Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH HUKUM AGRARIA

LANDREFORM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Akutansi
Dosen Pengampu : Surur Roiqoh, M.H.

Disusun oleh :
Nada Nadia Choirun Nisa` 20103080038
Tifanie Feby Dewayantie 20103080039
Chandra Maulana 20103080040
Ummi Hafilda 20103080061
Firdan Ahmad Jangki Dausal 20103080065
Ferry Ilallah 20103080066

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021/2022

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat, karunia, serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Sholawat beserta salam,
semoga tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Besar kita, nabi Agung Muhammad
SAW. Karena beliaulah kita semua bisa hidup di zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan. Semoga kita semua selaku umatnya mendapatkan syafaat beliau kelak di
yaumul akhirat, Aamiin. Tak lupa terimakasih juga kami ucapkan kepada:

1. Ibu Surur Roiqoh, M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Agraria.
2. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah yang selalu mendukung.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik yang membangun dari pembaca sangat
diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 19 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I-PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 2
C. TUJUAN ............................................................................................................ 2

BAB II-PEMBAHASAN ............................................................................................. 3


A. PENGERTIAN LANDREFORM....................................................................... 3
B. TUJUAN LANDREFORM................................................................................ 5
C. LANDASAN HUKUM LANDREFORM......................................................... 7
D. PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA...................................... 10

BAB III--PENUTUP
KESIMPULAN .............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber
daya alam utama, selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat
Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan
rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun dalam
hubungannya dengan dunia Internasional.
Demikian pentingnya kegunaan tanah bagi hidup dan kehidupan manusia, maka
campur tangan Negara melalui aparatnya dalam tatanan hukum pertanahan
merupakan hal yang mutlak. Hal ini ditindak lanjuti dengan pemberian landasan
kewenangan hukum untuk bertindak dalam mengatur segala sesuatu yang terkait
dengan tanah, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (UUD Negara RI) Tahun 1945 yang merupakan acuan dasar
dalam pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada Pasal 33 Ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945, disebutkan bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hal ini berarti, bahwa
dengan dikuasainya bumi, air, dan kekayaan alam oleh Negara, pemerataan atas hasil-
hasil pengelolaan terhadap bumi, air, dan kekayaan alam ini akan dapat tercapai.
Prinsip tersebut kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 Ayat (2) .
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria yang kemudian disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yakni
tentang Hak Menguasai Tanah dari Negara, yang memberi wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa
tersebut.
Isi pasal ini menyebutkan bahwa Hak Menguasai Negara tidak menempatkan
Negara sebagai “pemilik tanah”, tetapi pemberian kewenangan kepada Negara

2
sebagai organisasi tertinggi dari bangsa Indonesia. Hal itu tidak lain ditujukan untuk
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan,
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum.
Dengan lahirnya UU No.5 / 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
ini merupakan suatu hal yang positif sebagai implementasi dalam bidang Hukum
Agraria di Indonesia dan juga menghapuskan dualisme hukum yang terdapat di masa
kolonial di mana peraturan yang berlaku didasarkan pada Hukum Adat dan Hukum
Barat. UUPA ini selain merupakan politik hukum pertanahan yang baru bagi Bangsa
Indonesia juga merupakan suatu titik tolak perombakan struktur pertanahan yang
disebut land reform di Indonesia. Hal ini terbukti dalam ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Konsiderans hinggal Pasal 19 UUPA yang berarti bahwa berbagai
undang-undang atau peraturan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan land
reform tidak boleh keluar dari sistematika yang telah dikembangkan oleh UUPA.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Masalah konsolidasi tanah ini menjadi sangat penting karena pada hakekatnya
pelaksanaan landreform menuju kepada konsolidasi tanah. Sehingga muncul
pertanyaan mengenai landreform , sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian Landreform
2. Apa tujuan diadakannnya Landreform
3. Apa landasan Hukum Landreform
4. Bagaimana pelaksanaan Landreform di Indonesia
5. Apa saja kendala dalam pelaksanaan Landreform di Indonesia
1.3 TUJUAN
A. Mengetahui mengenai pengertian Landreform
B. Mengetahui apa tujuan diadakannnya Landreform
C. Mengetahui landasan Hukum Landreform
D. Bagaimana pelaksanaan Landreform di Indonesia
E. Mengetahui apa saja kendala dalam pelaksanaan Landreform di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN LANDREFORM

Secara harfiah landreform berasal dari kata-kata dalam bahasa inggris yang
terdiri dari kata Land dan Reform. Land artinya tanah, sedangkan Reform artinya
perubahan dasar atau perombakan untuk membentuk atau membangun atau menata
kembali struktur pertanian. Jadi arti dari Landreform adalah perombakan struktur
pertanian lama dan pembangunan struktur pertanian lama menuju struktur pertanian
baru.
Landreform berarti perombakan terhadap struktur pertanahan, akan tetapi
sebenarnya yang dimaksudkan bukan hanya perombakan terhadap struktur
penguasaan pertanahan, melainkan perombakan terhadap hubungan manusia dengan
manusia berkenaan dengan tanah. Istilah Land itu sendiri mempunyai arti yang
berbagai macam, sedangkan istilah reform berarti mengubah kearah yang lebih baik,
jadi landreform berkaitan dengan perubahan struktur secara institusional yang
mengatur hubungan manusia dengan tanah.
Menurut Dorren Warrier pada dasarnya Jika dilihat dari pengertian tersebut,
landreform memerlukan program redistribusi tanah untuk keuntungan pihak
yang mengerjakan tanah dan pembatasan dalam hak-hak individu atas sumber-
sumber tanah. Jadi landreform lebih merupakan sebuah alat perubahan sosial
dalam perkembangan ekonomi, selain merupakan manifestasi dari tujuan
politik, kebebasan dan kemerdekaan suatu bangsa.
Istilah land reform pada mulanya dicetuskan oleh LENIN dan banyak
digunakan di negara komunis atau negara blok timur dengan adegium “land to the
tiller” untuk memikat hati rakyat dan petani yang menderita karena tekanan landlord
untuk kepentingan politis di negara tersebut.
Di Indonesia land reform yang dimaksud tidak sama dengan land reform yang
digunakan di negara komunis. Land reform di Negara Indonesia bukan hanya
digunakan dalam arti politis belaka, tetapi juga merupakan pengertian teknis selain itu
ditujukan untuk membangun kemakmuran bagi rakyat baik secara individuil maupun
untuk kepentingan partai. Oleh karena itu ketika land reform ini sedang hangat
dibicarakan banyak kalangan ada sebagian pihak yang menginginkan agar land reform

