Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HAK ATAS TANAH DI

INDONESIA DAN DI NEGARA LAIN

Dosen Pengampu : Istijab, S.H., M.Hum., M.Pd

Oleh :
Fauqiatul Warda
1874201001221
Hukum Agraria 3A
Unmer Pasuruan
2019
i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Agraria pada Program Studi
Hukum Unmer Pasuruan dengan ini penulis mengangkat judul “Hak Atas Tanah di Indonesia
dan Negara Lain”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalam
Penulis,

FAUQIATUL WARDA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..1
C. Tujuan………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

A. Hak milik atas Tanah di Indonesia………………………………………………2


B. Hak milik atas Tanah di Turki……………………………………………..…….2
C. Hak milik atas Tanah di Australia………………………………………….……4
D. Hak milik atas Tanah di China………………………………………………..…4
E. Hak milik atas Tanah di Amerika Serikat……………………………..………...5
F. Hak milik atas Tanah di Malaysia……………………………………………….6

BAB III PENUTUP

A. Simpulan…………………………………………………………………………8
B. Saran……………………………………………………………………………..8

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………10

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) ini melahirkan konsepsi hak penguasaan negara atas sumber
daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penjabaran lebih lanjut amanah Pasal 33
UUD 1945 dibentuklah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria
(selanjutnya disebut UUPA).
Pembentukan UU sektoral tidak berlandaskan prinsip-prinsip yang telah diletakkan UUPA. Pada
gilirannya, kedudukan UUPA didegradasi menjadi UU sektoral yang hanya mengatur
pertanahan. Selain itu, meski berbagai undang-undang sektoral mengacu Pasal 33 Ayat (3) UUD
1945, namun substansinya pada umumnya memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan
falsafah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena karakteristik peraturan perundang-
undangan sektoral: (1) orientasi pada eksploitasi, mengabaikan konservasi dan keberlanjutan
fungsi SDA, digunakan sebagai alat pencapaian pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
pendapatan dan devisa negara; (2) lebih berpihak pada pemodal besar; (3) ideologi penguasaan
dan pemanfaatan SDA terpusat pada negara sehingga bercorak sentralistik; (4) pengelolaan SDA
yang sektoral berdampak terhadap koordinasi antar sektor yang lemah; (5) tidak mengatur
perlindungan hak asasi manusia (HAM) secara proporsional.3 Oleh karena itu dalam rangka
terbitnya Undang-Undang Pertanahan, masalah kepemilikan tanah menjadi penting. Perlu ada
kejelasan dan kepastian mengenai hak atas tanah dan konsep kepemilikan tanah di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hak kepemilikan tanah di Indonesia?
2. Bagaimana hak kepemilikan tanah di negara lain?
C. Tujuan
1. Pembaca diharapkan mampu mengetahui hak milik tanah di Indonesia
2. Pembaca diharapkan mampu membandingkan hak milik tanah di negara lain
3. Pembaca diharapkan mampu menganalisa dan memberikan kesimpulan terkait
permasalahan hak milik atas tanah baik di Indonesia maupun negara lain
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak atas Tanah di Indonesia (Hak Milik)
Salah satu hak atas tanah adalah hak milik. Secara rinci, hak milik diatur dalam Pasal
20 sampai dengan Pasal 27 UUPA. Pasal 50 ayat 1 UUPA menetapkan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang. Sampai sekarang undang-undang yang
mengatur tentang hak milik belum terbentuk. Pengertian hak milik disebutkan dalam Pasal 20
ayat 1 UUPA, yaitu “hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6”.
Salah satu sifat hak milik adalah terpenuh, artinya hak milik memberi wewenang
kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi
induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan
penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain. Hak milik
dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain yaitu di atas tanah hak milik dapat lahir hak
atas tanah berupa hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa untuk bangunan. Lahirnya hak
guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan tidak menghapuskan hak milik.
Dengan kata lain, hak milik dapat dibebani hak guna bangunan, hak pakai dan hak
sewa untuk bangunan. Salah satu hak atas tanah yang lahir dari hak milik adalah hak sewa untuk
bangunan atau dengan kata lain, hak milik dapat dibebani dengan hak sewa untuk bangunan. Hak
sewa untuk bangunan disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf e UUPA dan diatur dalam Pasal 44
dan Pasal 45 UUPA. Tanah hak milik yang tidak ada bangunan di atasnya dapat disewakan untuk
jangka waktu tertentu oleh pemiliknya kepada pihak lain. Hak atas tanah yang lahir dari
penyewaan tanah hak milik adalah hak sewa untuk bangunan. Dari uraian pendahuluan di atas
dapatdikaji permasalahan yang dirumuskan, yaitu: asas dalam pembebanan hak sewa untuk
bangunan atas tanah hak milik dan pembuktian dalam pembebanan hak sewa untuk bangunan
atas tanah hak milik.
B. Hak Milik di Turki
Dasar hukum kepemilikan hak atas tanah dan bangunan (property) diatur dalam The
Constitution of The Republic of Turkey, ketentuan-ketentuan yang relevan dari the Civil Code,
the Title Deeds Act, the Foreign Direct Investment Law dan peraturan perundang-undangan yang

