Anda di halaman 1dari 31

RANGKUMAN

HUKUM INTERNASIONAL

Penyusun:
Daya Perwira Dalimi

Kelas Karyawan
Fakultas Hukum
Universitas Pancasila
PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
1. Pengertian Hukum Perdata Internasional (HPI): keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas Negara.
HPI dapat juga diartikan sebagai hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara pelaku hukum yang
masing2 tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan

2. Pengertian Hukum Internasional Publik (HIP): keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang BUKAN BERSIFAT PERDATA. HIP ini yang akan dikatakan secara umum
sebagai Hukum Internasional.
Karena sukar untuk membedakan hubungan hukum perdata dengan publik, maka definisi Hukum Internasional
yang lebih tepat adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas negara antara (1) negara dengan negara; (2) negara dengan subjek hukum lain bukan negara
atau subjek hukum bukan negara dengan subjek hukum bukan negara

3. Pembedaan beberapa Istilah dari Hukum Internasional:


- Hukum Bangsa-bangsa: akan dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang
berlaku dalam hubungan antara raja2 zaman dahulu
- Hukum antarabangsa / hukum antarnegara: akan dipergunakan untuk menunjuk pada kompleks kaidah dan
asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa2 atau negara2 yang kita kenal sejak
munculnya negara dalam bentuknya yang modern sebagi negara nasional (nation-state)
- Hukum Internasional: selain mengatur pula hubungan antara negara dengan negara, juga mengatur pula
hubungan antara negara dengan subjek hukum lainnya yang bukan negara

4. Bentuk Perwujudan Khusus Hukum Internasional:


- Hukum Internasional Regional: Hukum Internasional yang berlaku terbatas pada daerah atau
lingkungannya. Contohnya adalah seperti Hukum Internasional Amerika Latin.
Hukum ini biasanya tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. Ada kalanya Hukum Regional kemudian
berkembang menjadi Hukum Internasional Umum, karena mulai diterima dan diterapkan secara universal
- Hukum Internasional Khusus (Spesial): Hukum yang mengatur secara khusus kaidah2, dan diatur
dalam konvesi multilateral. Pesertanya tidak terbatas pada suatu bagian dunia tertentu. Contoh: Konvesi
Eropa mengenai Hak Asasi Manusia

5. Pembedaan Hukum Internasional dengan Hukum Dunia:


Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri dari
sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka (Independent), dan mempunyai kedudukan yang
seimbang/sederajat, sedangkan Hukum Dunia adalah semacam Hukum Subordinasi dimana seperti adanya
hierarki. Contohnya adalah WTO, dimana dengan adanya perjanjian ini, negara2 di dunia dapat dikatakan telah
menyerahkan sebagian kedaulatan ekonominya mengenai perdagangan internasional secara full compliance
yang tunduk pada kaidah2 hukum internasional yang diatur oleh WTO

6. Hubungan antara negara dalam Hukum Internasional sifatnya adalah Desiprositas, yaitu hubungan timbal balik
antara negara. Contohnya adalah ketika suatu negara memberikan keistimewaan terhadapa wakil negara lain
dalam negaranya, maka negara lain tersebut juga harus memberikan keistimewaan terhadap wakil negara yang
berada di tempatnya.

7. Produk2 PBB
a. Deklarasi: Dikeluarkan oleh Majelis Umum
b. Perjanjian Internasional: Dikeluarkan oleh Majelis Umum
c. Resolusi PBB: suatu sanksi yang dikeluarkan PBB akibat pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya dan
resolusi ini dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Contoh: sanksi kepada Libya karena menggunakan
Cluster Bom

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
1
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL (BAB 7 MOCHTAR)
8. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, terdapat 4 SUMBER HI, yaitu:
1) Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus
2) Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum
3) Prinsip Hukum Umum, yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
4) Keputusan Pengadilan dan Ajaran (Doktrin) para sarjana
Perjanjian Internasional dan Kebiasaan Internasional diklasifikasikan sebagai Sumber Hukum Utama (Primer
Sources) sedangkan Prinsip Hukum dan Keputusan Pengadilan&Doktrin diklasifikasikan sebagai Sumber
Hukum Tambahan (Subsidiary Sources)
Pasal 38 ayat (2)
Ex Aequo et Bono : Mahkamah Internasional dapat mengambil putusan sendiri dengan seadil-adilnya jika
tidak dapat memutuskan dengan 4 instrument diatas, dengan syarat mendapat persetujuan dari semua Pihak

PERJANJIAN INTERNASIONAL
9. Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang
bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu dan menimbulkan tanggung jawab (Liability)

10. Definisi Perjanjian Internasional berdasarkan Konvensi Vienna 1969, Pasal 2 ayat (1) huruf a:
Suatu Perjanjian Internasional yang dibuat antara Negara didalam BENTUK TERTULIS dan diatur oleh
Hukum Internasional, apakah itu tersusun didalam satu instrumen tunggal, dua atau lebih instrumen yang
terkait dan apapun bentuknya yang dibuat secara khusus.

11. Azas2 Penting dalam Perjanjian Internasional (Pengertian Perjanjian Internasional):


a. Merupakan hukum bagi semua negara yang membuatnya, yang dapat menggantikan, melengkapi, atau
mengabaikan hukum negara masing2 (Modus et conventio vincunt legem)
b. Merupakan instrument internasional yang paling resmi yang digunakan untuk menciptakan persetujuan antar
negara yang bersifat menyeluruh mengenai status dan hubungan yang mendasar
c. Menciptakan hak dan kewajiban bagi pihak dari perjanjian
d. Perjanjian Internasional yang berlaku dan dibuat antar negara mengikat secara hukum terhadap
negara2 tersebut dan akan dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak (“Pacta Sunt Servanda”)

12. Sifat Perjanjian Internasional


Umum: Perjanjian yang mempunyai jumlah pihak yang BANYAK dan juga sifat isi
perjanjian yang CUKUP LUAS. Ex. UNCLOS, Vienna Convention, Piagam PBB
Perjanjian Int'l
Khusus: Perjanjian dimana jumlah pihak TIDAK BANYAK dan sifat isi perjanjian
tersebut TERBATAS Ex.ASEAN, Perjanjian Bilateral, OPEC
13. Ratifikasi & Pengesahan Perjanjian Internasional
Indonesia, sejak berlakunya UU No.24/2000 tentang Perjanjian Internasional, suatu Ratifikasi atau Pengesahan
Perjanjian Internasional HARUS dilakukan dengan UU melalui badan DPR atau Keputusan Presiden melalui
Presiden
 Perjanjian yang Pengesahaannya WAJIB dengan UU:
a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara
b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah NKRI
c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara
d. HAM dan Lingkungan hidup
e. Pembentukan kaidah hukum baru
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri
 Perjanjian yang Pengesahaannya dapat melalui Keputusan Presiden: Perjanjian yang mensyaratkan
adanya pengesahan sebelum memulai berlakunya perjanjian, tetapi memiliki materi yang bersifat
prosedural dan memerlukan penerapan dalam waktu yang singkat, tanpa mempengaruhi peraturan
perundangan nasional. Ex. Perjanjian yang bersifat tekhnis, dll.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
2
14. Tahapan Ratifikasi
(1) Negara mengirimkan wakilnya, yang disebut Delegasi
(2) Delegasi tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu
a. Full Power: Delegasi yang membutuhkan Kuasa Penuh dari Negara.
Definisi dari Full Power ini adalah Surat Resmi dari Negara yang memberikan kuasa penuh kepada
seseorang untuk mewakili negaranya dalam menghadiri suatu Pertemuan Internasional.
b. Tanpa Full Power: Delegasi yang tidak membutuhkan Kuasa penuh dari negara, yaitu
- Presiden (Kepala Negara)
- Perdana Menteri (Kepala Pemerintahan)
- Menteri Luar Negeri
- Kepala Perwakilan Diplomatik (Dubes)
- Wakil Negara pada suatu Organisasi Internasional
(3) Para Delegasi melakukan Perundingan
(4) Para Delegasi membuat rancangan hingga Naskah Final Perjanjian Internasional
(5) Terhadap Naskah Final Perjanjian Intl tersebut, para delegasi harus melakukan:
a. Penerimaan Naskah (Adoption of the Text)
b. Pengesahan Bunyi Naskah (Authentication of the Text)
- Tanda tangan
- Tanda tangan sementara (Tanda tangan ad referendum)
- Paraf (initial)
(6) Pemberlakuan suatu Perjanjian Internasional – RATIFIKASI (Tahap Ketiga) : Perjanjian Internasional
akan mengikat (Pengesahan) pada Negara (Consent to be Bound) jika sudah dilakukan salah satu dari
tahap-tahap berikut:
- RATIFIKASI (Yang biasa dipakai)
Ratifikasi ini hanya dapat dilakukan oleh badan2 tertentu yang disebut dengan Treaty Making Power.
Untuk Indonesia, seperti yang diatur dengan UU 24/2000, Badan yang berwenang untuk mengesahkan
(Ratifikasi) Perjanjian Internasional adalah DPR (Legislatif) dan Presiden (Eksekutif)
- Aksessi
- Acceptance
- Penandatanganan
- Pertukaran Surat/Naskah (Exchange of Documents)

15. Reservasi adalah suatu persyaratan yang diajukan suatu negara untuk turut serta dalam suatu perjanjian
internasional dengan mengajukan syarat untuk tidak tunduk pada beberapa aturan/pasal yang berlaku
dalam perjanjian tersebut.
Reservasi diajukan pada waktu perjanjian ditandatangani, pada waktu melakukan ratifikasi atau pada
waktu menyatakan turut serta pada perjanjian (Aksesi)
Reservasi TIDAK bisa diajukan pada sesuatu yang substansi dalam perjanjian tersebut, karena sudah disetujui
sebelumnya (dengan adoption dan authentication)
Terdapat 2 Teori untuk Reservasi ini, yaitu:
1) Reservasi dengan Kesepakatan Bulat (unaimity principle)
Harus disetujui oleh seluruh anggota
2) Reservasi dengan Kesepakatan Tidak Bulat / Pan America System
Tidak perlu mendapat persetujuan dari seluruh anggota. Bagi yang tidak setuju, Reservasi yang diajukan akan
tidak berlaku bagi yang menolaknya.

16. Penggolongan Perjanjian Internasional berdasarkan Tahap Pembentukannya:


1) Perjanjian melalui 2 Tahap (Perundingan dan Penandatanganan): berlaku untuk perjanjian yang
sederhana serta tidak terlalu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Contohnya adalah
perjanjian perdagangan yang berjangka pendek
2) Perjanjian melalui 3 Tahap (Perundingan, Penandatanganan, Ratifikasi): berlaku untuk perjanjian
yang dianggap penting, sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk
mengadakan perjanjian (Treaty Making Power). Untuk Indonesia, yang termasuk Treaty Making Power
adalah DPR melalui UU dan Presiden melalui Keputusan Presiden

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
3
KEBIASAAN INTERNASIONAL
17. Kebiasaan Internasional adalah suatu kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang
diterima sebagai hukum.
Dasar Hukumnya adalah Pasal 38 ayat (1) huruf b Statuta Mahkamah Internasional, yang menerangkan
mengenai definisi dari kebiasaan internasional sebagai sumber hukum yaitu “International custom, as
evidence of a general practice accepted as law” , yang mempunyai pengertian bahwa hukum kebiasaan
internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum.
Kebiasaan Internasional harus memenuhi 2 unsur untuk dapat dikatakan sebagai sumber hukum, yaitu:
1) Harus Terdapat Suatu Kebiasaan yang Bersifat UMUM – PRASYARAT MATERIAL
Prasyarat material di sini dimaksudkan adalah suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan bersifat umum,
apabila memenuhi prasyarat tertentu pula.Prasyarat-prayaratan yang dimaksud antara lain :
- Praktek2 itu berlangsung dalam kurun waktu tertentu (Duration)
- Praktek2 yang terjadi selalu ada kesamaan (Uniformity)
- Praktek itu dilakukan secara konsisten (Consistent)
- Praktek2 tersebut cukup meluas yang juga dilakukan oleh negara2 lainnya (generality)
2) Kebiasaan tersebut HARUS menjadi Fakta dan Diterima Sebagai Hukum atau dikenal dengan asas opinion
juris sive necessitatis.
Contoh: Hukum2 Konsuler dan Hukum2 perang (Penggunaan senjata biologi, racun dll, arti bendera putih)

