Anda di halaman 1dari 20

Bab I

Pengertian Hukum Tata Negara

Par.1 Pengertian Negara

Istilah Negara

Istilah “Negara” yang dikenal sekarang mulai timbul pada zaman renaissance di Eropa dalam
abad ke-15. Pada masa itu telah mulai dipergunakan oleh orang istilah “Lo Stato” yang berasal dari
bahasa italia yang kemudian menjelma menjadi perkataan “L’Etat” dalam bahasa Perancis, “The
State” dalam bahasa inggris, atau “Der Staat” dalam bahasa Jerman, dan “De Staat” dalam bahasa
belanda. Kata “Lo Stato” dalam bahasa indonesia adalah “Negara” pada waktu itu diartikan sebagai
suatu sistem tugas-tugas atau fungsi-fungsi publik dan alat-alat perlengkapan yang teratur didalam
wilayah tertentu.

Definisi Negara

Terdapat banyak definisi “Lo Stato” (der Staat, the State atau Negara) yang diberikan para
negarawan, diantaranya sebagai berikut :

1. Fr. Oppenheimer : Every state in history was or a state or clsses,.. etc;


2. Leon Duguit : There is a state wherever in a given society there exists a political
differentiation (between rulers and ruled),..;
3. R.M Mac Iver : The state must either be an institutional system ir an association when we
speak of the state we mean the organization of which government is the administrative organ;
4. Prof.Dr. J.H.A.Logemann : De staat is een gezags organizatie (negara ialah suatu organisasi
kekuasaan/kewibawaan);

Pengertian Negara

Istilah “negara” juga mengandung pelbagai arti, yang menurut pelbagai arti, yang menurut
Prof.Mr.L.J van Apeldoom dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse
Recht” (Pengantar Ilmu Hukum Belanda) bahwa :

1. Istilah negara dipakai dalam arti “penguasa”, untuk menyatakan orang atau orang-orang yang
melakukan kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal dalam sesuatu
daerah;
2. Istilah negara kita dapati juga dalam arti “persekutuan rakyat”, yakni untuk menyatakan
sesuatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah, dibawah kekuasaan yang tertinggi, menurut
kaidah-kaidah hukum yang sama;
3. Negara mengandung arti “sesuatu wilayah tertentu”, dalam hal ini istilah negara dipakai untuk
menyatakan sesuatu daerah di dalamnya diam semua bangsa dibawah kekuasaan tertinggi;
4. Negara terdapat juga dalam arti “kas negara atau fiscus”. Jadi untuk menyatakan harta yang
dipegang oleh penguasa guna kepentingan umum, misalnya dalam isitlah “domein negara”,
pendapat negara, dan lain-lain.
Unsur Negara

Telah menjadi kelaziman orang hanya mau mangakui satu pengertian dari istilah negara, dan
biasanya orang membayangkan “negara” sebagai suatu badan hukum (rechtperson) yang meliputi tiga
unsur : wilayah, rakyat, dan pemerintahan, akan tetapi bersifat satu dan tak dapat dibagi-bagi.Maka
negara memerlukan lembaga-lembaga pelaksana kehendak negara itu ialah para pejabat negara :
presiden, menteri, sekretaris jenderal, direktur jenderal dan lain-lain. Namun disamping istilah
“negara” yang beraneka ragam itu, masih pula didkenal sesuatu sebagai negara atau “state” itu.

Hal tersebut dalam bukunya yang berjudul The Theory and Practice of Modern Government,
Herman Finder menulis antara lain sebagai berikut :

1. Orang Yunani tidak mengenal istilah negara atau state, karena ukuran wilayahnya yang kecil
dan lebih menekankan kepada pemilikan hak dan bukan pada keunggulan dalam ketaatan;
2. Romawi juga bukanlah “state” , oleh karena :
a. Merupakan “a closed corporation” dan penduduknya memelihara budak-budak (mengenal
perbudakan);
b. Dinamakan civitas atau res publica, kemudian disebut imperium, istilah-istilah mana
sekalipun tetap dipakai namun tidak sama dengan “state”
3. State pertama-tama timbul dalam abad ke 15 kurang lebih bersamaan dengan istilah “Lo
State” dari Niccolo Machiavelli dalam bukunya Il Principe.

Asal Usul Negara

Pendapat R.M. Mac Iver

Dalam bukunya yang berjudul The Web of Government, Mac Iver menguraikan sebagi
berikut :

1. Mengapakah seorang manusia memerintah jutaan orang lain?


2. Bagaimana dan mengapa manusia itu patuh?

Mengenai pertanyaan “Mengapakah seseorang manusia memerintah jutaan orang lain”, Mac Iver
menulis sebagai berikut : “Pemerintahan memberikan kepada seseorang manusia kekuasaan atas
manusia-manusia lainnya, suatu kekuasaan yang tidak memiliki oleh siapapun juga, baik karena
haknya maupun karena kekuatannya sendiri”.

Thomas Hobbes dalam bukunya yang berjudul Leviathan memberikan uraian atas pertanyaan
tersebut sebagai berikut : “Alam menciptakan manusia sedemikian sama dalam kemampuan
jasmaniah dan rohaniah. Walaupun kadang-kadang ada seorang manusia yang ternyata lebih kuat
jasmaninya atau lebih cerdas otaknya dari yang lain, tetapi apabila diperhitungkan seluruhnya akan
ternyata, bahwa perbedaan manusia yang satu dengan yang lainnya tidaklah demikian besar sehingga
seseorang manusia dapat menuntut dan mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri, sedangkan
manusia yang lain tak dapat menuntutnya seperti dia”.

