Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................................... i

Kata Pengantar ..................................................................................... iii

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...................................................................................... 1

Rumusan Masalah ................................................................................. 2

Tujuan Pembahasan .............................................................................. 2

BAB II

KERANGKA TEORI

Perjanjian dan klasifikasinya ................................................................. 3

Pengertian Pinjaman di Pegadaian ........................................................ 4

Landasan Hukum perjanjian ................................................................. 6

Unsur-unsur Gadai ................................................................................ 7


Dasar Hukum Gadai .............................................................................. 8
Subjek dan Objek Gadai ........................................................................ 8

Bentuk dan Substansi Perjanjian Gadai ................................................. 9

Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Gadai ................................ 9

Hapusnya Gadai .................................................................................... 10

Teori Perlindungan Hukum ................................................................... 11

i
BAB III

PEMBAHASAN

Visi Misi Pegadaian ............................................................................. 16

Prosedur dalam Pegadaian ................................................................... 17

Kaitan Perlindungan Hukum dengan Nasabah di Pegadaian ............... 20

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan .......................................................................................... 25

Daftar Pustaka ...................................................................................... 26

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ SKT Sebagai
Salah Satu Permasalahan Kepemilikan Tanah ” ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Agraria.

Saya menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam Makalah


Hukum Agraria ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna menyempurnakan tugas ini dan membuat kemajuan
yang lebih baik ke depannya.

Saya berharap Makalah Hukum Agraria ini dapat bermanfaat serta memberi
pengentahuan baik untuk saya selaku penyusun maupun untuk para pembacanya.
Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.

Wassalamualaikum, wr.wb

Bengkulu, November 2019

Nadia Salsabilla

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan tanah merupakan


kebutuhan yang sangat vital. Pasalnya, dalam kehidupan ini tidak terlepas dari
penggunaan akan tanah,baik tanah untuk kebutuhan papan yaitu mendirikan
bangunan seperti rumah, perkantoran, pusat perbelanjaan, tanah untuk mengolah
perkebunan, pertanian dan bidang-bidang lainnya, dan masih banyak lagi.

Namun, seiring berjalan nya waktu, tanah tidak lagi seluas dan sebebas seperti
layaknya pada zaman dahulu. Dengan berbagai macam kebutuhan tadi,banyak
orang berlomba-lomba memanfaatkan tanah untuk kepentingan tertentu,baik
kepentingan pribadi, kelompok atau bahkan untuk kepentingan khalayak ramai.
Oleh karena itu lah, status kepemilikan atas tanah secara resmi menjadi sangat
penting diketahui dan dimiliki agar tidak terjadi permasalahan-permasalahan yang
dimungkinkan terjadi seperti berebut kuasa atas tanah, menggunakan tanah yang
bukan miliknya, dan lain sebagainya. Tentunya, jika persoalan-persoalan seperti
yang disebutkan di atas terjadi, maka akan menyulitkan dan merugikan pihak-pihak
terkait.

Memang, dahulu sudah ada klasifikasi atas aturan mana yang dipakai apabila
ingin mengurus tanah atau jika terjadi suatu masalah atas tanah. Klasifikasi tersebut
masih terbatas pada siapa pemilik tanah tersebut, apabila ia pribumi ataukah orang
barat. Untuk tanah kepemilikan pribumi, maka berlaku hukum adat sedangkan
untuk orang barat, berlaku hukum barat. Tapi tetap saja, hal itu belum cukup untuk
menanggapi dinamisasi kehidupan masyarakat seiring zaman. Ditambah lagi
klasifikasi hukum atas tanah yang biasa dikenal dengan dualisme hukum atas tanah
tersebut sudah tidak lagi berlaku setelah diterbitkannya UUPA (Undang-Undang
Pokok Agraria) tanggal 24 September 1960.

1
Demi menjawab keresahan masyarakat akan hal tersebut, maka muncullah
istilah SKT atau Surat Keterangan Tanah. Hal itu dimaksudkan agar seseorang
dapat dikatakan menjadi pemilik sah atas tanah dan memiliki hak pula atas segala
sesuatunya, sehingga akan meminimalisasi adanya sengketa karena buram atas
status kepemilikan tanah. Umumnya, SKT ( Surat Keterangan Tanah ) berisi
tentang informasi identitas pemilik tanah dan seputar tanah kepemilikan nya.

Pada perjalanan nya, ternyata SKT tidak serta-merta meniadakan sengketa itu
sendiri. Meskipun sudah ada aturan bahwa setiap yang memiliki tanah haruslah
mempunyai SKT sebagai bukti kepemilikan nya atas suatu tanah tertentu, tapi tetap
terjadi masalah-masalah karena nya,baikmkarena ketidakjelasan unsur di dalam
SKT tersebut sehingga membuat bingung pihak-pihak yang ingin mengolah suatu
tanah atau persoalan lainnya.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai SKT yang menjadi
salah satu sumber permasalahan kepemilikan tanah. Apakah benar SKT sudah
menjadi solusi tepat akan kemunculan sengketa karena ketidakjelasan status
kepemilikan tanah ataukah kehadiran nya justru membuat prosedur resmi dalam
memilki tanah secara sah akan menjadi tidak efisiensi. Sepenuhnya akan dikupas
dan dibahas di dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu SKT ( Surat Kepemilikan Tanah )?