18. Pengertian HUKUM Kebiasaan Internasional adalah Unsur-unsur yang bersifat NORMATIF yang
merupakan praktek-praktek negara secara umum yang sudah diterima sebagai hukum dan MENGIKAT
terhadap semua Negara

PRINSIP HUKUM UMUM / ASAS HUKUM UMUM


19. Prinsip Hukum Umum, terbagi menjadi 2, yaitu
1) Suatu aturan (prinsip) yang umum, diterima oleh semua negara yang beradab, dan menciptakan prinsip2
umum. Ditentukan/didapatkan dalam Konvensi, Perjanjian, Deklarasi, dll.
Misalnya asas hukum pidana “retroaktif” yang dimasukkan ke dalam suatu perjanjian dan tercermin di dalam
pasal2nya.
2) Hukum Alam

 Persamaan kedaulatan bagi semua negara (EQUAL STATE SOVERIGNITY). Ex. Timor Leste yang
Contohnya:

baru jadi negara mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan yang sama dengan negara yang sudah
merdeka ratusan tahun.
 Hak penentuan nasib sendiri (the right to self determination) – Dasar Hukumnya Resolusi Majelis
Umum PBB pasal 1514 dan 1541 : HAK yang hanya diberikan kepada bangsa yang belum mempunyai
wilayah dan pemerintahan sendiri (BELUM MERDEKA). Contohnya adalah Bangsa Indonesia pada
saat sebelum merdeka dan dibawah kolonial Belanda. Hak Penentuan Nasib Sendiri ini terbagi 3:
- Hak MERDEKA (Independent) Ex. Kita bikin bendera baru, yaitu Bendera Merah putih
- Hak BEARSOSIASI (associated). Ex. Bendera kita warna merah, bendera orang lain bewarna Biru
dan ada bintang. Setelah berasosiasi, maka bendera gabungan kita dengan orang lain itu menjadi
Bendera yang bewarna Merah dan Biru dengan ada Bintang
- Hak untuk JOINT (Merger). Ex. Bendera kita tadinya Merah, bendera orang lain Biru berbintang.
Setelah joint dengan orang lain tersebut, maka bendera kita menjadi sama, yaitu Biru berbintang.
 Prinsip dalam Hak Asasi Manusia

20. Pengertian EQUITY: Seperangkat prinsip-prinsip yang menyatakan apa yang layak dan apa yang benar
Kadang Equity secara terpisah bisa dianggap sebagai Sumber Hukum Internasional, tetapi sebaiknya
dikategorikan dalam “Prinsip-prinsip Hukum Secara Umum”
Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional yang memuat Sumber-sumber Hukum Internasional tersebut
TIDAK TERPISAH dari PRINSIP EQUITY, karena itu Mahkamah Internasional mempunyai kebebasan
untuk menganggap bahwa prinsip Equity telah lama diberlakukan sebagai bagian dari Hukum Internasional dan
telah diterapkan oleh berbagai mahkamah dalam berbagai kasus

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
4
KEPUTUSAN PENGADILAN
21. Terdapat 4 jenis Pengadilan, yaitu:
1) Pengadilan Internasional
- Mahkamah Internasional (ICJ: International Court of Justice), berkedudukan di Den Haag, Belanda
Mahkamah Internasional mempunyai 2 produk, yaitu Keputusan (Judgment) dan Saran Pendapat
(Advisory Opinion)

- Mahkamah Tetap Arbitrasi


2) Pengadilan Arbitrasi Internasional: bersifat AD HOC, keputusannya disebut International Arbitral Award
3) Mahkamah Militer Internasional
Pengadilan ini baru 2 kali mengadili, yaitu: Perang Jepang, tahun 1945 & Perang Jerman (NAZI), tahun
1946
4) Mahkamah Kejahatan Internasional.
Pengadilan ini untuk SIPIL, bukan militer dan baru diadakan 3 kali, yaitu:
- Perpecahan Yugoslavia: terjadi perang, pembunuhan masal. Mengadili pemimpin tertingginya, i.e.
Slobodan Milosevic, dll
- Rwanda, Afrika: Perpecahan 2 suku, dan terjadi bunuh2an dalam parlemen
- Sierra Leone
5) International Criminal Court (ICC), dapat mengadili siapapun di dunia, tidak terbatas pada yuridiksi
negara. Indonesia belum ratifikasi ICC ini. ICC ini merupakan Pengadilan yang paling terbaru.

INFORMASI LAINNYA

22. Penggolongan Sumber Hukum Perjanjian:


1) Treaty Contract : suatu perjanjian yang hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang
mengadakan perjanjian itu, karena hal yang diatur dalam perjanjian tersebut adalah hal-hal yang sangat khusus
ditujukan kepada para pihak yang turut dalam perjanjian
Contoh: perjanjian dwi-kewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan
2) Law Making Treaties: Perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat
internasional sebagai keseluruhan, dimana semua pihak yang belum ikut dalam perjanjian ini pun dapat
bergabung, karena hal yang diatur dalam Perjanjian ini adalah hal yang umum, sehingga semua negara dapat
turut serta dalam perjanjian tersebut
Contoh: Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang

23. Pengertian Personalitas Hukum dan Kapasitas


Personalitas Hukum ini adalah suatu pengakuan terhadap eksistensi dari kedudukan suatu subjek untuk
melaksanakan fungsi hukum, khususnya fungsi hukum dalam bertindak di dalam dunia Internasional
Kapasitas hukum adalah suatu kewenangan dari subjek hukum untuk melakukan prestasi hukum yang
berhubungan dengan hukum internasional

24. Dasar hukum Pemberlakuan Hukum mengenai Hubungan Diplomatik dan Konsuler:
1) Untuk Diplomat : Konvesi Wina 1961
2) Untuk Konsuler: Konvesi Wina 1963

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
5
SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL (BAB 6 MOCHTAR)
25. Definisi Subjek Hukum Internasional adalah pemegang segala HAK dan KEWAJIBAN menurut (diakui)
hukum internasional. Subjek Hukum Internasional mempunyai Personalitas Hukum (Legal Personality)
Subjek Hukum Internasional ini sangat penting karena tanpa adanya Sumber Hukum Internasional ini maka tidak
akan adanya suatu Perjanjian atau sumber hukum internasional

26. Kapasitas Subjek Hukum Internasional


1) Kapasitas Penuh. Yang mempunyai kapasitas penuh adalah hanya Negara, dimana Negara dapat melakukan
apa saja, dapat melakukan perjanjian apa saja, serta dapat menuntut secara hukum di Mahkamah Internasional
2) Kapasitas Terbatas. Selain negara, adalah para Subjek hukum Internasional yang mempunyai kapasitas
terbatas, dimana hanya diberi kewenanangan dibidang tertentu saja, yaitu seperti Individu dan Organisasi
Internasional.
Contohnya:
- Individu: pada konvesi Jenewa 1949, ada batasan yaitu jika HANYA terjadi perang saja. Jika bukan
perang, maka menjadi tanggung jawab nasional
- Organisasi Internasional: WHO hanya mengatur mengenai masalah kesehatan saja

27. KRITERIA Suatu Negara


Negara mempunyai 4 KRITERIA untuk dapat disebut Negara, seperti yang tercantum pada
Konvensi MONTEVIDO 1933 tentang Hak dan Kewajiban Negara, Pasal 1, yaitu:
1) Harus mempunyai PENDUDUK yang tetap
2) Harus mempunyai WILAYAH tertentu (defined teritory) dan diakui oleh Hukum Internasional
3) Mempunyai PEMERINTAHAN
4) Mempunyai kemampuan untuk melakukan HUBUNGAN DIPLOMATIK dengan negara lain

28. Hak dan Kewajiban Negara


HAK (Pasal 51 Piagam PBB)
- Untuk melakukan yuridiksi terhadap wilayah dan penduduk yang tetap
- Mengadakan hubungan secara hukum dengan negara lain
- Meminta untuk dihormati oleh Negara lain, seperti meminta luar negeri menghormati hak2 para TKW
- Menjadi anggota Organisasi Internasional
- Menggunakan hak beladiri dalam berbagai situasi

KEWAJIBAN
- Tidak mencampuri urusan dalam negeri Negara lain (Ps. 2 ayat (7) Piagam PBB)
- Tidak boleh melakukan ancaman/kekerasan terhadap negara lain (Ps. 2 ayat (4) Piagam PBB)
- Menyelesaikan pertikaian dengan negara lain dengan CARA DAMAI (Ps. 2 ayat (3) Piagam PBB)
- Mentaati sepenuhnya dengan itikad baik semua kewajiban internasional

29. Subjek Hukum Internasional terdiri dari:


A. Teori
(1) Negara : merupakan subjek hukum yang pertama kali diakui oleh Masyarakat Internasional. Subjek
hukum.

(2) Individu : secara teori, timbul penafsiran-penafsiran yang berbeda dari para ahli mengenai siapa
sebenarnya dibebani dengan hak dan kewajiban. Hans Kelsen berpendapat bahwa individulah yang
sebenarnya dibebani hak dan kewajiban tersebut, karena negara itu sebenarnya adalah sekumpulan para
individu.
Selanjutnya dalam perkembangannya, timbul konvensi-konvensi yang memberikan hak dan kewajiban
yang ditafsirkan langsung kepada individu, yaitu salah satunya adalah Konvensi Jenewa 1949 tentang
Perlindungan Korban Perang. Pada konvensi ini, jika yang melanggar adalah individu2, maka yang
harus bertanggung jawab adalah pribadi, bukan lagi negara yang menanggung dosa individu yang
melakukan pelanggaran tersebut.
Contoh lainnya adalah Konvensi tentang Sengketa Investasi antara Negara dan Individu dari negara lain
dan juga

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
6
B. Praktis
(1) Takhta Suci
- DASAR HUKUM: adalah Lateran Treaty pada tanggal 11 Febuari 1929
- Perjanjian ini adalah perjanjian untuk membentuk suatu negara Vatikan antara Takhta Suci dengan
Negara Italia. Dengan demikian, karena Tahkta Suci sudah dapat membuat suatu perjanjian dengan
suatu negara, dalam hal ini adalah Italia, maka dengan sendirinya Takhta Suci sudah dapat diakui
sebagai Subjek Hukum Internasional
- Pemimpinnya adalah Paus Paulus yang dianggap setingkat dengan Kepala Negara, dan Takhta Suci
diperbolehkan membuka perwakilan2 di seluruh dunia yang dianggap setingkat dengan Kantor
Perwakilan Diplomatik.
(2) ICRC (International Committee of the Red Cross) – Palang Merah Internasional
- DASAR HUKUM: adalah Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang
- Anggotanya adalah Warga negara Swiss, karena hanya Swiss yang mempunyai posisi netral di
muka Bumi ini, sesuai dengan perjanjian internasional.
- ICRC ini sangat terbatas sifatnya, karena hanya akan berlaku jika terjadi perang.
(3) Organisasi Internasional
- DASAR HUKUM: adalah Advisory Opinion Mahkamah Internasional 1958
- Sejarah: Ketika Pangeran Bernadotte, anggota komisi PBB, terbunuh di Israel ketika menjalankan
tugasnya pada tahun 1958. Pada saat itu, PBB ingin menggugat, tetapi terlebih dahulu PBB harus
memastikan terlebih dahulu mengenai statusnya, apakah PBB subjek hukum atau bukan. Untuk
mendapatkan pengakuan tersebut, PBB meminta pertimbangan kepada Mahkamah Internasional
apakah PBB mempunyai kemampuan hukum (Legal capacity) atau sebagai subjek hukum. Dan MI
akhirnya memberikan Advisory Opinion bahwa PBB beserta Badan Khususnya adalah Subjek
Hukum.
- Advisory Opinion MI: bahwa PBB dan Badan Badan Khusus (Spesialized Agencies) adalah Subjek
Hukum Internasional.
- Badan Khusus: ITU, UPU, ILO, World Bank, IMF, FAO, ICAO, UNESCO, WHO, WMO, IMCO
dan IAEA
(4) Individu
- Sejarahnya:
a. 1919: Perjanjian Perdamaian Versailles 1919 : sudah memberikan hak terhadap individu
b. 1922: Perjanjian Silesia Atas (Upper Silesia) antara Jerman dan Polandia, dimana memberikan
tempat yang sama pada individu untuk mengajukan kasus ke Mahkamah Arbitrasi
c. 1928: Keputusan Mahkamah Internasional Permanent dalam perkara Danzig Railway
Official’s case tahun 1928: memberikan hak kepada pegawai kereta api
d. 1945&1946: Pengadilan Militer di Nurenberg dan Jepang (Tokyo), dimana yang diadili dalam
kejahatan perang ini adalah individu-individu yang melakukan kejahatan perang tersebut,
meskipun yang melakukan kejahatan tersebut sebenarnya melaksanakan tugas negara.
Tiga Perbuatan yang DAPAT DIADILI dalam peradilan seperti di Jerman dan Tokyo yang
diatas adalah:
- Kejahatan terhadap perdamaian
- Kejahatan terhadap perikemanusiaan
- Kejahatan perang dan pemufakatan jahat untuk mengadakan kejahatan tersebut

