Anda di halaman 1dari 12

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA
--------------------
-
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 25/PUU-III/2019

PERIHAL
PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR
20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
(II)

JAKARTA

KAMIS, 14 MARET 2019


MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
--------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 9/PUU-XVII/2019

PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi
[pasal ] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON
Irsyad Ilyas

ACARA
Pemeriksaan Pendahuluan (II)

Kamis, 14 Maret 2019, Pukul 10.09 – 10.52 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah
Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN
1) Qoirul khitam, SH. MH (Ketua)
2) Andira Avianti, SH.MH (Anggota)
3) Tiara, SH.MH (Anggota)
Citra Dewi Panitera
Pihak yang Hadir:
Pemohon:

Irsyad Ilyas

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Lili sekararum Utami SH. MH


2. Danang Yudha SH. MH
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.09 WIB

1. KETUA
Sidang untuk Perkara Nomor 9/PUU-XVII/2019 pada hari Kamis 14 Maret
2019 untuk Pemeriksaan Pendahuluan 2, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk
umum.
KETUK PALU 3X
Saudara Pemohon, silakan perkenalkan diri terlebih dahulu, siapa saja yang
hadir?
2. KUASA HUKUM PEMOHON:
Terima kasih, Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Selamat
malam. Assalamualaikum wr. wb.
3. KETUA:
Waalaikumssalam wr. wb.
4. KUASA HUKUM PEMOHON:
Yang hadir pada sidang ini tetap seperti yang kemarin, sebagai Kuasa
Hukum Pemohon saya Lili Sekararum Utami SH.MH dan Danang Yudha SH. MH
serta Pemohon yakni Irsyad Ilyas
5. KETUA:
Baik. Kami sudah menerima Permohonan tertulis dari Saudara dan
sebagaimana biasanya di dalam Permohonan … dalam sidang pemeriksaan
pertama ini, Saudara akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan Pokok
Permohonan Saudara, tidak perlu semuanya dibacakan karena kami sudah
membaca. Tetapi sebelum itu, ya, walaupun nanti ada perbaikan Permohonan,
saya tanya dulu, ini yang belum tanda tangan di Permohonan ini masih tetap
sebagai kuasa, ya?
6. KUASA HUKUM PEMOHON:
Ya, masih tetap, Yang Mulia. Mungkin nanti juga akan kami catat sebagai
perbaikan
7. KETUA:
Ya, oke.
Silakan, sampaikan pokok-pokok Permohonan.

1
8. KUASA HUKUM PEMOHON:
Mohon izin, Yang Mulia. Ke … terkait dengan Pendahuluan dan
Kewenangan Mahkamah Konstitusi, kami anggap kami bacakan sebagaimana
telah menjadi dasar hukum yang telah diketahui oleh kita semua.
Kami langsung masuk ke poin c, Legal Standing Pemohon, Yang Mulia.
Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menentukan dua
syarat agar Pemohon memenuhi kedudukan hukum (legal standing) di Mahkamah,
yaitu dapat bertindak sebagai Pemohon dan mempunyai hak konstitusional yang
dalam penjelasannya hak konstitusional itu berarti sebagai hak yang tercantum
pada UndangUndang Dasar Tahun 1945.
Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tersebut
mengkualifikasikan Pemohon secara limitatif, yakni; a. Perorangan Warga Negara
Indonesia,
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup, dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat, dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang,
c. Badan hukum publik atau privat, atau
d. Lembaga negara.
Bahwa Pemohon merupakan perorangan Warga Negara Indonesia, dimana
telah dirugikan atas berlakunya Pasal 77 huruf a KUHAP, kerugian konstitusional
yang dialami oleh Pemohon, dalam hal ini adalah Pemohon kehilangan hak
kontrol dalam proses hukum acara pidana sebagai pelapor. Dimana laporan yang
dibuat oleh Pemohon dihentikan dalam proses penyelidikan dan Pemohon …
praperadilan Pemohon ditolak karena penghentian penyelidikan bukan merupakan
objek praperadilan.
D. Kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon. Ini salah ketik, Yang
Mulia, mohon maaf.
1. Bahwa terkait dengan adanya kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional dalam Putusan Nomor 006/PUU-V/2005, Mahkamah
Konstitusi berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional tersebut harus memenuhi lima syarat, yaitu:
A. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional (…)

2
9. KETUA:
Ya, itu mungkin tidak usah dibacakan karena sudah biasa itu, ya.
10. KUASA HUKUM PEMOHON:
1. Ya, baik, Yang Mulia. Kami langsung masuk pada huruf a poin 2, Pemohon
mempunyai hak konstitusional yang diberikan oleh UUD NRI 1945, sebagai
berikut:
a. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum atas hak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan berdasarkan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28H
Ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi:
- Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945
(1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
- Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Pemohon sebagai warga negara Indonesia secara konstitusional telah dirugikan
pemenuhan Hak Konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi dan menaati hukum
yang dipositifkan di dalam Undang-Undang a quo, oleh karena :
a. Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum atas hak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dijamin dalam
Pasal 28 D Ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI 19.
Bahwa dengan dilakukannya pemberatan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dalam keadaan tertentu, akan diberlakukan dalam hal pada
waktu terjadi bencana alam nasional. Padahal berdasar pengakuan, jaminan,