2
relevan membentuk kerangka hukum yang memungkinkan orang asing atau badan hukum asing
untuk membeli tanah dan bangunan (real estate) di Turki.
Hak atas tanah (Right of Property) diatur dalam Pasal 35 The Constitution of The
Republic of Turkey yang menyatakan bahwa: (1) Every one has the right to own and inherit
property: (2) These rights may be limited by law only in view of public interest; (3) The exercise
of the right to own property shall not be in contravention of the public interest.” Berarti setiap
orang mempunyai hak untuk memiliki dan mewarisi tanah dan bangunan. Hak-hak ini dapat
dibatasi oleh UU hanya dalam hal untuk kepentingan umum. Pelaksanaan hakhak untuk
memiliki tanah dan bangunan kepunyaan sendiri tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum.
Apabila ditinjau dari isi yang terkandung dalam Pasal 35 The Constitution of The
Republic of Turkey, tampaknya ada persamaan prinsip berkaitan dengan ketentuan yang berlaku
di Indonesia, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, dalam arti bahwa walaupun
Negara mengakui dan menghormati hak atas tanah yang ada pada seseorang, namun tidak dapat
dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya,
apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Ketentuan tersebut berarti, bahwa
kepentingan perseorangan bisa terdesak oleh kepentingan umum (masyarakat).
Salah satu cirik khas profil kepemilikan tanah di Turki adalah tingginya bagian tanah
yang dimiliki oleh Negara, baik secara langsung, di bawah otoritas Undersecretariat Treasury
(Hazine dalam bahasa sehari-hari), atau tidak langsung melalui warisan dan manajemen Yayasan
Ottoman (vakýf) - (dahulu Kekaisaran Ottoman), di bawah kewenangan the General Directorate
for Foundations (Direktorat Jenderal Yayasan).
a. Tanah Vakýf (Foundation) adalah tanah real estate yang dialihkan oleh pemiliknya
untuk tujuan pemeliharaan gedung publik, pelayanan masyarakat, orang atau sekelompok orang
tertentu. Yayasan juga merupakan bagian dari asset yang dimiliki oleh Vakýfbank, awalnya bank
ini didirikan dengan tujuan meletakkan dasar-dasar nilai bagi perekonomian Turki.
b. Tanah Hazine (Treasury) adalah seringkali mencakup wilayah luas di pedesaan Turki,
yang tidak dicatat kepemilikan pribadi, warisan kekaisaran yang tidak termasuk dalam ruang
lingkup yayasan, atau tanah yang diserahkan kepada kepemilikan Negara melalui berbagai
alasan. Oleh karena itu, tidak seperti negara-negara Eropa lainnya di mana sebagian besar tanah
adalah milik pribadi, sebaliknya banyak dari tanah di Turki masih dikuasai oleh Negara.