Setelah itu, timbul perjanjian internasional yang dibuat dimana individu merupakan subjek hukum
dalam perjanjian internasional tersebut, seperti Deklarasi Human Right 1946, Deklarasi DUHAM
1948, Konvesi Genosida 1948, 1990 ICCY dan ICER

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
7
(5) Belligerent
DEFINISI: Pemberontak yang sudah dapat melakukan perlawanan yang meluas, intensif dan
berkepanjangan (Insurgent) yang sudah Terorganisasi , dimana sudah mencakup hal-hal berikut:
a. Yang sudah dapat menguasai bagian wilayah yang cukup dari Negara induk
b. Ada dukungan yg luas dari mayoritas rakyat di wilayah itu
c. Punya keinginan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban internasional (sesuai dengan
Konvensi Jenewa 1949)
d. Terorganisir dengan baik dan dalam melakukan perlawanan sesuai dengan Hukum Perang dan sudah
mempunyai wilayah tertentu yang dikuasainya

LEVEL
a. REBEL (pemberontak) : Kelompok yg melakukan perlawanan tetapi dengan mudah dapat
dipadamkan oleh aparat keamanan dari Pemerintahan yang sah

 Menguasai bagian wilayah yg cukup dari negara induk


b. INSURGENT: Perlawanan itu meluas, intensif, berkepanjangan dan sudah:

 Ada dukungan yg luas dari mayoritas rakyat diwilayah itu;


 Mempunyai kemampuan utk melaksanakan kewajiban internasional
c. BELLIGERENT: Jika insurgent sudah TERORGANISASI dengan baik dan dalam melakukan
perlawanan sesuai dgn Hukum Perang dan sudah mempunyai wilayah tertentu yg dikuasainya tidak
peduli diakui atau tidak oleh negara induk

(6) Entitas
PLO (Gerakan Pembebasan Palestina) : bukan termasuk dalam Beligerent ini, karena sebenarnya PLO
ini adalah suatu bangsa yang ingin merdeka, perjuangan sebuah bangsa. PLO ini mempunyai 3 hak

 Hak untuk menentukan nasib sendiri


asasi, yaitu:

 Hak untuk bebas memilih sistem ekonomi, politik dan sosial


 Hak untuk menguasai sumber kekayaan alam dan wilayah yang didudukinya

Dasar Hukumnya adalah Resolusi Majelis Umum PBB No.3237, tanggal 22 November 1974, yang
mana memberikan status kepada PLO sebagai Peninjau Tetap pada PBB.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
8
PENGAKUAN INTERNASIONAL
30. Pengakuan Internasional adalah suatu Tindakan politik yang menimbulkan akibat hukum yang dilakukan
oleh negara untuk mengakui keberadaan dari Negara yang baru lahir, Pemerintahan suatu Negara, Entitas dan
Belligerent
Pengakuan BUKAN HAK dari Negara Baru, dengan arti Negara Baru tidak dapat menuntut kepada negara
negara lain untuk memberikan pengakuan terhadap negaranya.
Pengakuan ini BUKAN KEWAJIBAN dari Negara lama, yang berarti bahwa Negara Lama tidak mempunyai
kewajiban untuk memberikan suatu pengakuan kepada negara baru
Dalam memberikan Pengakuan, harus ada pernyataan atau indikasi yang jelas tentang maksud untuk mengakui
Negara baru yg dimaksud (Statement or clear indication of an Intention to recognize)

31. Cara Pengakuan


a. Dengan Pernyataan (Express): Dengan menyampaikan nota resmi tentang niat untuk memberikan
pengakuan
b. Secara tidak langsung (Implied): Melalui penandatanganan Perjanjian Bilateral seperti perdagangan,
kebudayaan dan lainnya atau dengan adanya pembukaan Hubungan diplomatik atau Konsuler (Membuka
kantor diplomatik).

32. Akibat Hukum dari Pengakuan:


1) Kemampuan dan Hak Istimewanya
- Personalitas hukum sepenuhnya dari negara baru itu diakui
- Hubungan dua negara dimasa mendatang akan berlangsung atas dasar persamaan hukum
- Negara baru itu diakui untuk melaksanakan kedaulatan di dalam wilayah perbatasannya dan
mempunyai kapasitas untuk memberikan kewarganegaraan dan melakukan perlindungan
diplomatik atas nama Warga negaranya
2) Kewajiban
Negara baru bertanggung jawab dalam hukum internasional untuk semua tindakannya

33. Perbedaan Pengakuan terhadap suatu Negara dan Pemerintah


Pengakuan terhadap suatu Negara hanya perlu dilakukan SEKALI saja dan itu akan BERLAKU
SELAMANYA, sedangkan Pengakuan terhadap Pemerintahan harus diberikan untuk setiap pemerintahan
berganti. Artinya, untuk setiap pergantian pemerintah atau rezim, harus dapat medapatkan pengakuan dari
Masyarakat Internasional

34. Bentuk Pengakuan terhadap Pemerintahan, dapat diberikan secara de facto dan de jure, yaitu:
- De Facto: Pengakuan terhadap suatu Negara/Pemerintahan yang tidak sepenuhnya karena adanya
keberatan2 tertentu dan dapat dicabut sewaktu-waktu.
Biasanya diberikan kepada pemerintahaan baru yang kondisinya belum stabil atau terbentuknya pemerintahan
atau kepada Pemberontak, dimana pengakuan ini hanya bersifat sementara terhadap status dari
Negara/Pemberontak sebagai otoritas administrasi yang independent hingga sampai benar-benar terbentuk
Pemerintah yang sah.
- De jure: Pengakuan yang resmi dan sah dan tidak dapat ditarik kembali, karena sudah menjadi hak bagi

 ada hubungan diplomatik


yang mendapatkan pengakuan dan sudah mempunyai ketetapan hukum, yang mempunyai ciri-ciri:

 adanya konsuler di negara

35. Pengakuan Kolektif


Negara-negara dapat memberikan pengakuan secara kolektif melalui suatu perjanjian atau keputusan dalam
konferensi internasional dimana pengakuan itu akan dicantumkan dalam instrumen hukum
Penerimaan negara sebagai anggota organisasi Internasional seperti PBB, TIDAK DAPAT diartikan sebagai
Pengakuan Kolektif, HARUS ADA PERJANJIAN terlebih dahulu

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
9
36. Pengakuan Terhadap Pemerintahan, diberikan dalam kondisi:
a. Jika terjadi perubahan pemerintah di suatu negara
- Secara konstitusional (tanpa kekerasan): Pengakuan ini tidak memerlukan keputusan yang tergesa-gesa,
artinya jika tidak ada penolakan dari Negara lain yang nantinya tetap melakukan hubungan diplomatik
dengan pemerintahan baru
- Secara tidak konstitusional (Baik tanpa atau dengan kekerasan): Pengakuan dari Pemerintahan
sebelumnya tidak dapat diberikan kepada yang baru.
Contoh: ketika terjadi Revolusi Bolshevic di Rusia tahun 1917, US menolak untuk mengakui Pemerintahan
Komunis yang terbentuk, melainkan tetap mengakui Pemerintahan yang lama sampai tahun 1936
b. Pemerintah Pengasingan (Government in exile)
Selama konflik senjata berlangsung atau dalam situasi yg eksepsional, pemerintahan di pengasingan dapat
diakui walaupun belum dapat beroperasi atau mengadakan pengawasan diwilayahnya.
Contoh:Pemerintahan Norodom Siahnok di Kamboja, diakui secara de Facto oleh dunia internasional,
meskipun Siahanok tidak tinggal di Kamboja, bukan Pemerintahan Hussein yang menguasai di dalam negeri
c. Pemerintah yang tidak dapat mengawasi seluruh wilayahnya secara efektif
Selama pemberontakan senjata (peperangan) berlangsung pemerintahan yang diakui bisa kehilangan
pengawasannya secara efektif terhadap sebagian dari wilayahnya : Negara2 dpt mengakui pemr.tsb sbg
pemr.satu-satunya

37. Syarat Pengakuan:


Adanya jaminan dari Negara Baru akan kesiapannya melaksanakan kewajiban Internasional dan
menghormati Prinsip-prinsip hukum Internasional

38. Teori Tentang Pengakuan


1) Constitutive Theory
Suatu negara/suatu pemerintahan tidak pernah ada sebelum pengakuan. Dengan kata lain, Pengakuan adalah
suatu PERSYARATAN bagi lahirnya suatu negara
2) Declatory Theory
Pengakuan tidak mempunyai akibat hukum. Dengan kata lain, pengakuan bukan merupakan Persyaratan
bagi lahirnya suatu negara. Jadi dengan tanpa adanya Penetapan tidak masalah dan negara tetap ada, hanya
tidak mempunyai akibat hukum terhadap negara yang tidak mengakuinya.
Declatory Theory, tercantum dalam
- Konvesi Montevido 1993, pasal 3
- Charter of the organization of America States – pasal 12
The political existencce of the state is independent of recognition by other, even before being recognized,
the state has the right its integirty and independence

39. SEBAB Munculnya Negara Baru:


1) Hasil Perjuangan Politik
2) Negara-negara yang pecah
3) Negara-negara yang bergabung

40. Timor Leste adalah NON SELF GOVERNING TERITORY : yaitu suatu area/wilayah

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
10
HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL

41. Ada 3 teori yang menjelaskan mengenai Hubungan Hukum Nasional dengan Hukum Internasional, yaitu:
1) Teori MONISME – HI & HN ADALAH SATU HUKUM
 Teori ini menganggap bahwa Hukum merupakan satu cabang pengetahuan yang menyatu, yang mana
apapun hukum itu, pasti diterapkan pada masyarkat atau entitas lainnya.
 Menganggap bahwa kewajiban Internasional dan aturan-aturan Negara merupakan dua segi
fenomena yang mana berasal dari satu norma dasar dan tatanan kesatuan konsepsi hukum
 Menganggap bahwa ilmu pengetahuan hukum merupakan satu bidang ilmu pengetahuan yang
menyatu
 Hukum Internasional benar-benar merupakan hukum dalam arti yang sebenarnya
 Hukum Nasional dan Hukum Internasional sangat berhubungan satu sama lain yang keduanya
merupakan 2 cabang dari satu kesatuan pengetahuan hukum yang dapat diberlakukan pada masyarakat
manusia dalam beberapa hal
 Teori ini dipelopori oleh Wright, Kelsen, Lauterpacht dan Duguit

2) Teori DUALISME – HI BERBEDA DENGAN HN


 Teori Dualisme ini memahami bahwa Hukum Internasional dan Hukum Nasional adalah DUA
HUKUM YANG BERBEDAsecara esensial dan TERPISAH satu sama lainnya, karena masing-masing
hukum mengatur masalah yang berbeda. Dapat diumpamakan sebagai Rel Kereta yang mana satu
lempengan dengan lempengan lainnya tidak akan pernah bertemu
 Teori ini lahir atas dasar kedaulatan negara dan juga melihat dari beberapa perbedaan yang nyata

 SUBJEK: Subjeknya HN adalah Individu, sedangkan subjek dari HI adalah Negara


antara Hukum Nasional dan Hukum Internasional, yaitu:

 ASAL USUL: HN berasal dari kehendak negara sendiri, sedangkan HI berasal dari Kehendak

 PRINSIP DASAR: Prinsip dasar HN adalah UU yang ditetapkan oleh wewenang suatu Negara,
Bersama Negara

sedangkan Prinsip Dasar HI adalah Pacta Sunt Servanda dimana persetujuan anara negara harus
ditaati
 Teori ini dipelopori oleh Golongan Positivist, yaitu Strupp, Triepel, Hegel dan Anzilotti