2. Bagaimana efisiensi dari SKT ( Surat Kepemilikan Tanah ) atas status
kepemilikan seseorang atas tanah dan peran nya dalam menyelesaikan sengketa
atas tanah ?

C. Tujuan Pembahasan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mencapai beberapa hal sebagai berikut ;

1. Memenuhi tugas mata kuliah hukum agraria.

2
2. Untuk mengetahui lebih jauh dan jelas mengenai SKT ( Surat Keterangan
Tanah ).
3. Untuk mengetahui hubungan SKT dengan status seseorang atas tanah dan
sejauh mana kekuatan hukum nya.
4. Untuk mengetahui bagaimana menghadapi sengketa atas tanah karena status
kepemilikan.

BAB II
KERANGKA TEORI

Sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui bahwa di Indonesia,


status kepemilikan tanah diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok atau Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA). Jenis status kepemilikan tanah ada beberapa tingkatan, yaitu ;
 Hak Milik (right of ownership) - SHM (Sertifikat Hak Milik).
 Hak Guna Bangunan (right of build) - SHGB (Sertifikat Hak Guna
Bangunan).

 Hak Guna Usaha (right of use) – SHGU (Sertifikat Hak Guna Usaha).

 Hak Pakai (HP)

 Hak Satuan Rumah Susun – SHSRS (Sertifikat Hak Satuan Rumah


Susun)

 Tanah girik / petok / rincik / ketitir / verponding

 Hak Sekunder / Derivatif

 Hak-hak lain yang bersifat sementara ( hak guna air, hak pemeliharaan
dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa, dll ).

Sebagaimana yang tertera di atas, SKT merupakan bukti kepemilikan tanah


yang masuk dalam bagian hak lain yang bersifat sementara. Mengapa bisa

3
dikatakan sementara ? Karena jika ditinjau kembali, SKT hanyalah berupa
keterangan bahwa seseorang memiliki hak atas tanah tersebut. Sebuah keterangan
bisa dikatakan ibarat sebuah patok kayu yang kecil. Patok kayu kecil itu memang
menandakan wilayah yang dihak-i oleh seseorang, namun tidak bisa hanya dengan
patok kayu itu, sebuah tanah dapat aman status kepemilikan nya atau dalam kata
lain, belum kuat kekuatan hukum dari hak seseorang atas tanah tersebut jika hanya
ditandai dengan patok kayu kecil.

Sama hal nya dengan SKT, seseorang bisa saja mengklaim kepemilikan
suatu tanah adalah hak nya dengan berpegang pada SKT yang dibuat oleh pejabat
berwenang, namun sifatnya masih sementara karena penerbitan SKT biasanya
dibuat hanya untuk memberitahu bahwa seseorang itu berhak atas suatu tanah
sebelum dikeluarkannya sertifikat tanah yang sah oleh BPN ( Badan Pertahanan
Nasional ).

Pada saat ini, sebenarnya tidak ada perintah mutlak seseorang harus
membuat SKT. Akan tetapi, SKT sendiri memuat informasi di dalamnya berbagai
hal penting tentang tanah yang dimiliki. Sehingga akan ada saatnya surat
keterangan tersebut akan berfungsi dengan baik karena adanya berbagai informasi
penting tertera di dalamnya. Surat keterangan ini bisa diperoleh dari kelurahan
setempat karena merekalah yang berhak untuk menerbitkan surat tersebut. Tentu
yang bersangkutan tinggal berkunjung ke kantor kelurahan dan menyampaikan
kebutuhan untuk membuat SKT (Surat Keterangan Tanah).

Ada istilah lain yang menyatakan SKT sehingga masyarakat diharapkan


tidak bingung apabila mendengar istilah tersebut karena pada dasarnya makna nya
sama dengan SKT atau Surat Keterangan Tanah, yaitu SPT (Surat Pernyataan
Tanah). Sebenarnya SKT ialah surat kepemilikan tanah di bawah sertifikat.
Sehingga memang ada baiknya jika seseorang memiliki keduanya sebagai langkah
jaga-jaga jika diperlukan. Bahkan untuk mengurus surat lainnya terkadang juga
dibutuhkan SKT sebagai dokumen pelengkapnya.

4
Hingga kini, SKT atau SPT tidak memiliki jangka waktu masa berlaku
sehingga kapanpun ingin mengurus sertifikat tanah, SKT masih bisa digunakan.
Namun terkadang yang menjadi kendala adalah justru pemilik tanah yang bingung
dengan lokasi tanahnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya tangan jahil yang
memindahkan patokan tanah sehingga membuat bingung pemiliknya.

Solusi yang paling tepat dilakukan adalah dengan melakukan pengukuran


dan pengecekan ulang untuk memastikan ketepatan lokasi tanah tersebut. Memang
akan sedikit merepotkan tetapi jika memang akan lebih aman maka sebaiknya
dilakukan saja. Sehingga anda akan mendapatkan data dan patokan tanah yang jelas
dan tepat serta dicantumkan dalam SKT tanpa perkiraan.

SKT seringkali diperlukan dalam pengurusan sertifikat tanah oleh BPN.