Alasan yang dikemukakan Thomas Hobbes tersebut memang tidak dapat diperdebatkan, namun
kenyataannya ada seseorang memerintah jutaan orang lain dan pada banyak bagian dunia ini terdapat
pula jutaan orang yang bertekuk lutut di depan seorang manusia, karena ketaatan mereka atau karena
ketakutan, bahkan juga alat-alat negara seperti polisi misalnya dapat menundukkan banyak orang.
Mengenai pertanyaan “Bagaimanakah dan mengapakah mausia patuh kepada hukum?”, dalam
masyarakat terdapat beraneka warna hukum, kebiasaan, peraturan agama, tradisi, peraturan,
perkumpulan yang kesemuanya itu dalam beberapa hal membatasi tindak tunduk manusia, dan
mengatasi hasrat hatinya yang sejati.

Hukum tidaklah sepenuhnya menuntun tindakan manusia melainkan lebih bersifat menjaga agar
manusia-manusia tetap berada dalam batas-batas tertentu.Banyak terdapat perbuatan-perbuatan
hubungan sosial yang tidak dikuasai oleh hukum negara dan banyak pula perbuatan-perbuatan lainnya
yang hanya dapat diawasi sebagaimana saja, dan apabila hukum negara mencoba untuk
mempengaruhinya lebih dalam maka hal ini hanya dapat dilakukan dengan susah payah, banyak
gangguan dan biaya.

Oleh karena hukum negara dengan sifat pelaksanaanya yang khas nyata sekali membatasi
tindak tunduk manusia maka timbullah dua pernyataan yang penting yaitu :
1. Mengapa orang harus patuh kepada hukum?
2. Mengapa sesungguhnya orang patuh pada hukum?

Mengenai pertanyaan pertama terdapat berbagai aliran yang memberikan jawaban yang
berlainan.

Dalam bukunya yang berjudul The Sanctity of Law (Keluhuran Hukum), J.W.Burgess
menunjukkan, bahwa orang mendasarkan kewajiban untuk patuh atas dua alasan utama : yang
pertama ialah legitimasi dari sumber yang mengeluarkan hukum itu; dengna perkataan lain, hak yang
diberikan kepada penguasa yang membuat hukum, apakah manusia itu (penguasa) ditunjuk oleh
Tuhan, ataukan berdasarkan hak konstitusional, ataupun suatu persetujuan antar penguasa dengan
rakyat.

Alasan kedua ialah bersifat resionalitas, yakni berkenaan dengan nilai dari hukum itu.
Seringkali timbul berbagai pendapat megenai nilai dari hukum hukum tertentu akan tetapi hukum
tertentu itu diterima dan dipatuhi.

Beberapa sarjana seperti Plato, Hobbes dan Hegel menganggap hukum negara lebih tinggi
daripada hukum yang lainnya, sedangkan banyak pula yang menempatkan hukum Tuhan diatas
hukum ciptaan manusia.

Sarjana lainnya Harold J.Laksi dalam bukunya Grammar of Politics, berpendirian bahwa
warga negara-warga negara berkewajiban mematuhi hukum tertentu hanya jika hukum itu memuaskan
rasa keadilannya.

Mengenai jawaban atas pertanyaan kedua tersebut tergantung ada pengetahuan kita tentang
ilmu jiwa golongan.

Dalam tiap masyarakat, kecuali masyarakat yang sedang berevolusi, selalu terdapat tata tertib.
Orang patuh pada hukum tidak hanya karena orang mengakui sahnya sumber dari hukum dan juga
tidak karena orang yakin akan rasionalnya hukum itu; orang patuh bukan karena mereka
menganggapnya sebagai kewajiban mereka terhadap negara. Tidak pula orang patuh kepada hukum
karena mereka takut akan sanksi yang dikenakan oleh hukum.

Sebagian manusia mempunyai kebiasaan untuk patuh pada hukum. Aristoteles mengatakan
bahwa hukum tidak mempunyai kekuasaan untuk memerintahkan agar orang patuh kepada hukum,
selain dari kekuasaan yang ditimbulkan oleh kebiasaan orang patuh. Orang patuh karena ia adalah
makhluk sosial; dengan kata lain karena ia adalah makhluk yang disosialkan yakni dilatuh dan dididik
menurut tata cara masyarakat. Jadi tak dapat kita menjawab pertanyaan mengapa manusia patuh pada
hukum dengan mengemukakan pertimbangan-pertimbangan politik semata-mata. Kita dapat saja
memiliki beberapa pertimbangan khusus yang mendorong manusia untuk taat pada hukum, terlepas
dari respek mereke terhadap penguasa, demi kesadaran akan kewajiban dan rasa takut akan sanksi-
sanksi hukum.

Negara itu ada yang berdaulat dan ada pula yang tidak berdaulat. Negara yang berdaulat
disebut negara nasional. Suatu negara bagian atau negara anggota persemakmuran (commonwealth)
yang berstatus “dominion” bukanlah negara yang berdaulat.