3) Teori SPESIFIC ADOPTION THEORY – PENGESAHAN SECARA KHUSUS (Positivisme)


 Hukum Internasional TIDAK DAPAT secara langsung DIBERLAKUKAN dalam bidang Hukum
Nasional, KECUALI dibuat PENGESAHAN secara khusus
 Hukum Internasional hanya dapat diterapkan dalam bidang Hukum Nasional sesuatu Negara hanya jika
Hukum Nasional mengesahkan secara khusus

42. Status Hukum Internasional di Pengadilan Nasional


Ada beberapa teori dalam hal menggunakan Hukum Internasional didalam Pengadilan Nasional, yaitu
1) Teori TRANSFORMASI – Harus DISAHKAN (RATIFIKASI)
 Untuk menerapkan Hukum Internasional dalam Hukum Nasional, maka aturan Hukum
Internasional tersebut harus mengalami TRANSFORMASI (ratifikasi) dan tanpa transformasi ini
Aturan Internasional tersebut tidak dapat diberlakukan dalam peraturan perundang-undangan Nasional
 DASAR dari teori ini adalah Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan 2 sistem hukum
yang berbeda dan bekerja secara terpisah
 CARA melakukan Transformasi ini adalah menggunakan Mekanisme Konstitusional, yaitu Ratifikasi
atau Aksesi (paling umum digunakan)

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
11
2) DELEGATION THEORY – TANPA PENGESAHAN
 Teori ini menjelaskan bahwa aturan-aturan Hukum Internasional dapat diberlakukan dalam bidang
hukum Nasional dengan TANPA PERLU ADANYA PENGESAHAN secara khusus maupun
transformasi atas aturan hukum Internasional tersebut.
 Teori ini berjalan karena pada Hukum Nasional telah menetapkan melalui UU-nya bahwa Perjanjian
Internasional dapat diterapkan dalam bidang Hukum Nasional
 Aturan Hukum Internasional harus diterapkan dalam bidang hukum Nasional sesuai dengan prosedur
dan sistem yang ada dalam setiap Negara menurut UUD-nya

3) INCORPORATION THEORY – HI MERUPAKAN BAGIAN DARI HN


 Teori ini menganggap bahwa Hukum Internasional SECARA OTOMATIS merupakan bagian dari
Hukum Nasional tanpa memerlukan prosedur ratifikasi oleh parlemen
 Teori ini mengacu pada Hukum Kebiasaan Internasional dan aturan-aturan yang berbeda yang
diterapkan pada perjanjian-perjanjian
 Teori ini diutarakan oleh Blackstone, yang mengatakan bahwa “International Law is the law of the
land”
 Teori ini dianut oleh Inggris dan Amerika
 Dalam perkembangannya, teori ini akhirnya TIDAK DAPAT DIBERLAKUKAN SECARA
MUTLAK. Dengan kata lain, tidak semua Hukum Internasional dapat diberlakukan secara otomatis

 Ketentuan dari hukum Internasional tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU baik UU yang
dalam Hukum Nasional, karena ada beberapa FILTER atau SARINGANNYA, yaitu:

lebih tua atau UU yang baru diundangkan kemudian


 Harus merupakan Kebiasaan Internasional yang umum diterima dalam masyarakat Internasional.
Jadi jika sudah bertentangan dalam Masyarakat internasional, maka tidak akan diberlakukan dalam
Hukum Nasionalnya
 Adanya Hak Preogratif dari Pemerintah yang mana harus diakui, ketika bersinggungan dengan
Hukum Internasional, seperti Pengakuan suatu Pemerintahan atau negara, kedaualn dan kekebalan
suatu Pemerintahan dan Wakilnya
 Wewenang Mutlak yang dimiliki oleh Pemerintah untuk melakukan Tindakan, seperti
Pernyataan Perang atau Perebutan wilayah (aneksasi)

 BUKTI bahwa Inggris TETAP menunjukkan berlakunya Doktrin Inkorporasi ini dalam Hukum

 Dalil Konstruksi Hukum (Rule of construction)


Nasionalnya (Hukum Positif) yaitu:

 Dalil tentang Pembuktian suatu Ketentuan Hukum Internasional (Rule of evidence)

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
12
43. Kasus Tembakau Bremen

 Tindakan Pemerintah RI yang ingin melakukan Nasionalisasi Perusahaan Tembakau demi kepentingan
1) Instrumen Hukum Nasional

Nasional
 Indonesia memberikan ganti rugi kepada Belanda berupa pembagian dari penjualan hasil Perkebunan
Tembakau, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1959

 Pada kasus ini, terdapat Instrumen Hukum Internasionalnya, yaitu Perlindungan Hak Orang Asing dalam
2) Instrumen Hukum Internasional

suatu Negara
 Selain itu, dalam Hukum Internasional juga telah diatur bahwa jika ingin mengambil Hak/Kepunyaan
orang asig, harus diberikan ganti rugi yang PROMPT, EFFECTIVE, dan ADEQUATE

 Kasus ini dimulai ketika Pemerintah RI mengambil alih Perusahaan Tembakau milik Belanda yang
3) Kasus Posisi

berlokasi di Indonesia, dengan menggunakan dalih ingin melakukan Nasionalisasi demi Kepentingan
Nasional.
 Tindakan Nasionalisasi Indonesia ini sebenarnya adalah MELANGGAR HUKUM
INTERNASIONAL, yang mana memberikan perlindungan kepada hak/milik orang asing. Kalopun
diambil alih, Indonesia harus memberikan Ganti rugi yang PROMPT, EFFECTIVE, dan ADEQUATE
 Dengan menggunakan dalih kondisi negara yang baru Merdeka dan berkembang serta ada kepentingan
untuk membangung struktur ekonominya, Indonesia hanya memberikan ganti ruginya berupa pembagian
dari penjualan hasil perkebunan tembakau.
 Ganti rugi yang diberikan Indonesia tersebut tidak sesuai dengan Hukum Internasional yang harus
PROMPT, EFFECTIVE, dan ADEQUATE. Ganti Rugi yang tidak sesuai inilah yang dianggap sebagai
salah satu Pelanggaran Hukum Internasional (Dalil Baru)
 Tindakan Nasionalisasi yang dilakukan Indonesia tersebut, akhirnya digugat oleh Belanda ke Pengadilan
Bremen.
 Pengadilan Bremen akhirnya mengeluarkan suatu Putusan yang isinya adalah bahwa Pengadilan tidak
dapat mencampuri sah tidaknya tindakan Nasionalisasi Indonesia tersebut, yang mana secara tidak
langsung Putusan ini membenarkan tindakan Nasionalisasi yang telah dilakukan Indonesia
 Putusan Pengadilan Bremen ini pun akhirnya diperkuat (setelah Belanda melakukan Banding) oleh
Putusan Pengadilan Tinggi Bremen
 Putusan ini pun akhirnya diterima oleh Masyarakat Internasional dan menimbulkan Yurisprudensi
Internasional bahwa kepentingan Hukum Internasional dapat dilanggar oleh kepentingan Hukum
Nasional suatu Negara dengan suatu alasan yang kuat.
 Masyarakat Internasional pun mengambil kaidah dari Putusan tersebut, seperti yang dapat dilihat pada
Resolusi PBB pada tahun 1962 tentang kedaulatan negara atas sumber kekayaan alam yang memuat
pasal-pasal yang senada dengan

 Berdasarkan Putusan Pengadilan & PT Bremen tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya
4) Kesimpulan

Hukum Nasional dapat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Hukum Internasional dalam
keadaan-keadaan tertentu.
 Dengan kata lain, Hukum Nasional dapat ‘mengalahkan’ Hukum Internasional (terjadi penyimpangan
pada Hukum Internasional) pada kondisi-kondisi tertentu saja (eksepsional)

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
13
44. Kasus Penyanderaan di Kantor KONJEN RI di Amsterdam

 Kewajiban Belanda yang ingin melindungi keamanan dalam wilayah kedaulatannya. Dalam kasus ini,
1) Instrumen Hukum Nasional

Belanda ingin menangkap atau menundukkan pemberontak yang masuk dan menyandera di dalam
gedung Konjen RI

 Dalam kasus ini, terdapat suatu Hukum Internasional, yaitu Perjanjian Internasional mengenai Hubungan
2) Instrumen Hukum Internasional

Diplomatik dan Konsuler, yang mana harus ditaati oleh semua negara.
 Berdasarkan Perjanjian Internasional tersebut, sudah diatur mengenai kekebalan diplomatik dan konsuler
terhadap suatu Gedung Diplomat atau Konsuler yang berada dalam suatu Negara
 Negara Tuan Rumah tidak dapat masuk seenaknya kedalam Gedung Diplomat atau Konsuler yang berada
di wilayahnya, karena Hukum yang berlaku pada Gedung tersebut adalah Hukum dari Negara Pendatang.

 Kasus ini dimulai ketika adanya Pemberontak yang masuk kedalam Gedung Konjen RI dan menyandera
3) Kasus Posisi

beberapa orang di Gedung tersebut.


 Belanda, karena kepentingan Hukum Nasional yang ingin menjaga keamaan di wilayah kedaulatannya,
ingin menangkap Pemberontak tersebut.
 Karena berdasarkan Hukum Internasional tentang Kekebalan Diplomatik dan Konsuler, Belanda tidak
akan bisa menangkap para Pemberontak yang berlindung di dalam Gedung Konjen RI tersebut dimana
sudah berlaku Hukum Nasional Indonesia dan merupakan kedaulatan Wilayah Indonesia
 Tetapi, penyanderaan tersebut merupakan kejadian yang sangat mendesak dan luar biasa, Belanda
akhirnya memutuskan untuk mencoba masuk kedalam Gedung Konjen RI, yang artinya melanggar
ketentuan Hukum Internasional.
 Meski akhirnya, Belanda tidak jadi masuk kedalam Gedung Konjen RI tersebut (karena dapat
diselesaikan dengan cara lain), tetapi hal tersebut sudah menunjukan dengan jelas bahwa Belanda ingin
melanggar ketentuan Hukum Internasional demi Hukum Nasionalnya, dengan suatu kondisi-kondisi
tertentu (eksepsional)

4) Kesimpulan
Sama halnya dengan Kasus Tembakau Bremen, pada Kasus Penyanderaan di Konjen RI juga telah
menunjukan bahwa Hukum Nasional dapat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Hukum Internasional
dalam keadaan-keadaan tertentu.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
14
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI

45. DASAR HUKUM


1) Bryan and Kellogs Pact dalam Paris Treaty 1928: Hukum Internasional tidak membenarkan adanya
Perang (renunciation of war)
2) Piagam PBB
a. Pasal 1 ayat (1): “Memelihara perdamaian, dan untuk tujuan itu melakukan tindakan efektif untuk
mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran perdamaian
b. Pasal 2 ayat (3): anjuran bagi Anggota PBB untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan jalan
damai
c. Pasal 2 ayat (4): Larangan bagi Anggota PBB untuk menggunakan ancaman kekerasan
d. Pasal 2 ayat (6): Usaha PBB untuk menjamin agar negara yang bukan anggota PBB untuk mengikuti
PRINSIP PRINSIP PBB dalam menjaga perdamaian
e. Pasal 52, 53 & 54: Dasar hukum bagi badan-badan regional seperti ASEAN untuk dapat menyelesaikan
sengketa antara negara anggotanya menggunakan cara damai, dengan caranya sendiri.
Contohnya: ASEAN mempunyai instrumen sendiri untuk menyelesaikan sengketa dengan cara damai
diantara para anggotanya, yaitu Treaty of Amity and Cooperation 1976.
f. Pasal 33 ayat (1): Penggunaan cara-cara damai, yaitu secara Non-Hukum dan Hukum dan juga cara
damai lainnya dalam menyelesaikan sengketa internasional
3) Resolusi MU-PBB 2625 (XXV) tanggal 24 Oktober 1970 tentang Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum
Internasional Mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antara Negara Sesuai Dengan Piagam PBB –
Mempertegas prinsip-prinsip penyelesaian sengkete secara damai
4) Resolusi MU-PBB 37/10 mengenai Deklarasi Manila tentang Penyelesaian Sengketa secara damai
5) Resolusi MU-PBB 43/51 tentang Deklarasi untuk mencegah dan menghilangkan pertikaian dan situasi yang
dapat mengancam Perdamaian dan Keamanan Internasional dan Peranan PBB dalam bidang ini
6) Konvesi Den Haag Tentang Penyelesaian Sengketa Secara Damai tahun 1899 dan 1907 (Hague
Convention for the Pacific Settlement of Disputes 1899 & 1907)

