Anda di halaman 1dari 24

TITIK TOLAK TATANAN HUKUM PRIMITIF

Makalah diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sejarah Hukum

Dosen Pengampu:

Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, S.Ag., M.Si

Disusun Oleh:

NELLY DAHLIA (02040422023)


ZAYNOLLAH (02040422034)
MUHAMMAD ABDU MAULANA (02040422022)

MAGISTER HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT, karena berkat lindunganNya kami dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul Sejarah Munculnya Titik Tolak Hukum Primitif ini.

Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Hukum yang diampu oleh

bapak Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, S.Ag., M.Si

Penulisan makalah ini adalah bagian dari proses akademik dalam rangka mengikuti

pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Hukum Tata Negara dalam mata kuliah

Sejarah Hukum. Kami menyadari akan masih banyaknya kekurangan dalam pembuatan

makalah ini sehingga kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna dalam

penyempurnaan makalah untuk tugas lanjut di kemudian hari.

Surabaya, 29 November 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Pengertian dan Sejarah Titik Tolak tatanan Hukum Primitif.......................................... 3

B. Karakteristik dan Tatanan Hukum Primitif Bangsa Tuna Aksara .................................. 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 19

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelaah tatanan-tatanan hukum ini pada hakikatnya tidak termasuk sejarah hukum

tetapi tergolong prasejarah hukum. Jadi sejarah hukum selaku demikian hanya dapat di

pelajari sejak periode yang di dalamnya dokumen-dokumen pertama di tulis. Nampaknya,

tanpa naskah-naskah memang kita hanya dapat mengirangira aturan hukum mana yang ada

pada zaman dahulu kita pun tidak dapat mengetahui dengan pasti ikhwal Lembaga hukum

bangsa-bangsa yang hidup sebelum di temukannya aksara. Pembedaan antara prasejarah

dan sejarah hukum pada hakikatnya terletak pada perbedaan antara bangsa-bangsa tuna

aksara dan bangsa-bangsa beraksara. Dengan demikian aksara ini dapat dikatakan

merupakan faktor kebudayaan penting pertama yang menentukan pengevolusian hukum.

Periode peralihan dari pra – sejarah dan sejarah hukum berbeda antara bangsa yang satu

dengan bangsa yang lain.

Pada umumnya, semua bangsa pernah mengalami evolusi hukum selama berabad-

abad bahkan sebelum mereka menggunakan aksara yang dibuktikan dengan adanya

penemuan dan penggalian dasar tanah yang menemukan periuk dan perlengkapan makan

lainnya, perhiasan, dan lain-lain. Perbedaan antara prasejarah dan sejarah hukum pada

hakikatnya terletak pada perbedaan antara bangsa-bangsa tunaaksara dan bangsa-bangsa

beraksara. Aksara dapat dikatakan merupakan faktor kebudayaan penting pertama yang

menentukan pengevolusian hukum.1

1
Sunarmi, Sejarah Hukum (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2016), 71.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian dan sejarah munculnya tatanan hukum primitif?

2. Bagaimana Karakteristik tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami Pengertian dan sejarah munculnya tatanan hukum primitif

2. Mengetahui Karakteristik tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Titik Tolak tatanan Hukum Primitif

Primitif adalah suatu kebudayaan masyarakat atau individu tertentu yang belum

mengenal dunia luar atau jauh dari keramaian teknologi. Primitif mempunyai arti tidak

mengenal teknologi modern. Kata primitif sering digunakan untuk suatu kebudayaan

atau masyarakat yang hidupnya masih tergantung alam ataupun tidak mengenal dunia

luar. Adapun kata primitif ditujukan untuk seseorang yang tidakmempunyai kesopanan

dalam perilakunya baik secara verbal maupun secara fisik, tapi digunakan kata biadab.

Tatanan feodal di Eropa Barat berkembang menjelang abad X, XI, dan XII dan

selama tiga abad itu institusi-institusi feodal memperoleh bentuknya yang definitif.

Kebiasaan (adat) merupakan satu-satunya sumber hukum selama masa feodal. Pada

hakikatnya kebiasan-kebiasaan ini tidak diketahui karena hal-hal tersebut tidak

meninggalkan bekas-bekas tulisan, seperti akta-akta maupun vonis-vonis tertulis,

kontrak-kontrak yang merupakan dasar adanya bukti tentang pemberian ijin

mempergunakan tanah milik bangsawan, janji-janji pada penggarap tanah, dan lain-

lain. Pada masa feodalisme ini, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan yang

dibentuk. Hukum sama sekalit idak dicacat di sisni. Jadi, tidak ditemukan lagi kitab

undang- undang maupun kitab hukum ini adalah era tampa aksara baru. Kebanyakan

orang belum menguasai tekhnik tulis menulis maupun seni baca, para hakim (antara

lain kaum bangsawan dan pejabat-pejabat daerah) yang pada umumnya tidak cakap

membaca sebuah naskah yuridis. Dan biasanya mereka mengadili suatu perkara dengan

mengandalkan takdir ilahi, terutama untuk pembuktian yang sudah barang tentu

dilakukan dengan cara-cara irasional.

