Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KASUS POSISI

NAMA : Hefty Dolita


NPM : B1A019039
KELAS : I

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
PUTUSAN

Nomor 36/G/2017/PTUN-SRG

1.1 KASUS POSISI

 Penggugat :
ADI ROPIYADI, kewarganegaraan Indonesia, beralamat di Kp. Cikumbueun
RT 001/001, Desa Cikumbueun, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten, pekerjaan Wiraswasta.
 Tergugat :
CAMAT MANDALAWANGI, berkedudukan di Jalan Raya Pandeglang Pari
KM 14 Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
 Objek Sengketa :
Surat Keputusan (SK) Camat mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi
Banten tentang Surat Keputusan tentang Panitia Pemilihan Kepala Desa
Tingkat Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Nomor:
140/Kep.32-kec.Mdl/2017, tertanggal 28 Agustus 2017.
 Kepentingan Penggugat
Penggugat memiliki kepentingan terhadap Surat Keputusan (SK) Camat
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tentang Panitia
Pemilihan Kepala Desa Tingkat Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Nomor: 140/Kep.32-kec.Mdl/2017 tertanggal 28 Agustus 2017.
Dengan turunannya Surat Keputusan Bersama Panitia Bersama Panitia
Pemilihan Kepala Desa Cikumbueun Penanggung Jawab Pemilihan, dan
Panitia Pemilihan Tingkat Kecamatan Nomor: 01/KEP/PANBER/X/2017,
tentang Penetapan Para Calon Kepala Desa Cikumbueun yang Berhak/Tidak
Berhak mengikuti Pemilihan Kepala Desa Cikumbueun Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, yang menyatakan bahwa Penggugat
tidak berhak sebagai Calon Kepala Desa Cikumbueun Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, dimana hal tersebut telah
merugikan kepentingan hukum Penggugat dan Hak Konstitusional
sebagai Warga Negara Indonesia.
 Uraian Singkat :
Pada Oktober 2017, Penggugat telah mengajukan diri sebagai Calon
Kepala Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi dengan melengkapi
berkas-berkas syarat Calon Kepala Desa sesuai Undang-Undang dan telah
mendapat Lembar Ceklis Kelengkapan dan dinyatakan telah lengkap secara
administratif. Kemudian pada 17 Oktober 2017, Penggugat mengikuti proses
seleksi penilaian kemampuan. berdasarkan Surat Keputusan Bersama Panitia
Bersama Panitia Pemilihan Kepala Desa Cikumbueun Penanggung Jawab
Pemilihan, dan Panitia Pemilihan Tingkat Kecamatan Nomor:
01/KEP/PANBER/X/2017, Penggugat dinyatakan tidak berhak untuk
mengikuti Pemilihan Calon Kepala Desa Cikumbueun Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.
Setelah mengetahui dinyatakan tidak berhak mencalonkan sebagai
Calon Kepala Desa, penggugat meminta penjelasan dan transparansi dari
proses seleksi kemampuan bakal calon kepada panitia Pelaksana Pemilihan
Kepala Desa Cikumbueun, namun pihak Panitia tidak memberikan jawaban
atas permohonan tersebut Berdasarkan aturan-aturan Perundang-Undangan
dan Peraturan turunannya dalam Proses Pemilihan Kepala Desa, maka
kewenangan membentuk Tim Panitia Pemilihan Kepala Desa ditentukan oleh
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), oleh sebab itu, dengan adanya SK
Panitia yang diterbitkan oleh Camat Mandalawangi, dapat dikatakan perbuatan
tersebut merupakan suatu pelanggaran atas ketentuan Pelaksanaan Proses
Pemilihan Kepala Desa di Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, yang kemudian berakibat hukum
atas proses selanjutnya yaitu terbitnya Surat Keputusan Bersama Nomor:
01/KEP/PANBER/X/2017 tentang Penetapan Para Calon Kepala Desa
Cikumbueun yang Berhak/Tidak Berhak Mengikuti Pemilihan Kepala Desa
Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.
Selain itu, Pelaksanaan Ujian Lisan terkait kemampuan akademis
dan kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Camat Mandalawangi, Komandan
Rayon Militer Mandalawangi dan Kepala Kepolisian Sektor
Mandalawangi, adalah suatu pelanggaran Undang-Undang dimana posisi TNI
dan Kepolisian telah diatur tugas dan fungsi pokoknya dengan Undang-
Undang Khusus, dan tidak memiliki dasar hukum untuk ikut serta
melakukan Proses Seleksi Kepala Desa. Terbitnya (SK) Camat
mandalawangi tersebut, merupakan pelanggaran atas Asas – Asas Umum
Pemerintahan yang baik yang Baik (AAUPB) menurut penjelasan Pasal 53
UU No.9 Tahun 2004 dengan mengacu pada Undang –Undang Nomor: 28
Tahun 1999, yang terdiri dari azaz kepastian hukum , asas keterbukaan, asas
Proporsionalitas, asas akuntabilitas, asas tertib penyelenggaraan negara dan
asas kepentingan umum.
Selain itu, SK tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggaran atas
ketentuan Pasal 53 UU PTUN, meliputi 3 aspek yaitu:
a. Aspek kewenangan, yaitu,meluputi hal berwenang,tidak berwenang atau
melanggart kewenangan.
b. Aspek Substansi/Materi, yaitu meliputi pelaksanaan atau penggunaan
kewenangannya apakah secara materi/substansi telah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan hukum atau peraturan Perundang – undangan yang
berlaku.
c. Aspek Prosedural, yaitu apakah prosedur pengambilan keputusan Tata
Usaha Negara yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dalam
pelaksanaan kewenangan tersebut telahditempuh atau tidak.