46. PRINSIP HUKUM INTERNASIONAL DALAM UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA SECARA


DAMAI
1) Prinsip untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain
2) Prinsip untuk tidak menggunakan kekerasan dalam hubungan internasional
3) Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri bagi bangsa
4) Prinsip persamaan kedaulatan negara
5) Prinsip kedaulatan, kemerdekaan dan keutuhan wilayah negara
6) Prinsip beritikad baik dalam hubungan internasional
7) Prinsip keadilan dan hukum internasional
8) Prinsip kebebasan untuk memilih cara-cara penyelesaian sengketa secara damai

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
15
47. CARA PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI
1) Secara Non Hukum

 Perundingan (Negosiasi) adalah upaya untuk mempelajari dan merujuki mengenai sikap yang
a. PERUNDINGAN (Negotiation)

dipersengketakan agar dapat mencapai suatu hasil yang dapat diterima oleh para pihak yang
bersengketa (Ikle, How to Negotiate, 1964)
 Perundingan hanya dilakukan oleh PIHAK YANG BERSENGKETA saja, tidak ada campur
tangan pihak ketiga
 INTI Perundingan adalah pertukaran PANDANGAN dan USUL antara dua pihak yang
bersengketa untuk mencari jalan menyelesaikan permasalahan dengan cara damai
 Merupakan CONDITIO SINE QUANON, yang berarti bahwa cara Perundingan ini merupakan cara
yang PERTAMA dilakukan oleh para pihak sebelum menentukan cara-cara penyelesaian lainnya,
karena itu adalah cara yang efektif.
 Contoh Perundingan: Perselisihan Indonesia – Malaysia mengenai Sipadan & Ligitan, yang
melakukan perundingan antara Presiden Soeharto dan Mahatir Muhammad, yang akhirnya
menghasilkan ”Langkawi Understanding”, yaitu isinya menjadikan kepulauan status quo sambil
menunggu penyelesaian

 2 Negara (Bilateral):
CARA PERUNDINGAN

- Pertukaran Pandangan (exchange of views)


- Konsultasi
- Saluran Diplomasi (diplomatic negotiation)
 Banyak Negara (Lebih dari 2 negara)
- Ditempuh dengan konferensi internasional, yang dapat disebut sebagai NEGOSIASI
MULTILATERAL atau plurilateral
- Jika beberapa negara yang bersengketa merupakan anggota dari suatu Organisasi
Internasional, maka perundingan ini dilakukan secara kolektif (Collective Negotiation)

 Definisi: Melakukan penyelidikan atau mencari keterangan/fakta mengenai kenyataan sesuatu


b. PENYELIDIKAN (Enquiry)

masalah yang dipersengketakan


 Tujuan Penyelidikan adalah menentukan ada atau tidaknya pelanggaran dari perjanjian-
perjanjian yang ada atau komitmen internasional yang dilanggar oleh pihak-pihak agar dapat
menyarankan penyelesaian dan pengaturan yang layak
 Penyelidikan ini dilakukan baik oleh seseorang atau kelompok yang sifatnya INDEPENDENT, dan
biasanya disediakan oleh Dewan Keamanan PBB, yaitu:
- Misi Pencari Fakta
- Komisi Penyelidik Internasional
- Komisi Penyelidik
Jika dilakukan oleh satu orang, maka Sekjen PBB dapat menunjuk WAKIL KHUSUS (Spesial
Representative of the United Nations Secretary General)
Syarat Utama dari Para Pihak yang akan menyelidiki tersebut adalah HARUS DISETUJUI oleh para
pihak yang bersengketa
 Penunjukan seseorang atau kelompok harus didasarkan atas reputasi yang tinggi dalam percaturan
internasional dan mempunyai akses yang luas dalam masyarakat Internasionl dan cukup terkemuka

 Antara Perang Irak – Iran, Dewan Keamanan PBB mengirimkan Komisi Penyelidik yang dipimpin
CONTOH PENYELIDIKAN

oleh Sekjen PBB dalam tahun 1987, untuk menyelidiki siapa yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya konflik
 Peran Dewan Keamanan PBB tahun 1975 yang menunjuk Wakil Khusus, yaitu Mr. GUCCIARDI
untuk melakukan Penyelidikan di Timor Timor

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
16
 Dewan Keamanan PBB membentuk Misi Penyelidikan pada tahun 1971, tentang Pengaduan yang
diajukan oleh Guinea dan Senegal terhadap Kuasa Administrasi Portugal
 Peran Dewan Keamanan PBB yang juga menunjuk Wakil Khususnya untuk menyelesaikan
beberapa sengketa antara lain:
- Timur Tengah (1967 & 1968)
- India-Pakistan (1971)
- Namibia (1972 & 1978)
- Maroko dan Aljazair mengenai Sahara Barat (1988)
- Dugaan penggunaan senjata kimia pada konflik Irak-Iran (1984,1987 dan tiga kali pada tahun
1988)

 Jika para pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung diantara mereka, maka
c. JASA JASA BAIK (Good Offices)

pihak ke-3 (Dilakukan oleh PBB) dapat menawarkan Jasa-jasa Baiknya sebagai cara untuk
mencegah makin terpuruknya pertikaian dan untuk memudahkan usaha kearah penyelesaian
sengketa secara damai
 HARUS DISETUJUI oleh para pihak dan biasanya dilakukan di tempat yang NETRAL

 Pada perselisihan Indonesia dan Portugal tentang TimTIm, Sekjen PBB memberikan Jasa-Jasa
CONTOH:

Baiknya, dengan memfasilitasi Pembicaraan Segitiga (Tripartie Talks) antara Menlu Indonesia
dan Menlu Portugal, yang kemudian menghasilkan penyelesaian Timtim secara adil, menyeluruh
dan diterima secara internasional, melalui Persetujuan New York 5 Mei 1999 (New York
Agreement)
 Pada sengketa Indonesia – Belanda tahun 1974, tentang Penyerahan Irian Barat, PBB telah
memberikan Jasa-jasa Baiknya untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan kesepakatan
Konferensi Meja Bundar

 Melibatkan campur tangan pihak ketiga dengan tujuan untuk melakukan rujukan (rekonsiliasi)
d. MEDIASI (Mediation)

terhadap tuntutan dari para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga aktif dalam memberikan usulannya
 Contoh Penerapan Mediasi:
ELSWORTH BUKER, seorang Mediator dari US yang ditunjuk oleh Sekjen PBB (U Thant) untuk
menyelesaikan kasus Penyerahan Irian Barat pada tahun 1962 kepada Indonesia

 Definisi: merupakan KOMBINASI antara unsur antara Penyelidikan (enquiry) dan Mediasi.
e. KONSILIASI (Conciliation)

 Konsiliasi melibatkan penyelidikan yang dilakukan oleh badan yang independen, sedangkan
mediasi hanya dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator
 Usul yang dihasilkan proses konsiliasi tidak mengikat kepada para pihak, sehingga para pihaklah
yang memutuskan menerima atau menolak usulan dari hasil konsiliasi
 Konsiliasi ini dibantu oleh KOMISI KONSILIASI, yang anggotanya dapat berjumlah 3 atau 5 orang.
Masing2 pihak dapat mengajukan masing-masing 1 orang jika anggota komisi konsiliasi terdiri dari 3
orang atau masing-masing 2 orang jika anggota komite konsiliasi terdiri dari 5 orang
f. Penyelesaian Sengketa melalui PENGATURAN atau BADAN REGIONAL (Arrangement or
Regional Regencies) – Dasar hukumnya adalah Pasal 52, 53 & 54 PIAGAM PBB
 Terdapat 2 Aspek, yaitu:
 PENGATURAN REGIONAL:Negara2 diwilayah ini berusaha mengatur hubungan mereka
mengenai penyelesaian sengketa TANPA menciptakan suatu lembaga yang permanen atau
Organisasi Regional dengan personalitas hukum, tetapi hanya dengan persetujuan atau perjanjian.
 ORGANISASI REGIONAL:Diserahkan kepada Organisasi Regional yang dibentuk dengan
perjanjian regional dibawah suatu lembaga yang permanen dgn personalitas hukum untuk
melaksanakan fungsi yg lebih luas dalam bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan termasuk
penyelesaian sengketa

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
17
2) Secara Hukum

 Dilakukan atas kesepakatan para pihak


a. ARBITRASI INTERNASIONAL (Internasional Arbitration)

 Para pihak mempunyai wewenang dalam mengawasi proses arbitrase yaitu melalui wewenang untuk
menunjuk arbitratornya
 Mempunyai keputusan yang MENGIKAT bagi para pihak dan sudah bersifat TETAP atau
berkekuatan hukum tetap, tanpa ada Banding. Keputusan Arbitrasi disebut dengan AWARDS
 Komposisi Arbitrer akan selalu berjumlah GANJIL, karena dari masing-masing jumlah arbitrer yang
diajukan oleh Para pihak (secara seimbang) harus ditambah 1 orang lagi yang akan bertindak
sebagai WASIT

b. MAHKAMAH INTERNASIONAL (International Court of Justice)

48. MAHKAMAH INTERNASIONAL – Pasal 36 (1) Statuta Mahkamah Internasional (SMI)


1) YURIDIKSI

 Para pihak dapat membuat perjanjian khusus (Special Agreement) sebelumnya untuk menerima
A. Yuridiksi Sukarela (Voluntary Jurisdiction)

Yuridiksi MI (menyelesaikan sengketa melalui MI) jika terjadi suatu sengketa di masa yang akan
datang
B. Yuridiksi Wajib (Compulsory Jurisdiction)
Negara-negara pihak dalam SMI dapat setiap saat untuk mengakui yuridiksi MI tanpa memerlukan
persetujuan khusus, untuk mengakui yuridiksi MI dalam perselisihan hukum sebagaimana tercantum pada

 Penafsiran ketentuan dalam suatu Perjanjian Internasional


Pasal 36 ayat (2) SMI, yaitu:

 Masalah apapun yang menyangkut Hukum Internasional


 Adanya suatu kenyataan yang jika terjadi akan mengakibatkan pelanggaran terhadap kewajiban

 Sifat atau besarnya ganti rugi yang diberikan dalam rangka terjadinya pelanggaran terhadap kewajiban
internasional

Internasional

 Pasal 96 ayat (1) Piagam PBB mengatur mengenai baik MU-PBB, DK-PBB, dan Badan-badan Khusus
C. Yuridiksi yang bersifat Saran (Advisory Jurisdiction)

PBB dengan persetujuan MU-PBB dapat meminta Advisory Opinion kepada MI

 MI terdiri dari 15 Hakim yang independent


2) Keanggotaan MI

 Tidak diperbolehkan 2 hakim yang berasal dari Warga Negara yang sama

 Bagi Negara yang sudah mengakui Yuridiksi MA, dapat langsung mengajukan ke MI dengan
3) TEKHNIS

membuat Persetujuan Khusus (Pasal 40 ayat (1)) dan memberitahukan kepada Panitera MI (Registry)
 Bagi Negara yang belum mengakui Yuridiksi MA, tapi mau menyelesaikan sengketa melalui MI,
maka negara tersebut harus menyampaikan pernyataan menerima yurisdiksi M.I. mengenai sengketa
tertentu , dan membuat Persetujuan Khusus (Special Agreement) terdiri dari:
- Pihak2 yang bersengketa
- Masalah yang disengketakan
- Persetujuan para pihak untuk menyelesaikan sengketa di MI

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
18
4) AKSES MAHKAMAH INTERNASIONAL

Bagi Negara Anggota PBB secara ipso facto menjadi Pihak Statuta MI

Harus menerima ketentuan2 dalam


SMI

Negara Non-Anggota Ditetapkan oleh MU- Hrs menerima kewajiban2 sesuai Psl.
PBB tapi sudah PBB atas dasar 94 Piagam PBB (mentaati keputusan
menjadi Pihak SMI rekomendasi dari DK- MI dan jika tidak maka DK-PBB
PBB dgn syarat akan mengambil langkah2 agar
ditaati keputusan tsb)

