Oleh :
Yoserizal Rahmad Fadillah
(B1A016185)
PENDAHULUAN
Kata “teroris” dan terorisme berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih
berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata teror juga bisa
menimbulkan kengerian. Akan tetapi sampai saat ini belum ada definisi
terorisme yang bisa diterima secara universal. Pada dasarnya istilah terorisme
merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena
terorisme mengakibatkan timbulnya korban warga sipil yang tidak berdosa.
Dalam konteks Indonesia, persoalan terorisme menjadi titik perhatian pada
saat terjadi peledakan bom di Legian, Bali, pada tanggal 12 Oktober 2002
yang menyebabkan Indonesia menjadi sorotan publik Internasional, karena
mengingat mayoritas korban dari tragedi bom Bali adalah orang asing. Adanya
peledakan tersebut menjadi indikator bahwa sebuah jaringan teroris telah
masuk ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Teror yang terjadi itu
merupakan teror terbesar di Indonesia dari serangkaian teror yang ada.
Maraknya aksi teror yang terjadi dengan jatuhnya banyak korban telah
mengidentifikasikan bahwa terorisme adalah sebuah kejahatan terhadap nilai-
nilai kemanusiaan. Teror telah menunjukkan gerakan nyata sebagai tragedi atas
hak asasi manusia.
Pada dasarnya, tindak pidana terorisme adalah
kejahatan yang tergolong luar biasa
(extraordinary crime). Derajat “keluar-biasaan”
ini pula yang menjadi salah satu alasan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Anti Terorisme dan
pemberlakuannya secara retroaktif (asas berlaku
surut) untuk kasus bom Bali.
DIMANA KEJAHATAN TERHADAP
KEMANUSIAAN ITU SEBAGAIMANA
DIATUR DALAM KUHP, DITENTUKAN
OLEH UNSUR-UNSUR SEBAGAI
BERIKUT:
Jumat,22Juni2018
Aman Abdurrahman divonis dengan hukuman mati. Aman terbukti
menjadi penggerak sejumlah teror di Indonesia termasuk bom
Thamrin pada 2016.
Kuasa hukum Aman Abdurrahman menyatakan pikir-pikir untuk
mengajukan banding. Sedangkan Aman langsung dibawa keluar
ruang sidang. Tidak ada pernyataan dari Aman di luar ruang sidang.
Pertimbangan yang menjadi dasar putusan
Hakim dalam menjatuhkan putusan cenderung lebih banyak
menggunakanpertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan
pertimbangan non yuridis :
1. Pertimbangan yang bersifat yuridis :
a. Dakwaan jaksa penuntut umum;
b. Keterangan terdakwa;
c. Keterangan saksi;
d. Barang-barang bukti;
e. Pasal-pasal peraturan hukum pidana.
2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis :
a. Latar belakang perbuatan terdakwa;
b. Akibat perbuatan terdakwa;
c. Kondisi diri terdakwa;
d. Kondisi sosial ekonomi terdakwa;
e. Faktor agama terdakwa.
Yang menjadi pertimbangan hakim pada saat persidangan
antara lain :
"Menimbang, bahwa terdakwa adalah penganjur,
penggerak kepada pengikutnya untuk melakukan jihad,
amaliyah teror, melalui dalil-dalilnya sehingga
menimbulkan banyak korban aparat,“
"Menimbang atas perbuatan terdakwa telah
mengakibatkan banyak korban meninggal dan korban
luka berat,“
Hal ini la yang memjadi pertimbangan hakim dan
pemberat bagi terdakwa sehingga dijatuhi hukuman
Mati.
Amar Putusan
Tingkat Pengadilan Negeri
--------------------- M E N G A D I L I ---------------
1. Menyatakan terdakwa AMAN ABDURRAHMAN.
tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana
didakwakan oleh Penuntut Umum ; ------------------
2. Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan
tindak pidana terorisme dengan menjadi agen penggerak
dan penyiapan seluruh kebutuhan terorisme; -----
3. Menghukum Terdakwa dengan hukuman Pidana Mati;
--------
Hukuman
Pada tingkat Pengadilan Negeri Putusan Hakim
menyatakan bahwa :
Menyatakan terdakwa AMAN ABDURRAHMAN.
tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana terorisme
sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum ;
Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan
tindak pidana terorisme dengan menjadi agen
penggerak dan penyiapan seluruh kebutuhan
teririsme
Menghukum Terdakwa dengan hukuman Pidana Mati
Issue hukum
1. Menyatakan Terdakwa OMAN ROCHMAN alias AMAN
ABDURRAHMAN alias ABU SULAIMAN telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana
Terorisme sebagaimana dalam Dakwaan KESATU Primair
melanggar Pasal 14 Jo. Pasal 6 PERPPU No. 1 Tahun 2002
sebagaimana yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang
berdasarkan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang DAN
KEDUA Primair melanggar Pasal 14 Jo. Pasal 7PERPPU No. 1
Tahun 2002 sebagaimana yang telah ditetapkan menjadi Undang-
Undang berdasarkan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-
Undang;