3
Beberapa kitab undang-undang yang pernah ada di dunia ini yang ditulis dalam

huruf paku terbilang kitab undang-undang yang tua, jika bukan yang tertua. Di

antaranya yang paling komprehensif dan spektakuler adalah Code Hammurabi (berisi

282 pasal) dari Raja Hammurabi, di kerajaan Babilonia, sekitar tahun 1750 SM2.

Riwayat lain menyebutkan bahwa Code Hammurabi tersebut sudahberlaku sejak tahun

2000 SM, bahkan 2400 SM. Namun, sebenarnya masih ada kitab undang-undang lain

di Babilonia yang juga ditulis dalam huruf paku, bahkan kemungkinan sudah lebih

dahulu ada ketimbang Code Hammurabi, yaitu kitab-kitab undang-undang berikut ini :

1. Code Urukagina

Berlaku sekitar tahun 2350 SM di Mesopotamia Klasik, di mana teks aslinya tidak

ditemukan, tetapi data tentang code ini dapat dibaca dari naskah-naskah lainya.

Code ini banyak berisi kaidah hukum pidana. Contohnya: hukuman bagi pencuri

dan pezina adalah dilempar dengan batu sampai mati sambil menyebut jenis

kejahatan yang dilakukan. Dalam Code tersebut disebutkan pula bahwa raja

diangkat oleh tuhan.

2. Code Urnammu

Berlaku sekitar tahun 2050 SM dari dinasti Ur dan Ille. Urnammu adalah raja dari

dinasti ke tiga Ur di Mesopotamia Selatan. Urnammu meninggal dalam

pertempuran dengan Gutians. Code Urnammu dari Mesopotamia Klasik tersebut

tidak ditulis oleh raja Urnammu, tetapi oleh anaknya, yaitu Shugli. Teks asli

berhasil ditemukan, tetapi dalam bentuk yang sudah sangat rusak sehingga hanya

5 pasal saja yang dapat terbaca. Di dalam code ini terdapat kaidah hukum yang

cukup maju, seperti keterangan saksi di bawah sumpah, kewenangan hakim untuk

memerintahkan pemberian ganti rugi oleh pihak yang bersalah, pemberhentian

2
Dr. Jonaedi Efendi, Sejarah Hukum. Jakad Publishing Surabaya 2019.

4
pejabat yang korup, hukuman pidana yang proporsional dengan kejahatan, dan

lain-lain.

3. Code Esisunna

Berlaku sekitar tahun 1930 SM di masa Raja Isin dari Kerajaan Akadia (dekat

sungai Tigris) di Mesopotamia (Babilonia) yang berisi 60 pasal.

4. Code Lipit Ishtar

Berlaku sekitar tahun 1880 SM dariRaja Isin di Sumeria (dekat Sungai Eufrat), di

Mesopotamia Kuno (Babilonia) yang berisi 37 pasal. Code ini banyak berisi

tentang kaidah-kaidah hokum pertada. Salah satu ciri khas dari aturan-aturan di

kerajaan Babilonia yang berhuruf paku adalah dimulainya banyak aturan dengan

kata "Si Quis" yang berarti "Barang siapa..." Konstruksi tersebut tetap berlaku

sampai saat ini di banyak kitab undang-undang, terutama dalam kitab undang-

undang hukum pidana.

Menurut Ankie M. H. Hoogvelt yang dikutp melalui Jurnal yang ditulis oleh M.

Syamsudin (1997), Perkembangan masyarakat melalaui tiga tingkatan utama3, yaitu :

a. Masyarakat Primitif (Masyarakat Aborigin Australia)

b. Masyarakat Kuno (Kekaisaran, Mesopotamia dan Mesir Kuno)

c. Masyarakat Historis (Cina, India dan Kesultanan Islam)

d. Masyarakat Seebed (Israel dan Yunani)

e. Masyarakat Modern (Amerika Serikat, Uni Soviet, Eropa dan Jerman)

Isi suatu peraturan hukum berkembang sejalan dengan perkembangan

masyarakatnya. Dalam suatu masyarakat yang sederhana, isi peraturan hukumnya juga

sederhana. Isi peraturan hukum mencerminkan kondisi masyarakat pada waktu

3
M. Syamsudin, Hukum Pada Masyarakat Tradisional dan Kemungkinan Pengembangannya Bagi Hukum
Indonesia Modern (Jurnal, 1997).

5
peraturan itu dibuat. Pada masyarakat yang primitif, isi peraturan hukum berupa

hubungan antara manusia dan Tuhannya atau kepercayaan yang dianutnya, hubungan

antara keluarga, kebendaan, suku dan kelas-kelas yang ada di masyarakat. Menurut Sir

Henry hukum kuno bersifat patriarkal; yang menjadi satuan hukum adalah keluarga,

bukan individu, sebagai tempat melekatnya hak dan kewajiban.4

John Gilissen menyebutkan bahwa hukum primitif mengatur tentang satu

hukum keluarga tentang5:

1. Hubungan Keluarga, Tentang kekuasaan keluarga, seperti laki-laki, wanita, ayah,

ibu, anak dan hubungan keluarga lainnya. Menikah, melahirkan termasuk hukum

waris melalui hukum waris terciptalah hak waris anak sulung (eerstgeboorte), atas

dasar mana kekuasaan yang meliputi pula kekuasaan harta benda kelompok,

berpindah pada keturunan laki-laki tertua keluarga.