AKSES Membantu pembiayaan MI yg akan


ditetapkan oleh MU-PBB

Menerima yurisdiksi MI sesuai


Piagam PBB dan Statuta MI serta
Aturan Tata-Cara (Rules of
Procedure) MI

Negara yang bukan Membuat Pernyataan Dengan itikad baik akan mentaati
Pihak SMI kepada Registrar yang keputusan2 MI
berisi:
Menerima kewajiban2 seperti
termuat dalam Psl. 94 Piagam PBB

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
19
TANGGUNG JAWAB NEGARA

49. TIGA SIFAT POKOK untuk MENUNTUT TANGGUNG JAWAB NEGARA


1) Adanya kenyataan dalam hukum internasional yang diberlakukan antara kedua negara tertentu
2) Telah terjadi suatu tindakan atau kelalaian (culpa) yang melanggar kewajiban dan dapat dipersalahkan
pada negara yang bertanggung jawab
3) Ada Kerusakan atau kerugian (injuries) yang timbul karena adanya tindakan pelanggaran atau kelalaian
tersebut

50. TINDAKAN PEMERINTAH yang menimbulkan Tanggung Jawab Negara:


a. PENANGKAPAN ORANG ASING dengan sewenang-wenang, secara tidak adil dan bertentangan
dengan UU
b. Jika KEPEMILIKAN ORANG ASING dirugikan atau dirusak secara sengaja, kecuali karena alasan yang
diterima untuk ketentraman dan kesehatan umum
c. Jika harta milik orang asing jika diambil atau dihalangi penggunaannya, kecuali diperuntukan untuk
keperluan umum
d. Jika tidak dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian untuk melindungi orang-orang asing
e. Jika terjadi suatu pelanggaran yang sewenang-wenang terhadap kontrak atau konsesi atau pemerintah
Negara dan orang asing

51. Hal yang dapat MEMBEBASKAN TANGGUNG JAWAB NEGARA:


a. Jika pemerintah sudah menginformasikan (MEMBERI PERINGATAN) mengenai adanya ZONA
BERBAHAYA di Wilayahnya
b. Negara tidak mempunyai tanggung jawab terhadap kerugian/kerusakan barang2 milik warga asing akibat
operasi militer yang diperintahkan oleh Pemerintah

52. MACAM TANGGUNG JAWAB NEGARA:


1) TJN atas Kerugian Orang Asing
a. Tanggung Jawab Negara atas Tindakan Perorangan
- Jika Penduduk suatu negara (BUKAN PEJABAT NEGARA) menyebabkan kerugian bagi orang asing,
maka orang asing tersebut dapat mengajukan tuntutan ganti rugi sesuai hukum yang berlaku di Negara
tersebut
- Jika Putusan Pengadilan dinilai sewenang-wenang, maka Orang Asing tersebut dapat meminta Negara
asalnya untuk melakukan pendekatan Politik kepada Negara tempat dia mempunyai perkara tersebut.
b. Tanggung Jawab Negara atas Tindakan yang dilakukan Pemberontakan/Kelompok Bersenjata
Negara bertanggung jawab atas kerugian yang diderita Orang Asing akibat kerusuhan, perang saudara
atau kekacauan dalam Negeri, jika Pemerintah LALAI dalam mengambil langkah pencegahan maupun
menghukum tindakan2 dilakukan tersebut
2) TJN terhadap Demonstrasi yang ditujukan kepada Perwakilan Asing

 Contohnya adalah Kasus Terbunuhnya Pangeran Bernadotte di Israel


3) TJN atas Musibah pada Pejabat PBB atau Organisasi Internasional

4) TJN terhadap Nasionalisasi dan Pengambil alihan

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
20
PEROLEHAN WILAYAH
53. PRINSIP HUKUM INTERNASIONAL
1) Territorial Integrity (Penghormatan terhadap Integrasi Kewilayahan)
2) Right to Self Determination (Hak untuk Menentukan Nasib sendiri)

54. MACAM WILAYAH


1) TERRA NULIUS
Wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun (tidak ada pemiliknya)
2) RES COMUNIS
Wilayah yang tidak dapat ditundukkan pada kedaulatan negara manapun:
- Laut Lepas
- Kawasan dasar laut samudera dalam
- Ruang angkasa

55. CARA PEROLEHAN WILAYAH


1) PENDUDUKAN (Occupation)
Syarat:
a. Penemuan dilakukan oleh Negara, bukan perorangan
b. Untuk wilayah yang tidak berada di Kedaulatan Negara lain (TERRA NULIUS)
c. Harus ada Pernyataan Resmi/Deklarasi Resmi, misalnya pemancangan bendera atau proklamasi
d. Harus ada pendudukan secara efektif terhadap wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (ada bukti
Pelaksanaannya suatu pemerintah atau ada kontrol dari Pemerintah)
Contoh:
- Norwegia vs. Denmark, dan yang menang adalah Denmark, karena Denmark dapat membuktikan unsur-
unsur atau syarat pendudukan
- Kasus Pulau Palmas 1929: USA vs. Belanda, karena USA berhak atas Pulau Palmas karena telah
menandatangani perjanjian dengan Spanyol. Belanda berargumen bahwa Spanyol tidak pernah
menduduki Pulau tersebut. Dan akhirnya Belanda yang menang, karena Belanda dapat membuktikan
adanya Pendudukan Wilayah secara efektif terhadap Pulau tersebut, yaitu Belanda sudah mempunyai
hubungan dengan Penduduk di pulau tersebut dan melaksanakan kedaulatan sejak tahun 1700
2) PENAKLUKAN (Subjugation)
- Suatu penaklukan suatu Negara terhadap negara lain (Menjajah)
- Sudah dilarang oleh PBB, karena PBB melarang untuk Negara melakukan ancaman atau tindakan
kekerasan terhadap negara lain
3) ANEKSASI:
Perolehan wilayah secara paksa (Kekerasan), berdasarkan pada dua kondisi yaitu:
- Wilayah yang dianeksasi telah dikuasai oleh negara yang menganeksasinya
- Ketika negara mengumumkan kehendaknya untuk menganeksasi suatu wilayah, wilayah tersebut harus
sudah berada dibawah penguasaan negara
Contoh: Irak yang berusaha untuk menduduki Kuawit
4) AKRESI: perolehan wilayah karena proses alamiah
Contoh: terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur
5) CESSI: Penyerahan wilayah secara damai, biasanya dengan perjanjian perdamaian
6) PRESKRIPSI
Pelaksanaan kedaulatan suatu negara secara De facto dan DAMAI terhadap suatu wilayah yang
SEBENARNYA berada di bawah kedaulatan negara lain (BUKAN TERRA NULIUS)
Contohnya: Perjanjian Washington
7) PLEBISIT (Referendum)
Mekanisme yang diatur oleh PBB, pada saat suatu wilayah ingin menentukan nasibnya sendiri. Maka wilyah
tersebut akan berada di bawah pengawasan PBB untuk dilakukannya Jajak Pendapat untuk menentukan
nasibnya itu (PBB bertindak sebagai KPU-nya)
Contoh: Ketika Timor-Timor melakukan Referendum, dan pada saat itu PBB mengeluarkan Resolusi MU
PBB no 1541 atau Kasus Irian Barat yang pada saat itu ingin memilih Belanda atau Indonesia

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
21
56. HAK NEGARA DI LAUT/STATUS HUKUM
a. Berada di bawah KEDAULATAN PENUH suatu negara, meliputi:
- Laut Pedalaman
Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal, yaitu Sungai, Teluk dan Pelabuhan, serta bagian-
bagian lain sepanjang masih berada pada sisi darat garis pangkal
- Laut Teritorial
- Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
b. YURIDIKSI KHUSUS dan TERBATAS, yaitu: ZONA TAMBAHAN
c. YURIDIKSI EKLUSIF untuk memanfaatkan SDA-nya, yaitu: ZONA EKONOMI EKSLUSIVE (ZEE)
dan LANDAS KONTINEN
d. Pengaturan Internasional Khusus: Dasar laut samudera dalam

57. Pengertian NEGARA KEPULAUAN


- Merupakan negara yang seluruh wilayahnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan, termasuk pulau-pulau lain,
yang erat hubungannya satu sama lain, termasuk perairan diantaranya
- Kedaulatan negara kepulauan adalah perairan yang terletak di sisi dalam dari garis-gari pangkal lurus
kepulauan yang dihubungkan dari titik-tik terluar dari pulau atau karang kering terluar dari Negara kepulauan
tersebut
- Negara Kepulauan sudah diatur dalam Bab IV Konvensi UNCLOS 1982 dan Indonesia meratifikasi Konvesi
UNCLOS tersebut dengan UU No.17 tahun 1985

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
22
BANK PERTANYAAN
SUMBER HUKUM
1. Apakah Hakim MI diperbolehkan menggunakan Konvesi Hukum Laut 1982 sebagai sumber hukum, dalam
memutus sengketa RI-Malaysia dalam kasus Sipadan/Ligitan?Berikan dasar hukumnya
Jawab:
Ya, Hakim MI dapat menggunakan Konvesi Hukum Laut 1982 (UNCLOS) sebagai sumber hukum dalam memutus
sengketa antara RI-Malaysia dalam kasus Sipadan/Ligatan, selama Indonesia dan Malaysia termasuk Negara yang
sudah turut meratifikasi (mengesahkan) UNCLOS tersebut. UNCLOS dapat dikategorikan sebagai Perjanjian
Internasional yang akan mengikat bagi Negara (anggota) yang sudah meratifikasinya. Sesuai dengan Pasal 38 ayat
(1) Statuta Mahkamah Internasional, tercantum dengan jelas Hakim Mahkamah Internasional dapat menggunakan
Perjanjian Internasional untuk mengadili perkara yang diajukannya. Sehingga dapat disimpulkan dasar hukum bagi
Hakim Mahkamah Internasional untuk menggunakan UNCLOS sebagai sumber hukum dalam memutus sengketa RI-
Malaysia adalah Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional

2. Jelaskan Sumber Hukum lainnya yang dapat dipergunakan Hakim MI untuk memutus perkara dengan dasar
hukumnya?
Jawab:
Sumber Hukum lainnya yang dapat dipergunakan oleh Hakim Mahkamah Internasional selain Perjanjian

 Kebiasaan Internasional: kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai
Internasional adalah:

 Prinsip Hukum Umum : segala aturan umum dan hukum alam yang diterima oleh semua negara yang beradab,
hukum

 Keputusan Pengadilan dan Doktrin para Sarjana: Keputusan pengadilan terdahulu yang dijadikan acuan seorang
dan menciptakan prinsip2 umum

Hakim untuk memutus suatu perkara yang sama permasalahan dan pemikiran2 para ahli yang berkaitan dengan
Hukum Internasional
Dasar hukum untuk Sumber Hukum tersebut adalah Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional.

