PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Semua yang menyangkut kesejahteraan umum sudah
diatur dalam undang-undang dalam bentuk peraturan-peraturan tertulis. Dengan
begitu sebuah kepastian hukum untuk seseorang sejahtera hakikatnya telah terjamin oleh
konstitusi yang ada di Indonesia.
Hukum di Indonesia tidak bisa berdiri secara netral, pasti ada beberapa kepentingankepentingan yang menyangkut didalamnya seperti kepentingan negara. Dengan begitu maka
politik untuk hukum bisa dikatakan sebagai alat atau sarana dan langkah yang dapat
digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional guna mencapai citacita bangsa dan tujuan negara.
Jadi perlunya hukum untuk negara kita yaitu untuk mengatur supaya bisa mencapai
cita-cita bangsa dan tujuan negara, untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan suatu
kejelasan atau kepastian hukum di dalamnya. Seseorang yang sudah memliki kepastian
hukum pasti akan lebih mudah dalam melakukan lalulintas hukum atau kegiatan-kegiatan
hukum, misalnya dalam kepemilikan tanah.
Tanah adalah suatu aset negara yang sangat banyak sekali, sumber penghasilan negara
juga sebagian besar dari pajak dan salah satu pajak yaitu pajak dari tanah, baik itu pajak
bangunan maupun pajak-pajak yang lain misalnya sewa, hak pakai, daln lain sebagainya.
Tanah lama kelamaan pasti akan habis dengan setiap tanah bermilik atau berpenghuni
karena semakin banyaknya penduduk Indonesia. Bisa jadi lama-kelamaan tanah kita habis
dan semua untuk dimanfaatkan sudah tidak ada lahan yang kosong atau terlantar.
Maka dari itu, diperlukan suatu peraturan hukum atau kaedah hukum yaitu peraturan
hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata
tertibdalam masyarakat. Hukum tersebut haruslah berupa hukum yang jelas demi memberi
kepastian hukum untuk pemilik-pemilih sah dari tanah-tanah tertentu. Dengan begitu
merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi konflik-konflik dari masyarakat maupun
dari pemerintah yang dilator belakangi oleh sengketa tanah.
1.2 Tujuan Penulisan
Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum
Agraria Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dan mengkaji lebih dalam mengenai
sengketa tanah yang terjadi di masyarakat Indonesia melalui makalah yang berjudul Sengketa
Tanah dalam Masyarakat dengan harapan semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan
referensi sekaligus sumber pengetahuan sebagai media penambah wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Agraria
Sebutan Agraria tidak selalu di pakai dalam arti yang sama. Dalam bahasa latin ager
berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian
(Prent K. Adisubrata, J. Poerwadarminta, W.J.S., 1960, kamus latin indonesia). Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga
urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu
diartikan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan
seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang
bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan
penguasaan dan pemilikannya.
Walaupun tidak dinyatakan dengan tegas, tetapi dari apa yang telah tercantum dalam
konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya, dapatlah disimpulkan bahwa pengertian
agraria dan hukum agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat luas yaitu
meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya. Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang
disebut tanah), tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air (pasal 1 ayat 4 jo
pasal 4 ayat 1). Dengan demikian pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di
daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut. Sehubungan
dengan itu, bumi meliputi juga apa yang dikenal dengan sebutan landasan kontinen
indonesia. Landasan kontinen indonesia (LKI) merupakan dasar laut dan tubuh bumi
dibawahnya, diluar perairan wilayah republik Indonesia yang ditetapkan dengan UU no 4
Prp 1960, sampai kedalaman 200 meter atau lebih, dimana masih mungkin
diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.
Pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia
(pasal 1 ayat 5). Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi disebut bahan galian,
yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk
batuan mulia yang merupakan endapan alam (UU no 11 tahun 1967 tentang ketentuan
pokok pertambangan). Kekayaan alam yang terkandung didalam air dapat berupa ikan
dan lain-lain kekayaan alam yang berada didalam perairan pedalaman dan laut wilayah
Indonesia.
Hukum agraria secara sempit ialah bidang hukum yang mengatur yang mengatur
mengenai hak-hak penguasaan tanah.
Pengertian hukum agraria dalam UUPA adalah sekelompok bidang hukum yang masingmasing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang
meliputi:
3
1. Hukum tanah, yaitu bidang hukum yang mengatur penguasaan atas tanah(permukaan
bumi),
2. Hukum air (hukum pengairan), yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak
penguasaan atas air,
3. Hukum pertambangan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
bahan-bahan galian,
4. Hukum kehutanan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
hutan dan hasil hutan,
5. Hukum perikanan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
kekayaan alam yang terkandung di dalam air,
6. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa, yaitu bidang
hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa.
2.
3.
4.
Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah (hak ulayat);
5.
Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan
tanah.
Mengenai konflik pertanahan adalah merupakan bentuk ekstrim dan keras dari
persaingan. Secara makro sumber konflik besifat struktural misalnya beragam
kesenjangan. Secara mikro sumber konflik/sengketa dapat timbul karena adanya
perbedaan/benturan nilai (kultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data atau
gambaran obyektif kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan
kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan penguasaan
tanah. Masalah tanah dilihat dari segi yuridis merupakan hal yang tidak sederhana
pemecahannya. Timbulnya sengketa hukum tentang tanah adalah bermula dari
pengaduan satu pihak (orang/badan) yang berisi tentang keberatan-keberatan dan
tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah ataupun prioritas kepemilikannya
dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
Menurut Maria S.W. Sumardjono secara garis besar peta permasalahan tanah
dikelompokkan yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Melihat penjelasan di atas, maka alasan sebenarnya yang menjadi tujuan akhir dari
sengketa bahwa ada pihak yang lebih berhak dari yang lain atas tanah yang
disengketakan oleh karena itu penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tanah
tersebut tergantung dari sifat permasalahannya yang diajukan dan prosesnya akan
memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh sesuatu keputusan.