Mengenai negara hukum ini belum ada kesamaan pendapat antara para sarjana;
konsekuensinya di Eropa dikenal dua tipe pokok negara hukum, yaitu :

1. Tipe Anglo Saxon (Inggris Amerika), yang berintikan rule of law;


2. Tipe Eropa Kontinental (Jerman,Belanda,Belgia,Skandinavia), yang berdasarkan pada
recht souvereniteit (kedaulatan hukum) yang berintikan recht staat (negara hukum).

Negara Hukum yang Berintikan Rule of Law

Berkenaan dengan “rule of law”, A.V.Dicey dalam bukunya The Law of The Constitution
mengemukakan bahwa paham “rule of law” itu memuat tiga unsur, yaitu :

1. Supremacy of Law
2. Equality of Law
3. Konstitusi yang bersandarkan hak-hak asasi.

Menurut A.V Dicey, sistem rule of law adalah typisch Inggris, dan ia menganggap hukum
inggrislah yang terbaik oleh karena bersendikan “rule of law”.

Supremacy of law, mengandung arti kekuasaan tertinggi dari hukum. Baik rakyat (yang
diperintah) maupun raja (yang memerintah), kedua-duanya tunduk kepada hukum, adapun yang
berkuasa (berdaulat, supreme) ialah hukum.

Equality before the law, mengandung arti gelijkheid voor het recht (bersamaan kedudukan
terhadap hukum). Tak ada hukum istimewa untuk seseorang. Namun di Perancis dan negara-negara
kontintenal lainnya ada. Jika negara atau alat-alat kekuasaannya tersangkut dalam suatu perkara, maka
yang berlaku ialah hukum administrasi negara dan diadili oleh pengadilan administrasi.

Negara Hukum Berdasarkan Recht Souvereinteit

Dalam tipe negara hukum ini hukumlah yang berdaulat. Negara dipandang sebagai subjek
hukum, dan apabila negara salah, maka ia dapat dituntut dimuka pengadilan sebagaimana haknya
dengan subjek hukum yang lain (manusia).

Perlu diketahui bahwa rule of law tidak sama dengan paham negara hukum (recht staat
gedachte). Recht staat gedachte memuat dua unsur (di Perancis) atau empat unsur (di Jerman), yaitu :

1. Di Perancis : unsur grondrechten (hak-hak asasi) dan scheiding van machten (pemisahan
kekuasaan)
2. Di Jerman : unsur grondrechten, scheiding van machten, wetmatigheid van het bestuur
(pemerintahan berdasarkan hukum) dan administrative recht spraak (peradilan tata usaha
negara).

Namun pada akhirnya juga recht staat gedachte di Perancis terdapat empat unsur, yang
ditimbulkan tidak dari teori melainkan dari praktik hukum (sejak Napoleon berkuasa).

Jadi keempat unsur dari recht staat gedachte itu di Inggris timbul dari teori sedangkan di
perancis timbul dari praktek.

Pendapat Georg Jellinek

Jellinek memberikan uraitan yang dengan jitu menggambarkan negara itu sebagai “Die mit
ursprunglicher Herrschermacht ausgestotte Verbandseinheit setshafter menschen” atau negara itu
ialah “sekumpulan” manusia yang berkediaman tertentu dan mempunyai kekuasaan asli untuk
memerintah.

Jika negara sudah terbentuk, memang ketaatan warganya itu dianggap sebagai kebiasaan
ataupun mungkin timbul karena ketakutan, kuatir dipenjarakan, ingin diberi hadiah, untuk minta
perlindungan dan lain-lain sebab, akan tetapi dengan demikian kita lalu tidak menyelidiki lahirnya
rasa ketaan itu, tetapi hanya menyatakan adanya ketaatan itu di dalam negara yang sudah terbentuk.
Adapun mengenai asal mula terjadinya sesuatu negara terdapat banyak pendapat atau paham yang
antara lain :

1. Menurut paham teokrasi


2. Menurut paham kaum historisi
3. Menurut teori perjanjian masyarakat

Par.2. Syarat dan Tujuan Negara

Syarat Negara

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa sesuatu negara itu harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :

1. Harus ada wilayahnya


2. Harus ada rakyatnya
3. Harus ada pemerintahnya, yang berkuasa terhadap seluruh daerah dan rakyatnya.

Adapun wilayah dari sesuatu negara dapat dibagi atas :

1. Wilayah darat
2. Wilayah laut
3. Wilayah udara
Wilayah Darat

Wilayah darat dari sesuatu negara dibatasi oleh wilayah darat dan/ atau wilayah laut
(perairan) dari negara lain. Perbatasan wilayah negara yang satu dengan wilayah negara lain, biasanya
ditentukan dalam suatu perjanjian

Wilayah Laut

Bagian dari laut yang termasuk wilayah sesuatu negara disebut lautan atau peraitan teritorial
dari negara yang bersangkutan. Adapun batas dari peraitan teritorial itu pada umumnya 3 mil laut
(5,5555km) dihitung dari pantai ketika air surut.

Wilayah Udara

Udara yang berada diatas wilayah darat dan wilayah laut (perairan) teritorial sesuatu negara,
termasuk dalam wilayah negara itu. Tingginya ke atas tidak ada batasnya, asal dapat dipertahankan
oleh negara yang bersangkutan itu.

Rakyat Negara

Adapun yang termasuk rakyat sesuatu negara, ialah semua orang yang berada di wilayah
negara itu dan yang tunduk pada kekuasaan dari negara tersebut.