3
Hak Milik di Australia
Australia adalah negara bersandar pada system Common Law. Hukum Tanah Inggris (Real
Estate Law) menjadi bentuk awal hukum di Amerika Serikat, Kanada, Australia dan New
Zealand (Selandia Baru) melalui kolonisasi. Negara-negara Bagian Australia juga memodifikasi
sejarah hukum ini dalam berbagai tingkatan. Penelitian sistem tanah feodal Inggris kuno
memberi hal tak ternilai kepada sejarah hukum yang mengatur asset yang paling berharga yaitu
‘tanah’. Pada abad pertengahan, tanah adalah satu-satunya bentuk kekayaan. Kepemilikan tanah
menurut sistem Inggris kuno bergantung pada kepemilikan awal (chain of title atau rantai
kepemilikan). Seseorang yang menguasai tanah berarti ia memilikinya. Apabila seseorang
menginginkannya, ia berjuang untuk memperolehnya. Apabila seseorang menemukan sebidang
tanah, ia akan menjaganya. Tidak ada pengadilan atau polisi yang dapat memaksakan untuk
mengakui atau menegakkan hak yuridisnya seperti ketentuan hukum yang berlaku saat ini.
Kondisi ini berubah sejak Norman menaklukan Inggris tahun 1066.
Asas pemilikan tanah dan bangunan/tanaman di atas tanahnya yang dianut di Indonesia
berbeda dengan Australia, yaitu Hukum Tanah Australia yang bersumber pada English Common
Law menggunakan asas Accessie (Perlekatan) sedangkan Hukum Tanah Nasional di Indonesia
yang bersumber pada Hukum Adat menggunakan asas Horizontale Scheiding (Pemisahan
Horizontal). Pada asas Horizontale Scheiding, perbuatan hukum yang dilakukan bisa meliputi
tanahnya saja, atau hanya meliputi bangunan dan/atau tanamannya saja, yang kemudian
dibongkar (adol bedol) atau tetap berada di atas tanah yang bersangkutan (adol ngebregi).
Perbuatannya pun bisa juga meliputi tanah berikut bangunan dan tanaman keras yang ada di
atasnya, dalam hal mana yang dimaksud wajib dinyatakan secara tegas.1 Walaupun Hukum
Tanah Nasional di Indonesia menggunakan asas Pemisahan Horizontal dimana bangunan dan
tanaman bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan sehingga hak atas tanah tidak
dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.
Hak Milik di China
Kebijakan Manajemen Lahan di RRC Republik Rakyat China merupakan negara terbesar
ketiga di dunia dengan luas wilayah sekitar 3,7 juta mil persegi. China juga merupakan sebuah
negara yang berpenduduk paling padat di dunia. Sekitar 85% penduduknya tinggal di wilayah

1
Boedi Harsono, Op. Cit., hal. 20.

4
pedesaan dan 90% daripadanya menempati seperenam wilayah China. Dari seluruh luas wilayah
China, hanya 15% tanahnya yang cocok untuk pertanian.
Hal tersebut menimbulkan permasalahan tersendiri bagi Cina. Ketika Mao Zedong
memproklamirkan negara Republik Rakyat China pada tanggal 1 Oktober 1949, perekonomian
China berada pada keadaan yang buruk. Perang China -- Jepang dan perang saudara
menimbulkan inflasi mencapai 85.000%. Oleh sebab itu selama beberapa tahun pertama kaum
komunis memusatkan perhatian pada perbaikan pabrik-pabrik, produksi, dan fasilitas-fasilitas
transportasi serta mengendalikan inflasi dan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Setelah
komunis berkuasa pada tahun 1949, maka diadakan kebijakan ekonomi nasional yang didasarkan
pada pembaruan agrarian Perubahan secara gradual dari nilai tukar (terms of trade) di antara
pertanian dan industri bagi kepentingan sektor pertanian dan kaum tani (Darini, 2010) Land-
reform di bidang agraria tersebut dilakukan menggunakan peraturan 28 juni 1950 tentang hukum
penertiban tanah.
Dengan membagi penduduk cina dalam golongan tuan tanah (pemilik banyak tanah tetapi
tidak menggarapnya sendiri), petani kaya (pemilik tanah/ lintah darat), petani menengah (pemilik
tanah yang menggarapnya sendiri), dan petani miskin, pemerintah membagi hak atas pemilikan
dan pengelolaan tanah dengan kuota-kuota yang telah ditetapkan. Hal tersebut dilakukan oleh
partai komunis dalam 11 rangka menarik dukungan petani yang saat ini mencapai 70% jumlah
penduduk. Namun belakangan, sejak tahun 1978 hak atas pemilikan tanah dihapus dengan
sisipan peraturan pada konstitusinya yaitu semua tanah di RRC aadalah milik negara. Sedangkan
petani dberikan hak pengelolaan atas tanah melalui kontrak kerjasama. Dengan munculnya
peraturan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa kepemilikan atas lahan untuk pribadi telah di
hapus di Cina.