Bahwa berdasarkan Fakta-fakta hukum dan dasar-dasar hukum diatas,


terbitnya Surat Keputusan Nomor:01/KEP/PANBER/X/2017, menyatakan
bahwa penggugat tidak berhak sebagai Calon Kepala Desa Cikuembuen
kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Merupakan suatu
pelanggaran Hukum Administrasi terkait kewenangan dan dapat dikatakan
suatu bentuk Abuse of Power yang menimbulkan kerugian kepada
kepentingan Hukum Penggugat sebagai warga Negara yang dilindungi hak
konsitusionalnya
1.2 PETITUM

Dalam Pokok Perkara/Sengketa:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya


2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan (SK) Camat Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten,tentang pemilihan Kepala Desa Tingkat
kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Nomor: 140/Kep.32-kec.Mdl/2017
tertanggal 28 Agustus 2017
3. Mewajibkan kepada tergugat, untuk Mencabut Surat Keputusan (SK) Camat
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, tentang Panitia Pemilihan
kepala Desa Tingkat Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Nomor:
140/Kep.32-kec.Mdl/2017 tertanggal 28 Agustus 2017, dari daftar Arsip Kecamatan
Kabupaten Pandeglang.
4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara.

1.3 PERTIMBANGAN HAKIM

Menimbang, bahwa objek sengketa yang dimohonkan Penggugat untuk dinyatakan


batal atau tidak sah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Serang dalam sengketa ini adalah
Surat Keputusan Camat Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Nomor:
140/Kep.32-Kec.Mdl./2017 Tentang Panitia Pemilihan Kepala Desa Tingkat Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Tahun 2017 tanggal 28Agustus 2017.

Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, pihak Tergugat telah


mengajukan Jawabannya tanggal 19 Desember 2017 yang pada pokoknya membantah dalil-
dalil gugatan Penggugat dan juga memuat eksepsi yang pada pokoknya, sebagai berikut:

1. Eksepsi tentang Pengadilan Tata Usaha Negara Serang tidak berwenang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara a quo
2. Eksepsi tentang Gugatan Kabur (Obscuur Libel)
3. Eksepsi tentang Gugatan Prematur
4. Eksepsi tentang Penggugat Kurang Pihak.
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan eksepsi-eksepsi Tergugat tersebut,
Majelis Hakim perlu mempertimbangkan terlebih dahulu dari segi formal gugatan Penggugat
yakni terkait Hak Gugat atau Legal Standing dari Penggugat. Berdasarkan Ketentuan Pasal
53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi: “Orang atau
badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang
berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal
atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.”

Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang- Undang


Peradilan Tata Usaha Negara tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa adanya unsur
Kepentingan dalam mengajukan gugatan merupakan hal yang sangat urgent dalam sengketa
di Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, maka gugatan
haruslah ada kepentingan Penggugat yang dirugikan atas dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara yang menjadi objek sengketa. Menimbang, bahwa bertitik tolak pada doktrin
tersebut, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Penggugat dalam mengajukan gugatan
haruslah memiliki kepentingan yang dirugikan secara langsung terhadap Surat Keputusan
Objek Sengketa, barulah dapat berproses atau dalam hal ini mengajukan gugatan .

Menimbang, bahwa dari uraian fakta hukum diatas dikaitkan dengan objek sengketa
dalam perkara a quo, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak ada kepentingan
Penggugat yang dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek sengketa
in casu dikarenakan kepentingan Penggugat baru dirugikan setelah adanya SK Bersama
Panitia Pemilihan Kepala Desa Cikumbueun Penanggung Jawab Pemilihan dan Panitia
Pemilihan Tingkat Kecamatan Nomor: 01/KEP/PANBER/X/2017 Tentang Penetapan Para
Calon Kepala Desa Cikumbueun yang berhak / tidak berhak mengikuti pemilihan Kepala
Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang yang menyatakan
Penggugat tidak berhak mengikuti pemilihan Kepala Desa Cikumbueun.

Menimbang, bahwa objek sengketa dalam perkara ini adalah SK Camat


Mandalawangi terkait Pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa Tingkat Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Tahun. Oleh karena itu, Majelis Hakim berpendapat
bahwa sudah jelas objek sengketa a quo tidak mempunyai hubungan kausal secara langsung
dengan kepentingan Penggugat. Menimbang, bahwa sebagaimana ada adagium “no interest
no action” yang artinya tidak ada kepentingan tidak ada gugatan, maka apabila Penggugat
tidak memiliki kepentingan yang dirugikan secara langsung terhadap objek sengketa a quo
maka Penggugat tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas Majelis Hakim


berpendapat bahwa oleh karena Penggugat tidak mempunyai kepentingan mengajukan
gugatan terhadap objek sengketa in casu, maka gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat
formil gugatan sebagaimana ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, dengan demikian Gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak.

Menimbang bahwa oleh karena Gugatan Penggugat telah dinyatakan ditolak maka
mengenai materi eksepsi yang diajukan Tergugat tidak ada urgensinya untuk
dipertimbangkan dan pertimbangan mengenai pokok sengketa juga tidak perlu
dipertimbangkan lagi. Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 107 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim berpendapat
bahwa terhadap alat bukti berupa bukti-bukti surat lain yang diajukan baik oleh pihak
Penggugat maupun oleh pihak Tergugat tetap dipertimbangkan seluruhnya, akan tetapi
menurut Majelis Hakim tidak dapat menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk menjatuhkan
putusan terhadap perkara a quo dikarenakan tidak ada relevansinya dengan perkara ini,
namun tetap termuat dalam berkas perkara ini dan menjadi satu kesatuan dengan putusan ini.

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, oleh karena pihak Penggugat adalah
pihak yang kalah dalam perkara ini, maka kepada Penggugat dibebankan untuk membayar
biaya perkara yang besarnya akan ditetapkan dalam amar putusan.