3
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum atas hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan tidak hanya untuk skala bencana alam nasional namun juga
untuk skala bencana alam daerah. Dengan memberikan pembatasan skala
bencana alam nasional untuk kualifikasi pemberlakuan tindak pidana korupsi,
maka yang terjadi bukan berdasar asas keadilan lagi.
Hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum atas hak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian asas
keadilan. Unsur khas asas keadilan sebagaimana kita ketahui salah satunya
adalah unsur pemberlakuan yang sama dalam kualifikasi tindak pidana korupsi
yang berskala nasional dengan berskala daerah. Tentunya dengan pembatasan
sebagaimana yang telah disebutkan, maka unsur pemberlakuan yang sama
tersebut berpotensi untuk hilang. Sehingga tindak pidana korupsi nantinya tidak
diberlakukan didalam skala bencana alam daerah. Dengan demikian pemohon
kehilangan haknya untuk mengajukan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam
skala bencana alam daerah.
3. Hak Konstitusional Para Pemohon tersebut telah sangat dirugikan dengan
berlakunya UU Tindak Pidana Korupsi. Kerugian tersebut bersifat spesifik
dan potensial yang berdasarkan penalaran yang wajar dipastikan akan terjadi,
serta mempunyai hubungan kausal dengan berlakunya Pasal 2 Undang Undang
Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, dengan dikabulkannya permohonan ini
oleh MK sebagai the sole interpreter of the constitution dan pengawal konstitusi
maka kerugian Hak Konstitusional Para Pemohon tidak akan terjadi lagi.
4. Bahwa dengan demikian, Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal
standing) sebagai pemohon pengujian undang-undang dalam perkara a quo
karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UUMK beserta
Penjelasannya dan 5 (lima) syarat kerugian hak konstitusional sebagaimana
pendapat Mahkamah selama ini yang telah menjadi yurisprudensi dan Pasal 3
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.

4
a. Bahwa dengan dikabulkannya Permohonan dikabulkannya Permohonan
Pemohon dalam Permohonan a quo, maka akan terciptanya
keseimbangan proses dalam fungsi kontrol penerapan hukum acara
pidana dan menjamin hak hukum seorang dalam hal mendapatkan
kepastian dan perlindungan secara hukum, sebagaimana yang dimaksud
… sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun
1945 dan prinsip negara hukum akan berjalan sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan demikian
tidak ada lagi dan tidak akan terjadi kerugian konstitusional yang dialami
oleh Warga Negara Indonesia karena tidak ada lagi pasal yang memiliki
frasa yang diartikan sangat sempit.
Dilanjutkan.
11. KUASA HUKUM PEMOHON:
E. Alasan dan Pokok Permohonan.
1. Bahwa Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor bertentangan dengan Pasal 28D C
Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menjamin hak
konstitusional para pemohon untuk memajukan diri dalam memperjuangkan
hak secara kolektif berdasar atas azas kepastian hukum. Hal tersebut
didasarkan pada alasan-alasan sebagaimana diuraikan berikut.
2. Bahwa ketentuan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor tersebut terdapat
celah hukum dan tidak memberikan kepastian hukum bagi setiap pelaku
tindak pidana korupsi yang dilakukan pada saat bencana alam yang tidak
berstatus nasional, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan
Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945.
3. Bahwa Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945 secara jelas menentukan
bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
Dengan dibatasinya penjatuhan pemberatan bagi tindak pidana korupsi
seperti yang pada frasa “bencana alam nasional”, maka bagi pelaku tindak
pidana korupsi yang dilakukan pada bencana alam yang tidak berstatus
nasional tidak memiliki kepastian hukum yang jelas. Terlebih lagi walaupun
perbuatan korupsi yang dilakukan pada bencana alam yang tidak berskala

5
nasional tetap meruigikan masyarakat banyak dikarenakan menyangkut
kehidupan bersama untuk menjamin kepentingan bersama, kemajuan
bersama dan kemakmuran bersama. Maka jelas bahwa ketentuan
penjatuhan pemberatan pada tindak pidana korupsi dengan keadaan tertentu
pada bencana alam berskala nasional bertentangan dengan azas kepastian
hukum.
4.Bahwa ketentuan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) bertentangan dengan
prinsip “kepastian hukum” sebagaimana terkandung dalam Pasal 28D
Ayat (1) UUD NRI 1945. Manakala terdapat hukum atau aturan yang
berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah
hukum yang berguna. Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum
merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan
cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan
hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang
dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang
dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu
peraturan yang harus ditaati. Ketidakjelasan atau tidak terpenuhinya
kepastian hukum dalam suatu aturan, akan memberikan kesempatan bagi
para pelaku tindak pidana untuk terus mencari celah menghindari sanksi
hukum yang ada. Dengan demikian Hukum tanpa nilai kepastian akan
kehilangan kati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan
sebagai pedoman perilaku setiap orang.
5.Bahwa ketentuan pasal 2 ayat 2 UU Tipikor juga bertentangan dengan
Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945. Pasal 28 H ayat 1 UUD NRI 1945
secara jelas menentukan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat
serta berhak memperoleh layanan kesehatan.” Dengan adanya pasal
tersebut, maka akan memberikan hak konstitusional bagi negara Indonesia
sehingga mereka dapat memperjuangkan haknya sebagai warga. Frasa
dalam ketentuan pasal 2 ayat (2) “dalam keadaan tertentu” pemberatan
hanya dapat dilakukan dalam hal bencana alam berskala nasional. Penetapan
skala nasional hanya dapat ditentukan oleh pemerintah dengan syarat-syarat