Tanah mempunyai posisi yang strategis dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang
bersifat agraris. Sedemikian istimewanya tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia
telihat dan tercermin dalam sikap bangsa Indonesia sendiri yang juga memberikan
penghormatan kepada kata tanah, dengan penyebutan istilah seperti Tanah air, Tanah
tumpah darah, Tanah pusaka dan sebagainya. Bahkan dalam UUPA juga dinyatakan
adanya hubungan abadi antara bangsa Indonesia dengan tanah (Pasal 1 ayat (3) UUPA).
Tanah tidak hanya sebagai tempat berdiam, juga tempat bertani, lalu lintas, perjajian, dan
pada akhirnya tempat manusia dikubur. Akan tetapi, selama kurun waktu 52 tahun usia
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960, masalah tanah bagi manusia
tidak ada habis-habisnya. Konflik pertanahan ini ditimbulkan karena laju penduduk yang
5
Tujuan pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian
hak atas tanah. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka fihak-fihak yang
bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atau kedudukan hukum daripada
tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan
beban-beban apa yang ada diatas tanahnya.
Dengan begitu maka cara untuk mendaftarkan tanah sudah benar yaitu melalui
notaris didaftarkan melalui kantor pendaftaran tanah setempat tetapi pegawai pembuat
akta tanah tersebut kurang cermat dalam pembuatan serta tidak teliti dalam mengecek
apakah tanah itu sudah ada yang punya atau belum, begitu juga pihak lanud yang tidak
serta merta dengan merawat tanah tersebut dan alasannya yaitu mereka memiliki tanah
yang sangat luas dan belum mampu untuk selalu merawat tanahnya. Tetapi sering tanahtanah tersebut dibuat latihan bagi para prajurit TNI AU yang bertugas.
Dengan alasan yang kuat dari pihak lanud yaitu tanah akan digunakan sebagai
lahan untuk latihan prajurit tentara serta mereka juga melaksanakan tugas negara sudah
ada kewajiban untuk menggunakannya karena merupakan amanah dari negara untuk
memperkuat kesatuan wilayah Indonesia. Akirnya pihak dari TNI menggugat di
pengadilan untuk memperkarakan secara hukum sengketa tanah ini.
Hak atas tanah yang dilekatkan pada tanah-tanah yang dimanfaatkan oleh TNI
adalah hak pakai. Pasal 41 UUPA menerangkan definisi hak pakai, yaitu hak
menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yangditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan undang-undang ini.
Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu, dengan cuma-cuma, dengan
pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Pemberian hak pakai tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Jangka waktu hak pakai ini diterangkan dalam Pasal 43 UUPA, yaitu:
1. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh negara maka hak pakai hanya dapat
dialihkan kepada pihak lain dengan ijin pejabat yang berwenang.
2. Hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain,jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
3. TNI merupakan lembaga pemerintah dibawah Departemen Pertahanan, hak atas
tanah-tanah yang digunakan untuk kepentingan TNI adalah hak pakai.
Hak pakai adalah suatu hak benda dari seoarang yang telah ditentukan yang
dibebankan atas benda orang lain, untuk dengan memelihara bentuk dan sifatnya serta
selaras dengan maksudnya memakai sendiri benda itu dan mengambil hasil-hasilnya
jika ada, akan tetapi sekedar buat keperluan sendiri.
9
BAB III
PENUTUP
10
3.1
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam menyingkapi setiap permasalahan pertanahan
kita harus mengidentifikasi terlebih dahulu tanah tersebut termasuk hak atas tanah apa,
serta siapa subyeknya. Proses identifikasi itu penting, karena memberikan konsekuensi
hukum yang berbeda-beda pada masing-masing Hak Atas Tanah. Hal ini tentunya
berguna untuk dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri. Dalam sengketa tanah
antara Sipil dengan TNI maka, di sini jelaslah bahwa TNI sebagai lembaga atau institusi
tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah. Namun sebagai Warga Negara Indonesia,
anggota TNI boleh mempunyai hak milik atas tanah. Sebagai lembaga atau institusi, TNI
hanya boleh mempunyai hak pakai atas tanah sebagai mana diatur dalam Pemanfaatan
Tanah oleh TNI. Kemudian penentuan di setiap keputusan Pengadilan Negeri dalam
setiap sengeketa tanah antara Sipil dengan TNI, sudah seharusnya hakim memperhatikan
kepentingan umum. Alapagi, apabila sengketa tersebut yang melibatkan TNI yang
notabene dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara
menyebutkan bahwa tanah merupakan komponen utama dalam pertahanan negara. Pasal
ini hendaknya menjadi bahan pertimbangan bagi keputusan hakim. Hal ini bertujuan agar
isi amar putusan hakim tidak merugikan para pihak yang bersengketa. Tanah milik
negara digunakan demi kepentingan negara, begitu juga dengan kasus diatas yang
merupakan sengketa dengan masyarakat tetapi hukum itu milik negara dan haruslah
kembali pada negara dengan berlandaskan untuk kepentingan umum dan untuk
kepentingan negara.
DAFTAR PUSTAKA
11
: Penerbit Djambatan
: Rajagrafindo Persada
Wikipedia.2014.Pengertian Agraria
Wikipedia
Wikipedia.2014.Hukum Agraria
Wikipedia
12