Meskipun demikian, masih banyak persepsi dan pemikiran yang berkembang pada
masyarakat bahwa masyarakat perdesaan memiliki hak atas tanahnya, sedangkan orang yang
tinggal di kota tidak. Namun hal tersebut dibantah oleh seorang ahli ekonomi dan ahli hubungan
Cina, Cheng Xianong dalam sebuah wawancara di Radio Sound of Hope yang dirilis di
http://erabaru.net. Namun perubahan status kepemilikan lahan dari lahan privat menjadi milik
negara berdasarkan konstitusi tersebut merujuk pada pemerintah daerah.
Hak Milik di Amerika Serikat

5
Berbeda dengan di Indonesia, mekanisme yang ditentukan dalam pengambilalihan hak atas
tanah untuk kepentingan umum di Amerika Serikat—sebagaimana telah diuraikan di atas—
memberikan perlindungan hukum yang bersifat preventif kepada masyarakat yang akan terkena
taking tersebut. Perumusan kepentingan umum yang dilakukan oleh lembaga legislatif
menunjukkan adanya perlindungan hukum yang preventif bagi pemilik hak atas tanah.
Yang terpenting adalah keharusan dipenuhinya due process yang memberikan
kemungkinan masyarakat untuk mengajukan keberatan kepada Pengadilan sebelum
pengambilalihan itu dilakukan, baik itu mengenai public use maupun just compensation. Dalam
proses ini selanjutnya dilakukan “dengar pendapat” dari kedua pihak yaitu masyarakat dan
pemerintah atau swasta yang mendapat delegasi. Barulah diputuskan oleh Pengadilan, apakah
pengambilalihan hak atas tanah untuk kepentingan umum itu telah memenuhi due process
sehingga bisa dilaksanakan atau belum. Proses ini menghentikan pengambilalihan hak atas tanah.
Jika kemudian Pengadilan menilai due process ini telah dipenuhi maka Pengadilan menetapkan
ganti rugi yang layak dan pengambilalihan hak atas tanah dilanjutkan.
Dari uraian mengenai perlindungan hukum di AS di atas, dapat disimpulkan bahwa
perlindungan hukum represif yang diberikan tidak hanya meliputi pengajuan keberatan atas
besarnya just compensation, tetapi sebagaimana telah diuraikan, keharusan dipenuhinya konsep
public use juga bisa diajukan hingga Mahkamah Agung Federal (US. Supreme Court) sebagai
lembaga pengadilan tertinggi.
Pada awalnya Pengadilan hanya berwenang menilai due process dengan menempatkan
kewenangan perumusan kepentingan umum dalam pengambilalihan hak atas tanah sebagai
wewenang diskresioner lembaga legislatif. Dengan demikian, jika legislatif telah membuat
peraturan maka Pengadilan hanya menilai dari segi hukumnya. Tetapi pada perkembangannya
Pengadilan berwenang untuk menilai produk legislatif dan eksekutif berdasar Konstitusi. Bahkan
Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan inkonstitusional tindakan legislatif dan
eksekutif tersebut melalui judicial review.
Hak Milik di Malaysia
Di Malaysia pengaturan mengenai tanah di bawah kewenangan Kerajaan Negeri,
sebagaimana diperuntukkan di bawah Senarai/daftar II, Jadua/lampiran l. Kesembilan,
Perlembagaan Persekutuan (Konstitusi Malaysia). Pihak Berkuasa Negeri (PBN) berkuasa atas,
dan memiliki sepenuhnya, semua tanah kerajaan di dalam negeri masing-masing termasuk semua