Nah, dalam praktiknya, SKT kerap menjadi penghambat dalam pengurusan itu
sendiri, mulai dari proses pengurusan SKT yang memakan waktu cukup lama,
maupun kurang memadainya fasilitas di kantor kelurahan setempat. Karena
memang, pejabat berwenang yang memiliki kewenangan untuk membuat SKT
adalah pejabat pemerintah yang ada di kantor kelurahan. Untuk itu, akan dibahas
lebih lanjut mengenai SKT itu sendiri dan bagaimana peran nya dalam
permasalahan-permasalahn tanah yang sering terjadi karena SKT itu sendiri.

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pendaftaran Tanah

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa SKT atau Surat Keterangan Tanah lahir
karena adanya kewajiban untuk mendaftarkan tanah baik oleh negara, oleh
perseorangan maupun badan hukum sebagaimana yang telah ditetapkan bahwa
diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum
(rechtskadaster/ legal cadastre)1. Nah, untuk memahami mengenai SKT lebih
dalam, perlu dibahas terlebih dahulu mengenai pendaftaran tanah sebagai alasan
diadakannya SKT.
Menurut Pasal 1 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa Pendaftaran
Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya.
Dari Pasal 1 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah tersebut dapat diuraikan hal-hal
sebagai berikut :

 Kata-kata “suatu rangkaian kegiatan”, menunjuk pada adanya berbagai


kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu
sama lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada
tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat.

1
Harsono Boedi Prof, Hukum Agraria Indonesi, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2013, hlm.
555

6
 Kata “terus-menerus” menunjuk pada pelaksanaan kegiatan, yang sekali
dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia
harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi kemudian, sehingga tetap sesuai dengan keadaaan yang
terakhir.
 Kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus melandaskan
peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan
merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan
pembuktiannya tidak selalu sama dalam hukum negara-negara yang
melaksanakan Pendaftaran Tanah.
 Yang dimaksud dengan wilayah adalah wilayah kesatuan administrasi
pendaftaran yang biasa meliputi suatu negara.
 Kata “tanah-tanah tertentu” menunjuk pada obyek Pendaftaran Tanah.

Pasal 19 ayat (2) UUPA mengatur bahwa pendaftaran tanah meliputi


pengukuran, pemetaan, pembukuan, pendaftaran hak-hak atas tanah, peralihan hak-
hak tersebut dan pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Menurut Pasal 19 ayat (2) UUPA, kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan oleh Pemerintah, meliputi :

a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.


b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat2.

Secara rinci tujuan pendaftaran tanah diuraikan dalam pasal 3 PP No. 24


tahun 1997 sebagai berikut :

2
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta 2010, hlm. 305

7
 Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun
dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk itu kepada pemegang hak diberikan sertifikat sebagai surat
tanda buktinya. Tujuan inilah yang merupakan tujuan utama dari
pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh pasal 19 UUPA
(Undang-Undang Pokok Agraria).

 Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang


berkepentingan, termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun
yang sudah terdaftar. Penyajian data dilakukan oleh Kantor
Pertanahan di Kabupaten / Kotamadya, tata usaha pendaftaran tanah
dilakukan dalam bentuk yang dikenal dengan daftar umum, yang
terdiri atas :

 Peta pendaftaran
 Daftar tanah
 Surat ukur
 Buku tanah, dan
 Daftar nama

Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan, terutama calon


pembeli atau calon kreditur, sebelum melakukan suatu perbuatan
hukum mengenai suatu bidang tanah atau satuan rumah susun
tertentu perlu dan karenanya mereka berhak mengetahui dat yang
tersimpan dalam daftar-daftar di Kantor Pertanahan tersebut. Hal
inilah yang sesuai dengan asas terbuka dari pendaftaran tanah.

8
 Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan,
pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan
tertib administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib
administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun,
termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar.

B. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan


dengan 2 (dua) cara, yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran
tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali atas prakarsa Pemerintah, yang dilakukan secara serentak dan meliputi
semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilaksanakan atas permintaan pihak
yang berkepentingan, mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan secara individual atau massal3.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi4 :

a) Pengumpulan dan pengolahan data fisik Untuk keperluan pengumpulan


dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan
pemetaan. Kegiatannya meliputi :
 Pembuatan peta dasar pendaftaran.
 Penetapan batas bidang-bidang tanah.
 Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran.

3
Aminuddin Salle et.al Op.Cit. hlm. 251
4
Pasal 13 PP Pendaftaran Tanah

9
 Pembuatan daftar tanah ( Daftar tanah adalah dokumen dalam
bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu
sistem penomoran ).
 Pembuatan surat ukur ( Surat ukur adalah dokumen yang memuat
data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian ).

b) Pembuktian hak dan pembukuaannya. Beberapa kegiatan nya yang


dapat dirangkum ialah sebagai berikut ;

1. Pembuktian hak baru.


2. Pembuktian hak lama.
3. Pembukuan hak.
4. Penerbitan sertifikat.
5. Penyajian data fisik dan data yuridis.
6. Penyimpanan daftar umum dan dokumen

C. Obyek Pendaftaran Tanah

Yang menjadi obyek pendaftaran tanah meliputi antara lain :

 Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna


Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
 Tanah Hak Pengelolaan
 Tanah wakaf
 Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
 Hak Tanggungan
 Tanah negara.