3. Hakim di MI juga diperbolehkan menggunakan asas 'ex aequo et bono'. Apa syaratnya untuk menggunakan
asas tersebut. Jelaskan makna asas tersebut dan diatur dimana?
Jawab:
Selain menggunakan Sumber Hukum seperti yang tercantum pada Pasal 38 ayat (1), Hakim MI juga mempunyai
suatu kewenangan/kekuasaan untuk memutus perkara dengan menggunakan asas 'ex aequo et bono'. Asas ini
mempunyai makna bahwa Hakim dapat mengambil keputusan sendiri yang dianggapnya adil. Dengan kata lain, asas
ini memberikan kebebasan kepada seorang Hakim untuk menilai sendiri mengenai kepantasan dan kesesuaian rasa
keadilan masyarakat dalam memutus perkaranya.
Syarat seorang Hakim MI untuk menggunakan asas tersebut adalah jika hal tersebut disetujui oleh pihak-pihak yang
bersengketa.
Dasar hukum mengenai penggunaan asas 'ex aequo et bono' bagi hakim MI untuk memutus suatu perkara adalah
Pasal 38 ayat (2) Statuta Mahkamah Internasional

4. Jelaskan pengertian bahwa Perjanjian Internasional berlaku berdasarkan asas "Pacta sunt servanda" dan
asas "non-retroaktive"?
Jawab:
Pada Perjanjian Internasional berlaku berdasarkan asas "Pacta Sunt Servanda", yang berarti bahwa Perjanjian
Internasional yang telah dibuat akan mengikat dan harus ditepati/dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak
yang membuatnya. Asas ini tentunya sangat fundamental dalam hukum internasional dan menjadi norma imperative
(mempunyai kekuatan yang mengikat) dalam praktek perjanjian internasional. Asas ini juga digunakan dalam
Hukum Perjanjian Indonesia, seperti yang tercantum pada Pasal 1338 BW, yang berbunyi Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.
Selain asas "Pacta Sunt Servanda", dalam Perjanjian Internasional juga berlaku asas Non-Retroaktif", dimana artinya
dalam perjanjian Internasional ada larangan mengenai pemberlakuan surut dari suatu peraturan yang telah dibuat.
Dengan kata lain, dalam Perjanjian Internasional tidak dikenal dengan pemberlakuan suatu peraturan terhadap
sesuatu yang sudah lampau.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
23
5. Benarkah bahwa tidak semua kebiasaan internasional dapat diterima sebagai sumber hukum, jelaskan
jawaban anda
Jawab:
Benar. Tidak semua kebiasaan internasional dapat diterima sebagai Sumber Hukum.
Dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b Statuta Mahkamah Internasional, diterangkan mengenai definisi dari kebiasaan
internasional sebagai sumber hukum yaitu “International custom, as evidence of a general practice accepted as law”
, yang mempunyai pengertian bahwa hukum kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan
kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum.
Dari pengertian tersebut, sudah jelas ada 2 unsur yang sangat penting dan harus dipenuhi dalam menentukan suatu
kebiasaan internasional untuk menjadi sumber hukum, yaitu:
1) Harus Terdapat Suatu Kebiasaan yang Bersifat Umum
Dalam unsur ini merupakan prasyarat material. Prasyarat material di sini dimaksudkan adalah suatu kebiasaan
internasional dapat dikatakan bersifat umum, apabila memenuhi prasyarat tertentu pula.Prasyarat-prayaratan yang
dimaksud antara lain :
- Perlu adanya suatu kebisaan/praktek, yaitu suatu pola tindakan yang berlangsung lama/ dilakukan dalam kurun
waktu tertentu (Duration)
- Pola tindakan yang dilakukan harus merupakan suatu rangkaian tindakan mengenai suatu hal yang sama dan
dalam keadaan yang serupa (Uniformity)
- Praktek/Kebiasaan yang dilakukan secara berulang kali dan konsisten (Consistent)
- Praktek/kebiasaan yang dilakukan juga oleh banyak Negara (Generality)

2) Kebiasaan tersebut HARUS diterima sebagai hukum atau dikenal dengan asas opinion juris sive
necessitatis.
Untuk dapat dikatakan sebagai Sumber hukum, tentunya kebiasaan internasional itu harus diterima sebagai
hukum oleh banyak Negara atau dengan kata lain harus mendapat pengakuan dari banyak Negara (opinion juris).
Dalam prakteknya, bentuk pengakuan suatu Negara terhadap kebiasaan internasional yang menjadi sumber
hukum adalah dengan tidak adanya penolakan/keberatan Negara terhadap terhadap Kebiasaan Internasional yang
dijadikan sebagai sumber hukum tersebut
Salah satu contoh dari suatu Kebiasaan yang tidak dapat dijadikan sebagai Sumber Hukum adalah kebiasaan
kapal Selam Jerman pada saat perang dunia I dan II, dimana Kapal Selam Jerman tersebut selalu
menenggelamkan kapal pihak lawan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan tanpa memberi kesempatan
kepada awak kapal pihak lawan untuk menyelamatkan diri. Kebiasaan Jerman tersebut sudah jelas tidak dapat
diterima sebagai Sumber Hukum, karena tidak memenuhi "unsur kebiasaan umum", yaitu kebiasaan ini hanya
dilakukan oleh Jerman (tidak ada Negara lainnya) dan juga unsur "diterima oleh banyak negara" (opinion juris)
yang mana sudah jelas tindakan Kapal Selam Jerman tersebut dianggap oleh banyak Negara tidak memenuhi
rasa keadilan dan kemanusiaan.

6. Jelaskan proses pengesahan/ratifikasi perjanjian internasional tentang pinjaman RI ke Bank Dunia dalam
system hukum di RI?
Jawab:
Undang Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional ("UU No.24/2000") mengatur mengenai segala
ketentuan yang berkaitan dengan Pengesahan Perjanjian Internasional dalam system hukum Indonesia.

Pasal 10 huruf (f) menjelaskan bahwa Perjanjian Internasional yang berkenaan dengan Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri harus disahkan dengan Undang Undang. Dengan demikian, proses ratifikasi perjanjian internasional
tentang pinjaman RI ke Bank Dunia harus melalui mekanisme Undang Undang yang dibuat oleh DPR. Maksudnya,
segala kesepakatan tentang Pinjaman RI yang diajukan oleh Pemerintah/Presiden (Eksekutif), harus diinformasikan
terlebih dahulu ke DPR. Setelah itu, DPR akan melakukan Rapat untuk menentukan apakah Pinjaman tersebut dapat
dilakukan. Jika DPR setuju akan pinjaman tersebut, maka DPR akan mengeluarkan suatu Undang Undang yang
mengesahkan mengenai pinjaman tersebut.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
24
7. Delegasi suatu Negara yang dikirim untuk menghadiri Konferensi Internasional wajib membawa Full
Powers. Apa fungsi dari Full Powers tersebut?
Jawab:
Full Powers adalah suatu Kuasa Penuh dari Negara kepada seseorang untuk menghadiri (turut serta) dalam suatu
perundingan Perjanjian Internasional, sehingga seseorang tersebut dapat bertindak secara penuh untuk mewakili
negara dalam segala proses di Perundingan Perjanjian Internasional tersebut. Tujuan utama dari Full Powers ini
adalah untuk memastikan bahwa seseorang yang menghadiri dan turut serta dalam Perundingan Perjanjian
Internasional memang benar orang yang sah dalam mewakili Negara, sehingga seseorang tersebut berhak untuk
mengambil segala tindakan dalam proses perundingan dengan kapasitasnya sebagai wakil suatu Negara.

8. Jelaskan perbedaan antara Perjanjian Umum, Perjanjian Universal, Perjanjian Khusus dan Perjanjian
Multilateral Regional, serta beri contoh perjanjiannya.
Jawab:
Perjanjian Umum adalah Perjanjian yang sifat isinya bersifat umum dan memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi
atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau
subjek hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga kepentingan
dari pihak lain atau pihak ketiga. Biasanya Perjanjian Umum ini diikuti oleh banyak negara
Contohnya adalah Piagam PBB yang mengatur banyak hal dan diikuti oleh banyak negara (193 Negara)
Perjanjian Khusus adalah Perjanjian yang sifat isinya terbatas dan memiliki corak tertutup dimana perjanjian
khusus ini mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak
yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut.
Contohnya adalah perjanjian OPEC, yaitu perjanjian yang mengikat hanya untuk Negara2 penghasil minyak bumi
dan isinya pun hanya mengatur hal-hal yang menyangkut dengan kepentingan anggotanya saja.
Perjanjian Universal adalah Perjanjian yang isinya merupakan kaidah hukum internasional yang berlaku secara
umum atau universal. Perjanjian Universala ini meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan dan Perjanjian ini selalu terbuka bagi pihak lain yang tidak turut serta dalam
Perjanjian. Contohnya adalah Konvesi Jenewa 1948 tentang Perlindungan Korban Perang
Perjanjian Multilateral Regional adalah Perjanjian yang dilakukan oleh banyak pihak (Lebih dari 2 Negara) yang
terbatas pada suatu region/wilayah tertentu.
Contohnya adalah ASEAN, perjanjian internasional yang mengikat bagi Negara – negara yang berada di region Asia
Tenggara saja.

9. Jelaskan apakah pengertian "Perjanjian Internasional" serta berikan dasar hukumnya?


Jawab:
Sehubungan dengan banyaknya pemahaman dan pengertian mengenai Perjanjian Internasional, maka hanya akan
diberikan pengertian yang paling penting dari Perjanjian Internasional, yaitu yang berdasarkan Konvensi Vienna
1969, Pasal 2 ayat (1) huruf a dan Undang Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
- Perjanjian Internasional dalam Konvesi Vienna 1969 Pasal 2 ayat (1) huruf a: semua perjanjian yang dibuat oleh
negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh Hukum Internasonal dan berisi ikatan-
ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum
- Perjanjian Internasional yang dibuat antara Negara didalam BENTUK TERTULIS dan diatur oleh Hukum
Internasional, apakah itu tersusun didalam satu instrumen tunggal, dua atau lebih instrumen yang terkait dan
apapun bentuknya yang dibuat secara khusus.
- Perjanjian Internasional dalam UU 24/2000, Pasal 1 huruf a (Dasar Hukum) adalah perjanjian, dalam bentuk dan
nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan
kewajiban di bidang hukum publik

10. Dapatkah Slobodan Melosevic, bekas pemimpin Yugoslavia, memperoleh status sebagai subyek hukum,
jelaskan.
Jawab:
Dapat. Karena suatu individu, dalam hal ini Slobodan Milosevic adalah juga termasuk sebagai salah satu dari Subjek
hukum, dimana Slobodan Melosovic ini dapat diadili karena kejahatan perang yang telah dilakukannya, meski pada
saat melakukan kejahatan tersebut, Slobodan bertindak atas negaranya.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
25
11. Bila pasal tentang penyelesaian sengketa ke Mahkamah Internasional dalam Konvesi Hak Anak boleh di-
reservasi, kapan reservasi tersebut dapat diajukan?
Jawab:
Seperti yang diatur dalam Pasal 19 Konvesi Wina 1969, Reservasi dapat diajukan oleh suatu Negara yang ingin turut
serta dalam Perjanjian Internasional pada saat melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau
aksesi terhadap suatu Perjanjian Internasional tersebut. Dan karena sudah ada pernyataan bahwa suatu pasal dapat
direservasi, maka Reservasi tersebut dapat dilakukan tanpa perlu adanya persetujuan dari Negara Anggota lainnya.
Hal ini seperti yang diatur pada Pasal 20 Konvesi Wina, yang menyatakan bahwa Reservasi yang diijinkan oleh
Perjanjian tidak memerlukan persetujuan oleh Negara Anggota lainnya.

12. Piagam PBB merupakan perjanjian yang bersifat law-making treaty, mengapa, jelaskan.
Jawab:
Piagam PBB disebut sebagai perjanjian yang bersifat Law Making Treaties karena hal-hal yang diatur didalam
Piagam PBB adalah hal-hal yang bersifat UMUM, dimana semua negara dapat tunduk terhadap hal2/aturan tersebut.
Dengan demikian, Piagam PBB ini terbuka kepada Para Negara yang akan turut serta dalam keanggotaan PBB serta
terikat dalam aturan-aturan yang terdapat pada Piagam PBB tersebut

13. Sebutkan lembaga yang berwenang mengesahkan suatu Perjanjian Internasional?


Jawab:
Lembaga yang berwenang mengesahkan suatu Perjanjian Internasional adalah lembaga yang memang diberikan
wewenang tersebut dari Negara. Untuk Indonesia, sebagaimana yang ditentukan dalam UU No.24/2000 tentang
Perjanjian Internasional, lembaga yang berwenang untuk mengesahkan Perjanjian Internasional adalah DPR melalui
UU dan Presiden melalui Keppresnya. DPR dan Presiden ini dalam dunia Internasional disebut “Treaty Making
Power”

14. Jelaskan perjanjian internasional yang bersifat umum dan khusus?


Jawab:
- Perjanjian Internasional Umum: suatu perjanjian yang diikuti oleh banyak Negara dan cakupan dalam
Perjanjiannya sangat luas.
Contohnya adalah UNCLOS, Piagam PBB
- Perjanjian Internasional Khusus: suatu perjanjian yang diikuti hanya sedikit Negara, dan cakupan dalam
Perjanjiannya pun sangat terbatas dan hanya mengikat kepada negara-negara dalam perjanjian tersebut.
Contohnya : Perjanjian Bilateral antara 2 negara

15. Jelaskan dan sebutkan apa yang dimaksud dengan sumber hukum primer dan subsider
Jawab:
- Sumber Hukum Primer: sumber hukum utama
Terdiri dari: Perjanjian Internasional dan Kebiasaan Internasional
- Sumber Hukum Subsider: sumber hukum tambahan yang sifatnya adalah pelengkap
Terdiri dari Prinsip2 Hukum Umum dan Keputusan Pengadilan