4
ini dihindarkan penggunaan istilahnya karena dianggap berasal dari golongan PKI
atau komunis, jadi dikhawatirkan terdapat unsur paham komunis.
Menurut Prof. Boedi Harsono bahwa definisi landeform terbagi atas
landreform dalam arti luas dan sempit yaitu:1
Landreform dalam arti luas adalah Penyelesaian persoalan-persoalan agraria  sebelum
terbentuknya UUPA, (Agrarian Reform) meliputi 5 program, yaitu:
 Pembaharuan hukum agraria, melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasional
dan pemberian jaminan kepastian hukum;
 Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah;
 Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur;
 Perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum
yang bersangkutan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan
kemakmuran dan keadilan;
 Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya serta penggunaanya secara terencana, sesuai dengan daya
dukung dan kemampuannya.
Landreform dalam arti sempit hanya mencakup program butir keempat
adalah serangkaian tindakan dari Agrarian Reform yang meliputi perombakan
mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum
yang bersangkutan dengan penguasaanya. Jelaslah bahwa landreform dalam arti
sempit merupakan bagian dan landreform dalam arti luas. Landreform dalam arti
sempit inilah yang kemudian dikenal dengan redistribusi tanah.
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa UUPA bukan hanya memuat
ketentuan-ketentuan tentang perombakan Hukum Agraria yang lama menjadi Hukum
Agraria yang baru, UUPA memuat pula pokok-pokok persoalan Agraria lainnya yang
harus diselesaikan yang disebut Agrarian Reform Indonesia (Reforma Agraria
Indonesia) yang meliputi delapan program, yaitu :
1. Pembaruan Hukum Argaria.
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah.
3. Mengakhiri pengisapan feodal secara berangsur-angsur.
4. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-
hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah.

1
Aprianto, TC 2006,Tafsir(an) landreform dalam alur sejarah indonesia tinjauan kritis atas tafsir(an) yang ada,
Karsa, Yogyakarta
5. Perencanaan persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya serta penggunaan bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya itu secara berencana sesuai dengan daya
kesanggupan dan kemampuannya.
6. Perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah.
7. Pencegahan terhadap usaha-usaha di lapangan agraria yang bersifat monopoli
swasta, sedang usaha pemerintah yang bersifat monopoli hanya dapat
diselenggarakan dengan undang-undang.
8. Perlindungan terhadap kerusakan, pemeliharaan tanah, dan penambahan
kesuburannya, dengan lain perkataan perlindungan terhadap kerusakan
lingkungan.
Program yang keempat yang disebutkan di atas dinamakan land reform atau
land reform dalam arti sempit, sedangkan program-program lainnya disebut Agrarian
Reform atau land reform dalam arti luas.Boedi Harsono menyatakan bahwa land
reform dalam arti sempit merupakan serangkaian tindakan dalam rangka Agrarian
Reform.Land reform meliputi perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan atas
tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan
tanah. R. Soeprapto menyatakan bahwa land reform berarti perombakan sistem
penguasaan dan pemilikan tanah pertanian disesuaikan dengan batas kemampuan
manusia untuk mengerjakan sendiri tanahnya, dengan memerhatikan keseimbangan
antara tanah yang ada dan manusia yang membutuhkan.
Bachsan Mustofa menyatakan bahwa Land Reform berarti perubahan sistem
pemilikan dan penguasaan tanah yang lampau diubah dengan sistem tata pertanahan
baru yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat yang sedang
giat melaksanakan pembangunan ekonominya. Land reform adalah perubahan secara
mendasar mengenai penguasaan dan pemilikan tanah dari sistem yang lama sebelum
berlakunya UUPA ke sistem yang baru menurut UUPA.
B. TUJUAN LANDREFORM
Di Indonesia pelaksanaan Landreform berlandaskan kepada Pancasila dan
UUD 1945 yang terwujud di dalam satu rangkaian kegiatan di bidang pertanahan.
Kemudian dikatakan bahwa Landreform bertujuan untuk memperkuat dan
memperluas kepemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum tani.
Secara umum tujuan Landreform adalah untuk mewujudkan penguasaan dan

6
pemilikan tanah secara adil dan merata guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
khususnya petani.2
Tujuan Landreform menurut Michael Lipton dalam Arie S. Hutagalung (1985)
adalah:
1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik tanah. Ini
dilakukan menggunakan usaha yang intensif yaitu dengan redisribusi  tanah,
untuk mengurangi perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil yang
dapat merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan diantara   petani secara
menyeluruh.
2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan tanah.
Dengan ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan 
berupaya meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk
pertanian tersebut, kemudian secara langsung akan mengurangi jumlah petani
penggarap yang hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan
para petani.
Sedangkan menurut R. Soeprapto tujuan diadakan land reform di Indonesia,
yaitu :

a. Pemerataan penguasaan/pemilikan tanah pertanian untuk meratakan hasil


produksinya.
b. Mengakhiri sistem kapitalisme dan feodalisme dalam penguasaan,
pemilikan, dan pengusahaan di bidang keagrariaan.
c. Meningkatkan produksi pertanian.
d. Meningkatkan taraf hidup petani dan rakyat pada umumnya.
e. Meningkatkan harga diri para penggarap dan meningkatkan gairah kerja.
f. Menghilangkan jurang pemisah antara golongan (petani) kaya dan miskin.
Sesuai dengan tujuan land reform yaitu untuk memperbaiki kehidupan rakyat
dan khususnya rakyat tani, maka tujuan utama. Dan pada dasarnya tujuan dari
diadakannya land reform adalah untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para
petani penggarap sebagai landasan atau prasyarakat untuk menyelenggarakan
pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
C. LANDASAN HUKUM LANDREFORM