6
galian dan mineral di dalam atau di atas tanah bersangkutan. Pihak Berkuasa Negeri juga
berkuasa untuk melepaskan
Oleh karena itu Pemerintah Federal tidak mempunyai kewenangan apapun mengenai tanah
di negara bagian di Malaysia. Meskipun demikian, dari segi pemilikan tanah, ada peruntukan
tertentu yang membolehkan Pemerintah Federal memiliki tanah untuk tujuan umum misalnya di
bawah Perkara/Pasal24 83 hingga 86 Perlembagaan Persekutuan
Oleh karena kerajaan persekutuan tidak mempunyai wewenang atas tanah di negeri-negeri,
maka seandainya Kerajaan Persekutuan memerlukan tanah kerajaan untuk tujuan
Persekutuan/Federal, Pemerintah Federal melalui Pesuruhjaya (Komisi) Tanah Persekutuan,
harus memohon kepada kerajaan negeri untuk pemberian milik dengan syarat Kerajaan
Persekutuan harus membayar premium dan pajak tanah sebagaimana yang disepakati. Adalah
menjadi kewajiban Kerajaan
Negeri untuk memberi milik tanah berkenaan. Demikian juga jika Kerajaan Persekutuan
memerlukan tanah milik apakah ia membeli langsung dari pemilik tanah atau memohon bantuan
Kerajaan Negeri untuk mengambil tanah di bawah Akta Pengambilan Tanah 1960.
Di Malaysia dasar dari pengambilan tanah diatur di dalam Perkara 13 Perlembagaan
Persekutuan seperti yang berikut : 1) tiada seorang pun dapat dicabut hartanya kecuali
berdasarkan undang-undang; 2) tiada satu undang-undang pun yang bisa membuat aturan untuk
mengambil atau menggunakan harta-harta dengan paksa dengan tiada ganti kerugian yang
mencukupi.
Persoalan pokok yang dibahas dalam Pasal 13 itu ialah tentang hak terhadap harta. Tidak
ada takrif/penjelasan mengenai harta yang diberikan oleh Perlembagaan Persekutuan atau Akta
Pentafsiran 1967. Meskipun demikian, harta cuma dikategorikan kepada dua jenis yaitu ‘harta
alih’ (benda bergerak) dan ‘harta tak alih’ (benda tak bergerak). Perkara/Pasal 13 Perlembagaan
Persekutuan menegaskan bahwa tiada seorang pun boleh dicabut hartanya kecuali berdasarkan
undang-undang, dan tidak ada suatu aturan hukum yang bisa mengambil atau menggunakan
harta dengan paksa dan tidak membayar ganti kerugian yang secukupnya kepada orang
berkenaan.

