukan
penggabungan perkara dengan satu surat dakwaan.Tetapi kemungkinan
penggabungan itu dibatasi dengan syarat-syarat oleh pasal tersebut.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut.
1.Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan
pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.
2.Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain
3.Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain,akan
tetapi satu dengan yang lain itu ada hubungannya,yang dalam hal ini penggabungan
tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Maksud dari kata bersangkut-paut dari syarat diatas yakni;
1.oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat yang
bersamaan

2.oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda,akan tetapi
merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dibuat leh mereka
sebelumnya.
3,oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan
dipergunakan untuk melakukan delik lain atau menghindarkan diri dari pemindahan
karena delik lain.
Penuntut umum dapat memecahkan perkara menjadi lebih dari satu.Hal ini
diatur dalam Psl 142 KUHAP.Penjelasan Psl 142 mengatakan cukup jelas,tetapi
Pedoman Pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan bahwa biasanya:splitsing
dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling
menjadi saksi ,sehingga untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan baru,baik terhadap
tersangka maupun saksi. Dilanjutkan oleh Pedoman Pelaksanaan KUHAP sebagai
berikut :Mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam praktek ialah
sehubungan dengan masalah apakah penuntut umum berwenang membuat berkas
perkara baru sehubungan dengan "splitsing" itu? Dalam hubungan ini maka
penyidiklah yang melaksanakan "splitsing" atas petunjuk penuntut umum.. Adapun
yang dijadikan dasar pemikirannya ialah: bahwa masalah "splitsing" ini adalah masih
dalam tahap persiapan tindakan penuntutan dan belum sampai pada tahap
penyidangan perkara di pengadilan. Menurut Prof.Andi Hamzah tidak selalu
perkara yang dipecah (splitsing) harus diperiksa kembali.Mungkin kalau tidak ada
saksi,sedangkan ada beberapa orang tersangka hal demikian benar,artinya
tersangka bergantian menjadi saksi,tetapi takut dikhawatirkan akan terjadi sumpah
palsu.
Menurut Prof Andi Hamzah, tidak seluruhnya tepat yang ditulis oleh pembuat
pedoman pelaksanaan KUHAP,karena tidak selalu dalam memecah perkara perlu
pemeriksaan baru.Kalau ada beberapa tersangka (terdakwa) dan juga ada beberapa
orang saksi,maka dalam memecah perkara tersebut hanya perlu membuat duplikat
saja,dimana daftar nama tersangka (terdakwa) diubah menjadi sendiri-sendiri, dan
pemeriksaan saksi-saksi tetap.Penuntut umum dapat langsung memecah berkas
perkara tersebut menjadi beberapa buah.Yang perlu diminta dari penyidik ialah
duplikat hasil pemeriksaan. Harus dibedakan antara perkara tidak lengkap (kurang
saksi-saksi) sehingga harus dipecah dimana para tersangka saling menjadi saksi
yang harus diselesaikan melalui Psl.138 KUHAP,dengan pemecahan perkara

menjadi lebih dari satu tanpa menambah pemeriksaan yang termasuk bidang
penuntutan,oleh karena itu penuntut umum dapat langsung melakukannya.
Berdasarkan Putusan MA Reg.No.1174/Pid,/1974. Menyatakan bahwa
tidak dibenarkan terdakwa bergantian dijadikan saksi karena para saksi adalah
terdakwa bergantian dalam perkara yang sama dengan dakwaan yang sama yang
dipecah-pecah bertentangan dengan Hukum Acara Pidana yang menjunjung tinggi
HAM. Bergantian menjadi saksi itu bukanlah saksi mahkota (kroongetuige).saksi
mahkota berarti salah seorang terdakwa (biasanya paling ringan kesalahannya)
dijadikan menjadi saksi,jadi seperti diberi mahkota , yang tidak akan dijadikan
terdakwa lagi,hal ini dibolehkan berdasarkan adagiam dominus litis yang dimiliki oleh
Jaksa.

3.SURAT DAKWAAN
Penuntut umum melimpahkan suatu kasus ke pengadilan dengan disertai surat
dakwaan. Adapun isi dari surat dakwaan meliputi :
1.

Nama lengkap, TTL, umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,

agama, dan pekerjaan tersangka.


2.

Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang

didakwakan ddisertai waktu dan tempat dialkukan tindak pidana tersebut.


Surat dakwaan tersebut disampaikan kepada tersangka, kuasa atau
penasihat hukumnya dan penyidik secara bersamaan pelimpahan surat tersebut ke
PN tempat perkara tersebut akan diadili. ( pasal 143 KUHAP )
JPU juga dapat melakukan perubahan surat dakwaan sebelum pengadilan
menetapkan hari sidang, dan hanya dapat dilakukan sekalidan selambatnya 7 hari
sebelum hari sidang, serta disampaikan kepada tersanghka, kuasa hukumnya, serta
penyidik. ( pasal 144 KUHAP)

Anda mungkin juga menyukai