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai ada yang diberikan oleh negara, namun
juga dimungkinkan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh

10
pemegang hak milik atas tanah. Tetapi sampai sat ini belum terdapat suatu
ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pembebanan maupun pemberiannya.
Maka yang merupakan obyek pendaftaran tanah adalah Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai yang diberikan oleh negara.

D. Sistem Pendaftaran Tanah

Adapun dalam sistem pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) sistem :


1) Sistem pendaftaran akta (“registration of deeds”)
2) sistem pendaftaran hak (“registration of title”)

Sistem pendaftaran tanah membahas serta mempermasalahkan mengenai segala


sesuatu hal apa yang didaftarkan, bagaimana bentuk penyimpanan datanya, serta
bentuk penyajian data yuridis dan yang terpenting lagi menganai bentuk tanda bukti
haknya.
Sistem pendaftaran tanah baik, pendaftaran akta maupun pendaftaran hak,
dalam setiap kejadian, perbuatan, maupun peristiwa yang menyebabkan terjadinya
pemberian, penciptaan, peralihan / pemindahan serta pembebanan dengan hak lain
harus dibuktikan dengan suatu akta. Karena di dalam akta tersebut memuat data /
informasi yang berwujud data yuridis dari tanah yang bersangkutan, termasuk
perbutan hukum, hak, penerima hak serta hak apa yang dibebankan.

 Sistem Pendaftaran Akta (“registration of deeds”),

Pihak Pejabat Pendaftaran Tanah hanya melakukan pendaftaran akta-akta


tersebut. Sehingga dengan demikian Pejabat Pendaftaran Akta Tanah (PPAT)

11
bersifat passif, dikarenakan PPAT tidak melakukan uji kebenaran terhadap data
yang tercantum / yang disebutkan dalam akta yang didaftar.
Belanda adalah salah satu contoh negara yang menggunakan teori
pendaftaran akta. Yaitu bahwa, apabila terjadi pemindahan hak yg dilakukan oleh
notaris, maka pembuatan serta pendaftaran haknya dilakukan oleh Pejabat Balik
Nama (Overschrijving) di kantornya pada hari yang sama. Pembeli selaku
pemegang atau pemegang hipotik mendapatkan salinan atau “grosse” akta, yang
berfungsi sebagai surat tanda bukti haknya. Sehingga setiap terjadi suatu perubahan
wajib dilakukan pembuatan akta sebagai buktinya., data yuridis yang diperlukan
harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Ketidaksesuaian / cacat hukum
dalam suatu akta bisa menyebabkan tidak sahnya suatu perbuatan hukum yang
dibuktiknan dengan akta yang dibuat kemudian.

 Sistem Pendaftaran Hak (“registration of title”)

Awal mulanya diciptakan oleh Robert Richard Torrens. Sistem ini banyak
diikuti dan berlaku di Australia. Hal ini dikarenakan sistem ini dibuat lebih
sederhana, sehingga memungkinkan orang dapat memperoleh keterangan dengan
mudah, tanpa harus melakukan “title search” pada akta-akta yang ada. Sistem ini
dikenal dengan “registration of title” atau “sistem Torrens”.
Dalam sistem ini pun pada setiap penciptaan, pemindahan / peralihan suatu
hak baru atau perbuatan – perbuatan hukum baru harus dibuktikan dengan akta.
Tetapi dalam praktek pelaksanaannya, bukan akta yang didaftar namun hak yang
diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta yang merupakan sumber
datanya.
Pendaftaran hak baru serta perubahan-perubahannya disediakan daftar-
isian, atau disebut “register”. Jika pada pendaftaran akta, PPAT bersikap passif,
maka dalam pendaftaran hak PPAT bersikap aktif. Hal ini dikarenakan sebelum
dilakukan pendaftaran haknya dalam register yang bersangkutan PPT melakukan
pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan.

12
Salah satu negara yang menggunakan sistem Torrens dalam sistem pendaftaran
tanahnya adalah Australia. Sistem pendaftaran sistem Torrens dinyatakan sebagai
berikut :
1) Security of title, kebenaran dan kepastian dari hak tersebut terlihat dari
serangkaian peralihan haknya dan memberikan jaminan bagi yang
memperolehnya terhadap gugatan lain.

2) Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan


adanya pendaftaran tersebut tidak perlu selalu harus diulangi dari awal
setiap adanya peralihan hak.

3) Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan demikian


peralihan hak itu disederhanakan dan segala proses akan dapat dipermudah.

4) Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran maka ketelitian sudah tidak


diragukan lagi.

Keuntungan pendaftaran tanah dengan sistem Torrens ini antara lain :

a. Menetapkan biaya-biaya yang tidak dapat diduga sebelumnya.


b. Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang.
c. Meniadakan kebanyakan rekama,
d. Secara tegas menyatakan dasar haknya.
e. Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam
sertifikat.
f. Meniadakan (hampir tidak mungkin) terjadi pemalsuan.
g. Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada taksasi
yang menjengkelkan, oleh karena yang memperoleh kemanfaatan dari
sistem tersebut yang membayar biaya.
h. Meniadakan alas hak pajak.