6
tertentu. Sedangkan, dalam implementasinya bencana alam yang tidak
mendapatkan penetapan berskala nasional oleh pemerintah memberikan
peluang untuk terjadinya tindak pidana korupsi karena pemberatan yang
tidak berlaku pada bencana yang tidak berskala nasional maka tidak
memberikan kepastian hukum serta ancaman maupun pemberian efek jera
pada pelaku. Hal tersebut tentunya melanggar hak konstitusional yang telah
diberikan oleh pasal tersebut khususnya frasa mendapatkan lingkungan
hidup baik dan sehat.
6.Bahwa JM. Keyness menyatakan bahwa ”,mencetuskan konsep welfare
state yang mana konsep tersebut negara menjamin kemamkmuran
kehidupan masyarakat.kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang-seorang, Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya
dengan kebijakan sosial (social policy) yang di banyak negara mencakup
strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang
mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi
sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets). (Welfarestate
atau negara kesejahteraan adalah negara yang pemerintahannya menjamin
terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan
rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu : Demokrasi
(Democracy). Penegakan Hukum (Rule of Law), perlindungan Hak Asasi
Manusia, Keadilan Sosial (Social Juctice) dan anti diskriminasi
7.Dengan demikian Jika berkaca pada pancasila serta UUD RI tersebut,
maka sudah selayaknya Indonesia mengimplementasikan negara
kesejahteraan, apalagi dalam masa otonomi daeraah seperti masa ini. Setiap
daerah memiliki wewenang untuk mengolah pemeritahan serta sumber daya
alam yang ada, yang tentunya merupakan sarana yang strategis untuk lebih
mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Oleh karena itu
negara untuk mensejahterahkan rakyat tidak memandang pemberat pidana
tindak pidana korupsi hanya pada skala bencana nasional akan tetapi juga
pada seluruh tingkatan bencana.
Dilanjutkan.

7
E. Permohonan.
Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di
dalam permohonon uji materil ini terbukti bahwa UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi merugikan Hak Konstitusional Para Pemohon yang dilindungi (protected),
dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan dijamin (guaranted) UUD NRI 1945.
Oleh karena itu, diharapkan dengan dikabulkannya permohonan ini dapat
mengembalikan Hak Konstitusional Para Pemohon sesuai dengan amanat Konstitusi.
Dengan demikian, Para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi yang
mulia berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Frasa :”keadaan tertentu” dalam pasal 2 ayat 2 UU nomor 20 tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi. bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat; dan
3. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
4. Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon Putusan seadil-adilnya (ex aequo et
bono).
12. KETUA:
Baik, terima kasih, Saudara Kuasa Pemohon. Selanjutnya kami akan
mengesahkan daftar alat bukti yang sudah anda legalisasi dan anda serahkan
kepada kepaniteraan. Sesuai yang tertera di Daftar alat bukti yang anda ajukan ini
ada keterangan pemerintah, keterangan saksi pemohon, keterangan ahli
pemerintah dan keterangan saksi pemerintah, benar kan ?
13. KUASA HUKUM PEMOHON :
Iya benar yang mulia.
14. KETUA:
Apakah ada tambahan?
15. KUASA HUKUM PEMOHON :
Tidak yang mulia

8
16. KETUA:
Baiklah karena tidak ada tambahan, dengan begitu daftar alat bukti ini kami
sahkan. KETUK PALU 1X
Nah, sesuai dengan hukum acara, persidangan selanjutnya yaitu untuk
mendengarkan keterangan dari pemerintah maka persidangan ditunda 7 hari yang
jatuh pada hari Kamis, tanggal 26 maret 2019, pukul 10.00 WIB, ya. Tolong
dicatat, ya!
23. KUASA HUKUM PEMOHON:
Ya, baik, Yang Mulia.
28. KETUA:
Baik. Dengan demikian, maka sidang untuk pemeriksaan perkara ini dalam
rangka Pemeriksaan Pendahuluan saya nyatakan selesai dan sidang ditutup.
KETUK PALU 3X

SIDANG DITUTUP PUKUL 10.52 WIB

Jakarta, 14 Maret 2019


Panitera,

t.t.d

Citra Dewi
NIP. 19610818 198302 1 001

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada
persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya
kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

Anda mungkin juga menyukai