Pemerintah Negara

Dalam bidang ilmiah dibedakan antara pengertian pemerintah sebagai organ (alat) negara
yang menjalankan tugas (fungsi) dan pengertian Pemerintahan sebagai fungsi dari Pemerintah.

Bentuk Pemerintah

Istilah pemerintah dalam arti organ dapat pula dibedakan antara pemerintah dalam arti luas
dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti sempit dimaksudkan khusus kekuasaan
edukatif sedangkan pemerintah dalam arti luas ialah organ negara yang termasuk DPR.

Tujuan Negara

Untuk mencapai tujuan bersama, maka setiap manusia perlu bernegara, oleh karena negara itu
adalah suatu organisasi kekuasaan daripada masyarakat dan merupakan alat yang akan dipergunakan
untuk mencapai tujuan bersama itu. Tujuan suatu negara bermacam-macam antara lain :

1. Untuk memperluas kekuasaan semata


2. Untuk menyelenggarakan ketertiban hukum
3. Untuk mencapai kesejahteraan umum

Ajaran Tentang Tujuan Negara

a. Ajaran Plato : Negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia,sebagai perseorangan


(individu) dan sebagai makhluk sosial
b. Ajaran Negara Kekuasaan : Penganjur ajaran ini ialah Machiavelli dan Shang Yang, negara
bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata-mata dan karena itu disebut negara
kekuasaan.
c. Ajaran Teokratis (Kedaulatan Tuhan) : Tujuan negara itu untuk mencapai kehidupan yang
aman dan tentram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan.
d. Ajaran Negara Polsi : Negara bertujuan mengatur semata-mata ketertiban hukum, dengan
berdasarkan dan berpedoman pada hukum (Krabbe).
e. Negara Kesejahteraan (welfare state = social service state) : Tujuan negara ini ialah
mewujudkan kesejahteraan umum.

Tujuan Negara Republik Indonesia

Dalam pembukaan UUD 1945 ditegaskan mengenai tujuan negara Republik Indonesia
sebagai berikut : “Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Tujuan negara Indonesia ini dirumuskan : mewujudkan suatu tata masyarakat yang adil dan
makmur, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.

Par.3 Pengertian Hukum Tata Negara

Hukum Publik dan Hukum Sipil

Hukum Publik (Hukum Negara) meliputi pula :

1. Hukum Tata Negara (Staats recht) dalam arti luas yang terdiri dari :
a. Hukum Tata negara dalam arti sempit (Staat in rust)
b. Hukum Administrasi Negara (Staat in beweging), yang sekarang disebut Hukum Tata
Pemerintahan.
2. Hukum Pidana (Staf Recht)
3. Hukum Internasional (Publik)

Sedangkan Hukum Sipil dapat dibagi pula dalam :

1. Hukum Perdata (Burgerlijk Recht)


2. Hukum Dagang (Handles Recht)

Perumusan-Perumusan Hukum Tata Negara

Menurut Prof.Dr.Hans Kelsen, Hukum Tata Negara ialah hukum mengenai “der wohlende
staat”, yang memberi bentuk negara, hal mana tercantum dalam undang-undang dasarnya. Sedangkan
Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Pemerintahan) adalah merupakan merupakan pelaksanaan
dari Hukum Tata Negara yang oleh Hans Kelsen disebut hukum mengenai “der handelnde staat”

Prof.Dr. J.H.A. Logemann dalam bukunya Over de Theorie van een Stellig Staats recht
mengatakan, bahwa HTN adalah serangkaian kaidah hukum mengenai jabatan atau kumpulan jabatan
di dalam negara dan mengenai lingkungan berlakunya hukum dari suatu negara.

Mr.W.F Prins mengatakan, bahwa HTN menentukan aparatur negara yang fundamental yang
langsung berhubungan dengan setiap warga masyarakat.

Prof.Mr.C. van Vollenhoven mengatakan, bahwa HTN merupakan hukum tentang distribusi
kekuasaan negara, dan Hukum Administrasi Negara merupakan hukum mengenai pelaksana atau
penggunaan dari kekuasaan-kekuasaan atau kewenang-kewenangan tersebut.
Sesungguhnya jika semua perumusan HTN tersebut diatas itu diringkaskan, maka menurut
Prof.Dr.Ismail Suny, SH., M.CL, bahwa HTN itu mengatur :

1. Organisasi negara dan pemerintah


2. Hubungan antara pemerintah dan rakyat
3. Hak-hak asasi warganegara

Par.4. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Lainnya.

Yang dimaksud dengan cabang ilmu pengetahuan lainnya dalam hubungannya dengan
Hukum Tata Negara adalah terutama Hukum Administrasi Negara, Ilmu Negara dan Ilmu Politik.
Ketiga ilmu pengetahuan ini diibaratkan sebagai tetangga terdekat dari Huum Tata Negara, walaupun
hal ini tidak berarti menutup kemungkinan hubungan Hukum Tata Negara dengan cabang-cabang
ilmu pengetahuan lainnya, seperti Hukum Internasional Publik, Hukum Pidana dan sebagainya.

1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara

Ilmu Negara dalam kedudukannya sebagai ilmu pengethauan pengantar bagi HTN dan HAN
tidak mempunyai nilai yang praktis seperti halnya dengan HTN dan HAN sendiri. Jika orang
mempelajari Ilmu Negara, ia tidak memperoleh hasilnya untuk dipergunakan secara langsung
didalam praktik.

2. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik

Hubungan Ilmu Politik dan HTN pertama-tama ditunjukan oleh Barents dengan
perumpamaan HTN sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik merupakan daging
yang ada disekitarnya.

3. HAN merupakan bagian dari HTN dalam arti luas maka di antara para ahli hukum masih
terdapat perselisihan pendapat tentang hubungan HTN dan HAN. Ahli hukum beranggapan
bahwa antara HTN dan HAN tidak terdapat perbedaan yang bersifat asasi, malainkan hanya
karena pertimbangan manfaat saja. HAN itu merupakan HTN dalam arti sempit. Ini yang
disebut teori “residu”
Bab II
Sumber-Sumber Hukum Tata Negara

Par.5. Sumber-Sumber Hukum Materiil dan Formal

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum itu
dapat kita tinjau dari segi materiil dan segi formal. Sumber-sumber hukum materiil dapat ditinjau lagi
dari pelbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya. Sumber-
sumber hukum formal antara lain ialah :

1. Undang-Undang (statute)
2. Kebiasaan (costum)
3. Keputusan-Keputusan Hakim (jurisprudentie)
4. Traktat (treaty)
5. Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)

Par.6. Peraturan Perundang-Undangan

A. Sebelum 17 Agustus 1945

Masa Nederlands Indie (Hindia-Belanda)

Pada masa Nederlands-Indie yang dianggap sebagai Undang-Undang Dasar Hindia-Belanda


adalah Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie yang disebut Indische Staatsregeling
(disingkat RS), semula bernama Reglement op het beleid der Regering van Nederlands Indie
(disingkat : Regeling Reglement = RR).

Masa Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sipil dilakukan oleh penguasa militer, yaitu
gunseikan. Kemudian sejak 1 September 1943, dilakukan oleh seikosikikan. Kekuasannya meliputi
juga kekuasaan yang dulu dipegang oleh gouverneur generaal.

B. Sesudah 17 Agustus 1945

Masa 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 1950

Antara 17 Agustus 1945 sampai 17 Agustus 1950 (sering juga disebut masa RI Yogya),
berlaku UUD 1945. Di dalam UUD 1945, disebut beberapa jenis peraturan perundangan. Peraturan
perundangan tersebut adalah :

- Undang-undang [Pasal 5 Ayat (1) jo Pasal 20 Ayat (1)]


- Peraturan Pemerintah [Pasal 5 Ayat (2)]
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Pasal 22)
Masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950)

Dalam Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat dapat dijumpai jenis-jenis peraturan
perundangan sebagai berikut :

1. Undang-Undang
Menurut Konstitusi Sementara RIS, dikenal tiga macam undang-undang yaitu :
a. Undang-undang yang dibentuk berdasarkan ketentuan dalam pasal 127 huruf a. Undang-
undang ini dibentuk oleh pemerintah bersama sama DPR dan senat.Undang-undang ini
mengatur tentang daerah bagian atau bagiannya hubungan antara RIS dengan daerah-
daerah bagian.
b. Undang-undang yang hanya dibentuk pemerintah bersama-sama DPR. Undang-undang
ini berkenaan dengan hal hal yang tidak termasuk dalam huruf a (Pasal 127 huruf b)
c. Undang-undang yang dibentuk berdasarkan Pasal 190. Meskipun undang-undang ini
dibentuk oleh pemerintah bersama-sama DPR dan senat tetapi prosedurnya berbeda
dengan pembentukan undang-undang menurut pasal 127, huruf g. Undang-undang ini
adalah undang-undang tentang perubahan konstitusi RIS.

Masa Undang-Undang Dasar Sementara 1950

Dalam UUD Sementara 1950 terdapat peraturan perundangan sebagai berikut :

1. Undang-undang : yaitu peraturan perundangan yang dibentuk pemerintah bersama-sama DPR


(Pasal 89)
2. Undang-undang Darurat (Pasal 96)
3. Peraturan Pemerintah (Pasal 98)
4. Keputusan Presiden (Pasal 98)

Masa antara 1950-1965

1. Setelah Dekrit Presiden sampai tahun 1966, jenis peraturan perundangan selain seperti apa
yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, juga diatur dalam surat presiden kepada
ketua DPRGR tertanggal 20 Agustus 1959 No.2262/KH/1959 tentang bentuk peraturan-
peraturan negara yaitu :
a. Penetapan Presiden
b. Peraturan Presiden
c. Peraturan Pemerintah
d. Keputusan Presiden
e. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri

Masa sesudah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XX/MPRS/1966

Dalam rangka menyusun kembali segala kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia dan
“dengan tujuan utama supaya Republik Indonesia sungguh-sungguh de facto dan de jure adalah
Negara hukum yang hidup dan ditegakkan secara konsekuen diatas landasa UUD 1945”
Untuk merealisasi tujuan tersebut, pada tanggal 9 Juni 1966 DPR Gotong Royong telah
mengeluarkan memorandum. Memorandum tersebut meliputi :

a. Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia


b. Tata Urutan Peraturan Perundangan RI dan Pembagian Susunan Kekuasaan di dalam Negara
RI
c. Skema Susunan Kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia.