2
Ardiwisastra, YB 2012, Penafsiran dan konstruksi hukum, PT.Alumni, Bandung.
Adapun yang menjadi landasan hukum pelaksanaan Land reform di Indonesia
adalah diantaranya:
1. Landasan Ideal yaitu Pancasila.
Konsep keadilan sebagaimana yang dijelaskan oleh Aristoteles dan
para pemikir sesudahnya, demikian juga konsep keadilan sosial yang
tercantum dalam sila ke-5 pancasila, memang tidak mudah untuk dipahami,
terlebih bila harus dihadapkan pada kasus yang konkrit. Bagi Indonesia sesuai
dengan Falsafah Pancasila, maka paling tepat kiranya untuk menerapkan asas
keadilan sosial. Keadilan itu sendiri bersifat universal, jauh didalam lubuk hati
setiap orang, ada kesepakatan tentang sesuatu yang dipandang sebagai adil dan
tidak adil itu.
Dalam pengertian keadilan, pada umumnya diberi arti sebagai keadilan
”membagi” atau ” distributive justice” yang secara sederhana menyatakan
bahwakepada setiap orang diberikan bagian atau haknya sesuai dengan
kemampuan atau jasa dan kebutuhan masing-masing. Namun perlu dipahami
bahwa keadilan itu bukanlah hal yang statis, tetapi sesuatu proses yang
dinamis dan senantiasa bergerak diantara berbagai faktor, termasuk equality
atau persamaan hak itu sendiri.
2. Landasan Operasional UUPA No. 5 / 1960.
Sebagaimana yang disinggung dimuka, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 itu
telah dijabarkan lebih lanjut didalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 (UUPA), terutama tentang pengertian ”dikuasai negara”
yaitu member wewenang kepada negara untuk :
(a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
(b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
(c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa.
Sementara wewenang tersebut harus digunakan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil
dan makmur. Payung bagi pelaksanaan landreform di Indonesia adalah UUPA

8
(Undang- undang Pokok Agraria, UU No. 5/1960)3 dan UUPBH (Undang-
undang Perjanjian Bagi Hasil, UU No. 2/1960)4. Diperlukan waktu 12 tahun,
sejak tahun 1948 ketika panitia persiapan dibentuk, untuk menghasilkan kedua
undang-undang tersebut. Dengan lahirnya Undang-undang Pokok Agraria atau
yang kita kenal dengan sebutan UUPA maka UUPA menempati posisi yang
strategis dalam sistem hukum nasional Indonesia, karena UUPA mengandung
nilai-nilai kerakyatan dan amanat untuk menyelenggarakan hidup dan
kehidupan yang berprikemanusiaan dan berkeadilan sosial. Nilai-nilai tersebut
dicerminkan oleh :
(1) Tanah dalam tataran paling tinggi dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar- besar kemakmuran rakyat
(2) Pemilikan/penguasaan tanah yang berkelebihan tidak dibenarkan
(3) Tanah bukanlah komoditas ekonomi biasa oleh karena itu tanah tidak boleh
diperdagangkan semata-mata untuk mencari keuntungan
(4) Setiap warga negara yang memiliki/menguasai tanah diwajibkan
mengerjakan sendiri tanahnya, menjaga dan memelihara sesuai dengan asas
kelestarian kualitas lingkungan hidup dan prosuktivitas sumber daya alam
(5) Hukum adat atas tanah diakui sepanjang memenuhi persayaratan yang
ditetapkan.
Wewenang yanng bersumber dari hak menguasai negara meliputi tanah
yang sudah dilekati oleh sesuat hak atau bekas hak perorangan, tanah yang
masih ada hak ulayat dan tanah negara. Menurut Imam Soetiknjo, hak
menguasai negara yang meliputi tanah dengan hak perorangan adalah bersifat
pasif, dan menjadi aktif apabila tanah tersbeut dibiarkan tidak
diurus/diterlantarkan. Terhadap tanah yang tidak dipunyai oleh
seseorang/badan hukum dengan hak apapun dan belum dibuka maka hak
menguasai negara bersifat aktif.5
Dalam lingkupnya dengan masalah landreform ketentuan tersebut
diatas mengisyaratkan meskipun UUPA mengakui adanya tanah kepemilikan
tanah secara perseorangan, tetapi perlakuan terhadap hak-hak tersebut harus
memperhatikan kepentingan masyarakat, dan ini merupakan kewajiban bagi

3
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
4
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
5
Mahfud 2012, Politik hukum di Indonesia cetakan ke-5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
pemegang hak tersebut. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip
landreform seagaimana yang tercantum antara lain dalam Pasal 7, 10 dan 17
UUPA.
1. Landasan Konstitusional: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Secara konstitusional pengaturan masalah prekonomian didalamnya


termasuk ekonomi sumber daya alam (SDA) di Indonesia telah diatur
dalam UUD 1945. Hal tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 33 UUD 1945
yang selengkapnya berbunyi :
(1) Prekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang


menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Prekonomian nasional diselengarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 nampak jelas bahwa dalam rangka


meningkatkan kemakmuran rakyat peranan negara sangat diperlukan. Ikut
campurnya negara dalam urusan kesejahteraan rakyat sebagaimana ketentuan
dimaksud mengindikasikan bahwa dalam konstitusi kita dianut sistem negara
welfarestate. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa masalah ekonomi, bukan
hanya monopoli ekonomi yang didasarkan pada mekanisme pasar semata-mata
tetapi juga diperlukan peranan negara, terutama yang berkaitan dengan
bidang-bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Khusus mengenai
pembangunan hukum agraria dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 33 ayat 3
yang menyebutkan :
”Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai ole
negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

10
Lebih lanjut pengaturan masalah agraria yang didalamnya termasuk
dalam pertanahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. dengan
demikian secara historis dapat dijelaskan bahwa sebenarnya upaya pengaturan
pertanahan (yang didalamnya terdapat program landreform) di Indonesia telah
dimulai sejak indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

1. Beberapa ketentuan dalam pelaksanaan Land Reform


a. Undang-undang No. 56 PP. Tahun 1960 tentang penerapan batas
luas Tanah pertanian.
b. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 yang telah diubah
menjadi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 tentang
pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian Ganti Rugi.
c. Undang-Undang No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.
d. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1960 yang diganti dengan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
D. PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA
Departemen penerangan RI dan Pertanahan di Era Pembangunan Nasional
(1982:43) menegaskan bahwa dilihat dari berbagai aspek, pelaksanaan landreform di
Indonesia meliputi:

1. Tujuan sosial ekonomi :

Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik


serta memberi fungsi sosial politik, Memperbaiki produksi nasional khususnya
sektor pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat.

2. Tujuan sosial politik :

Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan yang luas,


Mengadakan pembagian yang adil atas sumber-sumber penghidupan rakyat tani
berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula

3. Tujuan mental psikologi :

Meningkatkan kegairahan bekerja bagi para petani penggarap dengan jalan


memberikan kepastian hak mengenai kepemilikan tanah. Memiliki hubungan
kerja antara kepemilikan tanah dengan penggarapannya.
Landreform di Indonesia pernah diimplementasikan dalam kurun waktu 1961
sampai 1965, namun kurang berhasil (Rajagukguk,1995). Landasan hukum
pelaksanaan landreform di Indonesia adalah UUPA No. 5 Tahun 1960, yaitu pasal 7
dan 17 untuk sumber pengaturan pembatasan luas tanah maksimum, pasal 10 tentang
larangan tanah absentee, dan pasal 53 yang mengatur hak-hak sementara atas tanah
pertanian. Produk hukum yang secara lebih tajam lagi dalam konteks ini adalah UU
No. 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, serta PP No. 224/ 1961
dan PP No. 41/1964 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi. Saat
program landreform tersebut diluncurkan, kondisi politik Indonesia sedang sangat
labil.6

Adapun pelaksanaan landreform di Indonesia sebelum dan setelah reformasi


adalah sebagai berikut :

A. Pelaksanaan Landreform Sebelum Reformasi

Pelaksanaan landreform sebelum reformasi itu diterapkan dalam 2 masa, yaitu


pada masa orde lama (Orla) dan orde baru (Orba).

a. Orde Lama (ORLA)

Masa Orde Lama ditandai dengan kelahiran UUPA No. 5 Tahun 1960.
Pelaksanaan landerform di Jawa telah dimulai sejak awal kemerdekaan.Secara
hitoris, Orde Lama telah menempatkan landreform sebagai kebijakan
revolusioner dalam pembangunan semestanya. Syarat pokok untuk
pembangunan tata perekonomian adalah pembebasan berjuta-juta kaum tani dan
rakyat pada umumnya dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, feodalisme
dan kapitalisme dengan melaksanakan landreform menurut ketentuan hukum
nasional Indonesia, sejalan dengan meletakkan dasar-dasar bagi industrialisasi,
terutama industry dasar dan industry berat yang harus diusahakan dan dikuasai
negara. Meskipun demikian, kegiatan landreform yang ideal pernah berjalan
setelah kelahiran UUPA No.5 Tahun 1960, namun kemudian gagal karena
ditunggangi oelh muatan politik.
TAP MPRS RI Nomor II/1960 dan Manifesto Politik menyebutkan
tiga landasan filosofis pembangunan pada masa ini yaitu:
6
Rachman, NF 2017, Landreform dan gerakan agrarian indonesia, INSIST Press, Yogyakarta: , 2012,
Landreform dari masa ke masa perjalanan kebijakan pertanahan 1945-2009.

12
- Anti penghisapan atas manusia oleh mannusia (la exploitation de la per
la home)
- Kemandirian ekonomi
- Anti kolonialisme, imperialism, feodalisme dan kapitalisme dengan
landreform sebagai agenda pokoknya.