1.4 AMAR PUTUSAN

MENGADILI:
1. Menolak Gugatan Penggugat
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp529.000,00
(Lima Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Rupiah).
ANALISIS

Berdasarkan amar putusan di atas, majelis hakim menolak gugatan penggugat


dikarenakan Penggugat tidak memiliki kepentingan yang dirugikan secara langsung terhadap
objek sengketa a quo, maka penggugat tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan
gugatan. Saya setuju atau sependapat dengan putusan dan pertimbangan yang dipakai oleh
majelis hakim dalam kasus di atas. Terkait dengan legal satnding dalam acara peradilan tata
usaha negara didasarkan pada ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara yang berbunyi: “Orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan
gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.”
Orang dalam rumusan itu adalah seseorang dalam pengertian alami (natuurlijke
persoon). Maka dapat diidentifkasi bahwa penggugat masuk dalam  ketegori orang, bukan
badan hukum perdata. Namun sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004, ada persayaratan bahwa kepentingan penggugat dirugikan atas suatu
keputusan tata usaha negara. Saya juga sependapat dengan doktrin yang dipakai oleh majelis
hakim yaitu pendapat Indroharto, S.H. yang ditulis dalam bukunya. Sehingga pada akhirnya
majelis hakim berkesimpulan bahwa Penggugat dalam mengajukan gugatan haruslah
memiliki kepentingan yang dirugikan secara langsung terhadap Surat Keputusan Objek
Sengketa, setelah itu barulah dapat berproses atau dalam hal ini mengajukan gugatan.
Padahal, apabila menilik kepada KTUN yang menjadi objek sengketa, yaitu Surat Keputusan
(SK) Camat mandalawangi Nomor: 140/Kep.32-kec.Mdl/2017, tertanggal 28 Agustus
2017, sebenarnya tidak memiliki hubungan kausal secara langsung terhadap kepentingan
penggugat. Kepentingan penggugat baru dirugikan setelah terbitnya Surat Keputusan
Bersama Panitia Pemilihan Kepala Desa Cikumbueun, Penanggung Jawab Pemilihan dan
Panitia Pemilihan Tingkat Kecamatan Nomor: 01/KEP/PANBER/X/2017 Tentang Penetapan
Para Calon Kepala Desa Cikumbueun yang berhak / tidak berhak mengikuti pemilihan
Kepala Desa Cikumbueun Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. Oleh sebab itu,
majelis hakim sudah selayaknya untuk menolak gugatan penggugat tersebut karena tidak
memenuhi syarat formil gugatan.
Interpretasi (penafsiran) adalah salah satu metode penemuan hukum yang memberi
penjelasan mengenai teks Undang-undang agar ruang lingkup kaedah tersebut diterapkan
kepada peristiwanya. Seorang Sarjana terkemuka Carl Von Savigny memberi batasan tentang
penafsiran yaitu rekontruksi pikiran yang tersimpul dalam Undang-undang.
Terkait dengan kasus di atas, majelis hakim dominan untuk menggunakan metode penafsiran
secara gramatikal dan sistematis. Penafsiran Gramatikal sendiri dapat diartikan sebagai suatu
cara penafsiran Undang-Undang menurut arti kata- kata (istilah) yang terdapat pada Undang-
undang. Penafsiran secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu
dengan pasal yang lain dalam suatu per Undang-undangan yang bersangkutan, atau dengan
Undang-undang lain. Terkait penafsiran secara gramatikal, majelis hakim menyoroti kata
kepentingan penggugat. Dimana pada akhirnya, majelis hakim mendapatkan kesimpulan
mengenai makna kepentingan pengugat di dalam sebuah doktrin. Selain itu, terkait dengan
penafsiran secara sistematis, hal tersebut dapat diketahui ketika majelis hakim mengacu
kepada pasal 53 ayat undang-undang nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-
Undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan Tata Usaha Negara, dengan tetap
memperhatikan pasal-pasal lain dalan UU tersebut.

Anda mungkin juga menyukai