2. Tentang kelompok keluarga, Kelompok keluarga atau klan terdiri dari orang-orang

yang berkeyakinan teguh bahwa melalui garis keturunan real ataupun fiktif, bahkan

melalui perkawinan terhadap kelompok keluarga yang sama.

3. Tentang bangsa sejumlah besar kelompok keluarga membentuk suatu pergaulan

hidup yang dengan nama, ingatan, suara batin dan dengan kebudayaan, Bahasa,

wilayah, dan kebiasaan sendiri yang merupakan suatu bangsa.

4. Penguasaan pemilihan benda (bergerak) semua benda merupakan milik persekutuan

keluarga. pemilikan ini bersifat sacral, terhadap hal ini dapat dimintakan

pertanggungjawaban, artinya ia tidak dapat dituntut dan ia memperoleh

perlindungan dari kekuatan supranatural. Penguasaan dan pemilikan ini tidak dapat

diperdagangkan dasar apa yang dikenal dengan sebutan undang-undang ikut

4
Sunarmi, Sejarah Hukum (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2016), 76.
5
Ibid.

6
mengambil bagian (deelnemingswet). Apabila kepala kelompok keluarga

meninggal dunia maka semua yang ia miliki ikut dimakamkan atau diperabukan.

5. Kelas di dalam masyarakat, adanya perubahan kepemilikan atas tanah, ternak dan

sebagainya maupun penyelenggaraan pembagian kerja, mengakibatkan secara

lambat laun terjadi ketidaksamaan sosial yang disebabkan berbagai faktor seperti

pembagian warisan yang tak sama, perbedaan kesuburan tanah, keadaan cuaca,

tingkat kecerdasan, kreativitas dan semangat kerja anggota kelompok keluarga.

Struktur kemasyarakatan yang semakin kompleks bertumpu pada suatu hierarki

orang kaya dan miskin, orang merdeka dan budak belian. Jika dari ketidaksamaan sosial

ini tumbuh suatu hierarki politik, maka lahirlah feodalisme, sumber kekayaan adalah

tetap tanah atau ternak yang dimiliki dan dikuasai oleh orang kaya. Dalam banyak

sistem hukum, terutama yang pra modern hukum yang berlaku untuk individu

tergantung pada status atau kelas sosialnya. Di Inggris hukuman manorial mengatur

para petani dan pekerja yang tinggal di tanah pertanian yang luas. Para ksatria dan

bangsawan menggunakan peradilan kerajaan dan common law yang sama. Para

saudagar memiliki peraturan dan pengadilan mereka sendiri.

Dalam hukum Romawi seperti dalam masyarakat biblical, ayah adalah raja dan

kepala keluarga, de facto dan de jure. Kewajiban dan hak seseorang bergantung pada

kedudukannya dalam keluarga dan kedudukan keluarganya dalam tatanan sosial status

kelahiran secara pasti menentukan kedudukan hukum dan sosial seseorang, masyarakat

kuno adalah masyarakat status. Kondisi ini tidak berlangsung selamanya. Secara

bertahap ketergantungan keluarga, digantikan oleh tumbuhnya kewajiban individu.

Individu semakin lama semakin menggantikan keluarga sebagai satuan yang dibebani

tanggung jawab oleh civil law "prinsip yang menggantikan status sebagai landasan

organisasi sosial adalah kontrak." suatu fase tatanan sosial dimana semua hubungan

7
(hukum) berpijak pada kesepakatan bebas diantara para individu yang menata

masyarakat modern adalah daya kerja bukan status kelahiran pencapaian individu

bukan status atau keturunan.

Menurut Maine, masyarakat yang telah berkembang kompleks, menjadi besar,

dan penuh dengan dependensi ekonomi, terelakan akan mengalami disorganisasi pada

strukturnya yang lama yang berorientasi ke status ini dan seterusnya akan melahirkan

struktur baru yang bertumpu pada jalinan kontrak. Penekanan pada perolehan, kontrak

dan pada individu adalah akibat atau inti dari berabad abad evolusi. Pergerakan

masyarakat menuju kemajuan dalam kaidah umum Sir Henry, hingga sekarang adalah

pergerakan dari status menuju kontrak. Secara tegas Henry mine seorang antropolog

Inggris dengan karya pemikirannya yang klasik yang sudah padat 1861 menerikan

bahwa masyarakat memang bergerak secara evolusioner dari tipenya yang tradisional

(yang dikontruksikan sebagai kehidupan yang berupa keluarga sedarah dan kemudian

feodal ke tipenya yang modern (yang lebih bersikap sekuler dan territorial).6

Di Indonesia sendiri sebagai perbandingan dapat diperhatikan kehidupan suku-


suku bangsa terpencil yang masih memperhatikan nilai-nilai tradisional dalam praktik
kehidupannya sehari-hari. Hamper tidak tersentuh kehidupan modern yang ada di
sekelilingnya. Ciri khas kehidupan suku bangsa terpencil atau primitif tersebut antara
lain sangat dekat dengan alam dan menjalankan nilai-nilai tradisional secara turun-
temurun. Diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mengalami evolusi
peradaban dalam waktu yang sangat lama.