Undang Undang Dasar

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia adalah merupakan bentuk Peraturan Perundangan


yang tertinggi yang menjadi dasar dan sumber bagi semua Peraturan Perundangan yang tertinggi yang
menjadi dasar dan sumber bagi semua Peraturan Perundangan bawahan dalam negara, yang
pelaksanaannya dilakukan dengan ketetapan MPR, undang-undang atau Keputusan Presiden. Jadi
yang diatur dalam UUD, adalah mengenai dasar-dasar sehubungan dengan kehidupan bernegara dari
suatu negara.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Undang-Undang Dasar 1945 tersendiri, tidak mengatur secara tegas mengenai bentuk-bentuk
produk MPR sehingga dalam praktik ditetapkan oleh MPR sendiri dalam tata tertibnya. Menurut
peraturan Tata Tertib MPRS, dalam Pasal 28 Keputusan MPRS No.I/MPRS/66, dibedakan :

1. Keputusan Musyawarah MPRS, yang terdiri dari :


a. Ketetapan
b. Resolusi
c. Penetapan
2. Keputusan Musyawarah Pimpinan MPRS, yang terdiri dari :
a. Keputusan Pimpinan
b. Instruksi Pimpinan

Undang-Undang

Undang-undang, adalah suatu bentuk peraturan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar


atau ketetapan MPR. Menurut sistem Undang-Undang Dasar 1945, suatu Undang-undang adalah
merupakan produk bersama antara Presiden dan DPR [Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1) dan Pasal
21 Ayat (1)]. Dengan demikian suatu peraturan tersebut dapat dinamakan Undang-Undang, apabila
dibuat oleh kedua badan tersebut.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Bentuk ini adalah merupakan produk yang semata-mata dikeluarkan oleh Presiden dan
mempunyai derajat yang sama dengan suatu Undang-Undang,dalam mengeluarkan bentuk peraturan
tersebut harus memperhatikan syarat-syarat :
1. Adanya kepentingan yang memaksa
2. Harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut
3. Jika tidak mendapat persetujuan DPR tersebut angka 2 maka harus dicabut.

Peraturan Pemerintah

Peraturan pemerintah, adalah suatu bentuk peraturan yang emmuat aturan umum untuk
melaksanakan undang-undang dan dikeluarkan oleh Presiden [Pasal 5 Ayat (2)].

Keputusan Presiden

Keputusan Presiden adalah suatu bentuk peraturan yang berisi keputusan yang bersifat khusus
(einmahlig), yaitu untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar, Ketetapan MPR dalam
bidang eksekutif atau Peraturan Pemerintah. Keputusan Presiden adalah mengenai hal-hal yang
semata-mata menjadi tanggung jawab Presiden selaku “supreme head of the executive”.

Peraturan pelaksanaan lainnya

Peraturan pelaksanaan lainnya seperti peraturan menteri, instruksi menteri dan sebagainya
yang dikeluatkannya oleh pejabat yang bersangkutan, harus dengan tegas berdasar dan bersumber
kepada peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Adanya ketentuan seperti tersebut dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPR/66, mengandung
arti :

1. Bahwa hukum tertulis yang dapat dikeluarkan oleh pemerintah/negara, sejak adanya
ketetapan ini tidak boleh diluar bentuk-bentuk yang telah disebutkan
2. Bahwa bentuk peraturan perundangan yang tertinggi adalah UUD 1945.

Bentuk dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia

Adapun bentuk-bentuk dan tata urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia sekarang
ini berdasarkan UUD 1945 dan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
3. Undang-Undang (UU)
4. Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU)
5. Peraturan Pemerintah (PP)
6. Keputusan Presiden (Kepres)
7. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar dalah peraturan negara yang tertinggi dalam negara, yang memuat
ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari Peraturan Perundangan lainnya yang
kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam pasal-pasal dari
UUD 1945 adalah ketentuan-ketentuan yang tertinggi tingkatnya yang pelaksanaannya dilakukan
dengan Ketetapan MPR(S), Undang-undang atau Keputusan Presiden.

Ketetapan MPR

Mengenai ketetapan MPR ada dua macamnya :

1. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan
undang-undang
2. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan
Keputusan Presiden.

Bilamanakah suatu undang-undang mulai sah berlaku?

Adapun syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah setelah diundangkan
dalam Lembaran Negara (Lembaran Negara adalah tempat pengundangan peraturan-peraturan negara
agar sah berlaku) oleh Sekretaris Negara.

Berkenaan dengan berlakunya suatu undang-undang, kita mengenal beberapa asas Peraturan
Perundangan :

1. Undang-Undang tidak berlaku surut


2. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi pula
3. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum.
4. Undang-Undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang yang terdahulu (yang
mengatur hal tertentu yang sama)
5. Undang-Undang tak dapat diganggu-gugat.

Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU)

Perpu diatur dalam UUD 1945 Pasal 22 sebagai berikut :

1. Dalam hal-ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan


pemerintah sebagai pengganti undang-undang
2. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut
3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden

Di samping kekuasaan membentuk PERPU, UUD 1945 memberikan lagi kekuasaan kepada
Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya (Pasal 5 Ayat 2 UUD 1945). Peraturan Pemerintah itu bermacam-macam :

1. Peraturan Pemerintah Pusat seperti misalnya : Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan
peraturan-peraturan lainnya dari pejabat negara di Pemerintahan Pusat
2. Peraturan Pemerintah Daerah seperti misalnya : Peraturan-peraturan Daerah Swatantra
(Daerah Otonomi) Tingkat I, Tingkat II dan daerah-daerah lainnya.
BAB III
KONSTITUSI NEGARA

Pengertian Konstitusi

1.Istilah

Istilah konstitusi dikenal sejak jaman Yunani purba, hanya konstitusi itu masih diartikan materiil krn
konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis. Ini dapat dibuktikan pada paham
Aristoteles yang membedakan istilah politea dan nomoi. Politea diartikan sebagai konstitusi,
sedangkan nomoi adalah undang-undang biasa.