Demikian juga dari jumlah Peraturan Perundang-Undangan bidang


Hukum Pertanahan Periode 1960-1966, sebagian besar dari keseluruhan
peraturan perundang-undangan yang ditertibkan pada masa ini adalah tentang
landreform dan pengurusan hak atas tanah.
Pelaksanaan program landreform pada masa orde lama adalah sebagai
berikut:
 Pelaksanaan program pendaftaran tanah bedasarkan PP No. 10 Tahun
1961, untuk mengetahui dan memberi kepastian hukum tentang
pemilikan dan penguasaan tanah
 Penentuan tanah berlebih (melebihi batas maksimum pemilikan) yang
selanjutnya dibagi-bagikan kepada sebanyak mungkin petani tidak
bertanah.
 Pelaksanaan program Bagi Hasil untuk pertanian bedasarkan UU No. 2
Tahun 1960 serata program Bagi Hasil pada usaha perikanan laut
bedasarkan pada UU 16 Tahun 1964
 Pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti rugi, serta perangkat
peraturan lainnya.
Tetapi program pelaksanaan landreform tersebut mengalami stagnasi,
tersendat-sendat dan tidak tuntas. Hambatan utama pelaksanaan landreform
adalah lemahnya kemauan dan dukungan politik dari pemerintah yang lebih
mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kelemahan administrasi yang tidak
sempurna dan juga menyulitkan redistribusi tanah, dan tidak tersedianya data
dan informasi, serta lain sebagainya.
Menurut Sadjarwo bahwa kelemahan administrasi yang tidak sempurna
dan juga menyulitkan redistribusi tanah dan kurangnya dukungan baik itu dari
rakyat, organisasi petani/politik, tokoh-tokoh dan panitia landreform sendiri.
Hal ini menyebabkan terjadinya aksi sepihak, baik dari petani yang lapar tanah
ataupun tuan tanah. Aksi ini menyebabkan dikeluarkan UU No. 21 Tahun 1964
tentang Pengadilan landreform.
Dapat dikatakan bahwa program landreform sebagai awalan
pelaksanaan tujuan tersebut, pada penerapannya mengalami kegagalan. Hal itu
karena :
1. Kelambanan praktek-praktek pemerintah dalam pelaksanaan Hak
Menguasai Negara
2. Tuntutan organisai dan massa petani yang ingin meredistribusikan tanah
secar segera sehingga kemudian timbul aksi sepihak
3. Unsur-unsur anti landreform yang melakukan berbagai mobilisasi
kekuatan tanding dan siasat mengelak dari dan untuk menggagalkan
landreform
4. Terlibatnya unsure kekerasan antara kedua pihak yang pro dan kontra
landreform. Konflik ini bahkan memuncak dan menimbulkan konflik yang
besar dalam konflik elite politik yang berujung pada peristiwa G-30S/PKI
dan jatuhnya rezim Orde Lama
Menurut Utrecht hasil dari pelaksanaan landreform pada masa Orde
Lama adalah diredistribusikan sekitar 450.000 hektar, yaitu sejak program ini
dicanangkan pertama kalinya hingga akhir tahun 1964. Perinciannya adalah
tahap I sejumlah 296.566 hektar dan tahap II sejumlah 152.502 hektar karena
tahap II ini belum selesai. Pembagian ini terutama baru dilaksanakan di Pulau
Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara. Sedangkan tanah eklebihan yang telah
ditentukan adalah 337.445 hektar.

b. Orde Baru (Orba)


Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru mengantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Pada masa Orde Baru, landreform sudah dilaksanakan
namun kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Kondisi ini
disebabkan karena pemerintah lebih fokus pada sektor non pertanian, antara lain
mengupakan pengelolaan lahan seluas-luasnya bagi pemgusaha pemilik modal.
Yang bertujuan untuk, mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
ketidakstabilan politik dan penyalahgunaan kekuasaan menyebabkan landreform

14
digunakan sebagai alat untuk mengambil keuntungan secara politis dalam
penguasaan lahan.
Pada Orde Baru ini pemerintah lebih memfokuskan pembangunan pada
pertumbuhan ekonomi, dan memulai kebijakan pembangunan ekonominya
dengan mengeluarkan UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
untuk menarik investasi asing dalam pengelolaan SDA.
Bahkan sepanjang pemerintahan Orde Baru selama tiga dasawarsa,
dapat dikatakan landreform tidak dilaksanakan sama sekali dan kebijakannya
juga mengambang dan kabur. Sikap ini dapat dimaknai sebagai sebuah sikap
untuk mengambil keuntungan secara politis dalam perebutan penguasaan laha
ketika berhadapan dengan petani dan masyarakat. Dalam konteks otonomi
daerah, di mana pemerintah daerah semakin diperkuat, namun aspek landreform
secara umum masih menjadi kewenangan pusat. Lebih ironisnya, pemerintah
lokal yang lebih berpihak kepada investor swasta, cenderung menjadi makelar
untuk penyediaan tanah bagi mereka. Kebijakan landreform jelas bukan
merupakan ide yang menguntungkan untuk meraih investor, retribusi, dan
pendapatan daerah.
Namun demikian, pemerintah Orde Baru yang berkuasa pada masa
berikutnya mengklaim bahwa landreform tetap dilaksanakan meskipun secara
terbatas. Selama era pemerintah Orde Baru, untuk menghindari kerawanan
sosial politik yang besar, maka landreform diimplementasikan dengan bentuk
yang sangat berbeda.
Konsepsi hukum agrarian Orde Lama yang cenderung populis
sebagaimana dalam UUPA, diganti dengan konsepsi yang berorientasi pada
pembangunan ekonomi. Karena landreform yang merupakan salah satu
kebijakan Orde Lama yang populis, dianggap sebagai produk PKI sehingga
dihentikan secara total. Bahkan perebutan kembali tanah-tanah yang semula
ditentukan sebagai tanah kelebihan dan karenanya menjadi objek redistribusi
tanah dilakukan oleh sejumlah tuan tanah. Landreform yang menjadi program
pokok Orde Lama dalam pemerataan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat menjadi terabaikan.
Pelaksanaan landreform pada masa Orde Baru adalah sebagai berikut :
 Adanya usaha privatisasi tanah tetap diusahakan pemerintah Orde Baru
melalui program sertifikasi tanah
 Mengadakan program transmigrasi
 Program pengembangan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang berskala
besar dengan tanah-tanah yang luas
 Pemusatan penguasaan atas tanah dan pembangunan ekonomi
 Adanya peningkatan produksi pertanian sehingga tercapai swasembada
pangan (melalui Revolusi Hijau)
 Adanya program PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) untuk
mempercepat program registrasi tanah
Sebagai negara berkembang, sebagian modal pembangunan Indonesia
berasal dari pinjaman dari lembaga asing. Lembaga donor tersebut berkuasa
untuk mengontrol penggunaan pinjaman tersebut. Keterbatasan anggaran
merupakan satu alasan pokok mengapa pemerintahan Orde Baru tidak memilih
program landreform yang biayanya besar dan hasilnya belum tampak dalam
jangka pendek. Sebaliknya, karena tekanan ekonomi kapitalis, maka tanah
dijadikan komoditas untuk menarik investor asing menanamkan modalnya.
Selain itu, rezim ini mengganti PP No. 10 Tahun 1961 menjadi PP
No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dinilai banyak pihak
merupakan agenda Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional lainnya di
Indonesia. Berbeda dengan Orde Lama yang bertujuan untuk kepentingan
penataan penguasaan tanah melalui landreform, produk hukum Orde Baru
tentang pendaftaran tanah ini untuk kepastian hukum dari pemilikan hak atas
tanah melalui sertifikat.
Perbedaan lainnya adalah jika didalam UUPA dan PP No.10 Tahun
1961 lebih mendasarkan pada pendaftran tanah dengan stelsel negatif, yaitu apa
saja yang terdaftar tidak secara otomatis dan mutlak menjamin kebenaran akan
pemilikan tanah. Sebaliknya dalam stelsel positif, apa-apa yang terdaftar
merefleksikan keadaan yang sebenarnya. Namun dalam prakteknya
pelaksanaannya kurang berhasil. Hal itu disebabkan oleh:
 Kondisi politik saat Orde Baru kurang stabil
 Pembangunan pertanian Revolusi Hijau tanpa landreform, tanpa disadari
telah meminggirkan petani kecil
 Adanya penegasan stratifikasi