Dalam masyarakat terpencil (primitif), aturan yang dijalankan dalam kehidupan


sehari-hari didasarkan pada kebiasaan. Kebiasaan memainkan peran yang besar
sebagai sumber hukum di dalam tatanan tersebut, di Indonesia disebut hukum adat.
Hukum adat dibangun dari kebiasaan masyarakat dalam menghadapi situasi dan
kondisi tertentu, yang kemudian oleh masyarakat ditempatkan lebih dari sekedar

6
Ibid., 78.

8
norma kesopanan atau kesusilaan menjadi norma hukum. Masyarakat tradisional
Indonesia yang bercorak patriakis, menempatkan tertua atau pemuka adat sebagai
tokoh penting yang menentukan hukum jika masyarakat menghadapi suatu persoalan.
Meskipun hal tersebut tidak ketat dan mengikat, akan tetapi apa yang diputuskan akan
diikuti jika terjadi lagi hal yang serupa. Peran tertua atau tokoh menjadi perna yang
sangat penting bagi masyarakat primitif dalam membentuk hukum, sehingga dapat
dipahami jika yang dipilih seharusnya yang paling berpengalaman dan bijak.

Hukum adat masih tetap berlaku di Indonesia diseluruh daerah baik di kota
maupun di daerah. Hukum adat tetap dipertahankan dalam tradisi adat dan
dipertahankan secara turun-temurun. Snouck Hurgronje, Van Vallenhoven, dan Ter
Hear menyebut bahwa hukum adat ialah hukum yang terdiri dari hukum asli zaman
Melayu Polinesia dan hukum rakyat Timur Asing termasuk unsur agama yang
memengaruhi hukum asli di berbagai daerah.

Hukum adat ialah hukum asli orang Indonesia, sifatnya tidak tertulis, ia tumbuh
dan berkembang secara bebas tanpa disadari. Pada umumnya, hukum adat dipatuhi
disebabkan:7

a. Mematuhi hukum adat sudah menjadi darah daging


b. Takut, nenek moyang akan marah kalau hukum adat dilanggar, dan
c. Setiap waktu ada nasihat untuk mematuhi hukum adat.

B. Karakteristik dan Tatanan Hukum Primitif Bangsa Tuna Aksara

1. Karakteristik Hukum Primitif

Sejak terjadinya hukum maka dalam benihnya dapat dikatakan telah ada

hampir seluruh komponen yang telah berlangsung berabad – abad untuk kemudian

menghasilkan tatanan – tatanan hukum modern masa kini.

a. Tidak tertulis

Sudah sewajarnyalah kesemuanya adalah hukum yang tak tertulis oleh karena

bangsa-bangsa tersebut belum mengenal seni tulis menulis.

7
Ibid., 74

9
b. Tidak ada hukum kebiasaan primitif umum

Disini terdapat sejumlah besar tatanan hukum yang berbeda satu dengan yang

lain.

c. Setiap kelompok sosial mempunyai hukum kebiasaan masing-masing

Disini di jumpai kebinekaan yang besar di antara tatanan hukum bangsa-bangsa

tuna aksara setiap kelompok sosial mempunyai kebiasaan masing-masing yang

sedikit banyak menunjukkan perbedaan dengan kelompok-kelompok lainnya.

d. Di dalam tatanan hukum bangsa – bangsa tuna aksara nampaknya hukum dan

agama belum mengalami perbedaan – perbedaan sistem norma – norma secara

jelas satu dengan yang lain.

e. Hukum dan Agama belum mempunyai perbedaan sistem norma yang jelas

Di dalam tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara nampaknya agama masih

memainkan peran yang besar. Sumber-sumber tatanan hukum bangsa-bangsa

tuna aksara adalah Pertama kebiasaan. Kedua, Walaupun begitu kebiasaan

tersebut pada bangsa-bangsa tuna aksara bukan satu-satunya sumber hukum :

perundang-undangan pun dapat juga memainkan perannya. Serta ketiga,

Peradilan pun dapat merupakan sumber penciptaan hokum.

f. Agama mempunyai peranan besar dalam tatanan hukum primitive

Sementara itu, Kehadiran hukum modern saat ini dilator belakangi oleh sejarah masa

lalu yang melibatkan hubungan timbal balik antara hukum dengan masyarakat dan

perkembangan negara modern. Modernitas ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Mempunyai bentuk tertulis.

b. Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara;

c. Hukum merupakan instrumen yang dipakai secara sadar untuk mewujudkan

keputusan keputusan politik masyarakatnya.

