BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KERANGKA TEORI
i
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................... 25
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr.wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ SKT Sebagai
Salah Satu Permasalahan Kepemilikan Tanah ” ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Agraria.
Saya berharap Makalah Hukum Agraria ini dapat bermanfaat serta memberi
pengentahuan baik untuk saya selaku penyusun maupun untuk para pembacanya.
Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.
Wassalamualaikum, wr.wb
Nadia Salsabilla
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Namun, seiring berjalan nya waktu, tanah tidak lagi seluas dan sebebas seperti
layaknya pada zaman dahulu. Dengan berbagai macam kebutuhan tadi,banyak
orang berlomba-lomba memanfaatkan tanah untuk kepentingan tertentu,baik
kepentingan pribadi, kelompok atau bahkan untuk kepentingan khalayak ramai.
Oleh karena itu lah, status kepemilikan atas tanah secara resmi menjadi sangat
penting diketahui dan dimiliki agar tidak terjadi permasalahan-permasalahan yang
dimungkinkan terjadi seperti berebut kuasa atas tanah, menggunakan tanah yang
bukan miliknya, dan lain sebagainya. Tentunya, jika persoalan-persoalan seperti
yang disebutkan di atas terjadi, maka akan menyulitkan dan merugikan pihak-pihak
terkait.
Memang, dahulu sudah ada klasifikasi atas aturan mana yang dipakai apabila
ingin mengurus tanah atau jika terjadi suatu masalah atas tanah. Klasifikasi tersebut
masih terbatas pada siapa pemilik tanah tersebut, apabila ia pribumi ataukah orang
barat. Untuk tanah kepemilikan pribumi, maka berlaku hukum adat sedangkan
untuk orang barat, berlaku hukum barat. Tapi tetap saja, hal itu belum cukup untuk
menanggapi dinamisasi kehidupan masyarakat seiring zaman. Ditambah lagi
klasifikasi hukum atas tanah yang biasa dikenal dengan dualisme hukum atas tanah
tersebut sudah tidak lagi berlaku setelah diterbitkannya UUPA (Undang-Undang
Pokok Agraria) tanggal 24 September 1960.
1
Demi menjawab keresahan masyarakat akan hal tersebut, maka muncullah
istilah SKT atau Surat Keterangan Tanah. Hal itu dimaksudkan agar seseorang
dapat dikatakan menjadi pemilik sah atas tanah dan memiliki hak pula atas segala
sesuatunya, sehingga akan meminimalisasi adanya sengketa karena buram atas
status kepemilikan tanah. Umumnya, SKT ( Surat Keterangan Tanah ) berisi
tentang informasi identitas pemilik tanah dan seputar tanah kepemilikan nya.
Pada perjalanan nya, ternyata SKT tidak serta-merta meniadakan sengketa itu
sendiri. Meskipun sudah ada aturan bahwa setiap yang memiliki tanah haruslah
mempunyai SKT sebagai bukti kepemilikan nya atas suatu tanah tertentu, tapi tetap
terjadi masalah-masalah karena nya,baikmkarena ketidakjelasan unsur di dalam
SKT tersebut sehingga membuat bingung pihak-pihak yang ingin mengolah suatu
tanah atau persoalan lainnya.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai SKT yang menjadi
salah satu sumber permasalahan kepemilikan tanah. Apakah benar SKT sudah
menjadi solusi tepat akan kemunculan sengketa karena ketidakjelasan status
kepemilikan tanah ataukah kehadiran nya justru membuat prosedur resmi dalam
memilki tanah secara sah akan menjadi tidak efisiensi. Sepenuhnya akan dikupas
dan dibahas di dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mencapai beberapa hal sebagai berikut ;
2
2. Untuk mengetahui lebih jauh dan jelas mengenai SKT ( Surat Keterangan
Tanah ).
3. Untuk mengetahui hubungan SKT dengan status seseorang atas tanah dan
sejauh mana kekuatan hukum nya.
4. Untuk mengetahui bagaimana menghadapi sengketa atas tanah karena status
kepemilikan.
BAB II
KERANGKA TEORI
Hak Guna Usaha (right of use) – SHGU (Sertifikat Hak Guna Usaha).
Hak-hak lain yang bersifat sementara ( hak guna air, hak pemeliharaan
dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa, dll ).
3
dikatakan sementara ? Karena jika ditinjau kembali, SKT hanyalah berupa
keterangan bahwa seseorang memiliki hak atas tanah tersebut. Sebuah keterangan
bisa dikatakan ibarat sebuah patok kayu yang kecil. Patok kayu kecil itu memang
menandakan wilayah yang dihak-i oleh seseorang, namun tidak bisa hanya dengan
patok kayu itu, sebuah tanah dapat aman status kepemilikan nya atau dalam kata
lain, belum kuat kekuatan hukum dari hak seseorang atas tanah tersebut jika hanya
ditandai dengan patok kayu kecil.
Sama hal nya dengan SKT, seseorang bisa saja mengklaim kepemilikan
suatu tanah adalah hak nya dengan berpegang pada SKT yang dibuat oleh pejabat
berwenang, namun sifatnya masih sementara karena penerbitan SKT biasanya
dibuat hanya untuk memberitahu bahwa seseorang itu berhak atas suatu tanah
sebelum dikeluarkannya sertifikat tanah yang sah oleh BPN ( Badan Pertahanan
Nasional ).
Pada saat ini, sebenarnya tidak ada perintah mutlak seseorang harus
membuat SKT. Akan tetapi, SKT sendiri memuat informasi di dalamnya berbagai
hal penting tentang tanah yang dimiliki. Sehingga akan ada saatnya surat
keterangan tersebut akan berfungsi dengan baik karena adanya berbagai informasi
penting tertera di dalamnya. Surat keterangan ini bisa diperoleh dari kelurahan
setempat karena merekalah yang berhak untuk menerbitkan surat tersebut. Tentu
yang bersangkutan tinggal berkunjung ke kantor kelurahan dan menyampaikan
kebutuhan untuk membuat SKT (Surat Keterangan Tanah).
4
Hingga kini, SKT atau SPT tidak memiliki jangka waktu masa berlaku
sehingga kapanpun ingin mengurus sertifikat tanah, SKT masih bisa digunakan.
Namun terkadang yang menjadi kendala adalah justru pemilik tanah yang bingung
dengan lokasi tanahnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya tangan jahil yang
memindahkan patokan tanah sehingga membuat bingung pemiliknya.
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pendaftaran Tanah
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa SKT atau Surat Keterangan Tanah lahir
karena adanya kewajiban untuk mendaftarkan tanah baik oleh negara, oleh
perseorangan maupun badan hukum sebagaimana yang telah ditetapkan bahwa
diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum
(rechtskadaster/ legal cadastre)1. Nah, untuk memahami mengenai SKT lebih
dalam, perlu dibahas terlebih dahulu mengenai pendaftaran tanah sebagai alasan
diadakannya SKT.
Menurut Pasal 1 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa Pendaftaran
Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya.
Dari Pasal 1 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah tersebut dapat diuraikan hal-hal
sebagai berikut :
1
Harsono Boedi Prof, Hukum Agraria Indonesi, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2013, hlm.
555
6
Kata “terus-menerus” menunjuk pada pelaksanaan kegiatan, yang sekali
dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia
harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi kemudian, sehingga tetap sesuai dengan keadaaan yang
terakhir.
Kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus melandaskan
peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan
merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan
pembuktiannya tidak selalu sama dalam hukum negara-negara yang
melaksanakan Pendaftaran Tanah.
Yang dimaksud dengan wilayah adalah wilayah kesatuan administrasi
pendaftaran yang biasa meliputi suatu negara.
Kata “tanah-tanah tertentu” menunjuk pada obyek Pendaftaran Tanah.
2
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta 2010, hlm. 305
7
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun
dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk itu kepada pemegang hak diberikan sertifikat sebagai surat
tanda buktinya. Tujuan inilah yang merupakan tujuan utama dari
pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh pasal 19 UUPA
(Undang-Undang Pokok Agraria).
Peta pendaftaran
Daftar tanah
Surat ukur
Buku tanah, dan
Daftar nama
8
Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan,
pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan
tertib administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib
administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun,
termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar.