7
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Hak milik diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA. Salah satu sifat hak
milik adalah terpenuh, artinya hak milik memberi wewenang kepada pemiliknya
paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk
bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan
penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.
Dengan kata lain, hak milik dapat dibebani hak guna bangunan, hak pakai dan hak
sewa untuk bangunan.
2. Negara lain
- Turki
Dasar hukum kepemilikan hak atas tanah dan bangunan (property) diatur dalam The
Constitution of The Republic of Turkey, ketentuan-ketentuan yang relevan dari the Civil
Code, the Title Deeds Act, the Foreign Direct Investment Law dan peraturan perundang-
undangan yang relevan membentuk kerangka hukum yang memungkinkan orang asing
atau badan hukum asing untuk membeli tanah dan bangunan (real estate) di Turki.
- Australia
Asas pemilikan tanah dan bangunan/tanaman di atas tanahnya yang dianut di Indonesia
berbeda dengan Australia, yaitu Hukum Tanah Australia yang bersumber pada English
Common Law menggunakan asas Accessie (Perlekatan)
- China
Dengan membagi penduduk cina dalam golongan tuan tanah (pemilik banyak tanah tetapi
tidak menggarapnya sendiri), petani kaya (pemilik tanah/ lintah darat), petani menengah
(pemilik tanah yang menggarapnya sendiri), dan petani miskin, pemerintah membagi hak
atas pemilikan dan pengelolaan tanah dengan kuota-kuota yang telah ditetapkan. Hal
tersebut dilakukan oleh partai komunis dalam 11 rangka menarik dukungan petani yang
saat ini mencapai 70% jumlah penduduk.
- AS
Berbeda dengan di Indonesia, mekanisme yang ditentukan dalam pengambilalihan hak
atas tanah untuk kepentingan umum di Amerika Serikat—sebagaimana telah diuraikan di

8
atas—memberikan perlindungan hukum yang bersifat preventif kepada masyarakat yang
akan terkena taking tersebut. Perumusan kepentingan umum yang dilakukan oleh
lembaga legislatif menunjukkan adanya perlindungan hukum yang preventif bagi pemilik
hak atas tanah.
perlindungan hukum di AS di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum
represif yang diberikan tidak hanya meliputi pengajuan keberatan atas besarnya just
compensation, tetapi sebagaimana telah diuraikan, keharusan dipenuhinya konsep public
use juga bisa diajukan hingga Mahkamah Agung Federal (US. Supreme Court) sebagai
lembaga pengadilan tertinggi.
- Malaysia
Di Malaysia pengaturan mengenai tanah di bawah kewenangan Kerajaan Negeri,
sebagaimana diperuntukkan di bawah Senarai/daftar II, Jadua/lampiran l. Kesembilan,
Perlembagaan Persekutuan (Konstitusi Malaysia). Pihak Berkuasa Negeri (PBN)
berkuasa atas, dan memiliki sepenuhnya, semua tanah kerajaan di dalam negeri masing-
masing termasuk semua galian dan mineral di dalam atau di atas tanah bersangkutan.
Pihak Berkuasa Negeri juga berkuasa untuk melepaskan

B. Saran
Sebaiknya pemerintah dapat memberikan penguatan mengenai instrumen yuridis UUPA
untuk memberikan legalitas dalam pengaturannya dan selain itu sebaiknya generasi muda
agar dapat mempelajari lebih dalam mengenai bagaimana pengaturan hak milik atas
tanah baik di Indonesia maupun Negara lain

9
DAFTAR PUSTAKA
A. Mukthie Fadjar, “Pasal 33 UUD 1945, HAM, dan UU SDA,” Jurnal Konstitusi Volume 2
Nomor 2 (September 2005)
Abdulkadir Besar, Perubahan UUD 1945 Tanpa Paradigma (amandemen bukan, konstitusi baru
setengah hati), (Jakarta: Pusat Studi Pancasila, 2002), hlm. 68.
Boedi harsono, hukum agraria Indonesi; sejarah pembentukan undang-undang pokok agraria, isi
dan pelaksanaannya, ED Rev. cet. 10, jakarta: djambatan, 2005,
Badan pembinaan hukum nasional, 2015, Hak menguasai negara di bidang pertanahan. Hasil
penelitian dengan pimpinannya rachmat trijono.
C. F Starong, Modern political Constitutions, (London: Sidwick&Jakson Limited, 1952),
Firly irhamdani, 2012, analisis yuridis terhadap batas mmaksimum kepemilikan tanah hak milik
non pertanian menurut hukum pertanahan nasional, tesis, universitas Indonesia, depok
Mukmin Zakie, 2011,P engadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Perbandingan antara
Malaysia dan Indonesia), Jurnal Hukum, Vol. 8 Agustus 2011, Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai