FAKULTAS HUKUM
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di awal abad dua puluh satu ini, perbincangan mengenai penataan struktur agraria
atau lebih dikenal dengan istilah agrarian reform/ reforma agraria/ pembaruan agraria,
muncul kembali ke permukaan. Berbagai studi mengenainya, bahkan sudah pula menjadi
agenda dari berbagai badan Internasional, Negara maupun organisasi gerakan sosial pedesaan
di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Lantas bagaimana dengan negara Filipina?
Secara etimologis, kata agraria berasal dari kata bahasa Latin ager yang artinya
sebidang tanah (bahasa Inggris acre). Kata bahasa Latin aggrarius meliputi arti: yang ada
hubungannya dengan tanah; pembagian atas tanah terutama tanah umum; bersifat rurl.
Sedangkan kata reform merujuk pada perombakan, mengubah dan menyusun/membentuk
kembali sesuatu menuju perbaikan. Dengan demikian reforma agraria dapat diartikan secara
sederhana sebagai penataan kembali struktur pemilikan, penguasaan, dan penggunaan
tanah/wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, buruh tani (Rolaswati, tanpa tahun).
1
Bonnei Setiawan, 1997, Reformasi Agraria, Perubahan Politik, dan Agenda Pembaharuan Agraria di Indonesia,
Konsorsium Pembaruan Agraria dan lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Hal 3
masalah bila pemerataan pemilikan dan penguasaannya tidak diperhatikan dan tujukan untuk
kesejahteraan rakyat.2
B. Rumusan Masalah
1. Pendekatan apa yang digunakan jika reforma agraria dilakukan di Negara Filipina?
2. Apa yang menjadi kendala dalam melakukan reforma agraria di Negara Filipina ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pendekatan reforma agrarian yang digunakan di Negara Filipina
2. Untuk mengetahui kendala – kendala yang muncul dalam melakukan reforma agraria di
Negara Filipina.
2
Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
Diantara keberhasilan program Reforma Agraria yang berjalan di Filipina, juga salah
satunya adalah keberhasilan untuk menjaga kelestarian hak-hak agraria masyarakat adat. Dari
hasil kunjungan belajar KPA bersama Kementerian ATR/BPN terakhir ke Filipina, diperoleh
gambaran yang cukup jelas dan menggembirakan mengenai hak-hak agraria bagi kaum adat
di sana. Tidak hanya bagi kaum adat, reforma agraria di bawah Comprehensive Agrarian
Reform Program (CARP) atau semacam UUPA di Filipina memang cukup dapat dikatakan
berhasil. Sebuah program kompherensif Reforma Agraria yang berhasil merombak struktur
kepemilikan tanah di Filipina pada tahun 1987-2000an. Reforma Agraria di Filipina
melahirkan 3 buah lembaga setingkat kementerian yang masing-masing mengatur dan
mengurusi persoalan agraria di tiga cakupan yang berbeda. Ketiganya adalah Department
Agrarian Reform (DAR) yang mengurusi land dan access reform bagi rakyat Filipina;
National Council for Indigeneous People (NCIP) yang mengurusi hak-hak masyarakat adat;
dan yang terakhir Department of Environment and Natural Resource (DENR), yang
mengurusi usaha-usaha ekstraktif di kawasan perhutanan atau pertambangan.
NCIP adalah sebuah bukti keberhasilan perlindungan hak-hak masyarakat adat,
terutama hak agrarianya. Masyarakat adat di Filipina memiliki jaminan tanah adatnya secara
komunal dan melalui mekanisme yang jelas mengenai penentuan siapa masyarakat adat itu
sendiri. Seseorang dapat dikatakan masuk sebagai bagian dari masyarakat adat jika minimal
terdapat 25% darah keturunan salah satu masyarakat yang ada. Implementasi Reforma
Agraria atau CARP di FIlipina, termasuk strategi dan berbagai kesulitan didalamnya. Dalam
paparannya, hampir seluruh departemen menyatakan bahwa strategi keberhasilan
implementasi terletak dari adanya koordinasi yang baik antar departemen serta terdapat
perumusan tujuan kebijakan yang jernih dan terukur. Sehingga, CARP mampu berjalan
selama puluhan tahun dan bertahan hingga kini. Disamping itu, mereka juga menyebut
beberapa kesulitan dalam CARP, salah satunya adalah penolakan-penolakan yang dilakukan
oleh tuan tanah atau landlords yang memiliki dan menguasai berhektar-hektar tanah. Seperti
yang kita tahu, lahan dari tuan-tuan tanah jika melebihi batas kepemilikan maksimum dalam
CARP maka akan menjadi salah satu objek Refroma Agraria yang akan diredistribusi.
Melalui dukungan alas hukum yang cukup kuat dan lengkap, CARP terbilang sukses
meredistribusikan banyak bidang lahan ke penerima manfaat sesuai dengan sasaran.
Disamping itu dukungan dari birokrasi dan aparat keamanan negara, seperti polisi dan militer
semakin mendorong kesuksesan implementasi CARP. Namun di sisi lain, program tersebut
masih menyimpan kelemahan, salah satunya ialah secara kelembagaan, dimana departemen
dan lembaga yang menjadi implementing agency masih belum berada dalam satu
kelembagaan yang terintegrasi. Selain itu, dalam proses perencanaan implementasi, masih
didominasi elite politik, baik di eksekutif maupun legislative, masih cenderung minim
pelibatan organisasi rakyat secara langsung dalam perencanaan.
Kemudian, secara umum terdapat beberapa poin penting yang di garis bawahi dari
diskusi dengan beberapa departemen dan lembaga negara di Filipina terkait CARP, antara
lain, terdapat kesamaan terkait doktrin “tanah negara” dengan Indonesia, dimana semua tanah
di Filipina adalah dikuasai oleh negara. Dengan doktrin tersebut, pemerintah melalui CARP
mendorong perwujudan dari pemilikan dan penguasaan atas sumber agraria yang lebih adil di
Filipina, dimana para petani penggarap menjadi subjek penerima lahan dari CARP, baik
melalui hak milik pribadi, maupun komunal. Masing-masing memiliki batas maksimum
kepemilikan atau penguasaan tanah seluas 5 Ha per individu. Lahan hasil redistribusi tidak
boleh dijual ke pihak lain selama 10 tahun.3
3
http://kpa.or.id/media/baca/kegiatan/354/Pembelajaran_Reforma_Agraria_dari_Filipina__Bagian-1_/
(diakses pada 01 Mei 2020 pukul 14.00)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diantara keberhasilan program Reforma Agraria yang berjalan di Filipina, juga salah
satunya adalah keberhasilan untuk menjaga kelestarian hak-hak agraria masyarakat adat.
Tidak hanya bagi kaum adat, reforma agraria di bawah Comprehensive Agrarian Reform
Program (CARP) atau semacam UUPA di Filipina memang cukup dapat dikatakan berhasil.
NCIP adalah sebuah bukti keberhasilan perlindungan hak-hak masyarakat adat, terutama hak
agrarianya. Masyarakat adat di Filipina memiliki jaminan tanah adatnya secara komunal dan
melalui mekanisme yang jelas mengenai penentuan siapa masyarakat adat itu sendiri. Melalui
dukungan alas hukum yang cukup kuat dan lengkap, CARP terbilang sukses
meredistribusikan banyak bidang lahan ke penerima manfaat sesuai dengan sasaran.
Kemudian, secara umum terdapat beberapa poin penting yang di garis bawahi dari diskusi
dengan beberapa departemen dan lembaga negara di Filipina terkait CARP, antara lain,
terdapat kesamaan terkait doktrin “tanah negara” dengan Indonesia, dimana semua tanah di
Filipina adalah dikuasai oleh negara. Masing-masing memiliki batas maksimum kepemilikan
atau penguasaan tanah seluas 5 Ha per individu.
DAFTAR PUSTAKA
http://kpa.or.id/media/baca/kegiatan/354/Pembelajaran_Reforma_Agraria_dari_Filipina__Ba
gian-1_/ (diakses pada 01 Mei 2020 pukul 14.00)
Setiawan, Bonne. 1997. Reformasi Agraria Perubahan Politik dan Agenda Pembaharuan
Agraria di Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria dan lembaga. Penerbit: FEUI,
Jakarta.