10
2. Karakteristik Tatanan Hukum Bangsa Tuna Aksara

Pada masyarakat tuna aksara tatanan hukum didasarkan pada kebiasaan yang
berlaku di masyarakat. Kebiasaan tersebut diteruskan secara turun-temurun dan
umumnya sangat dipengaruhi oleh agama dan nilai-nilai tradisi yang dianut serta
berbeda-beda pada setiap masyarakat. Meskipun tatanan hukum tuna aksara ini
mencerminkan suatu stadium primitif perkembangan hukum, nampaknya hal-hal ini
masih di jumpai di dunia masa kini. Misalnya di sejumlah daerah Afrika, Australia
(aborogines),Papua, Kalimantan, Brazil (di daerah Amazon). Pada umumnya tatanan
hukum tersebut tidak lagi merupakan bentuk-bentuk primitif karena telah mengalami
suatu evolusi panjang yang bagaimana pun juga seringkali menuntut tatanan hukum
yang lebih maju, namun demikian asas-asas primitif tetap tidak mempunyai kesamaan
dengan pandangan hukum yang maju.8

John Glissen menyebutkan bahwa tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara

memiliki karakteristik umum, sebagai berikut:9

1) Kesemuanya adalah hukum yang tak tertulis.

2) Terdapat sejumlah besar tatanan hukum yang berbeda satu dengan yang lain.

Setiap kelompok suku atau bangsa mempunyai pola dan cara hidup sendiri-

sendiri yang telah diterima dan disetujui bersama. Jadi tidak ada hukum kebiasaan

primitif umum. Setiap kelompok hidup terisolasi. Tidak ada atau jarang sekali

ditemukan perdagangan barter dalam sebuah sistem ekonomi tertutup. Kelompok

tersebut hidup dari apa yang dihasilkan sendiri oleh pergaulan hidup melalui

kegiatan berburu, penangkapan ikan, bercocok tanam dan berternak. Dunia luar

atau kelompok lain pada umumnya bersifat permusuhan. Dalam hal ini maka

setiap kelompok memiliki kebiasaan sendiri yang hanya berlaku untuk beberapa

ratus atau beberapa ribu orang atau bahkan berjuta-juta orang.

8
Lili Rasidi, Sejarah Hukum Suatu Pengantar:Prof. Dr. Emeritus John Gilissen & Prof. Dr. Emeritus Frits Gorle
(Bandung:PT Refika Aditama,2005) hal. 40
9
Ibid., 74.

11
3) Terdapat kebhinekaan yang besar di antara tatanan hukum bangsa tuna aksara.

Setiap kelompok memiliki kebiasaan masing-masing yang sedikit banyak

menunjukkan perbedaan dengan kelompok lainnya. Meskipun demikian, ada

beberapa asas penting yang sama pada semua tatanan hukum bangsa-bangsa tuna

aksara, seperti ketidaksetiakawanan keluarga, kelompok, kerabat “klan” dan

ketiadaan tanggung jawab hukum individu berikut hak individual atas tanah.

4) Hukum dan agama belum mengalami perbedaan sistem norma-norma secara jelas

satu dengan yang lain. Batas-batas antara apa yang berlaku sebagai hukum dan

apa yang termasuk bidang moral dan kebiasaan murni sulit ditarik dengan jelas.

5) Dalam tekanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara tampaknya agama masih

memainkan peran yang besar. Perbedaan antara aturan agama dan aturan hukum

tidak mungkin dinyatakan oleh karena bangsa-bangsa tersebut tidak membedakan

antara kekuatan natural dan supranatural.

Tatanan hukum bangsa tuna aksara berdasarkan pada karakteristiknya bersumber

pada beberapa hal berikut :10

1) Kebiasaan, yaitu seperangkat aturan hidup yang mengalir dari pola hidup

tradisional sebuah pergaulan hidup, sikap umum, perilaku normal pada anggota

kelompok Sosiopolitik, yang alami oleh orang-orang tersebut mempunyai

kekuatan yang mengikat, atau disebut Customary law.

2) Perundang-undangan, pemegang kekuasaan tampaknya mampu untuk membuat

aturan hidup umum dan menjaga agar perintahnya ditaati karena dianggap

sebagai undang-undang kendatipun tidak dibuat tertulis.

10
Ibid., 75.

12
3) Peradilan, Penguasa menyelesaikan perkara sejenis menurut kebijakan dan

prosedur yang sejenis dengan memperhitungkan presiden. Anggota dalam

penyelesaian ini ditunjang oleh peribahasa hukum maupun umum yang

mengungkapkan dengan ringkas dan padat nilai-nilai aturan tertentu, syair, sajak,

dan legenda. Penyelesaian perselisihan atau penghukuman pelanggaran itu di

dalam tingkatan hidup yang masih primitive, tidak dapat dipisahkan dari dasar

pandangan hidup yang diliputi kepercayaan, bahwa seseorang membawa akibat

baik atau buruk pada daya kesaktian masyarakat. Tiap-tiap peristiwa yang

bertentangan dengan adat istiadat, dapat merugikan daya kesaktian masyarakat

itu harus “dibetulkan” dengan diambil keputusan, bukanlah semata-mata

kepentingan seseorang melainkan daya kesaktian masyarakat yang telah

dicemarkan kepada perbuatan seseorang itu.