16
 Adanya penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan pertanian
menjadi kawasan industri, perumahan, dan kegiatan komersial lainnya.
Revolusi hijau yang mengabaikan persoalan agraria, memberikan
dampak buruk kepada masyarakat, karena struktur penguasaan terhadap tanah
adalah basis kesejahteraan suatu masyarakat. Jika strukturnya timpang dan tidak
adil, maka segala upaya yang dijalnkan pada sisi non-landreform tidak akan
mampu memperbaiki keadaan ini.
c. Pelaksanaan Landreform Setelah Reformasi – sekarang
Masa Reformasi, yakni di jaman Presiden Abdurahman Wahid. Akibat
pernyataannya bahwa 40 persen dari tanah-tanah perkebunan itu seharusnya
didistribusikan kepada rakyat, maka berbondong-bondongnya rakyat menduduki
tanah-tanah yang dibiarkan terbengkalai oelh pemiliknya. Seiring dengan
perubahan konstelasi politik, alam demokrasi yang semakin menggema dan
kemudian melahirkan salah satu produk hukum yang penting dalam konteks
Reform Agraria, adalah keluarnya Tap MPR No IX/MPR/2001.
Beberapa peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan SDA
(agraria) dikeluarkan sejak dilakukan reformasi pemerintahan di tahun 1998.
Baik itu yang kemudian dinilai merupakan langkah maju maupun yang justru
dinilai mundur dari substansi peraturan-peraturan sebelumnya. Landrefrm
kembali masuk dalam program penting pembaruan agraria, yaitu disebutkan
dalam pasal 5 Tap MPR RI No. IX/MPR/2001 bahwa salah satu kebijakan
pelaksanaan pembaruan agrarian adalah :
a. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, pengunaan dan
pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan
memperhatikan kepemilikan tanah oleh rakyat
b. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui investarisasi dan
registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan
landreform.
Dan dalam Pasal 6 Tap MPR RI No. IX/MPR/2001, juga disebutkan
beberapa hal yang menjadi agenda pelaksanaan pembaruan agraria adalah :7

7
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 Tentang
Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.
a. Melakukan pengkaijian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah (landreform)
c. Menyelenggarakan kembali pendataan pertanahan
d. Menyelesaikan konflik-konflik
e. Memperkuat kelembagaan, dan
f. Mengupayakan pembiayaan

Bersamaan dengan pelaksanaan program tersebut,terjadi juga


perubahan penataan struktur administrasi birokrasi, yaitu berlakunya otonomi
daerah. Permasalahan agrarian termasuk kedalam salah satu kebijakan yang
diserahkan ke pemerintah daerah. Dengan otonomisasi daerah saat ini,
sesungguhnya ada peluang untuk melakukan reform agraria secara “lokal”.
Dan semenjak bergulirnya reformasi dan otonomi daerah, perdebatan yang
ramai baru sebatas pemasalahan tarik ulur administrasi pertanahan.
Landreform belim menjadi perhatian yang serius oleh instansi-instansi
pemerintah, meskipun LSM dan berbagai organisasi petani telah beberapa kali
melakukan demonstrasi menuntut dilaksanakannya reform agraria.
Selanjutnya pada masa pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono 8,
pelaksanaa landreform dititik beratkan pada mengagendakan redistribusi
tanah kembali. Bedasarkan catatan Kompas, pembagian 8,15 juta hektar lahan
ini akan dilakukan pemerintah tahun 2007 hingga 2014. Diperkirakan, 6 juta
hektar lahan akan dibagikan pada masyarakat miskin, sisanya 2,15 juta hektar
diberikan kepada pengusaha untuk usaha produktif yang melibatkan petani
perkebunan. Tanah yang di bagian ini tersebar di Indonesia, dengan prioritas di
pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi Selatan. Tanah tersebut berasal dari lahan
kritis, hutan produksi konversi, tanah terlantar, tanah milik Negara yang hak
guna usahanya habis, maupun tanah bekas swapraja. Selain mengagendakan
redistribusi tanah, pada pemerintahan sekarang juga dilaksanakan program
sebagai berikut :
a. Memperbaiki ketimpangan kepemilikan tanah

8
Bachriadi, D 2007, ‘Pandangan Kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau
Redistribusi Tanah ala Pemerintah SBY’, Jurnal Ilmiah Reforma Agraria Untuk Indonesia

18
b. Mengurangi pengangguran dan kemiskinan
c. Dan mengurangi konflik sengketa tanah
Semenjak era Reformasi sampai sekarang, telah terjadi perkembangan
yang menggembirakan, di mana telah cukup banyak pihak yang membicarakan
dan peduli dalam permasalahan landreform, meskipun masih terbatas pada
tingkat wacana saja. Namun demikian, sampai sekarang belum disepakati
bagaimana landreform dan agrarian reform (pembaruan agrarian) tersebut
sebaiknya untuk kondisi di Indonesia. Beberapa pihak menginginkan
pembaruan agrarian secara revolusioner (serentak dan menyeluruh), namun
pihak lai menginginkan pola yang lebih lunak secara gradua. Selain perihal
pilihan tersebut masih banyak pertanyaan yang menggantung yang harus
dijawab dalam konteks ini, misalnya pembagian peran pemerintah pusat dan
daerah.
Sementara, soal hak kepemilikan tanah yang mencerminkan makna
tanah sebagai symbol kesatuan bangsa dan negara tidak dapat didelegasikan
ataupun diserahkan menjadi urusan daerah. Artinya, landreform berupa
penataan ulang pemilikan dan penguasaan, biarlah tetap menjadi wewenang
pusat, namun aspek-aspek lan tenure dapat diperankan oleh daerah mulai
sekarang. Terdapat empat masalah pokok agrarian di Indonesia sebagaimana
disampaikan dalam Tap MPR No. IX Tahun 2001, yaitu: pemilikan tanah yang
sempit dan timpang, konflik pertanahan, inkosistensi hukum, serta kerusakan
SDA. Seluruhnya mestilah menjadi agenda yang pokok untuk diselesaikan
sebelum sampai kepada perumusan konsep landreform yang ideal yaitu “ land
to tillers”.
Stagnansi dari Reforma Agraria nampaknya telah menjadi suatu
penyakit kronis yang perlu segera ditangani. Baru kemarin di pertengahan
tahun 2014, Presiden Jokowi-Jusuf Kalla terpilih menjadi Presiden Republik
Indonesia. Dalam dokumen Visi-Misi Resmi Joko Widodo-Jusuf Kalla
berjudul “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian: Visi Misi dan Program Aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014, pada
salah satu poin yang disampaikan disebutkan bahwa:
“Untuk mencapai Indonesia Kerja & Indonesia Sejahtera yaitu dengan
mendorong land reform & program kepemilikan tanah sebesar 9 juta hektar…
meningkatnya akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari
rata-rata 0.3 hektar menjadi 2.0 hektar per KK tani dan pembukaan 1 juta ha
lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali.”
Di saat yang bersamaan, Jokowi-JK juga berjanji untuk membangun
kedaulatan pangan berbasis agrikultur kerakyatan dengan langkah
mengendalikan impor pangan dan memberantas mafia impor yang
mementingkan kepentingan pribadi. Kemudian kemiskinan pertanian juga
menjadi fokus agenda Jokowi-JK, dimana akan dilakukan peningkatan
kemampuan petani, penyediaan bibit bermutu, serta pembangunan fasilitas-
fasilitas seperti jaringan irigasi.
terdapat dua langkah besar yang telah dilakukan pada tahun 2016 ini
yang bisa menjadi acuan atas implementasi kebijakan Jokowi-JK dalam hal
Landreform. Yaitu ;
1. Pada tanggal 7 April 2016 lalu, Pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengeluarkan Peraturan Menteri
ATR No. 18 Tahun 2016. Pasal 3 peraturan tersebut menetapkan
pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan, seperti 20
hektar maksimum untuk daerah tidak padat dan 12 hektar maksimum
untuk daerah kurang padat. Diperkuat lagi dengan kewajiban bahwa tanah
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain yang berdomisili di dalam 1
kecamatan letak tanah dan memang harus dipergunakan untuk pertanian.
2. Kedua, pada tanggal 14-18 April 2016, dilaksanakan Multilateral Meeting
di Bappenas, yang menghasilkan suatu program “Prioritas Nasional
Reforma Agraria”. Bappenas menetapkan beberapa prioritas dalam rangka
menjalankan reforma agraria dalam hal kedaulatan pangan, yaitu:
a. Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria,
dimana akan dilakukan pengkajian atas peraturan perundang-
undangan yang mendukung reforma agraria, terhadap kasus-kasus
konflik agraria, menyusun pendapat dan rekomendasi konflik
agraria, pengkajian hak, pengawasan lembaga dalam menjalankan
rekomendasi tersebut, dan mediasi;
b. Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria
(“TORA”), dimana akan dilakukan identifikasi terlebih dahulu
terhadap tanah-tanah yang menjadi obyek, seperti Kawasan Hutan

20
yang akan Dilepaskan, tanah terlantar, dan juga mengidentifikasi
subyek penerima manfaat reforma agrarian;
c. Kepastian Hukum dan Legalisasi Hak atas TORA, dimana
dilakukan perbaikan petugas pemetaan dan petugas reforma di
Kabupaten/Kota, meningkatkan cakupan peta dasar pertanahan,
meningkatkan cakupan bidang tanah bersertifikat untuk rakyat
miskin melalui legalisasi aset, publikasi tata batas hutan, legalisasi
tanah transmigrasi, dan sosialisasi tanah ulayat;
d. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan, dan
Produksi atas TORA, dimana akan dilakukan koordinasi lokasi dan
target pemberdayaan TORA, penyediaan teknologi dan fasilitas
untuk produksi pertanian, peternakan, dan perkebunan, dan
menyediakan bantuan modal serta fasilitas;
e. Pengalokasian Sumber Daya Hutan untuk Dikelola Rakyat, di mana
dilakukan pendataan dan pemetaan alokasi sumber daya hutan,
menetapkan alokasi pemanfaatan hutan oleh rakyat,
memberdayakan masyarakat untuk mengelola hutan, menyediakan
lembaga dan biaya pelaksanaan, dan menguatkan hak dan akses
pengusaan hutan kepada masyarakat; Kelembagaan Pelaksana
Reforma Agraria Pusat dan Daerah, dimana dibentuk pedoman
teknis dan gugus tugas pelaksana di pusat dan daerah. Kemudian
perpres lembaga penyediaan tanah bagi pembangunan kepentingan
umum akan disusun besera dengan prioritas penyediaan tanah.

Keberadaan program-program Reforma Agraria yang luas dan


mencakup
perombakan struktur, pengurangan kemiskinan, perbaikan kualitas hidup, dan
ketahanan pangan merupakan hal yang positif karena Reforma Agraria bukan
hanya sekedar membagi-bagikan tanah ke masyarakat. Kemudian hal positif
yang dapat kita lihat bahwa Jokowi-JK telah belajar dari kesalahan
pemerintahan sebelumnya yang hanya memfokuskan Reforma Agraria pada
tanah-tanah yang bebas konflik, dan justru sekarang berusaha menyelesaikan
konflik-konflik tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian aspek pelaksanaan landreform di atas, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan dan pelaksanaan landreform dipengaruhi oleh hukum agrarian pada masing-
masing rezim. Landreform sebagai inti reforma agraria masih membutuhkan perhatian
yang serius. Penegakan dan penguatan hak petani terhadap penguasaan lahan
merupakan hasil dari produk hukum dan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa.
Dari sisi hukum, dukungan tersebut cukup, meskipun beberapa produk hukum bersifat
negatif. Namun dari sisi tindakan nyata pemerintah sampai saat ini tidak terlalu
menggembirakan. Semenjak digulirkan di awal tahun 1950-an sampai saat ini,
landreform dan pemberian lahan kepada petani tidak pernah berhasil dilaksanakan
secara cukup.
Prinsip pokok yang harus menjadi landasan dalam pemanfaatan tanah adalah
prioritas penggunaan, yaitu: pertama untuk kepentingan umum, kedua negara, dan
ketiga baru untuk masyarakat. Namun semasa Orde Baru, makna “kepentingan
umum” sering dibiaskan dan dijadikan tameng untuk mengakuisisi sebidang tanah,
baik itu milik negara maupun pribadi. Dalam kejadian ini, petani tidak menjadi
prioritas.
sejauh ini pemerintahan Jokowi telah berusaha untuk mempersiapkan
pelaksanaan Reforma Agraria yang dijanji-janjikan melalui berbagai tahap
perencanaan.
Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi tidak berdampak positif bagi
permasalahan reforma agraria. Hal ini justru makin meningkatkan angka perampasan
tanah rakyat dan konflik - konflik agraria terutama di kalangan petani-petani kecil.
Sehingga disini pemerintahan Jokowi dalam melaksanakan Reforma Agraria harus
berusaha mencari balance yang tepat antara investasi demi pembangunan, dan
reforma agraria demi kemajuan sektor pertanahan Indonesia.
Agar diperoleh hasil yang optimal, maka program landreform harus
dilaksanakan dengan kesiapan unsur-unsur pembaruan agraria yang lain. Redistribusi
lahan di satu wilayah hanya akan meningkatkan kesejahteraan, jika disiapkan unsur-
unsur lain seperti infrastruktur, bentuk-bentuk usaha yang akan dikembangkan oleh
masyarakat, dukungan permodalan untuk usahatani, serta teknologi dan pasar.

22
Pelaksanaan landreform yang terlepas dari konteks pembaruan agraria hanya akan
menghasilkan anarkhi, konflik, penelantaran tanah dan maraknya jual beli lahan yang
bisa saja akan memperparah ketimpangan. Karena itu, jika satu wilayah akan
menjalankan landreform maka seluruh pihak harus mendukung dan siap dengan
kebijakan dan peranannya masing-masing.

DAFTAR PUSAKA

Rayyan Dimas Sutadi, Ahmad Nashih Luthfi, Dian Aries Mujiburahman, 2018,
Jurnal Tunas Agraria,Vol. 1 No.1September.
Aprianto, TC 2006,Tafsir(an) landreform dalam alur sejarah indonesia tinjauan kritis
atas tafsir(an) yang ada, Karsa, Yogyakarta.
Mahfud 2012, Politik hukum di Indonesia cetakan ke-5, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Marzuki, PM 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Marquardt, M 2012, Land policy anda land administration, best practice for land
tenure and natural resources governance in Africa, dapat dilihat pada https://www.land-
links.org/wp.../09/Module-5-Land-Administration-Marquardt.
Sanjaya, A 2015, Pengertian tata kelola pemerintahan definisi menurut para
ahli serta konsep karakteristik, dapat dilihat di
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-tata- kelola pemerintahan.html,
diakses pada tanggal 30 April 2018, Pukul 01:00 WIB.
Shohibuddin, M 2018, Perspektif agraria kritis: teori, kebijakan, dan kajian,
STPN Press, Yogyakarta.
Sumardjono, MSW 2011, Ismai, N, Rustiadi, E & Abdullah, AD 2011,
Pengaturan sumber daya alam di indonesia antara yang tersurat dan tersirat kajian kritis
undang-undang terkait penataan ruang dan sumber daya alam, Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Utami, PAR 2013. Kajian Hukum Pelaksanaan Program pembaharuan Agraria
Nasional di Kabupaten serdang Bedagai. Dapat dilihat di
https://www.scribd.com/document/248627943/Kajian-Hukum-Pelaksanaan-Program-
Pembaharuan-Agraria-Nasional-di-Kabupaten-Serdang-Bedagai. Diakses pada
tanggal 28 Mei 2018, Pukul 00:04 WIB.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria.
Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumberdaya
Alam.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pedoman
Tindak
Lanjut Pelaksanaan Landreform.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1991
tentang
Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform Secara Swadaya.

24

Anda mungkin juga menyukai