2.Pengertian Konstitusi

Konstitusi dengan istilah lain Constitution atau Verfassung dibedakan dari Undang-Undang Dasar
atau Grundgesetz.

Konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyatan. Dan ia belum
merupakan konstitusi dalam arti hukum atau dengan perkataan lain konstitusi itu masih merupakan
pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan pengertian hukum.

Jadi jika pengertian Undang-Undang Dasar itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi, maka
arti Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi
yang ditulis.

3.Beberapa pengertian tentang konstitusi

Pembagiannya adalah sebagai berikut:

a. Konstitusi dari arti absolut

b. Konstitusi dari arti relatif

c. Konstitusi dari arti positif

d. Konstitusi dari arti ideal

Pada pengertian pertama terdapat empat sub-pengertian yaitu:

1. Konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencakup semua bangunan
hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada di dalam negara.

2. Konstitusi sebagai bentuk negara dan yang dimaksud dengan bentuk negara adalah negara dalam
arti keseluruhannya.
Konstitusi sebagai faktor integrasi.

Faktor integrasi ini sifatnya bisa abstrak dan fungsional. Abstrak misalnya hubungan antara bangsa
dan negara dengan lagu kebangsaan, bahasa persatuannya, bendera sebagai lambang persatuan dan
lain-lain, sedangkan fungsional, karena tugas konstitusi mempersatukan bangsa melalui pemilihan
umumm referendum.

a. Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi di dalam negara.

b. Konstitusi dalam arti relatif dimaksud sebagai Konstitusi yang dihubungkan dengan kepentingan
suatu golongan tertentu di dalam masyarakat.

c. Konstitusi dalam arti positif, Mengandung pengertian sebagai keputusan politik yang tertinggi
berhubung dengan pembuatan sebagai keputusan politik yang tertinggi berhubung dengan pembuatan
undang undang dasar.

d. Kontitusi dalam arti ideal : Disebut konstitusi dalam arti ideal karena ia merupakan idaman dari
kaum borjuis liberal seperti tersebut di atas sbg jaminan bagi rakyat agar hak2 asasinya dilindungi,

Par 8. Teori Konstitusi

A.Beberapa Aspek Teori Konstitusi

Adapun yang dimaksud dengan teori dalam mata kuliah Teori Konstitusi adalah memberikan
pertanggung jawaban secara ilmiah.

Teori Konstitusi adalah cabang ilmu pengetahuan yang masih muda. Oleh sebab itu, tidak heran
apabila dalam kalangan sarjana belum terdapat persesuaian paham mengenai tempatnya.

Sebagai cabang ilmu pengetahuan yang masih muda, maka sudah sewajarnya kita mengetahui lebih
dulu di mana mula2 orang menyelidiki teori Konstitusi.
BAB IV
KEKUASAAN NEGARA

Sifat Kekuasaan Negara

Dalam kenyataan terlihat bahwa negara mempunyai kekuasaan yang sifatnya lain daripada
kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi yang terdapat di masyarakat.

Kelainan sifat pada kekuasaan negara ini tampak dalam kekuasaannya untuk menangkap
negara dengan kekerasan menyelesaikan sesuatu pemberontakan, kekuasaan negara untuk
mengadakan milisi dan lain-lain.

Teori Teokrasi

1. Bersifat langsung

Kekuasaan dikembalikan kepada raja dari Tuhan atu setidaktidaknya kepada raja sebagai anak dari
tuhan.

2. Bersifat tidak langsung

Kekuasaan dikembaliukan kepada Tuhan secara tidak langsung, yaitu raja dengan seizin Tuhan.

Kedaulatan Negara atau Kekuasaan Tertinggi Negara

Istilah kedaulatan yang dipergunakan di sini ialah sama dengan pengertuan Souveranitat
(Jerman), Souveraniteit (Belanda), Sivereignty (Inggris). Berasal dari istilah Latin “Superanus” yang
berarti “atas”,jadi sovereignty mengandung arti “superiority” atau “supremacy”

Sovereignty atau kedaulatan itu merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara. Seperti
diketahui salah satu unsur dari negara ialah adanya pemerintah yang berkedaulatan. Pemerintah dalam
suatu negara harus memiliki kewibawaan yang tertinggi dan tak terbatas.

Dalam arti kenegaraan, kewibawaan/kekuasaan tertinggi dan tak terbatas dari negara tersebut
sovereignty (kedaulatan). Kedaulatan ialah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu negara untuk
mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah negara lain.

Adanya kewibawaan yang tertinggi dan ttak terbatas dapat dilihat pada kekuasaan negara
yang dapat memaksa itu. Dengan demikian istilah “supreme” menimbulkan adanya pemerintahan
yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi dan tak terbatas, kekuasaan negara yang mempunyai
monopoli dalam menggunakan kekuasaan fisik.
Sifat-Sifat Kedaulatan

-Kedaulatan itu permanent

Artinya walaupun suatu negara mengadakan reorganisasi dalam strukturnya, kedaulatan itu tidak
berubah.