13
i. Memberikan suatu alas hak yang abadi, karena dijamin negara tanpa
batas.

Selain apa yang diuraikan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil
dari sistem Torrens ini, yaitu :
a. Mengganti kepastian dari ketidakpastian.
b. Waktu penyelesaian relatif lebih cepat.
c. Proses menjadi lebih singkat dan tidak bertele-tele.

Dari kedua sistem pendaftaran tanah ini, Negara Indonesia menggunakan


teori sistem pendaftaran hak (“registration of title”) bukan sistem pendaftaran
akta (registration of deeds). Hal ini dapat diketahui dengan adanya suatu daftar-
isian / register yang disebut buku tanah. Dimana akta pemberian hak berfungsi
sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah.
Termasuk juga akta mengenai perbuatan hukum baik berupa penciptaan, peralihan/
pemindahan maupun pembebanan hak atas tanah.
Sehingga, apabila terjadi perubahan, tidak dibuatkan buku tanah baru
melainkan dilakukan pencatatan pada ruang mutasi yang disediakan dalam buku
tanah yang bersangkutan. Dan sebelum dilakukan pendaftaran haknya, PPAT
melakukan pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang
bersangkutan. Buku tanah di dalamnya memuat mengenai data yuridis dan data
fisik yang telah dihimpun yang kemudian disajikan dengan diterbitkannya sertifikat
sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar.

E. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah.

Penyelenggaraan pendaftaran / legal cadastre memberikan suatu surat tanda


bukti hak. Dengan demikian pemegang hak atas tanah dengan mudah dapat
membuktikan penguasaan terhadap tanah tersebut. Adanya “asas terbuka” yang
dianut dalam pendaftaran tanah, memungkinkan calon pembeli maupun kreditur

14
untuk melihat maupun memperoleh keterangan yang diperlukan sebelum
melakukan suatu perbuatan hukum. Keterangan ini dapat diperoleh dari PPAT
maupun dari subyek pemegang hak atas tanah tersebut.
Secara garis besar, sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua)
sistem, sistem publikasi positif dan sistem publikasi yang negatif. Perbedaan
mendasar dari kedua sistem tersebut adalah, bahwa sistem publikasi yang positif
selalu menggunakan sistem pendaftaran hak. Bahwa pencatatan nama seseorang
dalam suatu register / buku tanah, menjadikan seseorang tersebut sebagai pemegang
hak atas tanah ( title by registration / the registration is everything ).
Adapun sistem publikasi yang negatif, menggunakan sistem pendaftaran akta,
bahwa yang dijadikan pegangan bukan pendaftaran / pencatatan nama seseorang ke
dalam suatu register, namun sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang
menentukan berpindahnya hak dari penjual kepada si pembeli. Pendaftaran yang
dilakukan oleh seseorang tidak secara otomatis menjadikan orang yang
memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang hak baru.
Di dalam sistem ini berlaku asas nemo plus juris, yaitu bahwa seseorang tidak
dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia punyai sendiri.
Orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak dalam suatu register,
memperolah apa yang disebut dengan indefeasible title (hak yang tidak dapat
diganggu gugat). Kebenaran data yang terdapat dalam register tersebut bersifat
mutlak.
Untuk lebih jelasnya, akan diklasifikasikan dengan lebih detail sebagaimana
berikut ;

1. Sistem Positif

Sistem pendaftaran tanah positif adalah suatu sistem dimana kepada yang
memperoleh Hak atas tanah akan diberikan jaminan yang lebih kuat. Oleh karena
itu, mereka atau orang-orang yang tercatat namanya dalam Daftar Umum / Buku
Tanah adalah si pemilik tanah yang pasti, sehingga pihak ketiga harus percaya dan
tidak perlu khawatir bahwa pada suatu ketika, mereka atau orang-orang yang

15
tercatat namanya dalam Daftar Umum / Buku Tanah akan kehilangan haknya atau
dirugikan. Negara yang menerapkan Sistem Positif ini antara lain Jerman, Swiss,
Austria, Australia, dll.

2. Sistem Negatif

Sistem pendaftaran tanah negatif adalah suatu sistem dimana kepada si pemilik
tanah, diberikan jaminan lebih yang lebih kuat apabila dibandingkan perlindungan
yang diberikan kepada pihak ketiga. Jadi dengan demikian, pemilik tanah dapat
menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada daftar
umum dan / atau buku tanah. Negara yang menerapkan sistem negatif ini antara lain
China, Perancis, Philipina, dll.
Sedangkan dalam sistem pendaftaran tanah yang ada di Indonesia, sebagaimana
berdasar pada UUPA, PP No. 10 tahun 1961 maupun PP No. 24 tahun 1997, sistem
publikasi di Negara Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung
unsur positif. Yaitu, sistemnya bukan negatif murni, karena pendaftaran tanah
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Hal ini mengandung arti, bahwa pemerintah sebagai penyelenggara
pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat menyajikan data yang
benar dalam buku tanah maupun dalam peta pendaftaran. Sehingga selama tidak
dapat dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta
pendaftaran tanah harus diterima sebagai data yang benar. Dengan kata lain,
keterangan-keterangan yang tercantum dalam data tersebut mempunyai kekuatan
hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang
tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya5.
Selain itu sistem publikasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia
disebut sebagai sistem negatif yang mempunyai unsur positif ini diketahui dengan
adanya ketentuan dalam pasal 19 UUPA. Di dalam pasal itu menyatakan bahwa