Prof. Soepomo mengatakan bahwa, suatu peraturan mengenai tingkah laku

manusia (rule of behavior) pada suatu waktu mendapat sifat hukum ketika petugas

hukum, ketika petugas yang bersangkutan mempertahankan terhadap orang yang

melanggar peraturan itu atau pada ketika petugas hukum bertindak untuk mencegah

pelanggaran peraturan itu.

3. Hukum Pada Zaman Hamurabi Babilonia

Hammurabi (bahasa Akkadia, dari kata Ammu "saudara laki-laki pihak ayah",

dan Rāpi "seorang penyembuh"); adalah raja keenam dari Dinasti Babilonia pertama

(memerintah 1792-1750 SM). Hammurabi memimpin pasukannya menyerang

Akkadia, Elam, Larsa, Mari dan Summeria, sehingga menjadikan Kekaisaran

Babilonia hampir sama besar dengan Kerajaan Mesir kuno di bawah Firaun yang

menyatukan Mesir lebih dari seribu tahun sebelumnya. Walaupun Hammurabi banyak

sekali melakukan peperangan menaklukkan kerajaan lain, namun ia lebih terkenal

13
karena pada masa pemerintahannya dibuat kode resmi (hukum tertulis) pertama yang

tercatat di dunia, yang disebut sebagai Piagam Hammurabi (Codex Hammurabi).

Pada tahun 1901, arkeolog menemukan piagam tersebut ketika melakukan

penggalian di bawah reruntuhan bekas kota kuno Susa, Babilonia. Piagam Hammurabi

tersebut terukir di atas potongan batu yang telah diratakan dalam huruf paku

(cuneiform). Piagam tersebut seluruhnya ada 282 hukum, akan tetapi terdapat 32

hukum diantaranya yang terpecah dan sulit untuk dibaca. Isinya adalah pengaturan

atas perbuatan kriminal tertentu dangan ganjarannya. Beberapa contoh isinya, antara

lain:

a. Seorang yang gagal memperbaiki saluran airnya akan diminta untuk membayar

kerugian tetangga yang ladangnya kebanjiran

b. Pemuka agama wanita dapat dibakar hidup-hidup jika masuk rumah panggung

(umum) tanpa permisi

c. Seorang janda dapat mewarisi sebagian dari harta suaminya yang sama besar

dengan bagian yang diwarisi oleh anak laki-lakinya

d. Seorang dukun yang pasiennya meninggal ketika sedang di operasi dapat

kehilangan tangannya (dipotong).

e. Seseorang yang berhutang dapat bebas dari hutangnya dengan memberikan istri

atau anaknya kepada orang yang menghutanginya untuk selang waktu tiga tahun

Saat ini,

Meskipun keberhasilan dan kebesaran Hammurabi sebagai penakluk dan raja,

namun itu bukan atas prestasi di medan perang, melainkan dia merupakan seorang

reformis dan legislator. Kebanyakan Hammurabi memproduksi dan set terorganisir

hukum yang dikenal sebagai “Hammurabi Code”, yakni kode hukum yang pertama

kali ditulis dan didokumentasikan di dunia dan bertahan sampai hari ini. Kode Sebuah

14
diorit 2,3 meter tinggi silinder prasasti dari Kode Hammurabi ditemukan di Susa,

Iran, pada tahun 1901. Di atasnya ada gambar relief yang menggambarkan Shamash,

Dewa Matahari di Akkadia, Assyria, dan Babylonia Pantheon, menyerahkan kode

hukum kepada raja, cara itu menunjukkan (seperti itu tren di hampir setiap

kebudayaan saat itu) bahwa itu memiliki asal-usul ilahi.

Kode Hammurabi ditulis dalam bahasa Akkadia, menggunakan skrip paku diukir

prasasti, dan contoh hampir lengkap itu dipamerkan hari ini di Louvre. Raja

Hammurabi menginginkan hukum-hukum yang disusunnya untuk menyenangkan

para dewa, itulah mengapa semua kode undang-undang yang dibuatnya dimulai

dengan pujian kepada para dewa. Kode Hammurabi terdiri dari 282 undang-undang.

Hukuman yang termaktub di dalamnya pun bervariasi, tergantung pada kelas sosial

ekonomi dari penuduh dan terdakwa.

Beberapa topik utama yang diatur dalam Kode Hammurabi antara lain, terkait

soal pencurian, pertanian, perusakan properti, perkawinan dan hak-hak dari dua

bagian di dalamnya, hak-hak perempuan, hak-hak anak, hak-hak budak,

pembunuhan, dan hukuman mati. Pada zaman itu prinsip dasar dari hukum adalah

bahwa hukuman tidak boleh lebih berat atau lebih ringan dari kejahatan yang

dilakukan. Menurut kode Hammurabi masyarakat diklasifikasi menjadi tiga kelas:

a. Para bangsawan dan feudal

b. Kelas menengah dan miskin.

c. Budak, sebagian besar tawanan perang.