-Kedaulatan itu tertinggi

Dalam suatu negara tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi dari kedaulatan

-Kedaulatan itu tidak terbagi-bagi

Maksudnya kedaulatan itu tidak boleh dibagi2 kpd beberapa badan tertentu.

-Kedaulatan itu sifatnya tidak terbatas

Artinya kedaulatan itu meliputi setiap orang dan golongan yang berada dalam negara tanpa
kecualinya.

Teori-Teori Kedaulatan

Teori Kedaulatan Negara

Menurut Teori ini adanya negara itu merupakan kodrat alam, demikian pula kekuasaan yang tertinggi
yang ada pada pemimpin negara itu. Adapun kodrat alam itu merupakan sumber dari kedaulatan

Teori Kedaulatan Rakyat

Menurut teori ini, negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya yang bukan dari Tuhan atau dari raja.
Teori ini tidak sependapat dengan teori kedaulatan Tuhan, dan mengemukakan kenyataan2 yang tak
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh teori kedaulatan Tuhan

Par. 10. Pengertian Negara Hukum

Adapaun pengertian negara hukum belum terdapat kesaman pendapat antara para sarjana.
Akibatnya ialah, bahwa di Eropa dikenal dua tipe pokok negara hukum, yaitu:

-Tipe Anglo Saxon

Berintikan Rule of Law

-Tipe Eropa Kontinental

Berdasarkan pada kedaulatan Hukum, jadi berintikan Rechstaat


BAB V
PEMERINTAHAN NEGARA

Pengertian Dasar Pemerintahan

Sarjana hukum Indonesia terkenal, Prof. R. Djokosutono, SH, mengatakan bahwa, negara
dapat pula diartikan sebagai suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia2, yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama. Pemerintahan ini sebagai alat untuk bertindak demi kepentingan
rakyat untuk bertindak demi kepentingan rakyat untuk mencapai tujuan organisasi negara, antara lain
kesejahteraan, pertahanan, kemanan, tata tertibm keadilan, kesehatan dan lain2.

Sebagai dasar pemerintahan, terdapat berbagai teori sbb:

Menurut beberapa sarjana, sebagai dasar pemerintahan adalah kitab suci (Injil), dimana segala sesuatu
disalurkan menurut kehendak Tuhan, pendapat demikian, sampai zaman baru ini, pendapat tentang
pemerintahan yang berdasar kitab suci itu tetap dipertahankan kebenarannya oleh sarjana hukum dan
negarawan jerman.

Par. 12. Arti Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari perkataan Yunani “Demokratia”, Demos=Rakyat,


Kratos=Kekuatan. Jadi Demokrasi adalah kekuatan rakyat, atau suatu bentuk pemerintahan negara, di
mana rakyat berpengaruh di atasnya, singkatnya pemerintahan rakyat.

Pengertian umum pada waktu sekarang ialah bahwa demokrasi itu diartikan sebagai
perbandingan “separo+satu “, jadi golongan mana telah memperoleh suara paling sedikit separo+satu
suara.

Cara demikian sudah dianggap berdasarkan demokrasi. Timbulah sekarang pertanyaan2 sebagai
berikut:

1. Siapakah yang melaksanakan kekuasaan negara?

2. Bagaimana caranya melaksanakan kekuasaan negara?

3. Berapa banyak kekuasaan negara boleh dilaksanakan?

Pertanyaan di atas jawabannya adalah sbb

1. Yang melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah wakil2 rakyat yang dipilih, dimana rakyat
yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di di dalam melaksanakan
kekuasaan negara itu.
2. Cara melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah senantiasa mengingat kehendak dan
keinginan rakyat, jadi tiap2 tindakan dalam melaksanakan kekuasaan negara tidak bertentangan
dengan kehendak dan kepentingan keinginan rakyat.

3. Banyaknya kekuasaan negara demokrasi yang boleh dilaksanakan tidaklah dapat ditentukan dengan
angka2, akan tetapi sebanyak mungkin untuk memperoleh hasil yang diinginkan oleh rakyat, asal saja
tidak menyimpang pada dasar2 pokok demokrasi

Demokrasi berkembang, dan sekarang terdapat lima sifat demokrasi, jadi dua sifat demokrasi hasil
Revolusi Prancis 1789 ditambah dengan tiga lagi menurut Piagam PBB, sehingga menjadi:

1. Demokrasi bersifat politik

2. Demokrasi bersifat yuridis

3. Demokrasi bersifat ekonomis

4. Demokrasi bersifat sosialistis

5. Demokrasi bersifat kultural

Macam-Macam Demokrasi

-Demokrasi Timur. Demokrasi ini dianut negara2 komunis seperti Rusia, RRC dan lain2

-Demokrasi Tengah atau Fasisme atau Nazisme, yang pernah dianut oleh Italia di masa Mussolini dan
Jerman di masa Hitler

-Demokrasi Sederhana, yaitu demokrasi yang terdapat di desa2, demokrasi mana berdasarkan gotong-
royong, dan musyawarah.

-Demokrasi Barat atau Liberal, demokrasi Barat ialah demokrasi yang dianut oleh negara2 Eropa
Barat dan Amerika. Sistem Demokrasi ini mendasarkan atas liberalis atau kemerdekaan perseorangan,
yang bersifat individual. Demokrasi ini oleh kaum komunis disebut demokrasi kapitalis.

Anda mungkin juga menyukai