5
Hutagulung, Arie S., 2000

16
pendaftaran meliputi “pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat”. Dalam pasal 23, 32, dan 38 UUPA pun juga dinyatakan
bahwa “pendaftaran merupakan alat pembuktian yang kuat”. Pernyataan yang
demikian tidak akan terdapat dalam peraturan pendaftaran tanah dengan sistem
publikasi yang negatif murni.
Hal ini dikemukakan pula oleh Boedi Harsono yang menyatakan bahwa :
Sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP 24/1997 adalah sistem negatif yang
mengandung unsur positif. Sistemnya bukan negatif murni, karena dinyatakan
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda
bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Demikian juga
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2), 32 ayat (2) dan 38 ayat (2). Bukan publikasi
negatif yang murni. Sistem publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan
sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal
UUPA tersebut, bahwa sertipikat merupakan alat bukti yang kuat6.
Dalam sistem pendaftaran tanah yang positif mencakup ketentuan bahwa
apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran mengenai data yang didaftarkannya
oleh negara. Sistem ini menjamin orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas
tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya.
Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah
dilakukan adalah benar. Negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Sehingga
jika si pemegang hak atas tanah kehilangan haknya, maka ia dapat menuntut
kembali haknya. Jika pendaftaran terjadi kesalahan karena kesalahan pejabat
pendaftaran, ia hanya dapat menuntut pemberian ganti kerugian berupa uang.
Ciri-ciri sistem negatif bertendensi positif dalam hal pendaftaran tanah
seperti yang dianut UUPA adalah sebagai berikut :

1) Nama pemilik tanah yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah
pemilik tanah yang benar dan dilindungi hukum, dan merupakan
tanda bukti hak yang tertinggi.

6
Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999, hlm 463.

17
2) Setiap peritiwa balik nama melalui peneliti seksama, syarat-syarat
dan prosedur berdasarkan asas keterbukaan (openbaar
heidsbeginsel).

3) Setiap bidang tanah (persil) batas-batasnya diukur dan digambar


dalam peta pendaftaran dengan skala 1 : 1.000. Ukuran tersebut
memungkinkan untuk meneliti kembali batas-batas persil bila
kemudian hari terjadi sengketa batas.

4) Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertipikat masih
dapat diganggu-gugat melalui Pengadilan Negeri oleh Badan
Pertanahan Nasional.

5) Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti


kerugian kepada masyarakat karena kesalahan administrasi
pendaftaran tanah. Masyarakat yang dirugikan dapat menuntut
melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan haknya.

Pada kegiatan pengumpulan data yuridis diadakan perbedaan antara


pembuktian hak –hak lama dan hak-hak baru. Hak baru adalah hak-hak yang baru
diberikan atau diciptakan sejak mulai berlakunya PP Pendaftaran Tanah.
Sedangkan hak-hak lama yaitu hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-
hak yang ada pada waktu mulai berlakunya UUPA dan hak-hak yang belum didaftar
menurut PP No. 10 / 19617.

F. Alat-Alat Bukti Kepemilikan Tanah


Alat-alat bukti pemilikan atas tanah menurut Pasal 24 ayat (1) PP Pendaftaran
tanah yakni alat-alat bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang

7
Boedi Harsono,Op.Cit. hlm 476

18
bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Mengenai kepemilikan
tersebut, ada tiga kemungkinan alat pembuktiannya, yaitu :

 Bukti tertulisnya lengkap: tidak memerlukan tambahan alat bukti lain.


 Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi : diperkuat keterangan saksi
dan atau pernyataan yang bersangkutan.
 Bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi : diganti keterangan saksi
dan/atau pernyataan yang bersangkutan8.

Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis
untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri
dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan
apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke
tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.

Pembuktian Hak dan Pembukuannya

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :


1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik.
2. Pembuktian hak dan pembukuannya.
3. Penerbitan sertifikat.
4. Penyajian data fisik dan data yuridis.
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Pembuktian Hak Baru


Untuk keperluan pendaftaran hak :
a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
1) Penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan
hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila

8
Aminuddin Salle et.al, Op.Cit. hlm 262

19
pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak
pengelolaan.
2) Akta asli PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh
pemegang hak milik kepada penerima. Hak yang bersangkutan
apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak
milik.

b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan


oleh Pejabat yang berwenang.
c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.
d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak
tanggungan.

Pembuktian Hak Lama

Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut
berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan
yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak
lain yang membebaninya.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian,
pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang
tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-
turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat :
1) Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka
oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat
oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.

20
2) Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti, dilakukan pengumpulan dan


penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Hasil penelitian alat-alat bukti
dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri.

Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa sebagai berikut :


a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834, 27), yang telah
dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi
menjadi hak milik, atau
b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834, 27) sejak berlakunya
UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang
bersangkutan, atau
c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan, atau
d. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959, atau
e. Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua
kewajiban yang disebut di dalamnya, atau
f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat / Kepala Desa / Kelurahan yang dibuat
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau

21
g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya
belum dibukukan, atau
h. Akta ikrar wakaf / surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak
mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, atau
i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan, atau
j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau
k. Petuk Pajak Bumi / Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961, atau
l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, atau
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII
Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

G. SKT ( Surat Keterangan Tanah )

Surat keterangan tanah adalah surat keterangan yang dibuat oleh Kepala Desa /
Lurah berdasarkan berita acara pemeriksaan tanah dan pernyataan tokoh-tokoh
masyarakat, kemudian dikuatkan oleh Camat yang berisikan keterangan tentang
pembuktian hak atas tanah adat yang belum terdaftar, sehubungan tanah tersebut
akan dialihkan atau akan diajukan permohonan haknya9. Jadi, sahnya surat
keterangan tanah adalah sejak dikuatkan dengan ditandatangani oleh Camat sebagai
kepala kecamatan yang menurut PP Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi
Perangkat Daerah, Camat sebagai perangkat daerah yang diangkat berdasarkan
Surat Keputusan Walikota / Bupati, bukan kedudukan Camat sebagai PPAT yang

9
Pasal 18 PP Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

22
diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi10.

H. Landasan Hukum SKT

Adapun landasan hukum mengenai surat keterangan tanah berdasarkan Pasal 76


ayat (3) Permenag No. 3 / 1997 yang menjelaskan bahwa :

(3) Dalam hal bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dan (2) tidak ada maka permohonan tersebut harus disertai dengan :

a. Surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut :

1) Bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang


bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau
telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain
yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan
pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih.

2) Bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik.

3) Bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu
dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan.

4) Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa.

10
Upik Hamidah, Peran Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Dalam Pelayanan Pertanahan
(Studi Pada Kecamatan Tanjung Karang Timur), dalam Jurnal Ilmu Hukum Fiat Justitia, Volume 5
No. 2 Mei-Agustus 2012, Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2012, hlm 5

23
5) Bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai
dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim
secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.

b. Keterangan dari Kepala Desa / Lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang


saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua
adat setempat dan / atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di
desa / kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai
hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan
vertikal maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh
pemohon dalam surat pernyataan.

Berdasarkan peratuan-peratuan yang memuat tentang surat keterangan


tanah maka dapat disimpulkan bahwa surat keterangan tanah merupakan surat yang
menjelaskan tentang riwayat tanah seseorang yang berisi tentang identitas yang
menguasai tanah, batas-batas tanah, saksi-saksi dan diterbitkan oleh dari Kepala
Desa / Lurah atas permohonan dari pemohon.

I. Contoh Kasus Terkait SKT

Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah Perkara Perdata No. 41 / Pdt.G /
2012 / Pn.Dum antara M. Yunus D sebagai penggugat melawan PT Pacific
Indopalm Industries

PT Pacific Indopalm Industries digugat pada sidang pengadilan.Tergugat


digugat atas tuduhan melakukan penguasaaan tanah atas tanah penggugat “tanah
sengketa” secara melawan hukum. Penggugat mendalilkan kepemilikannya atas
Tanah Senketa dengan Surat Keterangan Tanda Bukti Penyerahan Hak / milik /
usaha ganti rugi sebidang tanah pada tanggal 29 Juli 1980 yang diketahui oleh
Penghulu Lubuk Gaung. Penggugat mendalilkan bahwa tergugat telah menguasai
Tanah Sengketa secara melawan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 1365
KUHPerdata.

24
Dari kasus di atas, Majelis Hakim mempertimbangkan dan kemudian
memutuskan beberapa hal sebagai berikut ;

- Dalam penerapannya, Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah mengenai


daluarsa pengajuan keberatan dan gugatan atas sertifikat tanah tidak
menjadi acuan bagi pengadilan dalam memutus perkara.

- Keberadaan sertifikat sangatlah penting, dikarenakan sertifikat berlaku


sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana yang diatur pada Pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA jo. Pasal 1 angka 20 PP Pendaftaran Tanah.

- Keberadaan SKPT mempertegas dan me-rekonfirmasi isi dari sertifikat


untuk mendukung dalil-dalil dari pemilik sertifikat hak atas tanah sebagai
pemilik yang sah atas tanah.

- Pembeli beritikad baik dilindungi secara hukum, oleh karena itu pembelian
tanah haruslah berdasarkan Hukum Pertanahan yang berlaku.

J. Penghapusan Persyaratan SKT / Surat Keterangan Tanah

Dikutip dari laman Kompas.com, salah satu syarat dalam mengurus sertifikat
tanah ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) adalah Surat Kepemilikan Tanah (SKT). SKT ini dikeluarkan oleh
kelurahan setempat. Menurut Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan,
nantinya persyaratan ini akan dihapus BPN karena seringkali kepengurusannya
memakan waktu lama.