Hukum di zaman Babilonia Kuno (sekitar negara Irak sekarang), utamanya yang

terdapat dalam Code Hammurabi, telah mempengaruhi banyak sistem hukum di

dunia. Dipandang dari segi sejarah hukum dan keaslian asal-usul serta pengaruh dari

15
sistem hukum yang ada, maka sistem hukum Babilonia hanya dapat disejajarkan

dengan hukum Mesir Klasik dan di wilayah Timur yaitu sistem hukum India (yang

berlandaskan kepada sistem hukum Hindu) dan sistem hukum Cina Mongolia, yang

berlandaskan kepada sistem hukum Budha. Inilah empat serangkai akar hukum besar

di dunia ini yang dikenal oleh sejarah hukum, yaitu sistem hukum Babilonia, Mesir,

India, dan Cina-Mongolia. Meskipun dipandang dari luas penyebarannya, masih dapat

ditambah dua system hukum lagi, yaitu sistem hukum Yahudi dan sistem hukum

Islam.

Hukum Babilonia merupakan tatanan hukum yang tertua yang pernah

ditemukan sejarah hukum. Tentu saja, yang paling spektakuler dalam sejarah hukum

Babilonia adalah dengan ditemukannya Code Hammurabi di Kota Mesopotamia yang

mulai berlaku kurang lebih sejak tahun 2000 SM (tentang tahun ini terdapat berbagai

versi). Namun, sebenarnya sistem hukum Babilonia ini dapat ditelusuri lebih jauh di

masa Sumeria, di masa hidupnya nabi Ibrahim di Kota Ur (Babilonia Selatan) di

sekitar tahun 3500 SM, yang kemudian hukumnya berkembang di wilayah Kana'an

(Timur Tengah).

Perabadan Mesopotamia sendiri berpusat di antara dataran Eufrat dan Tigris,

termasuk Assyria di bagian utaranya. Dalam hal ini, kebudayaan Assyria lebih muda

dibandingkan dengan kebudayaan Babilonia. Kebesaran kebudayaan Mesopotamia

dipertahankan oleh beberapa kelompok masyarakat yang sangat cerdas tetapi berbeda

ras, yaitu: ras Turanian yang merupakan orang-orang Sumeria, dan ras Semitis, yang

terdiri dari orang-orang Akkadian dan orang-orang Aramean.

Selanjutnya, perjalanan sejarah menunjukan bahwa hukum dari Hammurabi di

Babilonia (tahun 2000 SM) berpengaruh kuat terhadap hukum yang dibawa oleh Nabi

16
Musa di sekitar tahun 1300 SM, di mana hukum-hukum tersebut ditulis oleh para rabi

Yahudi di sekitar tahun 300 SM (meskipun hukum Yahudi tersebut juga mendapat

banyak pengaruhnya dari hukum Mesir Klasik).

Hukum bangsa Yahudi tersebut kemudian mempengaruhi hukum setelah itu,

termasuk hukum Yunani (meskipun hukum Yunani juga dipengaruhi oleh hokum

Mesir Klasik). Hukum Yahudi juga mempengaruhi hokum Romawi, hukum kristen

zaman pertengahan, dan hokum Jerman Anglo Saxon yang kemudian dibawa ke

Inggris. Bersama-sama dengan hukum Mesir, hukum Romawi banyak mempengaruhi

hukum Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Kemudian, baik hukum Romawi

maupun AngloSaxon, banyak mempengaruhi hukum-hukum di wilayah Timur Jauh,

seperti Cina/Mongolia dan India, meskipun Cina dan India telah lama memberlakukan

sistem hukumnya sendiri yang mandiri, yaitu sistem hukum Cina/Mongolia dansistem

hukum Hindu.

Karena itu, sejarah dapat membuktikan bahwa sangat besar pengaruh dari

hokum Hammurabi yang bernafaskan hukum Nabi Ibrahim maupun pengaruh dari

hukum Mesir Klasik kepada tatanan hukum di seluruh negara-negara di dunia saat ini,

tanpa kecuali. Bahkan, mengingat letak geografisnya yang tidak terlalu jauh, sangat

masuk akal jika dikatakan bahwa antara hokum Sumeria/Babilonia dengan hukum

Mesir Klasik sebenarnya saling mempengaruhi.

Betapa pentingnya peran dari dokumen-dokumen hukum peninggalan Babilonia

bagi sejarah hukum saat ini. Mereka telah menemukan seni untuk menulis. Sangat

menakjubkan bahwa dokumennya sangat legalistik yang dapat menjelaskan kepada

kita tentang kekayaannya, kekuasaannya, metode belajar, dan metode bisnis di

17
Babilonia, yang semuanya dibubuhi segel dan dicatat sebagai record secara

administrasi, bisnis, dan komersil.

Jasa dari Hammurabi, dengan Code Hammurabi-nya itu adalah keberhasilannya

mensistematisasikan kaidah-kaidah hokum ke dalam suatu sistem undang-undang,

meskipun beberapa kaidah hukum sudah berlaku sebelumnya di Babilonia, baik

terhadap warga asli maupun pendatang. Sebagaimana diketahui, Babilonia merupakan

kerajaan dengan multi ras dengan kota-kotanya yang terbuka bagi para pendatang

sehingga memang diperlukan suatu sistem hukum untuk mengatur tata tertib dalam

kehidupan mereka.

Teks asli dari Code Hammurabi ditemukan hampir utuh yang terdiri atas 282

pasal dan ditulis pada 12 buah batumasing-masing setinggi 8 kaki. Teks asli tersebut

ditemukankembali di Suse (Iran) pada tahun 1902. Namun, pasal 13dan pasal 66-99

sudah hilang. Code Hammurabi ini mengatur berbagai hal, seperti hak dan kewajiban,

perdagangan, perkawinan, perikatan, perbudakan, pemborongan kerja, dan pidana.

Dalam bidang pidana, sifat hukuman adalah pembalasan (darah dibayar dengan darah;

tit for tat), di mana hukuman bagi si pencuri adalah potong tangan, potong bibir

sebelah bawah bagi yang mencium wanita bersuami, potong lidah bagi yang

memfitnah, dan lain-lain.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejak terjadinya hukum, maka dalam benihnya dapat dikatakan telah ada hampir

seluruh komponen, yang telah berlangsung berabad-abad untuk kemudian menghasilkan

tatanan-tatanan hukum modern masa-kini. Pengakuan, pengukuhan dan pengsaksionisasi

kebiasaan oleh penguasa dengan serta merta menunjukkan bahwa atas inisiatif sendiri ia

juga dapat mengeluarkan perintah dan larangan. Inilah awal dari perundang-undangan.

Kebiasaan (adat) merupakan satu-satunya sumber hukum selama masa feodal. Pada

hakikatnya kebiasan-kebiasaan ini tidak diketahui karena hal-hal tersebut tidak

meninggalkan bekas-bekas tulisan, seperti akta-akta maupun vonis-vonis tertulis, kontrak-

kontrak yang merupakan dasar adanya bukti tentang pemberian ijin mempergunakan tanah

milik bangsawan, janji-janji pada penggarap tanah, dan lain-lain. Pada masa feodalisme

ini, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan yang dibentuk. Hukum sama sekali

tidak dicacat di sini. Jadi, tidak ditemukan lagi kitab undang-undang maupun kitab hukum

ini adalah era tampa aksara baru.

Hukum primitif mengatur tentang satu hukum keluarga, yakni : Hubungan Keluarga,

Tentang kelompok keluarga atau klan, Tentang Rumpun bangsa, Penguasaan pemilihan

benda (bergerak) serta Kelas di dalam masyarakat. Pada masyarakat tuna aksara tatanan

hukum didasarkan pada kebiasaan yang berlaku di masyarakat secara turun-temurun dan

sangat dipengaruhi oleh agama serta nilai-nilai tradisi yang dianut berbeda-beda. Tatanan

hukum bangsa tuna aksara berdasarkan pada karakteristiknya bersumber pada beberapa

hal berikut, diantaranya : Kebiasaan, Perundang-undangan, Peradilan.

19
Sejarah dapat membuktikan bahwa sangat besar pengaruh dari hukum Hammurabi

yang bernafaskan hukum Nabi Ibrahim maupun pengaruh dari hukum Mesir Klasik kepada

tatanan hukum di seluruh negara-negara di dunia saat ini, tanpa kecuali. Jasa dari

Hammurabi, dengan Code Hammurabi-nya itu adalah keberhasilannya

mensistematisasikan kaidah-kaidah hokum ke dalam suatu sistem undang-undang,

meskipun beberapa kaidah hukum sudah berlaku sebelumnya di Babilonia.

Beberapa kitab undang-undang yang pernah ada di dunia ini yang ditulis dalam huruf

paku terbilang kitab undang-undang yang paling tua, yaitu kitab-kitab undang-undang

berikut ini : Code Urukagina (2350 SM di Mesopotamia Klasik), Code Urnammu (2050

SM dari dinasti Ur dan Ille), Code Esisunna (1930 SM di masa Raja Isin dari Kerajaan

Akadia/dekat sungai Tigris di Mesopotamia dan Code Lipit Ishtar (1880 SM dariRaja Isin

di Sumeria dekat Sungai Eufrat)

20
DAFTAR PUSTAKA

Sunarmi. 2016. Sejarah Hukum. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Syamsudin, M. 1997. Hukum Pada Masyarakat Tradisional dan Kemungkinan Pengembangannya

Bagi Hukum Indonesia Modern

Efendi, Jonaedi. 2019. Sejarah Hukum. Surabaya:Jakad Publishing

Rasidi, Lili. 2005. Sejarah Hukum Suatu Pengantar:Prof. Dr. Emeritus John Gilissen & Prof. Dr.

Emeritus Frits Gorle, Bandung:PT Refika Aditama

21

Anda mungkin juga menyukai