3
Aminuddin Salle et.al Op.Cit. hlm. 251
4
Pasal 13 PP Pendaftaran Tanah
9
Pembuatan daftar tanah ( Daftar tanah adalah dokumen dalam
bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu
sistem penomoran ).
Pembuatan surat ukur ( Surat ukur adalah dokumen yang memuat
data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian ).
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai ada yang diberikan oleh negara, namun
juga dimungkinkan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh
10
pemegang hak milik atas tanah. Tetapi sampai sat ini belum terdapat suatu
ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pembebanan maupun pemberiannya.
Maka yang merupakan obyek pendaftaran tanah adalah Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai yang diberikan oleh negara.
11
bersifat passif, dikarenakan PPAT tidak melakukan uji kebenaran terhadap data
yang tercantum / yang disebutkan dalam akta yang didaftar.
Belanda adalah salah satu contoh negara yang menggunakan teori
pendaftaran akta. Yaitu bahwa, apabila terjadi pemindahan hak yg dilakukan oleh
notaris, maka pembuatan serta pendaftaran haknya dilakukan oleh Pejabat Balik
Nama (Overschrijving) di kantornya pada hari yang sama. Pembeli selaku
pemegang atau pemegang hipotik mendapatkan salinan atau “grosse” akta, yang
berfungsi sebagai surat tanda bukti haknya. Sehingga setiap terjadi suatu perubahan
wajib dilakukan pembuatan akta sebagai buktinya., data yuridis yang diperlukan
harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Ketidaksesuaian / cacat hukum
dalam suatu akta bisa menyebabkan tidak sahnya suatu perbuatan hukum yang
dibuktiknan dengan akta yang dibuat kemudian.
Awal mulanya diciptakan oleh Robert Richard Torrens. Sistem ini banyak
diikuti dan berlaku di Australia. Hal ini dikarenakan sistem ini dibuat lebih
sederhana, sehingga memungkinkan orang dapat memperoleh keterangan dengan
mudah, tanpa harus melakukan “title search” pada akta-akta yang ada. Sistem ini
dikenal dengan “registration of title” atau “sistem Torrens”.
Dalam sistem ini pun pada setiap penciptaan, pemindahan / peralihan suatu
hak baru atau perbuatan – perbuatan hukum baru harus dibuktikan dengan akta.
Tetapi dalam praktek pelaksanaannya, bukan akta yang didaftar namun hak yang
diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta yang merupakan sumber
datanya.
Pendaftaran hak baru serta perubahan-perubahannya disediakan daftar-
isian, atau disebut “register”. Jika pada pendaftaran akta, PPAT bersikap passif,
maka dalam pendaftaran hak PPAT bersikap aktif. Hal ini dikarenakan sebelum
dilakukan pendaftaran haknya dalam register yang bersangkutan PPT melakukan
pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan.
12
Salah satu negara yang menggunakan sistem Torrens dalam sistem pendaftaran
tanahnya adalah Australia. Sistem pendaftaran sistem Torrens dinyatakan sebagai
berikut :
1) Security of title, kebenaran dan kepastian dari hak tersebut terlihat dari
serangkaian peralihan haknya dan memberikan jaminan bagi yang
memperolehnya terhadap gugatan lain.
13
i. Memberikan suatu alas hak yang abadi, karena dijamin negara tanpa
batas.
Selain apa yang diuraikan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil
dari sistem Torrens ini, yaitu :
a. Mengganti kepastian dari ketidakpastian.
b. Waktu penyelesaian relatif lebih cepat.
c. Proses menjadi lebih singkat dan tidak bertele-tele.
14
untuk melihat maupun memperoleh keterangan yang diperlukan sebelum
melakukan suatu perbuatan hukum. Keterangan ini dapat diperoleh dari PPAT
maupun dari subyek pemegang hak atas tanah tersebut.
Secara garis besar, sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua)
sistem, sistem publikasi positif dan sistem publikasi yang negatif. Perbedaan
mendasar dari kedua sistem tersebut adalah, bahwa sistem publikasi yang positif
selalu menggunakan sistem pendaftaran hak. Bahwa pencatatan nama seseorang
dalam suatu register / buku tanah, menjadikan seseorang tersebut sebagai pemegang
hak atas tanah ( title by registration / the registration is everything ).
Adapun sistem publikasi yang negatif, menggunakan sistem pendaftaran akta,
bahwa yang dijadikan pegangan bukan pendaftaran / pencatatan nama seseorang ke
dalam suatu register, namun sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang
menentukan berpindahnya hak dari penjual kepada si pembeli. Pendaftaran yang
dilakukan oleh seseorang tidak secara otomatis menjadikan orang yang
memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang hak baru.
Di dalam sistem ini berlaku asas nemo plus juris, yaitu bahwa seseorang tidak
dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia punyai sendiri.
Orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak dalam suatu register,
memperolah apa yang disebut dengan indefeasible title (hak yang tidak dapat
diganggu gugat). Kebenaran data yang terdapat dalam register tersebut bersifat
mutlak.
Untuk lebih jelasnya, akan diklasifikasikan dengan lebih detail sebagaimana
berikut ;
1. Sistem Positif
Sistem pendaftaran tanah positif adalah suatu sistem dimana kepada yang
memperoleh Hak atas tanah akan diberikan jaminan yang lebih kuat. Oleh karena
itu, mereka atau orang-orang yang tercatat namanya dalam Daftar Umum / Buku
Tanah adalah si pemilik tanah yang pasti, sehingga pihak ketiga harus percaya dan
tidak perlu khawatir bahwa pada suatu ketika, mereka atau orang-orang yang
15
tercatat namanya dalam Daftar Umum / Buku Tanah akan kehilangan haknya atau
dirugikan. Negara yang menerapkan Sistem Positif ini antara lain Jerman, Swiss,
Austria, Australia, dll.
2. Sistem Negatif
Sistem pendaftaran tanah negatif adalah suatu sistem dimana kepada si pemilik
tanah, diberikan jaminan lebih yang lebih kuat apabila dibandingkan perlindungan
yang diberikan kepada pihak ketiga. Jadi dengan demikian, pemilik tanah dapat
menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada daftar
umum dan / atau buku tanah. Negara yang menerapkan sistem negatif ini antara lain
China, Perancis, Philipina, dll.
Sedangkan dalam sistem pendaftaran tanah yang ada di Indonesia, sebagaimana
berdasar pada UUPA, PP No. 10 tahun 1961 maupun PP No. 24 tahun 1997, sistem
publikasi di Negara Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung
unsur positif. Yaitu, sistemnya bukan negatif murni, karena pendaftaran tanah
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Hal ini mengandung arti, bahwa pemerintah sebagai penyelenggara
pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat menyajikan data yang
benar dalam buku tanah maupun dalam peta pendaftaran. Sehingga selama tidak
dapat dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta
pendaftaran tanah harus diterima sebagai data yang benar. Dengan kata lain,
keterangan-keterangan yang tercantum dalam data tersebut mempunyai kekuatan
hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang
tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya5.
Selain itu sistem publikasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia
disebut sebagai sistem negatif yang mempunyai unsur positif ini diketahui dengan
adanya ketentuan dalam pasal 19 UUPA. Di dalam pasal itu menyatakan bahwa
5
Hutagulung, Arie S., 2000
16
pendaftaran meliputi “pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat”. Dalam pasal 23, 32, dan 38 UUPA pun juga dinyatakan
bahwa “pendaftaran merupakan alat pembuktian yang kuat”. Pernyataan yang
demikian tidak akan terdapat dalam peraturan pendaftaran tanah dengan sistem
publikasi yang negatif murni.
Hal ini dikemukakan pula oleh Boedi Harsono yang menyatakan bahwa :
Sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP 24/1997 adalah sistem negatif yang
mengandung unsur positif. Sistemnya bukan negatif murni, karena dinyatakan
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda
bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Demikian juga
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2), 32 ayat (2) dan 38 ayat (2). Bukan publikasi
negatif yang murni. Sistem publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan
sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal
UUPA tersebut, bahwa sertipikat merupakan alat bukti yang kuat6.
Dalam sistem pendaftaran tanah yang positif mencakup ketentuan bahwa
apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran mengenai data yang didaftarkannya
oleh negara. Sistem ini menjamin orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas
tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya.
Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah
dilakukan adalah benar. Negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Sehingga
jika si pemegang hak atas tanah kehilangan haknya, maka ia dapat menuntut
kembali haknya. Jika pendaftaran terjadi kesalahan karena kesalahan pejabat
pendaftaran, ia hanya dapat menuntut pemberian ganti kerugian berupa uang.
Ciri-ciri sistem negatif bertendensi positif dalam hal pendaftaran tanah
seperti yang dianut UUPA adalah sebagai berikut :
1) Nama pemilik tanah yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah
pemilik tanah yang benar dan dilindungi hukum, dan merupakan
tanda bukti hak yang tertinggi.
6
Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999, hlm 463.
17
2) Setiap peritiwa balik nama melalui peneliti seksama, syarat-syarat
dan prosedur berdasarkan asas keterbukaan (openbaar
heidsbeginsel).
4) Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertipikat masih
dapat diganggu-gugat melalui Pengadilan Negeri oleh Badan
Pertanahan Nasional.
7
Boedi Harsono,Op.Cit. hlm 476
18
bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Mengenai kepemilikan
tersebut, ada tiga kemungkinan alat pembuktiannya, yaitu :
Surat keterangan riwayat tanah tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis
untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri
dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan
apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke
tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
8
Aminuddin Salle et.al, Op.Cit. hlm 262
19
pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak
pengelolaan.
2) Akta asli PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh
pemegang hak milik kepada penerima. Hak yang bersangkutan
apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak
milik.
Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut
berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan
yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak
lain yang membebaninya.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian,
pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang
tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-
turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat :
1) Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka
oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat
oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
20
2) Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.
21
g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya
belum dibukukan, atau
h. Akta ikrar wakaf / surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak
mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, atau
i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan, atau
j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau
k. Petuk Pajak Bumi / Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961, atau
l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, atau
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII
Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Surat keterangan tanah adalah surat keterangan yang dibuat oleh Kepala Desa /
Lurah berdasarkan berita acara pemeriksaan tanah dan pernyataan tokoh-tokoh
masyarakat, kemudian dikuatkan oleh Camat yang berisikan keterangan tentang
pembuktian hak atas tanah adat yang belum terdaftar, sehubungan tanah tersebut
akan dialihkan atau akan diajukan permohonan haknya9. Jadi, sahnya surat
keterangan tanah adalah sejak dikuatkan dengan ditandatangani oleh Camat sebagai
kepala kecamatan yang menurut PP Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi
Perangkat Daerah, Camat sebagai perangkat daerah yang diangkat berdasarkan
Surat Keputusan Walikota / Bupati, bukan kedudukan Camat sebagai PPAT yang
9
Pasal 18 PP Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah
22
diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi10.
3) Bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu
dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan.
10
Upik Hamidah, Peran Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Dalam Pelayanan Pertanahan
(Studi Pada Kecamatan Tanjung Karang Timur), dalam Jurnal Ilmu Hukum Fiat Justitia, Volume 5
No. 2 Mei-Agustus 2012, Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2012, hlm 5
23
5) Bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai
dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim
secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.
Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah Perkara Perdata No. 41 / Pdt.G /
2012 / Pn.Dum antara M. Yunus D sebagai penggugat melawan PT Pacific
Indopalm Industries
24
Dari kasus di atas, Majelis Hakim mempertimbangkan dan kemudian
memutuskan beberapa hal sebagai berikut ;
- Pembeli beritikad baik dilindungi secara hukum, oleh karena itu pembelian
tanah haruslah berdasarkan Hukum Pertanahan yang berlaku.
Dikutip dari laman Kompas.com, salah satu syarat dalam mengurus sertifikat
tanah ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) adalah Surat Kepemilikan Tanah (SKT). SKT ini dikeluarkan oleh
kelurahan setempat. Menurut Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan,
nantinya persyaratan ini akan dihapus BPN karena seringkali kepengurusannya
memakan waktu lama.
25
Ferry mengatakan bahwa pihak BPN tidak akan membiarkan pihak desa /
kelurahan berlama-lama menahan KST. Surat keterangan apapun dari desa itu
bukan sesuatu untuk menghambat11.
Ia menambahkan bahwa jika masyarakat tidak bisa mendapatkan SKT dalam
mengurus sertifikat di BPN, maka pemerintah akan proaktif dalam melakukan
proses pengecekan. Dengan demikian, masyarakat dan BPN tidak perlu menunggu
terbitnya SKT dari kelurahan. Dalam hal ini, Kementerian ATR / BPN 'jemput bola'
ke masyarakat itu sendiri sehingga tidak ada hambatan.
SKT sebetulnya menegaskan riwayat tanah. Kalau tidak ada, pemerintah akan
proaktif. Pejabat kelurahan juga sering diangkatnya bukan daerah itu, jadi
diragukan kemampuannya mengenai tahu semua riwayat tanah di daerah tersebut.
Ia menambahkan, pejabat lurah yang diangkat dan bukan dari daerah tersebut,
paling sering berlaku di perkotaan. Untuk itu, SKT di perkotaan seharusnya tidak
dibutuhkan lagi nmenjadi syarat mengurus sertifikat tanah.
11
Wawancara dengan Kompas.com di Garut, Jawa Barat, 2016
26
SKT itu sebetulnya menegaskan riwayat tanah. Surat keterangan riwayat tanah
tersebut merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan
tanah guna kepentingan proses pendaftaran tanah. Secara eksplisit tidak diatur
mengenai tata cara untuk memperoleh SKT dalam PP 24/1997. Namun SKT tidak
diperlukan lagi sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran tanah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada awalnya, SKT sangat diperlukan untuk menjadi salah satu berkas yang
diperlukan jika imgin membuat sertifikat tanah. Hak itu guna menjamin secara pasti
bahwa tanah yang akan disertifikatkan memang tanah yang sah dan bukan tanah
sengketa. SKT sendiri merupakan sebuah Surat Keterangan Tanah yang dibuat oleh
pejabat pemerintah di Kelurahan. Sifatnya masih sementara karena dibuat hanya
karena menunggu terbitnya sertifikat tanah yang sah dari BPN ( Badan Pertahanan
Nasional ).
Namun seiring berjalannya waktu, tingkat keefesiensi SKT sebagai syarat
pendaftaran tanah kian menurun. Pasalnya, dalam pembuatan nya terkadang
memakan waktu yang lama. Padahal hal itu cukup penting diajukan agar pembuatan
sertifikat tanah bisa segera dilakukan. Banyak faktor yang menjadai terhambatnya
dibuat SKT itu, faktor paling banyak terjadi adalah faktor subjektif fimana pejabat
berwenang yang ada di kelurahan seringkali susah ditemui, ditambah lagi dalam
SKT harus dicantumkan keterangan atau dalam pembuatannya harus dihadirkan
tetua adat atau ketua RT sedangkan tidak semua orang bisa hadir dalam satu waktu
dan tempat yang sama, harus menyessuaikan dengan jadwal-jadwal atau kesibukan
mereka pula.
Untuk itu, diterbitkan lah Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang /
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1756/15.I/IV/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat yang intinya
27
menyampaikan edaran kepada seluruh Kantor Pertanahan untuk menyederhanakan
proses pendaftaran tanah ( pensertifikatan tanah ). Berpedoman pada surat edaran
itulah, SKT kemudian dihilangkang dari syarat-syarat pendaftaran tanah guna
mengefisiensi kan pelayanan terhadap masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
28
11. https://properti.kompas.com/read/2016/04/14/130000121/Dihapus.Sya
rat.Urus.Sertifikat.Tanah.dari.Kelurahan.
Diakses tanggal 7 November 2019, pukul 20.15 WIB
12. https://www.lapor.go.id/laporan/detil/sengketa-tanah-16
Diakses tanggal 11 November 2019, pukul 21.10 WIB
13. https://www.slideshare.net/leksnco/20140930-presenting-lekscos-
team-on-legal-training-hukum-online-contoh-kasus-pertanahan-by-
ivor-pasaribu
Diakses tanggal 14 November 2019, pukul 20.35 WIB
29
30
31