25
Ferry mengatakan bahwa pihak BPN tidak akan membiarkan pihak desa /
kelurahan berlama-lama menahan KST. Surat keterangan apapun dari desa itu
bukan sesuatu untuk menghambat11.
Ia menambahkan bahwa jika masyarakat tidak bisa mendapatkan SKT dalam
mengurus sertifikat di BPN, maka pemerintah akan proaktif dalam melakukan
proses pengecekan. Dengan demikian, masyarakat dan BPN tidak perlu menunggu
terbitnya SKT dari kelurahan. Dalam hal ini, Kementerian ATR / BPN 'jemput bola'
ke masyarakat itu sendiri sehingga tidak ada hambatan.
SKT sebetulnya menegaskan riwayat tanah. Kalau tidak ada, pemerintah akan
proaktif. Pejabat kelurahan juga sering diangkatnya bukan daerah itu, jadi
diragukan kemampuannya mengenai tahu semua riwayat tanah di daerah tersebut.
Ia menambahkan, pejabat lurah yang diangkat dan bukan dari daerah tersebut,
paling sering berlaku di perkotaan. Untuk itu, SKT di perkotaan seharusnya tidak
dibutuhkan lagi nmenjadi syarat mengurus sertifikat tanah.

Masih merujuk pada pembahasan mengenai penghapusan SKT sebagai salah


satu syarat pembuatan sertifikat tanah, , kini telah terbit Surat Edaran Menteri
Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
1756/15.I/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Masyarakat yang intinya menyampaikan edaran kepada seluruh Kantor
Pertanahan untuk menyederhanakan proses pendaftaran tanah ( pensertifikatan
tanah ).

Dikutip sebelumnya dalam artikel Syarat Keterangan Lurah Bakal


Dihapus yang dimuat dalam laman Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), yang menginformasikan
bahwa salah satu syarat dalam mengurus sertifikat tanah ke Kementerian ATR/BPN
adalah adanya SKT. SKT ini dikeluarkan oleh kelurahan setempat. Persyaratan
ini akan dihapus BPN karena seringkali kepengurusannya memakan waktu lama.

11
Wawancara dengan Kompas.com di Garut, Jawa Barat, 2016

26
SKT itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah
tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan
tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit tidak diatur
mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP 24/1997. Namun SKT tidak
diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada awalnya, SKT sangat diperlukan untuk menjadi salah satu berkas yang
diperlukan jika imgin membuat sertifikat tanah. Hak itu guna menjamin secara pasti
bahwa tanah yang akan disertifikatkan memang tanah yang sah dan bukan tanah
sengketa. SKT sendiri merupakan sebuah Surat Keterangan Tanah yang dibuat oleh
pejabat pemerintah di Kelurahan. Sifatnya masih sementara karena dibuat hanya
karena menunggu terbitnya sertifikat tanah yang sah dari BPN ( Badan Pertahanan
Nasional ).
Namun seiring berjalannya waktu, tingkat keefesiensi SKT sebagai syarat
pendaftaran tanah kian menurun. Pasalnya, dalam pembuatan nya terkadang
memakan waktu yang lama. Padahal hal itu cukup penting diajukan agar pembuatan
sertifikat tanah bisa segera dilakukan. Banyak faktor yang menjadai terhambatnya
dibuat SKT itu, faktor paling banyak terjadi adalah faktor subjektif fimana pejabat
berwenang yang ada di kelurahan seringkali susah ditemui, ditambah lagi dalam
SKT harus dicantumkan keterangan atau dalam pembuatannya harus dihadirkan
tetua adat atau ketua RT sedangkan tidak semua orang bisa hadir dalam satu waktu
dan tempat yang sama, harus menyessuaikan dengan jadwal-jadwal atau kesibukan
mereka pula.
Untuk itu, diterbitkan lah Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang /
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1756/15.I/IV/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat yang intinya

27
menyampaikan edaran kepada seluruh Kantor Pertanahan untuk menyederhanakan
proses pendaftaran tanah ( pensertifikatan tanah ). Berpedoman pada surat edaran
itulah, SKT kemudian dihilangkang dari syarat-syarat pendaftaran tanah guna
mengefisiensi kan pelayanan terhadap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. PP No. 10 tahun 1960 tentang Pendaftaran Tanah.


2. PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
atau UUPA.
4. Harsono Boedi Prof, Hukum Agraria Indonesi, Penerbit Universitas
Trisakti, Jakarta, 2013.
5. Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana,
Jakarta 2010.
6. Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,
1999.
7. Aminuddin Salle et.al, Op.Cit.
8. Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1756 / 15.I / IV / 2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat.
9. https://irmadevita.com/2016/untuk-pensertifikatan-tanah-sudah-tidak-
perlu-lagi-skt-dari-kelurahan/
Diakses tanggal 29 Oktober 2019, pukul 19.32 WIB
10. https://www.arsitag.com/article/status-kepemilikan-tanah
Diakses tanggal 29 Oktober 2019, pukul 20.00 WIB

28
11. https://properti.kompas.com/read/2016/04/14/130000121/Dihapus.Sya
rat.Urus.Sertifikat.Tanah.dari.Kelurahan.
Diakses tanggal 7 November 2019, pukul 20.15 WIB
12. https://www.lapor.go.id/laporan/detil/sengketa-tanah-16
Diakses tanggal 11 November 2019, pukul 21.10 WIB
13. https://www.slideshare.net/leksnco/20140930-presenting-lekscos-
team-on-legal-training-hukum-online-contoh-kasus-pertanahan-by-
ivor-pasaribu
Diakses tanggal 14 November 2019, pukul 20.35 WIB

29
30
31

Anda mungkin juga menyukai