Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER HUKUM WARIS

1. Tabel Perbedaan Sistem Pewarisan di Indonesia

Hukum Waris Barat Hukum Waris Islam Hukum Waris Adat


Sumber Hukum dari Sumber hukum Al-Qur’an, Sumber Hukum dari
KUHPerdata Hadist dan Ijtihad adat/kebiasaan dan
yurisprudensi
Sistem kewarisan Bilateral Sistem kewarisan Bilateral, Sistem kewarisan
dan Individual Individual Patrinileal, Matrinileal, dan
Bilateral.
Terjadinya pewarisan Terjadi pewarisan Terjadinya pewarisan karna
karena AB Intestato dan dikarenakan adanya adanya hubungan darah,
Testamentair hubungan darah dan adanya perkawinan, adanya
adanya perkawinan. pengangkatan anak
Tidak harus beragama yang Harus Beragama Islam Berbeda agama mendapat
sama. warisan
Bagian laki-laki dan Bagian anak laki-laki
perempuan adalah sama mendapat 2 bagian dan
perempuan mendapat 1
bagian.
Sistem golongan ahli waris Anak (cucu) dan orang tua
I, II, III, IV tidak saling menutup.
Anak angkat mendapat Wasiat maksimum 1/3 dari
warisan harta peninggalan

2. Perolehan dan hak waris dari istri kedua, ketiga, dan keempat dalam hukum
waris Islam.
Perolehan dan hak waris istri kedua, ketiga, dan keempat, Al-Qur‘an sudah
menegaskan dalam surat An-Nisa ayat 12 mengunakan kata “LAHUNNA” yang
mempunyai makna para istri, dimana dalam ayat tersebut dapat di ambil kesimpulan
apabilaseorang suami yang memiliki istri lebih dari pada satu apabila meninggal dunia
dan pada saat meninggal maka para istri mendapatkan perolehan dan harta waris
sebesar 1/4 (seperempat) jika suami tidak meninggalkan anak dan akan mendapat 1/8
(seperdelapan) apabila suami menginggalkan anak.
Apabila suami meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang istri dan mempunyai
anak maka perolehan dan hak waris dari kedua istri mendapatkan 1/8 bagian di bagi
dengan 2 (dua) orang istri jadi masing-masing istri mendapatkan 1/16 bagian. Apabila
suami meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang istri dan tidak mempunyai anak
maka perolehan dan hak waris dari kedua istri mendapatkan 1/4 bagian di bagi dengan
2 (dua) istri jadi masing-masing istri mendapatkan 1/8 bagian.
Apabila suami meninggal dunia meninggal 3 (tiga) orang istri dan suami mempunyai
anak, perolehan dan hak waris para istri adalah 1/8 untuk dibagi kepada 3 (tiga) istri
yaitu masing-masing istri mendapatkan sebesar 1/24 bagian. Jika suami meninggal
dunia meninggalkan 3 (tiga) orang istri dan suami tidak mempunyai anak maka para
istri meperoleh 1/4 untuk dibagi kepada 3 (tiga) orang istri yaitu masing-masing istri
mendapatkan 1/12 bagian.
Apabila suami meningal dunia, meninggalkan 4 (empat) orang istri maka perolehan
dan hak waris dari para istri adalah 1/16 bagian jika suami tidak mempunyai anak.
Perolehan dan hak waris para istri masing-masing sebesar 1/32 bagian jika suami
mempunyai anak.

3. Tanggung jawab Ahli Waris terhadap hutang Pewaris dalam Sistem Hukum
Waris Islam.

Berdasarkan literatur yang saya baca, ahli waris harus terlebih dahulu menulasi
hutang-hutang yang dibawa oleh Pewaris semasa hidupnya dan dilakukan sebelum
membagikan harta waris tersebut kepada para ahli waris, meskipun ada wasiat yang di
tinggalkan oleh Pewaris, tetapi harus terlebih dahulu melakukan pelunasan hutang
barulah membagikan wasiat tersebut.

Pengaturan umum mengenai hutang-pihutang orang yang meninggal dunia dapat


dikaji dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 11, 12, 33, dan 176. Dari ketentuan umum
tersebut dijelaskan dalam pelaksanaan pembagian kewarisan itu harus dilakukan
terlebih dahulu. Hutang-hutang orang yang meninggal dunia dapat berupa:

a. Biaya perawatan/pengobatan yang selama sakit yang belum dibayar;


b. Biaya penguburan orang yang meninggal;
c. Biaya selamatan orang yang meninggal;
d. Biaya rumah tangga yang dibuat oleh yang meninggal pada waktu masih hidup,
waktu sakit sampai saat meninggal; dan
e. Lain-lain biaya yang ada kaitannya dengan orang yang meninggal.

4. Batalnya Wasiat serta Pencabutan Wasiat dalam Hukum Islam.


Wasiat dapat dinyatakan batal apabila:

1. Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya
berat kepada pewasiat;
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat
telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara
atau hukuman yang lebih berat;
c. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk
membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon
penerima wasiat;
d. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat
dan pewasiat.
2. Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
a. tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum
meninggalnya pewasiat;
b. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
c. mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau
menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

3. Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.


Jadi menjawab pertanyaan Anda, apabila penerima wasiat atau orang yang
ditunjuk untuk menerima wasiat itu menolak untuk menerima wasiat, maka wasiat
tersebut dinyatakan batal, sehingga tidak perlu ada upaya lain untuk membatalkan
wasiat tersebut.

Dalam halnya pencabutan wasiat, Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama


calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan
persetujuan tetapi kemudian menarik kembali. Pencabutan wasiat dapat dilakukan
secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan
oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat
secara lisan.
Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis
dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris. Bila wasiat
dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akta
Notaris.

5. Kedudukan Hukum Waris Adat dalam Tata Hukum Nasional


Dalam Pasal 18B ayat (2) Amandemen UUD 1945 menyebutkan ”Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Menurut pasal ini hukum adat yang diakui adalah hukum adat yang masih nyata-nyata
hidup, jelas materi dan lingkup masyarakat adatnya. Jika melihat kepada pasal 18 B
UUD 1945 ini maka jelas bahwa hukum waris dari adat dapat diterima di Indonesia
karena dalam pasal tersebut dikatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyrakat hukum adat.

6. Kedudukan Janda dalam Hukum Waris Adat Pada Masyrakat Parental


Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 20 April 1960 No.
110K/Sip/1960 yang menyatakan bahwa menurut hukum adat, seorang janda adalah
juga menjadi ahli waris dari almarhum suaminya. Dengan putusan Mahkamah Agung
tersebut berarti mengubah salah satu prinsip atau asas dalam hukum harta perkawinan,
yang menyatakan bahwa harta asal akan kembali ke asal, sehingga dengan asas
tersebut, karena pada awalnya seorang janda bukanlah ahli waris dari harta asal
almarhum suaminya, karena tidak termasuk dalam orang yang memiliki darah.
Putusan tersebut diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung tanggal 14 Juni 1968
No. 100K/Sip/1967, yang memberikan hak waris dari bagian harta bersama kepada
janda. Putusan tersebut menyatakan bahwa mengingat pertumbuhan masyarakat menuju
ke arah persamaan kedudukan antara pria dan wanita dan pengakuan janda sebagai ahli
waris, Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan dan putusan pengadilan Tinggi
yang menetapkan bahwa dalam hal meninggalnya seorang suami dengan meninggalkan
seorang janda, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, janda berhak atas
separuh dari harta bersama, sedang sisanya dibagi antara janda dan kedua anaknya
masing-masing mendapat sepertiga bagian.
Dari isi putusan tersebut nampak bahwa janda, selain memperoleh setengah dari
harta bersama perkawinan, juga memperoleh bagian warisan dari harta bersama
almarhum suaminya.

7. A. Bagan

P B

C D
Keterangan :

A = Siti (ibu)

B = Kosim (suami)

C = Sabrina (anak perempuan)

D = Rara (anak perempuan)


P = Istri

B. Ahli Waris

Yang menjadi ahli waris adalah :


A = Siti
B = Kosim
C = Sabrina
D = Rara

C. Pembagian Waris
AM : 12

Suami : 1/4 3 3/13

Ibu : 1/6 2 2/13

2 Anak Perempuan : 2/3 8 + 8/13

13 (aul)

Harta Waris :

HP : Rp. 100.000.000,00

Biaya RS : Rp. 20.000.000,00

Hutang : Rp. 10.000.000,00

Wasiat : Rp. 16.000.000,00

Total Harta Waris = Harta Peninggalan – (RS+Hutang) – wasiat

= 100.000.000 – ( 20.000.000+10.000.000) – 16.000.000

= Rp. 54.000.000,00

Pembagian :

Suami : 3/13 x 54.000.000,00 = Rp.12.461.538

Ibu : 2/13 x 54.000.000,00 = Rp. 8.307.692

2 Anak Perempuan : 8/13 x 54.000.000,00 = Rp. 33. 230.769

Dikarenakan dalam pembagian terhadap anak perempuan di atas harus di bagi


menjadi 2 bagian, menjadi :
Sabrina : 1/2 x 33. 230.769 = Rp. 16.615.384

Rara : 1/2 x 33. 230.769 = Rp. 16.615.384

Anda mungkin juga menyukai