16. Keputusan Mahkamah Internasional dapat dijadikan sebagai sumber hukum untuk pengambilan keputusan
Hakim Mahkamah Internasional, berikan dasar hukumnya dan apa istilah dari keputusan Mahkamah
Internasional tersebut?
Jawab:
Dasar hukum bagi Keputusan MI dapat dijadikan sebagai sumber hukum adalah Pasal 38 ayat (1) butir d Statuta
Mahkamah Internasional. Istilah dari keputusan MI yang dijadikan sebagai sumber hukum biasanya disebut dengan
Yuriprudensi

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
26
17. Sebutkan tiga perbuatan yang dapat diadili dalam peradilan seperti di Tokyo.
Jawab:
Tiga Perbuatan yang dapat diadili dalam peradilan seperti di Tokyo adalah:
- Kejahatan terhadap perdamaian
- Kejahatan terhadap perikemanusiaan
- Kejahatan perang dan pemufakatan jahat untuk mengadakan kejahatan tersebut

SUBJEK HUKUM
1. Negara sebagai Subyek Hukum Internasional tidak diperbolehkan untuk mengadakan campur tangan urusan
dalam negeri negara lain. Jelaskan ketentuan-ketentuan mana yang mengaturnya.
Jawab:
Piagam PBB sudah memberikan aturan-aturan yang jelas tentang hak dan kewajiban dari suatu Negara, yang mana
salah satu kewajiban negara dari negara itu adalah tidak diperbolehkan mengadakan campur tangan urusan dalam
negeri lain. Ketentuan ini diatur pada Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB

2. Pengadilan Militer Nurmberg dan Tokyo pada 1946 telah melahirkan satu Subyek Hukum Internasional,
sebut dan jelaskan mengenai subyek tersebut?
Jawab:
Yang lahir sebagai subjek hukum dari adanya Pengadilan Militer Nurenberg dan Tokyo pada tahun 1945 dan 1946
adalah Individu. Dengan adanya Pengadilan tersebut, telah memberikan suatu pengakuan secara langsung dari dunia
internasional bahwa individu dapat ditarik juga sebagai Subjek Hukum Internasional, atas segala pelanggaran atau
kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan internasional.

Dengan kata lain, berdasarkan Pengadilan tersebut telah menunjukkan individu yang sebenarnya bertindak atas
negara, bertanggung jawab secara pribadi atas kejahatan-kejahatan yang dilakukannya dan tidak dapat berlindung di
belakang negaranya.

3. Bagaimana PBB dapat memiliki status sebagai subyek hukum jelaskan.


Jawab:
Ini dimulai pada tahun 1958, ketika Pangeran Bernadotte yang pada saat itu bertindak sebagai wakil/duta dari PBB
terbunuh ketika menjalankan tugasnya di Israel. Dengan matinya salah satu anggotanya, PBB ingin menggugat Israel
agar bertanggung jawab atas kematiannya. Hanya saja, sebelum mengajukan gugatannya, PBB ingin mengetahui
terlebih dahulu, apakah PBB sebagai Organisasi Internasional mempunyai kapasitas hukum di mata dunia
internasional untuk melakukan gugatan tersebut. Oleh karena itu, PBB meminta pendapat (advisory opinion) dari
Mahkamah Internasional mengenai apakah PBB mempunyai kapasitas hukum sehingga dapat dianggap sebagai
subjek Hukum Internasional. Menanggapi permohonan dari PBB tersebut, akhirnya MI mengeluarkan Advisory
Opinion bahwa PBB beserta Unit Khususnya adalah Subjek Hukum Internasional

4. ICRC merupakan salah satu Subyek Hukum Internasional yang terbatas, jelaskan alasannya dan ketentuan
hukum apa yang mengaturnya.
Jawab:
ICRC merupakan Subjek Hukum Internasional yang terbatas karena dalam ICRC ini mempunyai kewenangan yang
sangat terbatas sebagai Subjek Hukum, dimana ICRC ini hanya dapat bertindak sebagai Subjek Hukum pada suatu
Kondisi Perang saja.
Dasar Hukum untuk ICRC adalah Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang

5. Beberapa Perjanjian Internasional memberikan status individu sebagai Subyek Hukum Internasional.
Berikan satu contoh Perjanjian Internasional tersebut.
Jawab:
Perjanjian Silesia Atas (upper silesia) antara Jerman dan Polandia yang memberikan kesempatan yang sama kepada
individu untuk mengajukan kasus ke Mahkamah Arbitrasi Internasional

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
27
6. Apakah Rebel, Insurgent, dan Belligerent merupakan Subyek Hukum Internasional, Jelaskan jawaban anda
dengan lengkap.
Jawab:
Rebel tidak (belum) termasuk sebagai Subjek Hukum Internasional, karena sebenarnya peranan atau akibat Rebel
pada suatu negara belum terlalu mengkhawatirkan dan dapat mudah dipadamkan oleh aparat keamanan suatu
Pemerintahan Negara.
Sedangkan untuk Insurgent dan Belligerent sudah dapat dikategorikan sebagai Subjek Hukum Internasional, karena
sudah memilki dampak atau akibat yang lebih luas lagi, dimana pemberontakannya ini sudah terjadi secara intensif
dan berkepanjangan, serta memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Sudah mempunyai wilayah yang cukup besar/luas dalam negara
- Sudah mempunyai dukungan yang banyak dari rakyat mayoritas
- Mempunyai keinginan untuk tunduk kepada hukum internasional, khususnya hukum mengenai perlindungan
korban perang,

7. Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional, jelaskan unsur2 negara serta berikan dasar
hukumnya?
Jawab:
Kriteria Negara:
- Mempunyai Penduduk yang tetap
- Mempunyai wilayah (defined territory) yang diakui oleh Hukum Internasional
- Mempunyai Pemerintahaan
- Dapat melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain

8. Entitas termasuk subjek hukum internasional, sebutkan entitas yang sudah diakui oleh Hukum Internasional
dan berikan dasar hukumnya?
Jawab:
Entitas yang termasuk dalam Subjek Hukum Internasional adalah PLO (Gerakan Pembebasan Palestina)
Dasar Hukumnya adalah Resolusi Majelis Umum PBB No.3237, tanggal 22 November 1974, yang mana
memberikan status kepada PLO sebagai Peninjau Tetap pada PBB.

9. Subyek hukum apa yang lahir setelah diadakannya perjanjian Lateran pada tahun 1929?
Jawab:
Subjek hukum yang lahir setelah diadakan Perjanjian Lateran 11 Februari 1929 adalah Takhta Suci. Perjanjian
tersebut dilakukan oleh Takhta Suci dengan Negara Italia dalam hal pendirian negara Vatikan. Dengan adanya
(eksistensi) perjanjian yang dilakukan antara Takhta Suci dengan suatu negara, dapat memberikan pengakuan secara
langsung bahwa Takhta Suci juga termasuk sebagai Subjek Hukum Internasional

10. Organisasi Internasional sebagai Subyek Hukum Internasional mempunyai personalitas dan kapasitas hukum.
Jelaskan apa arti personalitas hukum dan kapasitas hukum.
Jawab:
Personalitas Hukum ini adalah suatu pengakuan terhadap eksistensi dari kedudukan suatu subjek untuk
melaksanakan fungsi hukum, khususnya fungsi hukum dalam bertindak di dalam dunia Internasional
Kapasitas hukum adalah suatu kewenangan dari subjek hukum untuk melakukan prestasi hukum yang berhubungan
dengan hukum internasional

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
28
LAIN LAIN
11. Jelaskan Perbedaan antara Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional, serta beri
masing2 contohnya.
Jawab:
Hukum Internasional Publik adalah sekumpulan kaidah hukum atau asas2 hukum yang mengatur hubungan perdata,
yang melintasi batas negara. Dengan kata lain, HIP ini mengatur hubungan hukum perdata untuk para pihak yang
tunduk pada hukum nasionalnya masing-masing
Contoh: Perkawinan Beda Kewarganegaraan; sengketa bisnis antara 2 pihak yang berlainan negara
Hukum Perdata Internasional adalah sekumpulan kaidah hukum atau asas2 hukum yang mengatur segala sesuatu
yang tidak termasuk dalam hubungan perdata, yaitu hubungan yang melintasi batas negara antara negara dengan
negara; negara dengan subjek hukum bukan negara; dan antara Subjek Hukum bukan Negara.
Contoh: Perjanjian Bilateral antara Negara

12. Jelaskan yang dimaksud dengan Hukum Internasional Regional, serta berikan contohnya?
Jawab:
Hukum Internasional Regional adalah Hukum Internasional yang berlaku terbatas pada daerah atau
lingkungannya.
Contohnya adalah seperti Hukum Internasional Amerika Latin, Hukum Masyarakat Eropa
Hukum ini biasanya tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. Ada kalanya Hukum Regional kemudian berkembang
menjadi Hukum Internasional Umum, karena mulai diterima dan diterapkan secara universal

13. Jelaskan Perbedaan penyelesaian sengketa damai melalui Mediasi dan Konsiliasi?
Perbedaan Penyelesaian Sengketa
(1) Mediasi: pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan jasa pihak ketiga sebagai perantara, yang
biasanya disebut dengan Mediator. Pihak ketiga ini diputuskan oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
Perantara ini tidak berwenang untuk menghasilkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa, sedangkan
(2) Konsiliasi, meski sama-sama menggunakan campur tangan pihak ketiga, tetapi pada konsiliasi ini melibatkan
suatu Penyelidikan yang tentunya harus dilakukan oleh badan yang independen. Dalam cara konsiliasi ini, para
pihak dapat menyetujui untuk menyerahkan pertikaiannya kepada suatu komisi Konsiliasi yang sudah ada atau
melalui Konsiliator tunggal dengan maksud untuk menyelidiki aspek-aspek pertikaiannya
(3) Arbitration: kedua belah pihak yang bersengketa sepakat meminta pihak ketiga menjadi perantara.
Perantara ini berhak mengeluarkan keputusan yang mengikat pihak2 yang bersengketa jika tidak terjadi
kesepakatan

14. Jelaskan Perbedaan penyelesaian sengketa Arbitrasi dan Mahkamah Internasional?


a. Kewenangan Para Pihak
(1) Arbitration: kedua belah pihak yang bersengketa sepakat meminta pihak ketiga menjadi perantara.
Perantara ini berhak mengeluarkan keputusan yang mengikat pihak2 yang bersengketa jika tidak terjadi
kesepakatan. Dalam arbitrasi ini para pihak berhak dan dapat memilih sendiri Pihak ketiga atau yang biasa
disebut dengan Arbitrator untuk menyelesaikan sengketanya. Dan untuk masa
(2) Mahkamah Internasional: kedua belah pihak yang bersengketa juga harus sepakat jika ingin menyelesaikan
sengketanya melalui campur tangan Mahkamah Internasional. Hanya saja, berbeda dengan Arbitrasi,
Kedua belah pihak yang bersengketa tidak mempunyai wewenang untuk menentukan Hakim yang nantinya
akan mengadili dan memutus perkara
b. Pembiayaan
(1) Arbitrase, biaya dibebankan pada para pihak dengan pembagian yang seimbang antar para pihak yang
bersengketa (pasal 85)
(2) Sedangkan pada Mahkamah Internasional, pembiayaannnya dipikul oleh PBB menurut cara yang
ditentukan di Majelis Umum. PBB juga membentuk Trust Fund yang bertujuan untuk membantu negara-
negara dalam penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Internasional. Peraturan-peraturan keuangan dan
prosedur audit yang berlaku di PBB diterapkan juga di Trust Fund.

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
29
c. Prosedur Berperkara
(1) Arbitrase lebih fleksibel dibandingkan degan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Di dalam arbitrase
para pihak dapat menentukan dimana penyelesaian sengketa itu akan berlangsung dan dapat menentukan
dan memilih arbiter sesuai dengan kemampuannya, prosedur yang akan diterapkan, kekuatan dari
keputusannya yang merupakan hasil kompromi para pihak yang bersengketa
(2) Sedangkan pada Mahkamah Internasional, para pihak tidak dapat menentukan dimana penyelesaian
sengketa itu akan berlangsung dan juga tidak dapat untuk menentukan prosedur yang akan diterapkan,
karena prosedur sudah baku ditetapkan berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional

Rangkuman Materi Hukum Internasional you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
30

Anda mungkin juga menyukai